Anda di halaman 1dari 2

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIVE DALAM BIDANG KONSUMEN

AHMAD SYAFIIQ MUKHLISUL IBAD


1213010008

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M. Si


Hukum Alternatif Penyelesaian Sengketa

DASAR HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Terhadap Konsumen.


2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa.
3. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350 Tahun 2001 Tentang
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK.
4. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 301 Tahun 2001 Tentang
Pengangkatan, Pemberhentian Anggota dan Sekretariat BPSK.
5. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72 Tahun 2020 tentang Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen
6. Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945

JENIS-JENIS SENGKETA KONSUMEN

Dalam Pasal 1 ayat 2 UUPK disebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan jasa yang tersedia di dalam masyarakat, baik untuk kepentingan sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 1 Dalam
pasal ini juga mengatakan bahwa konsumen adalah pemakai barang dan jasa, yang oleh
karenanya jenis jenis sengketa juga terbagi menjadi 2 yaitu:

1. Sengketa barang. Hal ini berkaitan dengan pemakaian konsemen di bidang barang yang
menimbulkan sengketa didalamnya, Beberapa kasus yang termasuk dalam sengketa
barang, antara lain makanan dan minuman, berlangganan surat kabar, elektronik, serta
perhiasan.
2. Sengketa jasa. Hal ini berkaitan dengan pemakaian konsemen di bidang Jasa yang
menimbulkan sengketa didalamnya. Kategori sengketa jasa meliputi pemanfaatan jasa,
antaralain asuransi, pembelian rumah, perbankan, kredit kendaraan, telekomunikasi,
listrik, air, dan PDAM. Tidak ketinggalan, pelayanan kartu kredit, transportasi umum,
serta parkir jugatergolong dalam perselisihan jasa.

Kemajuan telekomunikasi dan informatika turut mendukung perluasan ruang gerak transaksi
barang dan/atau jasa hingga melintasi batas-batas wilayah suatu Negara. Kondisi demikian
pada satu pihak sangat bermanfaat bagi kepentingan konsumen karena kebutuhannya akan
barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat dipenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan
untuk memilih aneka jenis barang dan/atau jasa sesuai dengan kemampuannya. Di lain pihak,
kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen
menjadi tidak seimbang. Konsumen dapat menjadi objek aktivitas bisnis dari pelaku usaha
melalui iklan, promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian-perjanjian. Hal ini
1
Kurniawan. (2012). Permasalahan Dan Kendala Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Badan
Penyelesaian sengketa Konsumen (BPSK), Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 1 Januari. Hal 44
disebabkan karena kurangnya pendidikan konsumen, dan rendahnya kesadaran akan hak-hak
dan kewajibannya.

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA ALTENATIVE DALAM BIDANG


SENGKETA KONSUMEN
Sengketa konsumen dapat dilalui dengan jalur litigasi dan jalur non litigasi. Jika
penyelesaian sengketa konsumen dilakukan di luar peradilan, maka menurut Pasal 52 UUPK
adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dengan cara melalui
mediasi, arbitrase, dan konsiliasi. Gugatan yang diajukan ke BPSK harus ditindak lanjuti oleh
BPSK, dan BPSK wajib memberikan putusan. Dimana menurut Pasal 56 Ayat (2) UUPK
Putusan BPSK dari hasil konsilitasi, arbitrase,dan mediasi bersifat final dan mengikat, dengan
kata lain tidak dapat dilakukan banding dan kasasi. Akan tetapi berdasarkan Pasal 54 Ayat (3)
UUPK terhadap putusan tersebut dapat dimintakan upaya hukum (keberatan) ke pengadilan
Negeri. Dimana Para pihak ternyata masih bisa mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri
paling lambat 14 hari setelah pemberitahuan BPSK.
Untuk pengajuan keberatan diatur dalam Perma No. I Tahun 2006 tentang cara
pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK. Dan di peraturan ini pada hakikatnya hanya
mengatur mengenai pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK. Yakni pada Pasal 2 Perma
ini menegaskan bahwa yang bisa diajukan keberatan adalah terhadap putusan arbitrase BPSK.
Sedangkan keberatan mengenai putusan konsiliasi atau mediasi, serta penetapan eksekusi
sama sekali tidak diatur. Mengenai hal itu dapat menimbulkan arti bahwa pada putusan
konsiliasi dan mediasi, dan penetapan eksekusi tidak dapat diajukan keberatan, namun juga
dapat menimbulkan kebebasan didalamnya karena belom ada aturan yang mengaturnya.
Namun menurut pendapat pribadi untuk mediasi dan konsiliasi bisa disamakan prosedurnya
dengan prosedur pengajuan keberatan terhadap putusan arbitrase. Sedangkan untuk eksekusi
bisa saja mengikuti prosedur umum, karena dalam eksekusi terhadap putusan BPSK, agar
mempunyai kekuatan eksekusi, putusan BPSK harus dimintakan penetapan eksekusi ke
pengadilan
Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) berjalan sesuai dengan
prinsip Alternative Dispute Resolution (ADR), dimana Alternative Dispute Resolution
(ADR) ini merupakan penyelesaian sengketa diluar pengadilan.2
Badan Peyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sendiri mempunya tugas serta
wewenang yang diantaranya yaitu melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa
konsumen, dengan cara melalui mediasi, arbitrase, dan konsiliasi. Selain itu BPSK juga
berwenanang memberikan konsultasi perlindungan konsumen, dan juga berhak melaporkan
kepada penyidik umum apabila terjadi pelaggaran ketentuan dalam UU Perlindungan
Konsumen. Dan BPSK juga berwenang memanggil pelaku usaha yang diduga telah
melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen

2
Rifki Putra Perdana, Fuad, Said Munawar. (2021). Implementasi Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Yogyakarta, Vol. 3, No. 2, September. Hal 32

Anda mungkin juga menyukai