Anda di halaman 1dari 6

JAWABAN TUGAS III

MATKUL : Hukum Perlindungan Konsumen


Nama : Janwarto Purba
NIM : 043894164
Prodi/Fakultas : Hukum / FHSIP

CONTOH KASUS

Perusahaan Jamu Expres yang bergerak di bidang produksi minuman tradisional jamu tersebut
digugat oleh beberapa konsumen di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan alasan telah
menjual minuman jamu yang mengakibatkan puluhan orang mengalami keracunan minuman
setelah mengkonsumsi jamu kemasan tersebut. Permasalahan ini akhirnya berakhir ke meja
hijau.

PERTANYAAN

1. Menurut pandangan anda, berdasarkan kasus diatas siapa yang berhak melakukan
pengawasan terhadap konsumen? Jelaskan berlandaskan hukum!
Jawab:
Menurut pandangan saya, dalam kasus di atas, Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) atau lembaga serupa yang ada di negara yang bersangkutan memiliki
kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap konsumen.

Dalam banyak negara, termasuk Indonesia, BPOM adalah lembaga yang bertanggung
jawab untuk mengawasi dan mengatur produk obat dan makanan, termasuk minuman
tradisional seperti jamu. BPOM bertugas memastikan bahwa produk-produk tersebut
aman dikonsumsi dan memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan.

Dalam hal ini, BPOM memiliki peran penting dalam menjaga kualitas dan keamanan
produk jamu yang diproduksi oleh Perusahaan Jamu Expres. BPOM melakukan
pengawasan terhadap produsen jamu untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan
memenuhi standar keamanan dan kualitas yang ditetapkan. Jika terdapat pelanggaran
atau masalah yang mengakibatkan keracunan konsumen, BPOM dapat melakukan
tindakan penindakan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Kewenangan BPOM untuk melakukan pengawasan terhadap konsumen didasarkan


pada undang-undang dan peraturan yang mengatur obat dan makanan di negara
tersebut. Misalnya, di Indonesia, kewenangan BPOM diatur dalam UU No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan yang memberikan landasan hukum untuk pengawasan obat dan
makanan, termasuk jamu.

Dalam kasus ini, BPOM dapat melakukan investigasi terhadap Perusahaan Jamu
Expres dan memastikan apakah terdapat pelanggaran dalam produksi dan penjualan
produk jamu yang menyebabkan keracunan konsumen. Jika terbukti adanya
pelanggaran, BPOM dapat mengambil tindakan yang sesuai, seperti penarikan produk
dari pasaran, penutupan sementara perusahaan, atau pengajuan gugatan hukum
terhadap perusahaan tersebut.

Dalam kasus di atas, dasar hukum yang mengatur pengawasan terhadap konsumen dan
produk jamu adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Beberapa pasal yang relevan dalam UU ini adalah sebagai berikut:

• Pasal 106 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas melakukan pengawasan
terhadap obat, obat tradisional, bahan kosmetik, dan makanan guna melindungi
masyarakat dari produk-produk yang berbahaya bagi kesehatan.
• Pasal 107 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 memberikan kewenangan kepada
BPOM untuk melakukan pengujian, pengawasan, dan pemeriksaan terhadap
obat, obat tradisional, bahan kosmetik, dan makanan yang beredar di Indonesia.
• Pasal 191 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa setiap orang
yang melakukan produksi, penyalahgunaan, atau pengedaran obat, obat
tradisional, bahan kosmetik, dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan
kesehatan dapat dikenakan sanksi pidana
Sumber :
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Obat Tradisional

2. Coba saudara berikan analisa hukum berdasarkan UUPK terkait penyelesaian kasus
diatas jika dilakukan diluar pengadilan ?
Jawab:

Menurut analisa saya tentang kasus diatas, berikut adalah penyelesaian umum yang
dapat dilakukan diluar pengadilan:

• Negosiasi antara pihak tergugat dan penggugat: Dalam kasus ini, pihak Jamu
Expres yang digugat dapat mencoba melakukan negosiasi dengan para
konsumen yang mengalami keracunan minuman jamu. Negosiasi dilakukan
untuk mencapai kesepakatan mengenai kompensasi atau penyelesaian lainnya
tanpa melibatkan pengadilan. Jika pihak tergugat bersedia bertanggung jawab
dan menawarkan kompensasi yang memadai, para penggugat mungkin akan
menerima penyelesaian di luar pengadilan.
• Mediasi: Mediasi adalah proses di mana pihak ketiga netral membantu pihak-
pihak yang berselisih mencapai kesepakatan. Dalam kasus ini, pihak Jamu
Expres dan para konsumen dapat mencoba mediasi untuk menyelesaikan
sengketa secara damai. Mediator akan membantu mendorong dialog antara
pihak-pihak terkait dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
Jika mediasi berhasil, pihak-pihak dapat mencapai kesepakatan dan mengakhiri
sengketa tanpa melibatkan pengadilan.
• Arbitrase: Arbitrase adalah proses alternatif penyelesaian sengketa di mana
pihak-pihak terlibat mengajukan sengketa mereka kepada arbiter atau panel
arbiter yang independen. Arbiter akan membuat keputusan yang mengikat bagi
kedua belah pihak. Dalam kasus ini, jika Jamu Expres dan para konsumen
sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, mereka dapat
menunjuk arbiter dan memulai proses arbitrase. Keputusan arbiter akan
mengikat dan dapat digunakan sebagai dasar untuk menyelesaikan sengketa.
Pilihan penyelesaian di luar pengadilan seperti negosiasi, mediasi, atau arbitrase
memberikan fleksibilitas bagi pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai
penyelesaian yang memuaskan tanpa melalui proses pengadilan yang lebih formal
dan panjang. Namun, penting juga untuk mempertimbangkan bahwa jika
penyelesaian di luar pengadilan tidak berhasil atau pihak-pihak tidak dapat
mencapai kesepakatan, pengadilan masih menjadi opsi untuk menyelesaikan
sengketa tersebut.

Sumber :
Undang-Undang Arbitrase
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
ndang-Undang Peradilan Pidana (UUPK

3. Berdasarkan kasus diatas, bagaimana proses dan keuntungan dari penyelesaian


sengketa konsumen di pengadilan? Jelaskan berlandaskan UUPK
Jawab:

Proses penyelesaian sengketa konsumen di pengadilan dapat mengacu pada Undang-


Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) di Indonesia. Berikut adalah penjelasan
mengenai proses dan keuntungan penyelesaian sengketa konsumen di pengadilan
berdasarkan kasus yang disebutkan:

A. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen di Pengadilan:

• Pengajuan Gugatan: Konsumen yang merasa dirugikan dapat mengajukan


gugatan ke Pengadilan Negeri yang berwenang, sesuai dengan domisili
penjual atau tempat terjadinya perbuatan melawan hukum.
• Sidang Gugatan: Pengadilan akan mengadakan sidang untuk
mempertimbangkan argumen dari kedua belah pihak. Dalam kasus ini,
perusahaan Jamu Expres dan konsumen yang menggugat akan
mempresentasikan bukti-bukti dan argumen masing-masing.
• Pemeriksaan Fakta dan Bukti: Pengadilan akan melakukan pemeriksaan
terhadap fakta-fakta yang diajukan dan bukti-bukti yang ada, termasuk
testimonial para korban yang mengalami keracunan minuman jamu tersebut.
• Putusan Pengadilan: Setelah mempertimbangkan fakta dan bukti yang ada,
pengadilan akan memberikan putusan yang menjadi dasar penyelesaian
sengketa antara perusahaan Jamu Expres dan konsumen yang menggugat.

B. Keuntungan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Pengadilan:

• Keputusan Berdasarkan Hukum: Pengadilan akan mengambil keputusan


berdasarkan hukum yang berlaku, dalam hal ini UUPK. Ini memberikan
kepastian hukum bagi kedua belah pihak.
• Penyelesaian yang Adil dan Objektif: Pengadilan memberikan forum netral
yang memastikan bahwa kepentingan konsumen dilindungi dengan adil dan
objektif. Putusan pengadilan didasarkan pada hukum dan bukti yang disajikan.
• Penegakan Hak Konsumen: Melalui proses pengadilan, hak-hak konsumen
yang dirugikan dapat ditegakkan dan diakui secara resmi. Ini memberikan
konsumen kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang layak dan mencegah
terulangnya tindakan serupa di masa depan.
• Deterrent Effect: Penyelesaian sengketa melalui pengadilan juga dapat
memberikan efek jera kepada perusahaan atau pihak lain yang mungkin
melakukan praktik yang merugikan konsumen. Hal ini dapat mendorong
pemenuhan hak konsumen dan meningkatkan kualitas pelayanan atau produk.

Dasar hukum untuk penyelesaian sengketa konsumen di Indonesia dapat


ditemukan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK
merupakan undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen dan
menetapkan hak serta kewajiban konsumen dan produsen/penyedia jasa. Beberapa
ketentuan dalam UUPK yang relevan untuk penyelesaian sengketa konsumen di
pengadilan antara lain:

• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen: Undang-undang ini merupakan landasan utama
yang mengatur perlindungan konsumen di Indonesia. Pasal-pasal dalam
UU ini mengatur hak konsumen, kewajiban produsen/penyedia jasa, dan
prosedur penyelesaian sengketa konsumen.
• Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen: Pasal ini menyebutkan bahwa setiap
konsumen berhak mendapatkan perlindungan hukum terhadap
kepentingannya yang dilindungi oleh UU ini.
• Pasal 20 UU Perlindungan Konsumen: Pasal ini mengatur mengenai
penyelesaian sengketa konsumen. Konsumen memiliki hak untuk
mengajukan gugatan ke pengadilan jika permasalahan tidak dapat
diselesaikan melalui upaya penyelesaian sengketa yang lain.
• Pasal 21 UU Perlindungan Konsumen: Pasal ini mengatur mengenai
kewajiban produsen/penyedia jasa untuk menyelesaikan sengketa
konsumen melalui mekanisme penyelesaian sengketa yang ditetapkan,
termasuk melalui proses peradilan.

Selain UU Perlindungan Konsumen, terdapat juga peraturan turunan yang


mengatur lebih detail mengenai penyelesaian sengketa konsumen, seperti
Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Sengketa
Konsumen.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai