Anda di halaman 1dari 7

Nama : Anak Agung Gede Kemara Sukadharma

NPM : 1704742010112
Kelas : VI Khusus A
No Absen :5
Tugas : Tugas UTS Praktek Alternative Dispute Resolution (Alternatif
Penyelesaian Sengketa)

Soal :

1. Buat resume tentang Pengertian Arbitrase, Sumber Hukum Arbitrase dan


Keuntungan menggunakan Arbitrase

2. Apa perbedaan arbitrase dengan mediasi? Jelaskan secara lengkap!

Jawaban :

1. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan


umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak yang bersengketa (berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa). Adapun pada saat berlakunya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999
ini, ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana diatur dalam pasal 615 sampai
651 Rv, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 Rbg tidak berlaku lagi. Adanya
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 telah berusaha mengakomodir semua
aspek mengenai arbitrase baik dari segi hukum maupun substansinya dengan
ruang lingkup baik nasional maupun internasional. Di Indonesia sendiri,
minat untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase ini meningkat
semenjak diundangkannya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tersebut.

1
Sumber hukum Abitrase adalah Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Adapun beberapa hal yang menjadi keuntungan Arbitrase dibandingkan


menyelesaikan sengketa melalui jalur litigasi adalah :

a. Sidang tertutup untuk umum

b. Prosesnya cepat (maksimal enam bulan)

c. Putusannya final dan tidak dapat dibanding atau kasasi

d. Arbiternya dipilih oleh para pihak, ahli dalam bidang yang


disengketakan, dan memiliki integritas atau moral yang tinggi

e. Walaupun biaya formalnya lebih mahal daripada biaya pengadilan,


tetapi tidak ada 'biaya-biaya lain'

f. Hingga khusus di Indonesia, para pihak dapat mempresentasikan


kasusnya dihadapan Majelis Arbitrase dan Majelis Arbitrase dapat
langsung meminta klarifikasi oleh para pihak.

Dalam ruang lingkup internasional, Indonesia maupun pihak-pihak dari


Indonesia juga acap kali menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase.
Beberapa contoh kasusnya adalah :

a. Sengketa antara Cemex Asia Holdings melawan Indonesia yang


diselesaikan melalui International Centre for Settlement of Investment
Dispute (ICSID) pada 2004 sampai 2007

b. Sengketa antara Pertamina melawan Commerz Asia Emerald yang


diselesaikan melalui Singapore International Arbitration Center
(SIAC), Singapore pada tahun 2008

2
c. Sengketa terkait Bank Century dimana dua pemegang sahamnya
menggugat Pemerintah Indonesia yakni Rafat Ali Rizvi dan Hesham
Al Warraq yang diselesaikan melalui ICSID, Singapore

d. Sengketa antara Newmont melawan Pemerintah Indonesia yang


diselesaikan di ICSID, Washington DC.

Seiring perkembangannya, penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini


menemui beberapa permasalahan. Masalah utama adalah terkait dengan
pelaksanaan atau eksekusi putusan arbitrase. Dalam ruang lingkup
internasional, putusan arbitrase internasional dapat diakui dan dilaksanakan di
Indonesia apabila tidak bertentangan dengan ketertiban umum, telah
memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta
apabila salah satu pihak dalam sengketa adalah Negara Republik Indonesia
maka hanya dapat dilaksanakan setelah ada eksekuatur dari Mahkamah
Agung - RI. Permasalahannya, pengadilan di Indonesia seringkali "dicap"
enggan untuk melaksanakan pelaksanaan putusan arbitrase internasional
dengan alasan bahwa putusan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum.
Lain permasalahan, dalam ruang lingkup nasional pelaksanaan putusan
arbitrase juga seringkali terhambat akibat kurangnya kemampuan dan
pengetahuan arbiter Indonesia yang berakibat penundaan putusan arbitrase.

2. Perbedaan arbitrase dengan mediasi yaitu :

Arbitrase dan mediasi merupakan bagian dari alternative dispute


resolution (alternatif penyelesaian sengketa). Di mana mengenai alternatif
penyelesaian sengketa ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam Pasal
1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, alternatif penyelesaian sengketa adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang

3
disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Menurut Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang


Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh Mediator. Mediator disini adalah Hakim atau pihak lain
yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membatu para
pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan
sebuah penyelesaian. (Pasal 1 ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan)

Mediasi secara etimologi berasal dari bahasa latin, yaitu “mediare” yang
memiliki pengertian “berada di tengah”. Pihak ketiga / Mediator ini berada di
tengah sebab dipilih berdasarkan kenetralan dan kedua belah pihak harus
saling bersepakat dalam hal menunjuk pihak ketiga. Sehingga pihak ketiga
dapat bersikap netral dalam hal memberi solusi, masukan, atau jalan keluar
dari persengketaan tersbut.

Mediator selaku pihak ketiga yang menengahi harus mengerti permasalahan


kedua pihak tersebut, di mana Mediator akan memperoleh informasi secara
lengkap dari masing-masing pihak guna memahami permasalahan dan juga
mencarikan solusi. Setelah itu, mediator selaku pihak ketiga akan
memberikan solusi, di mana masing-masing pihak harus mendengar segala
bentuk masukan dari Mediator, guna mempercepat penyelesaian
permasalahan sehingga dapat mengurangi penumpukan berkas perkara.

Dalam hal mediasi, Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk


memutuskan dan menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah, sebab

4
tugas Mediator di sini hanyalah menengahi sekaligus memberi masukan guna
memperoleh jalan keluar dari permasalahan atau persengketaan yang terjadi.

Arbitrase menurut Pasal 1 ayat 1, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999


tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah cara
penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.

Sengketa arbitrase diawali dengan adanya sebuah kontrak kerjasama antara


kedua belah pihak, apabila diantara kedua belah pihak tidak dapat
menyelesaikan tugasnya sesuai dengan perjanjian / kontrak yang telah
disepakati, pihak yang dirugikan dapat melakukan arbitrase untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi. (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa)

Proses awal arbitrase dilakukan dengan cara kedua belah pihak menentukan
bersama Arbiter yang akan menjadi eksekutor atau pengambil keputusan
dalam permasalahan yang terjadi. Arbiter adalah seorang atau lebih yang
dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan
Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai
sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. (Pasal 1
angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa). Pemilihan Arbiter berdasarkan
kesepakatan dilakukan agar Arbiter yang dipilih independen.

Peran Arbiter selaku pihak ketiga dalam arbitrase tidak seperti Mediator yang
hanya memberi masukan atau solusi saja, akan tetapi Arbriter juga memiliki
kebijaksanaan dalam memberikan putusan mengenai permasalahan yang
dihadapi oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Sehingga dapat dikatakan

5
peran Arbiter dalam proses Arbitrase memiliki kewenangan yang lebih dari
Mediator dalam proses mediasi. Peran Arbriter di sini bertujuan agar proses
penyelesaian sengketa dapat segera diselesaikan dan tidak berlarut-larut.

Persamaan dan Perbedaan antara Mediasi dan Arbitrase :

1. Persamaan
a. Keduanya sama-sama merupakan alternatif penyelesaian sengketa,
yaitu sebuah cara penyelesaian masalah di luar persidangan;
b. Keduanya sama-sama menunjuk dan menggunakan pihak ketiga
sebagai pihak netral yang menengahi;
c. Keduanya bertujuan untuk mempersingkat proses penyelesaian
masalah / sengketa.
 
2. Perbedaan
a. Pada mediasi, pihak ketiga adalah Mediator yang bertugas sebagai
penengah, memfasilitasi proses negosiasi dan sebatas memberi
masukan. Sedangkan pada arbitrase, pihak ketiga adalah Arbriter yang
dapat memberikan putusan atas permasalahan.
b. Pada mediasi hasil bersifat Win-Win Solution, sedangkan arbitrase
hasilnya bersifat Win-Lose Judgement;
c. Pada mediasi, saran Mediator bersifat tidak mengikat, sehingga para
pihak yang menentukan. Sedangkan pada arbitrase, bersifat mengikat
karena Arbriter yang membuat putusan dan mempunyai kekuatan
eksekutorial.

Dasar Hukum :
1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa;
2. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.

6
7

Anda mungkin juga menyukai