Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ANDRE CANDRA ARDANA

NPM : 045028593

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

1.Menurut pendapat Anda, apakah kasus tersebut dapat diselesaikan di luar pengadilan? Jelaskan
berdasarkan hukumya!

Jawaban: Tidak. Alasannya karena PT Sumber Alfaria Trijaya, pengelola Alfamart, menolak
melakukan keterbukaan informasi terkait donasi yang dikelola Alfamart. Konsumen atau donatur
mempunyai hak mengetahui ke mana dan untuk apa sumbangan yang selama ini dihimpun
Alfamart. Dalam perkara No. 16/PDT.G/2017/PN.Tng, PN Tangerang menyatakan tidak
menerima gugatan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, yang minta pembatalan putusan Komisi
Informasi Nomor 011/III/KIP- PS-A/2016 tertanggal 19 Desember 2016. Sebagaimana yang telah
diatur dalam pasal 4 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi
Publik yang menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi publik sesuai dengan
ketentuan Undang- Undang ini. Oleh karena itu hak atas informasi menjadi sangat pentingkarena
makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut
makin dapat dipertanggungjawabkan. Perkara yang terjadi antara PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk
dengan Mustolih Siradj selaku konsumen serta donator dalam penyelenggaraan sumbangan yang
dilakukan oleh PT Sumber Trijaya Tbk selama ini menjadi salah satu contoh dalam penerapan
dissenting opinion. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk sebagai peyelenggara pengumpulan
sumbangan tidak memenuhi tanggungjawab dengan baik kepada para
konsumen/donaturnya.Dissenting opinionmerupakan opini atau pendapat yang dibuat oleh satu
atau lebih anggota Majelis Hakim yang setuju dengan keputusan yang diambil oleh mayoritas
anggota majelis. Dengan diaturnya dissenting opinionoleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman, maka Majelis Komisioner sekarang ini diperbolehkan untuk
menerapkandissenting opinion dalam proses pengambilan keputusan.

2.Apa yang Anda ketahui mengenai bentuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan?
Jelaskan!
Jawaban: Penyelesaian Sengketadi luar pengadilan, yaitu dengan proses membuat pengaduan
ataun gugatan atas kerugian yang dilakukan pelaku usaha ke Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumenatau LPKSM. Dari pengaduan tersebut BPSK wajib mengeluarkan putusan paling
lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima. Pasal 6 ayat
(1)Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa(“UU 30/1999”) berbunyi:Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh
para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan
mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Frans Winarta dalam
bukunya (hal. 7-8) menguraikan pengertian masing-masing lembaga penyelesaian sengketa di
atas sebagai berikut: a)Konsultasi: suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak
tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak konsultan
memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya. b)
Negosiasi: suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses pengadilan
dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan
kreatif. c) Mediasi: cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. d) Konsiliasi: penengah akan bertindak
menjadi konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat
diterima. e)Penilaian Ahli: pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai
dengan bidang keahliannya.

3.Apakah putusan BPSK dari penyelesaian sengketa konsumen memiliki kekuatan hukum tetap?
Berikan analisis hukum Anda!

Jawaban: Pasal 23 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”) mengatur
bahwa konsumen dapat mengajukan gugatan pada pelaku usaha melalui badan penyelesaian
sengketa konsumen atau ke badan peradilan. Kemudian, menurut pasal 52 UUPK, salah satu
kewenangan dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (“BPSK”) adalah menerima
pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen. Pasal 52 huruf g UUPK memang memberikan kewenangan
pada BPSK untuk memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen. Akan tetapi, BPSK tidak diberikan kewenangan untuk melakukan
pemanggilan paksa terhadap pelaku usaha tersebut. Meski demikian, BPSK bisa meminta
bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha yang tidak bersedia memenuhi panggilan
badan penyelesaian sengketa konsumen (lihat pasal 52 huruf i UUPK). Jadi, BPSK tidak
memiliki kewenangan untuk melakukan pemanggilan paksa, tetapi BPSK bisa meminta bantuan
pada penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha. Penyidik di sini mengacu pada Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi
pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen.
Dalam hal pelaku usaha tetap tidak memenuhi panggilan BPSK, maka BPSK dapat mengadili
sengketa konsumen tanpa kehadiran pelaku usaha. Hal ini mengacu pada pasal 36 Kepmen
Perindag 350/2001, yaitu dalam hal pelaku usaha tidak hadir pada hari persidangan I (pertama),
majelis hakim BPSK akan memberikan kesempatan terakhir kepada pelaku usaha untuk hadir
pada persidangan II

Anda mungkin juga menyukai