USAHA & IMPLEMENTASI PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN KELOMPOK 5 1. A. A GDE IKA YASHALUGRA (1704742010108) 2. AGUS CANDRA SETIABUDI (1704742010109) 3. AGUSTINUS UMBU HINA ANDUNARA (1704742010110) 4. A. A GEDE KEMARA SUKADHARMA (1704742010112) 5. DEWA AYU NADIA PUTRI (1704742010120) 6. DEWA GEDE ARTA ADNYANA (1704742010122) 7. ELIZABETH NAPITUPULU (1704742010126) 8. EVA AYU LESTARI (1704742010127) 9. I GEDE ANDIKA PUTRA (1704742010138) 10. I DW AYU NYOMAN UTARI SASTRANI (1704742010140) 11. I. A ITA SRI DEWI PRADNYAWATI (1704742010141) PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DITINJAU DARI UU NO 18 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
DI LUAR DI PENGADILAN TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN PENGADILAN UMUM UMUM
Tergantung Dari Kesepakatan
Para Pihak Yang Bersengketa Proses beracara sengketa perlindungan konsumen di pengadilan umum dapat berupa yaitu a. Gugatan Perorangan Biasa b. Gugatan Sederhana c. Class Action d. Gugatan Yang Diajukan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan Pemerintah/Instansi Terkait “Jenis gugatan ini tergantung pada siapa yang dirugikan, jumlah orang yang dirugikan dan besarnya kerugian yang ditimbulkan” Proses beracara sengketa perlindungan konsumen di luar Pengadilan Umum dapat ditempuh melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang diberikan wewenang oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam hal penyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. SANKSI TERHADAP PELAKU USAHA 1. SANKSI PIDANA Bagi pelaku usaha yang melanggar aturan terhadap konsumen maka dikenakan sanksi pidana. Menurut UU Nomor 8 Tahun 1999, sanksi pidana yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut : Pasal 61 Pasal 62 Pasal 63 2. SANKSI ADMINISTRATIF DAN SANKSI PERDATA Sanksi Administratif Sanksi administratif bagi pelaku usaha dijelaskan dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 pasal 60 dari ayat 1 s/d ayat 3. Sanksi Perdata Sanksi perdata bagi pelaku usaha yang melanggar adalah ganti rugi dalam bentuk : a. Pengembalian uang Ganti rugi diberikan dalam b. Penggantian barang tenggang waktu 7 hari setelah c. Perawatan kesehatan, dan/atau tanggal transaksi. d. Pemberian santunan 3. SANKSI BAGI KONSUMEN Dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tidak dicantumkan tentang sanksi konsumen karena UU tersebut khusus dibuat untuk melindungi konsumen. Namun, apabila konsumen melakukan pelanggaran seperti penipuan, pencemaran nama baik dan lain-lain, maka hal tersebut termasuk Wanprestasi, yaitu tidak dilaksanakannya suatu perjanjian atau kewajiban sebagaimana yang telah disepakati bersama (Cidera Janji). Apabila hal tersebut terjadi, maka produsen atau pelaku usaha berhak untuk menuntut konsumen sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan konsumen. Tuntutan tersebut dapat berupa ganti rugi kepada pelaku usaha sampai dengan hukuman pidana kurungan. Pelaku usaha juga memiliki hak untuk mendapatkan kembali pemulihan nama baik usahanya. IMPLEMENTASI PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha, dapat diselesaikan melalui jalur litigasi (melalui pengadilan) dan jalur nonlitigasi (tidak melalui pengadilan). Penyelesaian, melalui lembaga litigasi dianggap kurang efisien baik waktu, biaya, maupun tenaga, sehingga penyelesaian melalui lembaga non litigasi banyak dipilih oleh masyarakat dalam menyelesaikan sengketa dimaksud. Meskipun demikian pengadilan juga tetap akan menjadi muara terakhir bila di tingkat non litigasi tidak menemui kesepakatan. Sebagai lembaga yang berwenang menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen, BPSK dalam kewenangannya dapat menempuhnya dengan cara Mediasi, Konsiliasi atau Arbitrase. Hal ini dijelaskan lebih jauh dalam Keputusan Menperindag No. 350 Tahun 2001 tentang Tugas dan Wewenang BPSK. Sesuai dengan Keputusan Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK, tahap-tahap penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Konsumen melakukan pengaduan kepada BPSK baik secara tertulis atau lisan tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; 2. Terkait pengaduan ini, BPSK melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; 3. Penyelesaian sengketa konsumen wajib diselesaikan dalam waktu 21 hari kerja sejak permohonan diterima oleh Sekretariat BPSK. Penyelesaian sengketa melalui BPSK dilakukan melalui persidangan dengan cara konsiliasi, mediasi atau arbitrase. 4. Sebelum dimulai konsiliasi ataupun mediasi, BPSK membentuk majelis yang berjumlah ganjil sedikitnya 3 orang ditambah 1 orang panitera. Majelis ini nantinya akan menyelesaikan sengketa konsumen melalui konsiliasi maupun mediasi tersebut. Adapun prosedur dalam penerapan penyelesaian sengketa perlindungan konsumen melalui Konsiliasi, Mediasi dan Arbitrase yaitu : 1. KONSILIASI Majelis memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa; Apabila diperlukan, majelis memanggil saksi dan ahli; Majelis bersifat pasif dan proses penyelesaian sengketa diserahkan sepenuhnya kepada konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan, baik bentuk dan jumlah ganti ruginya; Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan keputusan; Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha. 2. MEDIASI Majelis memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa; Saksi dan ahli dipanggil oleh majelis apabila diperlukan; Majelis bersifat aktif mendamaikan dan memberikan saran terkait sengketa konsumen; Majelis menerima dan mengeluarkan ketentuan terkait hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha; Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha.Hasil dari konsiliasi dan mediasi tidak memuat sanksi administratif. 3. ARBITRASE Para pihak memilih arbitor untuk menjadi Ketua dan Anggota Majelis; Pada hari sidang pertama, Ketua Majelis wajib mendamaikan kedua pihak yang bersengketa; Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Arbitrase dibuat dalam bentuk putusan Majelis BPSK; Atas putusan BPSK dimintakan penetapan eksekusi oleh BPSK ke Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan. Putusan arbitrase Majelis BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau gugatan dikabulkan serta dapat memuat sanksi administratif. Namun dalam implementasinya, penyelesaian sengketa konsumen terdapat ketentuan pasal- pasal yang saling kontradiktif dan menjadi tidak efisien dimana menurut Pasal 54 ayat (3) UUPK, putusan BPSK sebagai hasil dari penyelesaian sengketa konsumen secara konsiliasi, mediasi atau arbitrase, bersifat final dan mengikat yang mana pengertian final berarti bahwa penyelesaian sengketa telah selesai dan berakhir, sedangkan kata mengikat mengandung arti memaksa dan sebagai sesuatu yang harus dijalankan oleh pihak yang diwajibkan untuk itu. Namun dalam Pasal 56 Ayat (2) UUPK disebutkan bahwa apabila konsumen atau pelaku usaha menolak putusan BPSK, dapat mengajukan keberatan ke pengadilan negeri paling lambat 14 hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut. Yang mana hal tersebut bertentangan dengan Pasal 54 ayat (3) yang menyebutkan bahwa putusan majelis bersifat final dan mengikat.