Anda di halaman 1dari 5

UNIVERSITAS TERBUKA

NAMA:NUR AISAH

NIM:044542732

FAKULITAS:ILMU HUKUM

TUGAS 3:HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Contoh Kasus:

Sengketa antara Mustolih dan PT Sumber Alfaria Trijaya (PT SAT) berlanjut di Pengadilan Negeri
Tangerang, pada dasarnya adalah sengketa yang terkait dengan perlindungan konsumen. Mustolih
adalah seorang konsumen yang berbelanja di Alfamart, sebuah toko yang dikelola PT SAT. Sedangkan
PT SAT adalah pelaku usaha di bidang ritel. Baik Mustolih maupun PT SAT, keduanya tunduk pada
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pertanyaan:

1. Menurut pendapat anda, apakah kasus tersebut dapat diselesaikan diluar pengadilan? Jelaskan
berdasarkan hukumya!

2. Apa yang anda ketahui mengenai bentuk penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan?

3. Apakah putusan BPSK dari penyelesaian sengketa konsumen memiliki kekuatan hukum tetap?
Berikan analisis hukum anda!

JAWABAN:
1.Hukum Positif Indonesia-

Pengadilan merupakan sebuah lembaga untuk mencari keadilan untuk kepastian hukum bagi para pihak
yang berperkara, baik perkara pidana maupun perkara perdata. Namun dalam proses penyelesaian
perkara, khususnya perkara perdata, memerlukan waktu yang tidak sebentar, dan karena memerlukan
waktu yang cukup lama tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit juga.

Mengingat proses penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan memerlukan waktu dan biaya yang
tidak sedikit, maka untuk perkara perdata dapat diselesaikan di luar pengadilan, sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 58 – Pasal 61 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dalam uraian ini disampaikan mengenai:

Arbitrase

Alternatif Penyelesaian Sengketa

Dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan
bahwa upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan diluar pengadilan negara melalui arbitrase
atau alternatif penyelesaian sengeketa.

Arbitrase

Menurut Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan arbiterase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata
di luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa.

Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta mengikat para pihak.
Selanjutnya jika para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, maka putusan
dilaksanakan berdasarkan perintah ketua pengadilan negeri atas permohonan salah satu pihak yang
bersengketa, demikian disebuktan dalam Pasal 59 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Alternatif Penyelesaian Sengketa

Berdasarkan Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
disebutkan bahwa alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengeketa atau
beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Hasil dari penyelesaian melalui alternatif penyelesaian sengeketa dituangkan dalam kesepakatan
tertulis, dimana kesepakatan tertulis tersebut bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan
dengan itikad baik (Pasal 60 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 48/2009).
Ketentuan lebih lanjut mengenai arbiterse dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan diatur
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. -RenTo151219-

2. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan (Nonlitigasi)

Sengketa perlindungan konsumen dapat dilakukan di luar pengadilan sesuai kesepakatan para pihak.
Jika para pihak telah memilih cara penyelesaian di luar pengadilan, cara penyelesaian melalui pengadilan
(litigasi) hanya dapat ditempuh apabila metode non litigasi dinyatakan tidak berhasil.

Dalam hal nonlitigasi, UUPK memberikan kewenangan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen
melalui BPSK dilakukan dengan cara mediasi, arbitrase atau konsiliasi.

Bagaimana Proses Penyelesaian Sengketa di BPSK?

Tahap penyelesaian sengketa oleh BPSK diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 17/M-
DAG/PER/4/2007 tentang Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Serta Tata
Cara Penyelesaian Sengketa Konsumen (Permendag 17/2007), di antaranya adalah:

Konsumen melakukan pengaduan kepada BPSK baik secara tertulis atau lisan tentang terjadinya
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

Terkait pengaduan ini, BPSK melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;

Setelah terdapat pengaduan dari konsumen selaku penggugat, dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
hari kerja, Ketua BPSK melalui Kepala Sekretariat memanggil pihak tergugat. Pemanggilan ini dilakukan
untuk memberitahukan adanya gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat; dan

Putusan dari Majelis wajib diputuskan selambat-lambatnya dalam waktu 21 hari terhitung sejak gugatan
diterima oleh Majelis, baik untuk penyelesaian secara konsiliasi, mediasi, dan arbitrase.

Jika tergugat tidak hadir memenuhi panggilan Ketua BPSK tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, Kepala Sekretariat akan menyampaikan ketidakhadiran tergugat kepada Ketua
BPSK.

Kemudian, Ketua BPSK akan membentuk Majelis yang dibantu Panitera untuk meneliti gugatan
penggugat serta memilih menetapkan tindakan yang akan diambil, yaitu:

BPSK melaporkan tergugat kepada penyidik untuk diproses menurut peraturan perundang-undangan,
apabila terdapat unsur pidana dalam gugatannya;

BPSK meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan tergugat;

BPSK mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi administratif sesuai
peraturan perundang-undangan;
BPSK mengusulkan koordinasi dengan instansi terkait atau asosiasi pelaku usaha untuk membantu
menghadirkan tergugat agar memenuhi panggilan BPSK.

3. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen merupakan lembaga penunjang dalam bidang quasi
peradilan. Oleh karenanya, keputusan BPSK bersifat final dan mengikat. Artinya putusan tersebut tidak
mungkin lagi untuk dilakukan upaya hukum, dinyatakan sebagai putusan yang mempunyai kekuatan
hukum. Putusan BPSK mestinya harus dipandang sebagai putusan yang mempunyai kekuatan hukum
yang tetap. Namun, apabila dibandingkan prinsip (res judicata pro vitatate habetur ) tersebut dengan
Pasal 56 Ayat (2) UUPK, ternyata para pihak masih bisa mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri.
Kejadian tersebut disebabkan karena lemahnya kedudukan dan kewenangan yang diberikan oleh UUPK
terhadap BPSK terutama menyangkut putusan yang bersifat final dan mengikat.Berdasarkan jumlah
kasus yang telah diselesaikan oleh BPSK Kota Padang dan jumlah kasus yang diputus BPSK Kota Padang
berlanjut ke PN Padang Kelas IA terhitung dari tahun 2016 sebanyak 15 kasus, tahun 2017 sebanyak 26
kasus, kemudian tahun 2018 sebanyak 61 kasus. Timbul permasalahan bagaimanakah kekuatan
mengikat putusan BPSK dihubungkan dengan putusan PN Padang Kelas IA dalam perkara
Nomor:03/PTS/BPSK-PDG-SBR/II/2019 dan Perkara Nomor:29/Pdt.Sus-BPSK/2019/PN PDG? Kedua,
dan bagaimana putusan PN Padang Kelas IA terhadap sengketa konsumen dalam perkara
Nomor:03/PTS/BPSK-PDG-SBR/II/2019 yang telah diputus oleh BPSK sebelumnya. Penelitian ini adalah
merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Metode pendekatan yang digunakan
adalah yuridis normatif sebagai pendekatan utama dan didukung pendekatan yuridis empiris. Data yang
digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data yang didapat dianalisis secara kualitatif dan
disajikan secara deskriptif analitis . Berdasarkan penelitian dan pembahasan dapat diketahui
bahwa: Pertama, putusan BPSK dalam perkara sengketa konsumen memiliki kekuatan mengikat yang
sama dengan putusan PN No:03/PTS/BPSK-PDG-SBR/II/2019 dan Perkara No:29/ PDT.SUS-
BPSK/2019/PN PDG, sepanjang tidak ada keberatan dari para pihak dan dimintakan penetapan eksekusi
ke PN meskipun putusan BPSK tidak menggunakan irah-irah title eksekutorial. Penyelesaian sengketa
melalui BPSK merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang didasarkan pada
kesepakatan para pihak yang bersengketa dan sebagai konsekuensi dari kesepakatan pihak yang
bersengketa tersebut, maka penyelesaiannya akan lebih bersifat sukarela dan tidak dapat dipaksakan
oleh salah satu pihak. Kedua, putusan PN Pdg Kelas IA terhadap sengketa konsumen No:03/PTS/BPSK-
PDG-SBR/II/2019 yang telah diputus oleh BPSK sebelumnya merupakan keberatan terhadap putusan
arbitrase yang masuk di PN Pdg Kelas IA merupakan keberatan atas upaya hukum yang ditempuh
khusus untuk keberatan terhadap putusan BPSK. Dimana inti dari upaya hukum keberatan itu sendiri
terletak pada sejauh mana konsumen dapat membuktikan bahwa badan penyelesaian sengketa diluar
pengadilan telah menerapkan dan memberikan pertimbangan hukum yang cukup serta menerapkan
hukum sebagaimana mestinya.

https://search.yahoo.com/search?fr=mcafee&type=E211US885G0&p=1.+Menurut+pendapat+anda%2C
+apakah+kasus+tersebut+dapat+diselesaikan+diluar+pengadilan%3F+Jelaskan+berdasarkan+hukumya!

https://bplawyers.co.id/2023/03/14/sengketa-perlindungan-konsumen-bagaimana-
penyelesaiannyahttps://swarajustisia.unespadang.ac.id/index.php/UJSJ/article/view/164#:~:text=Ban%
20Penyelesaian%20Sengketa%20Konsumen%20merupakan%20lembaga%20penunjang%20dalam,huku
m%2C%20dinyatakan%20sebagai%20putusan%20yang%20mempunyai%20kekuatan%20hukum.

Anda mungkin juga menyukai