Anda di halaman 1dari 25

POLEMIK TUGAS PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KONSUMEN SEKTOR JASA

KEUANGAN MENURUT “ASAS LEX SPESIALIS DEROGAT LEX

GENERALIS VS UU PAYUNG ATAU ASAS UMBRELLA ACT” DALAM

PERSPEKTIF EKONOMI KERAKYATAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas


Mata Kuliah Politik Hukum

Di bawah Bimbingan
Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H., M.H.
Dr. Firman Turmantara, S.H., S.Sos., M.Hum.

Disusun Oleh
Nama : Rahmaisya Walida
Npm : 178100013
Konsentrasi : Magister Kenotariatan

MAGISTER KENOTARIATAN
PASCASARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2018
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian ................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................... 6

C. Tujuan Penelitian .............................................................. 6

D. Kegunaan Peneltian ........................................................... 7

a. Kegunaan Secara Teoritis ............................................ 7

b. Kegunaan Secara Praktis .............................................. 8

E. Kerangka Pemikiran .......................................................... 8

F. Metode Penelitian ............................................................. 14

a. Spesifikasi Penelitian .................................................... 14

b. Metode Pendekatan ....................................................... 15

c. Tahap Penelitian ............................................................ 16

d. Teknik Pengumpulan Data ............................................ 17

e. Alat Pengumpul Data .................................................... 17

f. Analisi Data ................................................................... 18

g. Lokasi Penelitian ........................................................... 18

h. Jadwal Penelitian .......................................................... 19

G. Sistematika Penulisan ....................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ iii

ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang Dasar

1945 sebagai landasan Konstitusional negara kita, mengajarkan

banyak sekali hal-hal positif yang berkaitan dengan kebersamaan dan

gotong royong, termasuk pula dalam bidang ekonomi. Kita tidak akan

pernah lupa, bahwa bangsa ini di bangun dari perjuangan para

pahlawan yang luar biasa serta rakyat yang bersama-sama bahu

membahu mendorong perjuangan memerdekakan bangsa ini secara

nyata, juga berkorban harta bahkan nyawa. Dalam perjalanan setelah

bangsa ini terbebas dari penjajahan secara fisik, hantaman krisis

ekonomi yang hadir melanda negeri kita beberapa kali, bahkan yang

terparah pada tahun 1998, masyarakat Indonesia secara keseluruhan

yang telah menyelamatkan negeri ini dari kebangkrutan. Mental

bersyukur dan jiwa pejuang ternyata masih dipegang erat oleh

generasi ke-2 dari para pendahulu negeri ini dengan menjadikan

dirinya sebagai pahlawan-pahlawan baru dalam sistem ekonomi

negara ini yakni sebagai bagian dari pelaku dan pengguna jasa Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM terbukti menjadi

mesin terpenting bertahannya roda perekonomian bangsa kala itu,

sehingga ekonomi bangsa ini tetap berjalan dan masyarakat mampu

menghadapi situasi buruk tersebut dengan sebaik-baiknya. Seiring

1

2

dengan semakin berkembangnya dunia bisnis/usaha, tentu secara

langsung menimbulkan dampak pula bagi konsumen. Perkembangan

dunia bisnis yang berorientasi pada kegiatan untuk mencari

keuntungan (profit) harus tetap dilaksanakan dengan memperhatikan

hak-hak konsumen. Mengenai instrumen Hukum Perlindungan

Konsumen terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), yang telah disahkan dan

diundangkan sejak tanggal 20 April 1999. Di dalam Pasal 1 Angka 2

UUPK, konsumen dirumuskan sebagai “Setiap orang pemakai barang

dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan

diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan.”

Dengan diberlakukannya UUPK, maka negara secara

langsung telah menyadari bahwa hak konsumen secara hukum harus

dilindungi dari tindakan-tindakan pelaku usaha dalam menjalankan

kegiatan bisnis yang dapat berpotensi merugikan konsumen. Hal

inilah yang menjadi momentum awal dari ditegakannya Hukum

Perlindungan Konsumen. UUPK tidak hanya mengatur mengenai hak

dan kewajiban konsumen, tetapi juga hak dan kewajiban pelaku

usaha. Rumusan pelaku usaha terdapat dalam Pasal 1 Angka 3 UUPK,

yaitu “Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum


3

negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang ekonomi.”

UUPK pada dasarnya telah menentukan mekanisme

penyelesaian sengketa konsumen yang dapat dilaksanakan melalui 2

(dua) jalur yakni penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di

luar pengadilan. Pemilihan penyelesaian sengketa konsumen di

pengadilan atau di luar pengadilan pada dasarnya merupakan pilihan

sukarela para pihak, dalam hal ini adalah pilihan konsumen.

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pe-ngadilan dilaksanakan

oleh lembaga yang ber-tugas menyelesaikan sengketa antara

konsumen dan pelaku usaha yakni Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK).

Pengaturan penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan

melalui LAPS Sektor Jasa Keuangan telah membawa harapan dan

kepastian hukum bagi penyelengaaran perlindungan konsumen di

sektor jasa keuangan di Indonesia. Keberadaan LAPS di satu sisi juga

menimbulkan ketidak jelasan dan tumpang tindih mengenai

kedudukan LAPS Sektor Jasa Keuangan dalam penyelesaian sengketa

konsumen di Indonesia jika dikaitkan dengan keberadaan BPSK yang

diatur dalam UUPK. Apakah penyelesaian sengketa konsumen di

sektor jasa keuangan di luar pengadilan merupakan kewenangan

mutlak LAPS Sektor Jasa Keuangan ataukah masih dimungkinkan


4

penyelesaian sengketa dilaksanakan melalui BPSK. Selain itu, dari

sisi konsumen sektor jasa keuangan (perbankan, pembiayaan,

asuransi) yang selama ini ber-dasarkan ketentuan UUPK dapat

memilih penye-lesaian sengketa konsumen di luar pengadilan melalui

BPSK apakah tetap dapat memilih untuk menyelesaikan sengketa

konsumen melalui BPSK atau harus melalui LAPS Sektor Jasa

Keuangan.

Secara hieraki peraturan perundang-undangan kedudukan dan

kewenangan BPSK disebutkan dan diatur dalam undang-undang

yakni UUPK, sedangkan LAPS Sektor Jasa Keuangan hanya diatur

dalam peraturan otoritas jasa keuangan (POJK). 1Jika didasarkan pada

asas lex superior derogat legi inferiori maka peraturan perundang-

undangan yang mengatur materi yang sama dan saling bertentangan,

peraturan per-undang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan

peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Selanjutnya jika

pengaturan penyelesaian sengketa konsumen sektor jasa keuangan

dalam POJK, merupakan ketentuan yang sifatnya lex specialis apakah

dapat diberlakukan terhadap UUPK, mengingat kedudukan antara

POJK dan UUPK tidak sama. Untuk mengetahui bagaimanakah

kedudukan LAPS sektor jasa keuangan dalam penyelesaian sengketa

konsumen akan ditinjau dalam kerangka hukum sebagai suatu sistem,


1
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet.1, Citra Aditya Bakti,
2004, hlm.34.
5

dan menggunakan paradigma holistik yakni cara pandang hukum

tidak bisa dilihat hanya dari sudut pandang persfektif saja.

Keberadaan PUJK ini diawasi dan diatur oleh Otoritas Jasa

Keuangan (OJK). OJK merupakan sebuah lembaga pengawas jasa

keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana,

perusahaan pembiayaan, dana pensiun, dan asuransi. OJK sendiri

dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011.

Dengan dibentuknya OJK, maka seluruh perizinan, pengaturan, dan

pengawasan terhadap kegiatan usaha di bidang perbankan maupun

non perbankan sepenuhnya berada di bawah OJK (yang sebelumnya

berada di bawah Menteri Keuangan).OJK adalah lembaga yang

independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang

mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,

pemeriksaan, dan penyidikan.

Berdasarkan uraian latar belakang ini, dan sebagai bentuk

apresiasi serta ketertarikan penulis untuk mendalami tentang berbagai

kasus yang kerap terjadi di masyarakat tanpa adanya upaya-upaya

preventif maupun upaya represif atas penyelesaian sengketa dari

berbagai pihak terkait, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan mengambil judul :

“POLEMIK TUGAS BADAN PENYELESAIAN SENGKETA

KONSUMEN (BPSK) DALAM MENYELESAIKAN

SENGKETA KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN


6

MENURUT “ASAS LEX SPECIALIS DEROGAT LEX

GENERALIS VS ASAS UNDANG-UNDANG PAYUNG”

DALAM PERSPEKTIF EKONOMI KERAKYATAN“.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka

Identifikasi Masalah yang akan dibahas dalam Penelitian Penulisan

Hukum ini, yaitu sebagai berikut :

1. Apa yang harus dilakukan pemerintah agar polemik tugas BPSK

dalam menyelesaikan sengketa konsumen sektor jasa keuangan

dilihat dari kacamata Asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis

Vs Asas Undang-Undang Payung dalam perspektif ekonomi

kerakyatan dapat menemukan titik temu?

2. Bagaimana agar keabsahan kewenangan BPSK yang sudah sesuai

dengan perspektif ekonomi kerakyatan menurut Asas Undang-

Undang Payung dapat semakin diminati masyarakat untuk

kemudian dieksekusi putusanya dan dapat diperkokoh

keberadaannya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Identifikasi Masalah di atas, maka tujuan dan manfaat

dari Penelitian Penulisan Hukum ini, yaitu sebagai berikut :

1. Mengetahui, mengkaji dan menganalisis tentang tugas Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam menyelesaikan

sengketa konsumen sektor jasa keuangan berdasarkan Undang –


7

Undang No. 8 Tahun 1999 ditinjau dari perspektif Asas Lex Specialis

Derogat Lex Generalis dalam perspektif ekonomi kerakyatan.

2. Mengetahui, mengkaji dan menganalisis tentang tugas Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam menyelesaikan

sengketa konsumen sektor jasa keuangan berdasarkan Undang –

Undang No. 8 Tahun 1999 ditinjau dari perspektif Asas Undang-

Undang Payung dalam perspektif ekonomi kerakyatan.

3. Mengetahui, mengkaji dan menganalis tentang polemik tugas Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam menyelesaikan

sengketa konsumen sektor jasa keuangan berdasarkan Undang –

Undang No. 8 Tahun 1999 ditinjau dari perspektif Asas Lex Specialis

Derogat Lex Generalis Versus Asas Undang-Undang Payung dalam

perspektif ekonomi kerakyatan.

4. Mengetahui, mengkaji dan menganalisis permasalahan konsumen yang

mengalami permasalahan dalam sektor jasa keuangan beserta solusi

terbaiknya.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan dan

manfaat sebagai berikut:

1. Kegunaan Secara Teoritis

a. Memberikan paradigma baru untuk senantiasa berpikir kritis dan

terus menambah wawasan pengetahuan tentang Polemik

Penyelesaian Sengketa Konsumen Polemik Penyelesaian


8

Sengketa Konsumen (BPSK) Dalam Menyelesaikan Sengketa

Konsumen Sektor Jasa Keuangan Dalam Perspektif Ekonomi

Kerakyatan.

b. Bahwa kewenangan BPSK yang sudah sesuai dengan perspektif

ekonomi kerakyatan menurut Asas Undang-Undang Payung

dapat semakin diminati masyarakat.

2. Kegunaan Secara Praktis

a. Mengetahui Polemik Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) Asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis Vs Asas

Undang-Undang Payung dalam perspektif ekonomi kerakyatan.

b. Berguna sebagai bahan sektor jasa keuangan dilihat dari kacamata

Asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis Vs Asas Undang-

Undang Payung dalam perspektif ekonomi kerakyatan.

E. Kerangka Pemikiran

Pemerintah menyadari bahwa dalam dunia bisnis, kedudukan

konsumen sangat lemah dan rentan untuk dijadikan sebagai obyek bisnis

bagi pelaku usaha untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Maka

dari itu, pemerintah membuat regulasi guna melindungi kepentingan

konsumen dari tindakan-tindakan pelaku usaha yang dapat merugikan

konsumen, yaitu dengan diudangkannya UUPK. Dengan keberadaan

UUPK ini, diharapkan konsumen dapat menjadi lebih terlindungi dan

pelaku usaha lebih memperhatikan hak-hak konsumen dalam menjalankan

kegiatan usahanya. UUPK yang telah secara tegas menetapkan hak-hak


9

konsumen diharapkan dapat menjadi pelecut bagi pelaku usaha untuk

menjalankan usahanya dengan iktikad baik (good faith). Wirjono

Prodjodikoro memberikan batasan iktikad baik dengan istilah “dengan

jujur” atau “secara jujur”.2

Pemberlakuan UUPK juga sekaligus memberikan kesempatan bagi

konsumen untuk menggugat pelaku usaha apabila merasa telah dirugikan

atas tindakan pelaku usaha. gugatan tersebut dapat diajukan baik melalui

pengadilan maupun di luar pengadilan.Salah satu mekanisme penyelesaian

sengketa di luar pengadilan yang disediakan adalah penyelesaian melalui

BPSK. Dibentuknya BPSK merupakan mandat dari UUPK. Keberadaan

BPSK diharapkan dapat menjadi solusi bagi konsumen yang merasa

dirugikan untuk memperoleh perlindungan dan pertanggungjawaban

hukum bagi pelaku usaha. Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK

dirasa lebih memberikan kemudahan bagi konsumen daripada mekanisme

penyelesaian sengketa di pengadilan negeri. Hal ini didasari pertimbangan

bahwa mekanisme penyelesaian sengketa konsumen di BPSK relatif lebih

singkat daripada mekanisme penyelesaian sengketa melalui pengadilan

negeri. Sengketa konsumen yang diajukan ke BPSK harus diselesaikan

dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja, berbeda dengan

penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri yang berlarut-larut.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagaimana

dijelaskan diawal adalah sebagai salah satu lembaga non struktural yang

2
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta,
2001, hlm. 44.
10

memberikan jalan keluar bagi permasalahan yang menimpa konsumen di

luar pengadilan khususnya konsumen sektor jasa keuangan yang kita

perdalam dalam penulisan ini. Konsep utama penyelesaian sengketa

melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah cepat,

sederhana dan biaya murah.3 Hal ini secara filosofis benar-benar

melindungi konsumen dan demi kebaikan konsumen.

Adapun yang menjadi dasar hukum bagi Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) di Indonesia untuk melindungi konsumen

sektor jasa keuangan adalah :4

1. Pancasila Sila Ke-4 bahwa Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, bahwa rakyat adalah

bagian dari organisasi negara yang harus dilindungi hak-haknya dalam

hal ini rakyat yang menjadi konsumen sektor jasa keuangan harus

dipastikan terlindungi kepentingannya;

2. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (1) bahwa setiap orang

berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Bahwa

konsumen sektor jasa keuangan dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan

mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan harus bertindak

sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing.


3
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2010.
4
Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang
Perlindungan Konsumen (UUPK), Citra Aditya Bak,Bandung, 2007, hlm. 65.
11

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

khususnya Pasal 18 dan Pasal 52 yang menyatakan bahwa :

Pasal 18

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang

ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau

mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau

perjanjian apabila :

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali barang yang dibeli konsumen;

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan

kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang

dibeli oleh konsumen;

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku

usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang

yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang

atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen ;


12

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat

jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi

obyek jual beli jasa ;

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa

aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan

yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen

memanfaatkan jasa yang dibelinya ;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku

usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak

jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara

angsuran.

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau

yang pengungkapannya sulit dimengerti.

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada

dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan

dengan undang-undang ini.

Pasal 52

Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,

dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;


13

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran

ketentuan dalam undang-undang ini;

e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari

konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan

konsumen;

f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan

konsumen;

g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen;

h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahlidan/atau setiap orang

yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-Undang ini;

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,

saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan

huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian

sengketa konsumen;

j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat

bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak

konsumen;

l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;


14

m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang

melanggar ketentuan Undang-Undang ini;

4. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik

Indonesia Nomor 605/MPP/8/2002 tentang pembentukan badan

penyelesaian sengketa (BPSK);

5. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.

350/MPP/Kep/2002 pelaksanaan tugas dan wewenang Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK);

6. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor.

350/MPP/Kep/12/2001 tentang Tata cara penyelesaian sengketa

konsumen melalui BPSK;

7. Tata cara pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK diatur dalam

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006;

8. Perma Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan

Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

F. Metode Penelitian

Pendekatan yang harus dilakukan dalam penulisan hukum ini adalah

pendekatan ilmiah dengan metode tertentu sehingga dapat membahas,

mengetahui menyelesaikan suatu permasalahan dan menemukan teori-teori

baru yang dapat bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.
15

Adapun penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini

adalah sebagai berikut:

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi Penelitian dilakukan secara deskriptif analitis, yaitu

menggambarkan peraturan-peraturan yang berlaku dikaitkan dengan

teori hukum, dan pelaksanaannya yang menyangkut permasalahan yang

diteliti. Yakni bagaimana gambaran peraturan-peraturan yang ada

apakah sudah menjawab kebutuhan masyarakat dikorelasikan dengan

teori-teori hukum yang sudah teruji keabsahannya dan bagaimana hal

ini dilaksanakan ditengah-tengah konstelasi ekonomi kita yang kian

kapitalis dan liberal di segala bidang.

2. Metode Pedekatan

Penulis dalam penulisan tesis ini menggunakan pendekatan

Yuridis Normatif, yaitu menguji dan mengkaji peraturan perundang –

undangan yang berlaku yang berkaitan dengan Prinsip Ekonomi

Kerakyatan beserta segala sesuatu hal yang mempunyai relevansi

dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Bahan hukum sendiri itu pun terdiri dari berbagai hal seperti

berikut ini :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan – bahan hukum yang mengikat,

diantaranya Pasal 1320, Pasal 1321, Pasal 1337, Pasal 1338 ayat (2)

dan (3) dan Pasal 1339 KUH Perdata, Undang-Undang N0.8 Tahun
16

1999 tentang Perlindungan Konsumen, POJK No. 1/POJK .07/2013

Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan

undang-undang, hasil-hasil penelitian atau pendapat pakar hukum

dalam penelitian ini, baik pakar hukum yang klasik maupun para

pakar hukum modern yang akan menambah cakrawala berpikir

penulis, kemudian bahan hukum sekunder yang digunakan adalah

buku-buku tentang Fungsi dan Peran BPSK, Hukum Ekonomi

Kerakyatan, Artikel Ilmiah tentang perlindungan konsumen, Tesis,

dan Makalah.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan

informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penggunaan kamus hukum dan kamus lainnya yang juga erat

revansinya dengan penelitian ini dan situs website mengenai polemik

tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) .

3. Tahap Penelitian

Penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan beberapa

tahap penelitian yang meliputi :

a. Penelitian Kepustakaan ( Library Research ) yaitu cara memperoleh

konspsi – konsepsi, teori – teori, pendapat – pendapat, ataupun

penemuan – penemuan yang berhubungan erat dengan pokok


17

permasalahan. Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan

penelitian terhadap peraturan perundang – undangan yang erat

kaitannya dengan penelitian ini, untuk mendapatkan landasan –

landasan teoritis dan memperoleh data dalam bentuk ketentuan

formal dan data melalui naskah yang ada.

b. Penelitian Lapangan

Mengumpulkan, meneliti dan menyeleksi data primer yang

diperoleh langsung dari lapangan untuk menunjang data sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Studi Dokumen yaitu suatu alat pengumpul data yang dilakukan

melalui data tertulis. Penulis melakukan penelitian terhadap

dokumen yang erat kaitannya dengan objek penelitian untuk

mendapatkan landasan teoritis dan untuk memperoleh informasi

dalam bentuk ketentuan formal dan data – data resmi mengenai

masalah yang diteliti.

b. Wawancara yaitu cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya

langsung pada yang diwawancarai. Wawancara merupakan suatu

proses interaksi dan komunikasi.

5. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam pengumpulan

data untuk keperluan penelitian adalah :


18

a. Pencatatan

Dalam penelitian kepustakaan alat pengumpul datanya dengan cara

studi dokumen dengan pencatatan secara rinci, sistematis dan lengkap.

Yakni sesuai dengan kaidah-kaidah baku.

b. Non Directive Interview

Dalam penelitian lapangan alat pengumpulan datanya dengan cara

wawancara yang merupakan proses tanya jawab secara lisan.

6. Analisis Data

Untuk tahap selanjutnya setelah memperoleh data maka dilanjutkan

dengan menganalisis data, dengan metode yuridis kualitatif yaitu suatu

cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analistis. Yuridis, karena

penelitian ini bertitik tolak dari peraturan – peraturan yang ada sebagai

norma hukum positif. Sedangkan kualitatif dimaksudkan analisis data yang

bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi-

informasi yang bersifat ungkapan monografis.

7. Lokasi Penelitian

a. Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan :

1) Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum Universitas

Padjajaran di Jln. Dipatiukur No. 35, Bandung.

2) Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa

Barat di Jln. Kawaluyaan Indah II No. 4, Soekarno – Hatta,

Bandung.
19

3) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pasundan di Jln.

Lengkong Besar.

b. Media lainnya

Berkomunikasi dengan para pelaku usaha jasa keuangan maupun

konsumen jasa keuangan di Kota Bandung.

8. Jadwal Penelitian

Judul Tesis : POLEMIK TUGAS BADAN PENYELESAIAN

SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM

MENYELESAIKAN SENGKETA KONSUMEN SEKTOR

JASA KEUANGAN MENURUT “ASAS LEX SPECIALIS

DEROGAT LEX GENERALIS VS ASAS UNDANG-UNDANG

PAYUNG” DALAM PERSPEKTIF EKONOMI

KERAKYATAN.

Nama : RAHMAISYA WALIDA

No. Pokok Mahasiswa : 178100013

Jadwal penelitian yang penulis rencanakan adalah sebagai berikut :

Minggu Ke -
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 dst.

1 Penyusunan Proposal

2 Seminar Proposal

3 Persiapan Penelitian

4 Pengumpulan Data
20

5 Pengolahan Data

6 Analisis Data

7 Penyusunan Hasil Penelitian

8 Sidang

9 Perbaikan

10 Penjilidan

11 Pengesahan

G. Sistematika Penelitian

Dalam penyusunan tesis ini penulis mengelompokan kedalam

lima pembahasan, sesuai dengan sistematika penulisan hukum yang sesuai

dengan aturan dalam penulisan tesis yaitu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab ini, menguraikan mengenai Latar

Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Tujuan

Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran,

Metode Penelitian dan diakhiri dengan Sistematika

Penulisan.

BAB II FALSAFAH EKONOMI KERAKYATAN DI

INDONESIA

Untuk memberikan validasi data yang jelas dan

akurat dalam penulisan tesis ini maka diperlukan dasar

hukum yang jelas yakni diantaranya mengupas tentang


21

falsafah perekonomian di Indonesia beserta regulasinya dari

dulu hingga sekarang. Hal ini dikarenakan produk hukum di

Indonesia sangat dipengaruhi oleh situasi politik yang

terjadi dan rezim yang berkuasa selalu melahirkan

kebijakan-kebijakan yang sesuai untuk kepentingannya.

BAB III POLEMIK TUGAS BADAN PENYELESAIAN

SENGKETA KONSUMEN

Pada Bab ini menguraikan mengenai polemik tugas

BPSK yang terjadi dalam pelaksanaannya mengingat

dualisme pandangan tentang penyelesaian masalah sengketa

konsumen sektor jasa keuangan yakni keduanya adalah

bertolak belakang antara Asas Lex Specialis Derogat Lex

Generalis dan Asas Undang-Undang Payung kendati sudah

jelas bahwa BPSK sesuai dengan perspektif ekonomi

kerakyatan, kemudian ditambah lagi bahwa putusan BPSK

dapat diajukan banding ke pengadilan sehingga nyaris tidak

dapat dieksekusi pelaksanaannya. Pada Bab ini di bahas

mengenai berbagai hal tersebut.


22

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN TENTANG TUGAS

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

(BPSK) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA

KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

Dalam bab ini penulis akan membahas dan

menganalisis ketentuan – ketentuan mengenai prinsip-

prinsip yang seharusnya dilaksanakan oleh Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) maupun oleh

Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) sesuai dengan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen baik dari sudut pandang asas lex specialis

derogat lex generalis maupun dari sudut pandang asas

undang-undang payung dikorelasikan dengan perspektif

ekonomi kerakyatan.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini, merupakan bagian terakhir dan sebagai

penutup dalam penulisan tesis ini yang berisikan

kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap identifikasi

masalah dan diakhiri dengan saran.


DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku
Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, Cetakan Kelima,
Penerbit Djambatan, Jakarta, 2009.

M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan, Cetakan Kedua, Kencana


Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Cetakan Kedua, Sinar


Grafika, Jakarta, 2009.

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas,


Alumni, Bandung, 2004.

B. Sumber Perundang-Undangan
Undang- Undang Dasar 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

C. Sumber Lain

Wikipedia, the free encyclopedia, Business Judgement Rule, Di unduh 20


Agustus 2018 Pukul 10.30 Wib,
http://en.wikipedia.org/wiki/Business_jud

gment_rule.

iii

Anda mungkin juga menyukai