Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen tidak memberikan batasan apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen. Definisi ”sengketa konsumen” dijumpai pada Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yaitu Surat Keputusan Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001, dimana yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah:
“sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang
menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.” PIHAK-PIHAK DALAM SENGKETA KONSUMEN
Konsumen Developer
↓ ↓ sebagai sebagai penyedia pengguna/pemakai barang dan jasa barang dan jasa (pelaku usaha) PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
↓ ↓
Jalur Non-Litigasi Jalur Litigasi
Menurut UUPK pasal 45 ayat 2 “Penyelesaian
sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau secara non litigasi biasanya bersifat tertutup untuk umum (close door session) dan kerahasiaan para pihak terjamin (confidentiality), proses beracara pun lebih cepat dan efisien.Proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini menghindari kelambatan yang mengakibatkan prosedural dan administratif sebagaimana beracara di pengadilan umum dan win-win sulution.Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini dinamakan APS(alternatif penyelesaian sengketa).
Berdasarkan ketentuan dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen
pasal 45 ayat 4, menyebutkan bahwa: “Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.” Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen disingkat sebagai BPSK adalah salah satu lembaga peradilan konsumen berkedudukan pada tiap Daerah Tingkat II kabupaten dan kota di seluruh Indonesia sebagaimana diatur menurut Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertugas utama menyelesaikan persengketaan konsumen di luar lembaga pengadilan umum,
Berdasarkan Keputusan Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/ 2001 yang
mengatur tentang BPSK telah diganti dengan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 06/M-DAG/PER/2017 tentang penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Tata Cara Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui BPSK
KONSILIASI MEDIASI ARBITRASE
Kewenangan menyelesaikan sengketa konsumen melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum mengacu pada ketentuan yang berlaku yang berarti tatacara pengajuan gugatan dalam masalah perlindungan konsumen mengacu pada UU/hukum acara perdata yang berlaku.
Pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan atau pelanggaran pelaku
usaha melalui pengadilan menurut Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen meliputi : a)Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan.
b)Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.
c)Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi
syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. d)Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit. Lembaga Penyelesaian Sengketa Litigasi
PENGADILAN UMUM PENGADILAN NIAGA
Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan (NON LITIGASI)
Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan, yaitu dengan proses membuat
pengaduan atau gugatan atas kerugian yang dilakukan pelaku usaha ke BPSK. Dari pengaduan tersebut BPSK wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima. Penyelesaian Sengketa dalam pengadilan (LITIGASI) Penyelesaian Sengketa melalui pengadilan, yaitu dengan proses Konsumen yang merasa dirugikan melapor kepada pihak yang berwajib yaitu kepada polisi untuk ditindaklanjuti sebagaimana pada proses penyelesaian sengketa di pengadilan pada umumnya. Penyelesaian melalui jalur ini mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku di Indonesia. Dari penyelesaian sengketa konsumen tersebut, pelaku usaha yang terbukti bersalah dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi pidana. Penyelesaian sengketa melalui litigasi atau jalur pengadilan sangat lambat, biaya perkara yang mahal, dan putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah atau tidak memuaskan para pihak disebabkan karena dalam suatu putusan ada pihak yang merasa menang dan kalah, sehingga hal tersebut tdak akan memberikan kedamaian pada salah satu pihak melainkan akan menumbuhkan bibit dendam permusuhan dan kebencian.