Anda di halaman 1dari 9

PENYELESAIAN SENGKETA DAN SANKSI ATAS PELANGGARAN UUPK

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah HukumPerlindungan Konsumen
ProdiHukum Ekonomi Syariah pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam
Institut Agama Islam Negeri Bone

Oleh
ARJUNIAWAN SYAM
742342021084
FAJAR
742342021070

Dosen Pengajar:
Nurfadhilah Rasyid,S.Pd., M.E.

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wr.wb


Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas
tentang “Penyelesaian Sengketa dan Sanksi atas Pelanggaran Undang-Undang Perlindungan
Konsumen (UUPK)”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memahami dan mengulas lebih lanjut mengenai upaya-
upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi sengketa yang melibatkan konsumen dan pelaku
usaha berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Selain itu, kami juga akan membahas mengenai sanksi yang dapat diterapkan bagi pelanggar UUPK
guna menciptakan iklim usaha yang sehat dan memberikan perlindungan maksimal kepada konsumen.
Makalah ini di persiapkan dan di susun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Hukum
Perlindungan Konsumen serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Nurfadhilah Rasyid,S.Pd., M.E. selaku dosen pengajar mata kuliah Hukum Perlindungan
Konsumen
2. Semua pihak yang telah membantu demi terbentuknya Makalah
Dalam pembuatan makalah ini penulis sangat menyadari bahwa baik dalam penyampaian maupun
penulisan masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan untuk penunjang dalam pembuatan makalah penulis berikutnya.

Watampone, 19 September 2023

[ Penulis]
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………... i


KATA PENGANTAR ………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 1

A. Latar Belakang ………………………………………………… 1


B. Rumusan Masalah ……………………………………………... 2
C. Tujuan Makalah ……………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………….. 3
A. Bagaimana penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha 3
B. Apa saja jenis sanksi dapat diterapkan terhadap pelanggaran UUPK
dan bagaimana dalam menegakkan peraturan perlindungan konsumen 5
BAB III PENUTUP …………………………………………………. 7
A. Kesimpulan …………………………………………………... 7
B. Saran …………………………………………………………. 8
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan ketentuan UU Perlindungan Konsumen pasal 1 ayat 1 UU No. 8 tahun 1999
definisi perlindungan konsumen meliputi seluruh upaya untuk memastikan kepastian hukum
demi memberikan perlindungan kepada konsumen.Ada lima asas yang dianut dalam
ketentuan UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 pasal 2 yaitu manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Perlindungan
ini mencakup proteksi agar konsumen tidak memperoleh barang dan atau jasa yang tidak
sesuai dengan kesepakatan atau melanggar ketentuan undang-undang, serta perlindungan
terhadap syarat-syarat yang tidak adil bagi
Dengan demikian, UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 merupakan landasan hukum
yang kuat bagi pemerintah serta lembaga swadaya masyarakat yang peduli akan konsumen
Indonesia untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan
pendidikan konsumen secara merata.
Tujuan hukum perlindungan konsumen juga dapat disimpulkan sebagai berikut:
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari akses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, menciptakan sistem perlindungan
konsumen dengan unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi dan akses untuk
mendapatkan informasi tersebut, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha, meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
Dalam rangka mewujudkan tujuan perlindungan hukum bagi konsumen, negara memiliki
tanggung jawab atas pembinaan dan penyelenggaraan perlindungan hukum. Pembinaan dan
penyelenggaraan perlindungan hukum dapat dilakukan dengan upaya menciptakan iklim
usaha yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen, mengembangkan lembaga perlindungan
hukum bagi konsumen, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia termasuk dalam
kegiatan penelitian
Perlindungan konsumen merupakan konsep yang wajib diterapkan dalam proses kegiatan
ekonomi. Melalui perlindungan konsumen, para konsumen bisa memperoleh jaminan barang
dan jasa yang layak guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Rosmawati dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen (2018),
mendefinisikan perlindungan konsumen sebagai segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Perlindungan konsumen memiliki cakupan yang luas, yaitu mencakup perlindungan
konsumen terhadap barang dan jasa, yang berawal dari kegiatan untuk memperoleh barang
dan jasa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa tersebut.
Zulham dalam bukunya yang berjudul Hukum Perlindungan Konsumen (2016) menjelaskan
bahwa untuk memudahkan pemahaman tentang cakupan perlindungan konsumen. Maka
cakupan perlindungan konsumen dibedakan menjadi dua aspek, yaitu:
Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada konsumen tidak
sesuai dengan apa yang telah disepakati. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat
yang tidak adil kepada konsumen. Di Indonesia sendiri, perlindungan konsumen telah dijamin
oleh undang-undang, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme dan prosedur penyelesaian sengketa yang diatur dalam UU
Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999, terutama dalam konteks penyelesaian
konflik antara konsumen dan pelaku usaha?
2. Apa saja jenis sanksi yang dapat diterapkan terhadap pelanggaran UUPK, dan
bagaimana efektivitasnya dalam menegakkan kepatuhan terhadap peraturan
perlindungan konsumen?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme dan prosedur penyelesaian sengketa yang
diatur dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999, terutama dalam konteks
penyelesaian konflik antara konsumen dan pelaku usaha
2. Untuk mengetahui apa saja jenis sanksi yang dapat diterapkan terhadap pelanggaran
UUPK, dan bagaimana efektivitasnya dalam menegakkan kepatuhan terhadap
peraturan perlindungan konsumen
BAB II
PEMBAHASAN

1. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur dalam UU Perlindungan


Konsumen No. 8 tahun 1999, khususnya dalam penyelesaian konflik antara konsumen
dan pelaku usaha.

Mekanisme penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha yang diatur
dalamUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)
tersebut dapat ditempuh melalui pengadilan (ligitasi) atau diluar pengadilan (non ligitasi)
berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Konsumen dapat menggugat
pelaku usaha di peradilan umum secara perorangan atau secara berkelompok (class action).
Gugatan terhadap pelaku usaha tersebut juga dapat diajukan oleh lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat dan pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar
dan/atau korban yang tidak sedikit.
Selain penyelesaian melalui pengadilan, UUPK memberikan alternatif cara menyelesaikan
sengketa konsumen melalui jalur di luar pengadilan (non litigasi) yaitu melalui Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Tugas dan wewenang BPSK sebagaimana diatur
dalam Pasal 52 UUPK dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor.
350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu melaksanakan penanganan dan penyelesaian
sengketa konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi dan arbitrase dan memberikan konsultasi
perlindungan konsumen.
Berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU Perlindungan Konsumen mengatur bahwa BPSK adalah
badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen. Apabila mengacu pada pengertian dari BPSK dapat dilihat bahwa yang dapat
bersengketa di BPSK adalah Pelaku Usaha dan Konsumen. Keberadaan BPSK tentunya akan
menjadi bagian dari pemerataan keadilan, terutama bagi konsumen yang merasa dirugikan
oleh pelaku usaha. Hal ini dikarenakan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha
memiliki nominal perkara yang kecil sehingga tidak mungkin diajukan sengketa di pengadilan
yang tentunya tidak sebanding antara biaya perkara dengan besarnya kerugian yang dituntut.
Selanjutnya, yang perlu diketahui ialah mengenai BPSK dalam menyelesaikan sengketa
konsumen dapat dilakukan dengan cara konsiliasi atau mediasi atau arbitrase yang dilakukan
atas dasar pilihan dan persetujuan dari Pelaku Usaha dan Konsumen sebagaimana diatur di
dalam Pasal 52 UU Perlindungan Konsumen jo. Pasal 9 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2020 tentang Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen jo. Pasal 4 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen.
BPSK juga dibentuk sebagai salah satu forum di luar pengadilan untuk menyelesaikan
sengketa yang timbul antara Pelaku Usaha dan Konsumen akibat dari kedudukan konsumen
yang biasanya secara sosial dan finansial tidak seimbang dengan pelaku usaha. Selain itu juga,
dapat diartikan bahwa BPSK sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan.
2. Apa saja jenis sanksi yang dapat diterapkan terhadap pelanggaran UUPK, dan
bagaimana efektivitasnya dalam menegakkan kepatuhan terhadap peraturan
perlindungan konsumen

Berikut adalah jenis sanksi yang dapat diterapkan sesuai dengan UUPK No. 8 Tahun 1999 dan
penjelasan mengenai efektivitasnya dalam menegakkan kepatuhan terhadap peraturan
perlindungan konsumen:
 Denda Administratif
Denda uang yang harus dibayarkan oleh pelaku usaha yang melanggar ketentuan
UUPK. Besaran denda ditetapkan berdasarkan tingkat pelanggaran dan kerugian yang
ditimbulkan.
 Penutupan Temporer atau Permanen Usaha
Penghentian sementara atau permanen kegiatan usaha yang melanggar UUPK,
terutama jika kegiatan usaha tersebut membahayakan konsumen.
 Pencabutan Izin Usaha
Mencabut izin usaha pelaku usaha yang melanggar ketentuan UUPK, sehingga
menghentikan operasional perusahaan yang tidak mematuhi peraturan.
 Pemusnahan Produk Berbahaya
Menghancurkan produk yang dianggap berbahaya bagi konsumen sesuai dengan
ketentuan UUPK.
 Tuntutan Ganti Rugi
Konsumen dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pelaku usaha yang
melakukan praktik bisnis yang merugikan konsumen.
 Sanksi Administratif Lainnya
Teguran, peringatan, atau tindakan administratif lainnya yang dapat diberikan oleh
badan pengawas kepada pelaku usaha yang melanggar UUPK.

Adapun efektivitasnya dalam menegakkan kepatuhan terhadap peraturan perlindungan


konsumen sebagai berikut:

 Memberikan Hukuman yang Deterrent


Denda dan sanksi lainnya yang cukup besar akan memberikan insentif kepada pelaku
usaha untuk mematuhi UUPK demi menghindari kerugian finansial.
 Mendorong Perbaikan Praktik Bisnis
Sanksi dapat mendorong perusahaan untuk meninjau dan memperbaiki praktik bisnis
mereka agar sesuai dengan ketentuan perlindungan konsumen.
 Perlindungan Konsumen
Sanksi efektif melindungi konsumen dari praktik bisnis yang merugikan dan
berpotensi membahayakan.
 Pengawasan yang Ketat
Pengawasan yang konsisten dan tegas terhadap pelanggaran akan meningkatkan
efektivitas sanksi dan memastikan kepatuhan terhadap UUPK.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mekanisme penyelesaian sengketa dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 mencakup
jalur litigasi dan non-litigasi. Litigasi melalui pengadilan, sementara non-litigasi melalui Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). BPSK berfungsi menangani sengketa antara konsumen
dan pelaku usaha melalui konsiliasi, mediasi, atau arbitrase. Keberadaan BPSK penting untuk
menyediakan akses keadilan terutama bagi konsumen dengan sengketa nominal kecil.
Sanksi terhadap pelanggaran UUPK meliputi denda, penutupan usaha, pencabutan izin, pemusnahan
produk berbahaya, tuntutan ganti rugi, dan sanksi administratif lainnya. Sanksi tersebut efektif dalam
menegakkan kepatuhan terhadap peraturan perlindungan konsumen dengan memberikan hukuman
deterrent, mendorong perbaikan praktik bisnis, melindungi konsumen, dan memastikan pengawasan
yang ketat terhadap pelanggaran.

B. SARAN
Jika di tinjau ulang,tentu di dalam makalah ini tidak akan lepas dari koreksi para pembaca
karena kami menyadari apa yang kami sajikan ini sangatlah jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar nantinya makalah ini
akan menjadi lebih sempurna dan baik untuk dikonsumsi otak kita.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 (UU PK No. 8 tahun 1999)
Hidayati, M. N. (2008). Analisis Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa Perlindungan
Konsumen: Studi Tentang Efektifitas Badan Penyelesaian Sengketa Perlindungan Konsumen.
None, 5(3), 18010.
Hasanah, U. (2012). Peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam
Penegakan Hak-Hak Konsumen Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Jurnal Aplikasi Bisnis, 3(1).

Anda mungkin juga menyukai