Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Puji serta Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa akhirnya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan Dosen Mata Kuliah dengan baik. Berbagai
kesulitan telah dialami, baik dalam pencarian materi maupun dalam menyusun makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami telah berusaha semaksimal mungkin , tetapi kami
berkeyakinan ini tidak akan mencakup kepada semua hal-hal yang termasuk kedalam Materi
“Bisnis dan Perlindungan Konsumen”. Hal ini di sebabkan karena terbatasnya kemampuan
penyusun.
Kami Pun mengakui betapa telah mengusahakan sedemikian rupa, bahwa di dalam tugas
makalah ini sudah pasti masih banyak kekurangan dan kesalahan, karena kami menyadari
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh Karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami nantikan.
Kepada semua pihak yang ikut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung,
kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bisa menjadi motivasi bagi mahasiswa-
mahasiswa semua.

Kupang, November 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... 1

DAFTAR ISI................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 3

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 3


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 5

2.1 Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen........................................... 5

2.2 Hak dan Kewajiban bagi Konsumen dan Pelaku Usaha...................... 6

2.3 Badan Perlindungan Konsumen Nasional…………………………….. 8


2.4  Tanggung Jawab Pelaku Usaha……………………………………….. 9
2.5 Sanksi bagi pelaku usaha yang merugikan konsumen……………….. 10

2.6 Kasus yang terjadi dalam Bisnis dan Perlindungan Konsumen.......... 12

BAB III PENUTUP…………………………………………………………. 23

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………… 23

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 24

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun makhluk hidup lain, dan tidak
untukdiperdagangkan. Konsumen juga mempunyai perlindungan yang sering disebut
perlindungan konsumen, pengertian perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hokum untuk member perlindungan kepada konsumen.

Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis ang
sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara
konsumen dengan produsen. Tidak adana perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen
pada posisi yang lemah. Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen dapat timbul sebagai
akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan konsumen, maupun
akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh produsen.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana asas dan tujuan hukum perlindungan konsumen?

2. Bagaimana  hak dan kewajiban bagi konsumen dan pelaku usaha?

3. Apa badan perlindungan konsumen nasional?

4. Bagaimana bentuk tanggungjawab Pelaku usaha?

5. Bagaimana sanksi bagi pelaku usaha yang merugikan konsumen?

6. Bagaimana kasus yang terjadi mengenai bisnis dan perlindungan konsumen?

1.3 Tujuan Penulisan

3
1. Untuk mengetahui asas dan tujuan dari perlindungan konsumen.
2. Untuk mengetahui apa hak dan kewajiban bagi konsumen dan pelaku usaha.
3. Untuk mengetahui apa badan perlindungan konsumen nasional.
4. Untuk mengetahui bagaimana bentuk tanggungjawab pelaku usaha.
5. Untuk mengetahui bagaimana sanksi bagi pelaku usaha yang merugikan konsumen.
6. Untuk mengetahui kasus yang terjadi mengenai bisnis dan perlindungan konsumen.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas


yang relevan dalam pembangunan nasional, yakni:

1. Asas Manfaat
Adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan.
2. Asas Keadilan
Adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas Keseimbangan
Adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi
atau digunakan.
5. Asas Kepastian Hukum
Adalah pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.

Sementara itu, tujuan perlindungan konsumen meliputi:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi


diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses
negatif pemakaian barang dan/ atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen.

5
4. Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen,
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.

2.2 Hak dan Kewajiban bagi Konsumen dan Pelaku Usaha

Berdasarkan pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban
konsumen antara lain:

a. Hak dan Kewajiban Konsumen


 Hak konsumen
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/
atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa,
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang
digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status
sosialnya.
8. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang
dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

6
 Kewajiban konsumen
1. Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian, atau pemanfaatan
barang dan/ atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Berdasarkan pasal 6 dan 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku
usaha, sebagai berikut.

 Hak pelaku usaha


1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

 Kewajiban pelaku usaha


1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif, pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam
memberikan pelayanan, pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan
kepada konsumen.

7
4. Menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar nutu barang atau jasa yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau
jasa tertentu serta memberi jaminan atau garansi atas barang yang dibuat maupun
yang diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.
7. Memberi kompensasi ganti rugi apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian.

2.3 Badan Perlindungan Konsumen Nasional


Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan
Perlindungan Konsumen Nasional. Badan Perlindungan Nasional berkedudukan di Ibukota
Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden (pasal 2 ayat 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 57 tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional). Apabila
dipandang perlu Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk perwakilan di
ibukota daerah propinsi untuk membantu pelaksanaa fungsi dan tugasnya.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di
Indonesia..
Untuk menjalankan fungsi Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas:
1. Memberikaan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan
kebijakan dibidang perlindungan konsumen.
2. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dibidang perlindungan konsumen.
3. Melakukan penelitian terhadap barang atau jasa yang menyangkut keselamatan
konsumen.
4. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
5. Menyebarkan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap  keberpihakan kepada konsumen.
6. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha.

8
7. Melakukan survey yang menyangkut kebutuhan konsumen.

2.4  Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Segala kesalahan atau kelalaian pelaku usaha yang dapat menimbulkan kerugian kepada
konsumen khususnya,atau kepada masyarakat umumnya haruslah bertanggungjawab atas
kerugian yang ditimbulkannya. Tanggungjawab pelaku usaha ini tidak hanya berlaku untuk
kerugian barang konsumsi yang diperdagangkan, tapi juga bertanggungjawab iklan-iklan barang
dan jasa termasuk barang import yang diiklankan. 

Dalam pasal 19 undang-undang perlindungan konsumen ditentukan, bahwa:

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan
atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku
usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Kemudian terhadap periklanan dan importir ditentukan sebagai berikut:

1. Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat
yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
2. Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila
importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.

9
3. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa
asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.
4. Pelaku usaha yang menjual barang dan jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung  jawab
atas tuntutan ganti rugi atau gugatan konsumen apabila:
a. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas
barang atau jasa tersebut.
b. Pelaku usaha lain, di dalam  transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan
barang atau jasa yang di lakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh,
mutu, dan komposisi.
5. Pelaku usaha yang tidak memproduksi barang yang manfaatnya berkelanjutan dalam
waktu sekurang-kurangnya 1 tahun wajib menyediakan suku cadang atau fasilitas purna
jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
a. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertanggung jawab atas tuntutan
ganti rugi atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut.
b. Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan fasilitas perbaikan.
6. Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan garansi yang
disepakati atau yang diperjanjikan.
7. Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian
yang diderita konsumen, apabila:
a. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk
diedarkan.
b. Cacat barang timbul pada kemudian hari.
c. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang.
d. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen.
e. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewatnya
jangka waktu yang diperjanjikan.

2.5 Sanksi bagi pelaku usaha yang merugikan konsumen

Dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999, sanksi yang dikenakan kepada pelaku
usaha secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu administratif dan pidana.

10
1.      Sanksi Admisitratif (Pasal 60)

a. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berwenang menjatuhkan sanksi


administrative terhadap pelaku usaha yang melanggar pasal 19 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 20, Pasal 25, Pasal 26.
b. Sanksi administrative berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
c. Tata cara penetapan sanksi administrative sebagaimna dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dalam peraturan perundang – undangan.

2.      Sanksi Pidana

Pasal 61, berkaitan dengan sanksi pidana menegaskan bahwa penuntutan pidana dapat
dilakukan terhadap pelaku usaha dan / atau pengurusnya. Selanjutnya dalam Pasal 62
secara eksplisit dipertegas apa saja bentuk sanksi pidana tersebut.

a. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,


Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf e ayat (2), Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama  5
tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
b. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
c. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau
kematian, diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Berikut Pasal 63, dikatakan :

1. Perampasan barang tertentu.


2. Pengumuman keputusan hakim.
3. Pembayaran gati rugi.

11
4. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang mnyebabkan timbulnya kerugian
konsumen.
5. Kewajiban penarikan barang dari peredaran.
6. Pencabutan izin usaha.

2.6 Mengetahui kasus yang terjadi mengenai Bisnis dan Perlindungan konsumen

1. Analisis hukum perlindungan konsumen terhadap kasus susu kental manis.

Dalam berita online detiknews.com tertanggal 4 Juli 2018,dalam berita tersebut BPOM
telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang
“Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya” yang berisi 4 (empat) larangan
terkait mengkonsumsi susu kental manis yakni :

1. Dilarang menampilkan anak-anak berusia di bawah 5 tahun dalam bentuk apa pun.
2. Dilarang menggunakan visualisasi bahwa produk Susu Kental dan Analognya
(Kategori Pangan 01.3) disetarakan dengan produk susu lain sebagai penambah atau
pelengkap zat gizi. Produk susu lain antara lain susu sapi/susu yang dipasteurisasi/susu
yang disterilisasi/susu formula/susu pertumbuhan.
3. Dilarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/atau susu dalam gelas serta
disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman.
4. Khusus untuk iklan, dilarang ditayangkan pada jam tayang acara anak-anak.

Terkait permasalahan susu kental manis Komsi X DPR RI tidak tinggal diam
dikarenakan akan memanggil Kepala BPOM dan Kementerian Kesehatan untuk dimintai
keterangan. Dalam pemberitaan yang lain juga BPOM menyatakan bahwa susu kental manis
tidak mengandung susu, tanpa padatan susu sama sekali, susu kental manis telah berhasil
“menipu” masyarakat yang justru sering menyajikannya untuk anak (aceh.tribunnews.com 4
Juli 2018).

Dari pemaparan Surat Edaran dari BPOM tersebut dan apabila dikaji dalam hukum
perlindungan konsumen, maka patut kemudian perusahan susu kental manis harus dimintai
pertanggungjawaban secara hukum baik itu pidana, perdata dan perdata konsumen secara
khusus. Namun yang menjadi pertanyaan kemudian apakah selama ini pemerintah dalam hal ini

12
Kementrian Kesehatan dan BPOM tidak melakukan pemeriksaan dan pengawasan terkait
produksi susu kental manis ? Bukankah kedua institusi negara tersebut memiliki kewenangan
untuk melakukan pengawasan bidang obat dan makanan? Persoalan utama ialah banyak
masyarakat yang gunakan susu kental manis untuk kebutuhan bayi pengganti ASI ataupun susu
bayi, dan tentunya merugikan kesehatan anak/bayi sampai dewasa nanti.

Apabila kembali melihat Pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan mengatur bahwa “Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk
masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan” dan ayat (2)
“Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dari Pasal tersebut diatas pada pokoknya mengatur
dan menerangkan kepada publik bahwa hanya Pemerintah (Kemenkes dan BPOM) yang
memiliki kewenangan dalam membuat standar dan syarat kesehatan serta izin edar bagi
perusahan susu dalam memproduksi susu kental manis, sehingga mengapa persoalan ini baru
muncul dan Menteri Kesehatan terlihat seperti kaget terkait kandungan susu yang tidak
memiliki nutrisi kesehatan.

Dalam persoalan susu kental manis ini, sudah tentu masyarakat khususnya anak-
anak/bayi sebagai konsumen sangat dirugikan dalam aspek kesehatan. Kemudian dalam
persoalan ini, perusahan susu kental manis selaku pelaku usaha memiliki kewajiban dalam Pasal
7 huruf d UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur “menjamin mutu
barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar
mutu barang dan/atau jasa yang berlaku”.

Terkait permasalahan susu kental manis, seharusnya BPOM tidak hanya mengeluarkan
Surat Edaran sebagaimana yang dijelaskan diatas, namun yang paling terpenting juga
mengumumkan kepada masyarakat luas terkait produk susu kental manis apa saja yang tidak
memiliki nutrisi kesehatan. Tujuannya agar masyarakat tidak menjadi korban, dan secara
hukum masyarakat dan bahkan Kementrian Kesehatan dan BPOM juga dapat mengambil
langkah hukum baik pidana dan perdata untuk memproses dan meminta pertanggungjawaban
korporasi terhadap perusahan susu kental manis yang diduga melakukan penipuan produk.

13
Penulis memberi saran kepada pemerintah untuk segera menarik produk susu kental
manis dari pasaran, sebagaimana diatur dalam Pasal 111 ayat (6) UU Nomor 36 Tahun

2009 Tentang Kesehatan yang mengatur bahwa “Makanan dan minuman yang tidak
memenuhi ketentuan standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran,
dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”. Selain itu pemerintah juga harus berani meminta
pertanggungjawaban hukum korporasi perusahan tersebut secara hukum, demi
terpenuhinya rasa keadilan masyarakat selaku konsumen.

Perusahaan dianggap menampilkan iklan manipulatif dan tidak memberi informasi yang
jelas dan jujur.

tirto.id - Sekretaris Umum Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) Agus


Suyatno mengatakan perusahaan susu kental manis telah melanggar Undang-Undang
Perlindungan Konsumen karena menampilkan iklan yang manipulatif dan tidak memberi
informasi yang jelas, benar, serta jujur.

"Iklan itu kan fungsinya untuk memberi informasi tentang sebuah produk, yang kedua
sebagai sarana bagi konsumen untuk mendapat informasi. Ketika kemudian produk yang
mengklaim sebagai susu ini tidak bisa memenuhi unsur yang kedua yaitu memberi
informasi kepada konsumen," kata Agus kepada Tirto, Kamis (5/7/2018).
Agus mencontohkan terminologi "susu kental manis" yang selama ini digunakan.
Menurutnya, yang dimaksud susu itu tidak kental dan tidak manis.
"Ketika dia mengklaim sebagai 'susu kental manis' maka terminologinya akan keliru.
Kok bisa ada susu kental manis, susu itu tidak kental dan tidak manis," kata Agus.
Selain itu Agus pun mempermasalahkan kandungan susu kental manis yang ternyata
lebih banyak memakai gula dibanding susu itu sendiri.
"Jadi yang mau ditampilkan susu kental manis atau gula kental manis? Terminologi ini
yang harus disampaikan dengan benar," kata Agus.
Meski begitu Agus mengatakan kewenangan memberikan sanksi sepenuhnya ada di
Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) setelah mereka melakukan penyelidikan.

14
Sebelumnya BPOM mengeluarkan surat edaran Nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000
Tahun 2018. Lewat surat itu, BPOM memberi 4 perintah kepada produsen, importir, dan
distributor susu kental manis dan analognya mengenai label dan iklan produk mereka.
Pertama BPOM melarang perusahaan susu kental dan analognya dilarang menampilkan
anak berusia di bawah 5 tahun dalam bentuk apapun.

Kemudian BPOM melarang penggunaan visualisasi yang menyetarakan susu kental


(kategori pangan 01.3) dengan produk susu lain sebagai penambah atau pelengkap zat gizi.
Adapun produk susu yang dimaksud ialah susu sapi, susu pasteurisasi, susu yang disterilisisasi,
susu formula atau susu pertumbuhan.

Selain itu BPOM melarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/atau susu
dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman. Terakhir
iklan susu kental dan analognya dilarang tayang pada jam anak-anak.

"Dalam rangka melindungi konsumen, utamanya anak-anak, dari informasi yang tidak
benar dan menyesatkan, perlu diambil langkah perlindungan yang memadai tentang
label dan iklan pada produk Susu Kental dan Analognya,” kata Deputi Bidang
Pengawasan Pangan Olahan BPOM RI Suratmo lewat keterangan tertulisnya pada 22
Mei 2018.

Ahli hukum perlindungan konsumen, David Maruhum Lumban Tobing, mengatakan


bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bisa menjadi pihak yang digugat oleh
konsumen atas polemik susu kental manis. David menjelaskan kepada hukumonline bahwa
regulator menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas informasi menyesatkan soal susu
kental manis di masyarakat selama ini, Selasa (10/7), di Jakarta.

Polemik susu kental manis di masyarakat berawal dari surat edaran BPOM soal
penggunaan label dan iklan produk susu kental dan analognya. Ada empat larangan bagi seluruh
produsen/importir/distributor susu kental (termasuk di dalamnya susu kental manis).

Pertama, tidak boleh menampilkan anak-anak berusia di bawah 5 tahun dalam bentuk
apapun. Kedua, tidak menggunakan visualisasi bahwa susu kental dan analognya setara dengan

15
produk susu lain sebagai asupan gizi. Ketiga, tidak menggunakan visualisasi gambar susu dalam
gelas serta disajikan dengan cara diseduh sebagai minuman. Terakhir, iklan produk ini tidak
boleh pada jam tayang acara anak-anak.

Isu berkembang bahwa susu kental manis tidak benar-benar mengandung susu. Namun,
dalam penjelasan resmi BPOM susu kental manis diakui sebagai salah satu subkategori dari
kategori susu dan hasil olahannya. Menurut BPOM, jenis ini memang berbeda dengan jenis
susu cair dan produk susu, serta jenis susu bubuk, krim bubuk, dan bubuk analog.

Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito bahkan menegaskan dalam konferensi pers
bahwa susu kental manis sebagai produk yang mengandung susu. Hanya saja sebatas untuk
pelengkap sajian, bukan produk susu yang digunakan sebagai asupan pemenuhan nutrisi gizi
terutama kepada bayi, apalagi pengganti ASI.

Mengacu Peraturan Kepala BPOM No.21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan
(PerkaBPOM 21/2016), David meyakini bahwa susu kental manis termasuk produk susu
berdasarkan regulasi yang berlaku. “Menurut aturan Kepala BPOM memang produk susu,
nggak bisa kita sangkal, aturan bilang begitu,” katanya.

Lampiran I Peraturan Kepala BPOM No.21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan

01.0 Produk-produk Susu dan Analognya, Kecuali Yang Termasuk Kategori 02.0
Susu adalah cairan dari ambing sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, dan hewan ternak
penghasil susu lainnya baik segar maupun yang dipanaskan melalui proses pasteurisasi,
Ultra High Temperature (UHT) atau sterilisasi. Termasuk semua jenis produk susu yang
diperoleh dari susu hewan penghasil susu (contohnya sapi, kerbau, kuda, kambing,
domba, dan lain-lain). Tidak termasuk produk susu formula dari kategori 13.1 dan 13.3.

01.3.1 Susu Kental


Susu kental adalah produk susu yang diperoleh dengan cara menghilangkan sebagian air
dari susu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lainnya. Termasuk susu yang
sebagian airnya dihilangkan, susu evaporasi, susu kental manis dan khoa.

Susu Kental Manis

16
Susu kental manis adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan
menghilangkan sebagian air dari campuran susu dan gula hingga mencapai tingkat kepekatan
tertentu; atau merupakan hasil rekonstitusi susu bubuk dengan penambahan gula, dengan atau
tanpa penambahan bahan lain. Gula yang ditambahkan harus dapat mencegah kerusakan
produk. Produk dipasteurisasi dan dikemas secara kedap (hermetis).

Karakteristik dasar:
• Kadar lemak susu tidak kurang dari 8%
• Kadar protein tidak kurang dari 6,5% (untuk plain)

Atas dasar regulasi ini, pelaku usaha tidak bisa disalahkan selama mematuhi ketentuan
produksi, pelabelan, dan distribusi susu kental manis. Penamaan dengan kata ‘susu’ itu pun
sudah atas izin BPOM.

“Kalau sudah lulus uji oleh BPOM, dikasih izin edar. Tinggal ada pengawasan setelah di
pasaran,” ujar advokat yang telah lama bergelut dalam bidang perlindungan konsumen
ini.

Sikap BPOM yang menertibkan aturan soal periklanan susu kental manis diapresiasi
oleh David. Hal ini karena susu kental manis kerap dianggap masyarakat sebagai produk susu
yang digunakan sebagai asupan pemenuhan nutrisi gizi. Pada saat yang sama, ia menilai BPOM
ikut andil atas kesalahpahaman ini. Bahkan BPOM bisa menjadi pihak yang digugat konsumen.

Sepanjang penelusuran David, belum ada kategori BPOM soal standar kandungan kadar
susu dalam produk susu agar bisa disebut susu bernutrisi. “BPOM harus membuat kategori,
bagaimana sih susu yang bernutrisi itu? Yang bergizi itu apa? Ada tidak aturannya?” kata dia.

Sesat informasi di masyarakat soal penggunaan susu kental manis justru bermula dari
ketidakjelasan regulasi BPOM soal produk susu mana yang layak disebut asupan pemenuhan
nutrisi gizi. “Ini yang harus dievaluasi BPOM. Dia juga tidak bilang susu kental manis tidak
mengandung nutrisi kan?” ujar David menambahkan.

Apabila ditemukan pelabelan atau iklan susu kental manis yang mengesankan sebagai
produk susu asupan nutrisi gizi, David menganggap itu sebagai kesalahan BPOM. “Salahnya
BPOM, sebagai pengawas tidak bisa mengawasi,” katanya.

17
Tugas Utama BPOM

Berdasarkan pasal 2 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan
Pengawas Obat dan Makanan:

1. BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang


pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas obat, bahan obat,
narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan,
kosmetik, dan pangan olahan.
Kewenangan

Berdasarkan pasal 4 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan
Pengawas Obat dan Makanan:

Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM mempunyai


kewenangan:
1. Menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat dan makanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
3. Pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

David pun melihat penertiban label dan iklan susu kental manis sebagai bukti bahwa
sebelumnya tidak ada aturan ketat soal penjelasan susu kental manis di masyarakat.
“Berarti sebelumnya, belum ada aturannya kan? Jadi (selama ini-red) dia nggak bisa
menindak. Karena nggak ada aturannya. Kenapa baru dibuat sekarang?” ujarnya.

18
Pemahaman masyarakat soal susu sebagai asupan nutrisi gizi dinilanya sudah menjadi
persepsi umum terhadap semua produk susu. “Untuk mencerdaskan konsumen, regulator harus
berperan lebih. Baik regulasi maupun pengawasan,” David menegaskan.

Untuk itu, masyarakat yang merasa dirugikan akibat regulasi yang tidak menjamin
kesehatan dan keamanan pangan justru bisa menggugat BPOM. “Dalam hal ini yang pertama
bisa digugat regulatornya, BPOM,” katanya.

Gugatan konsumen pada regulator didasarkan pada KUHPerdata dan bukan UU


Perlindungan Konsumen. Perlindungan konsumen dengan UU Perlindungan Konsumen secara
khusus melindungi hak konsumen dari pelaku usaha. “Tidak melulu gugatan konsumen ke
pelaku usaha,” jelas David.

Ia menyayangkan BPOM tidak berhasil mengelola polemik yang berkembang sehingga


persoalan susu kental manis menimbulkan keresahan di masyarakat. “Polemiknya jadi susu atau
bukan susu.”

David menghimbau agar masyarakat juga terus meningkatkan kemampuan dan kemauan
untuk menjadi konsumen cerdas. Terutama dalam konsumsi beragam pilihan pangan yang
disediakan pelaku usaha.

Penelusuran hukumonline terhadap regulasi yang dibuat BPOM soal kategori pangan,
pertama kali diterbitkan tahun 2006 dengan Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.52.4040
tentang Kategori Pangan. Keputusan ini dicabut dengan Peraturan Kepala BPOM No. 1 Tahun
2015 tentang Kategori Pangan, hingga terakhir kali diubah dengan PerkaBPOM 21/2016. Susu
kental manis secara terus menerus masuk dalam subkategori dari kategori susu dan hasil
olahannya dengan penamaan ‘susu’ dan dijelaskan sebagai produk susu.

Sikap BPKN

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Ardiansyah Parman,


mengatakan tidak ada koordinasi khusus dengan BPOM menyikapi persoalan susu kental manis
yang tengah mengemuka ini. “Nggak ada yang khusus mengenai masalah itu,” katanya.

19
Fungsi dan tugas BPKN yang ditetapkan dalam Pasal 33 dan 34 UU No.8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen:

1.Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan


kebijakan di bidang perlindungan konsumen;
2.Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku di bidang perlindungan konsumen;
3.Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan
konsumen;
4.Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
5.Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
6.Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau Pelaku Usaha; dan Melakukan survei
yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Ardiansyah mengatakan bahwa BPKN sudah pernah memberikan rekomendasi kepada


Pemerintah soal iklan barang dan jasa yang tidak menyesatkan konsumen. Dalam hal susu
kental manis, menurutnya bukan wilayah BPKN. “Sudah ditangani BPOM, itu kewenangan
BPOM,” ujarnya.

Dalam 10 bulan terakhir, BPKN menerima 200 lebih pengaduan dari masyarakat. Sejauh
ini tidak pernah ada aduan soal susu kental manis kepada lembaga yang dipimpinnya. “Yang
paling besar pengaduannya di sektor perumahan, tidak ada susu kental manis ya,” kata
Ardiansyah.

Dalam laman situs daring BPKN pun tak ditemukan siaran pers soal susu kental manis.
Sementara itu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah mengeluarkan siaran pers
pada tanggal 6 Juli lalu.

YLKI mengapresiasi sikap BPOM menertibkan visualisasi iklan susu kental manis yang
bisa menjerumuskan konsumen anak-anak, remaja bahkan dewasa. Hanya saja YLKI berharap
BPOM juga menertibkan label dan iklan berbagai makanan dan minuman dengan karakter
serupa. Misalnya minuman sari buah atau jus yang klaim dan ilustrasinya seolah penuh dengan

20
kandungan buah/sari buah. Padahal isinya lebih banyak kandungan gula ketimbang sari
buahnya.

2. Kembalian Uang Belanja nggak boleh Diganti Permen, Bisa Dipenjara.

Pasti pernah dong dapet uang kembalian beberapa permen ketika berbelanja di sebuah toko?
Momen kayak gitu sebenarnya jadi saat yang paling menggalaukan lho. Sahabat pasti bingung
antara butuh uang receh atau kasihan sama penjaga tokonya yang sepertinya sudah nggak punya
uang lagi untuk memberikanmu kembalian.

Apa pun alasannya, ternyata memakai permen sebagai uang kembalian adalah hal yang tidak
dibenarkan.

1. Mencurangi Hak Konsumen

Memang hanya permen saja, tapi sedikit atau banyak itu membuat konsumen tida nyaman.
Apalagi kalau si pembeli ini memang butuh uang kembaliannya. Entah untuk bayar angkot atau
ditabung di celengan ayamnya.

Memberi kembalian berupa permen sama saja memaksa konsumen untuk menerima pilihan
yang bukan keinginannya. Belum lagi kalau si pemilik toko sambil berujar tidak ada uang kecil
dan kemudian melemparkan beberapa permen.

2. Bisa Dituntut

Kalau kasusnya kamu menerima kembalian permen dan menolaknya kemudian si pemilik toko
marah, kalian bisa menyidangkannya ke meja hijau. Memang agak berlebihan , tapi apa yang
dilakukan si empunya permen ini termasuk aksi melanggar hukum.

Tindakannya mengonversi uang receh jadi permen secara ilegal ini sama saja tidak menganggap
rupiah sebagai alat tukar yang sah. Hal ini disinggung dalam Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Sebagai penguat juga dijelaskan dalam Pasal 33 ayat
1 yang berisi hukuman kepada pelakunya paling lama 1 tahun dan denda maksimal Rp 200 juta.

3. Bisa Dituntut Pasal Lain

21
Kalau si pemilik toko masih kukuh pada pendiriannya, kamu juga bisa menyampaikan isi dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hukumannya bagi
yang melanggar UU ini adalah penjara maksimal dua tahun serta denda paling banyak Rp5
miliar. Waduh malah lebih ngeri nih. Mekanismenya nanti pihak kepolisian bakal berkolaborasi
dengan Bank Indonesia dalam pemrosesan kasusnya.

Bukan apa-apa , namun sebagai konsumen kamu berhak untuk mendapatkan uang kembalian
berupa uang juga, bukannya permen. Biasanya sih hal-hal seperti ini hanya terjadi di toko-toko
kecil sampai medium. Kamu pasti tidak bakal menemukan kejadian unik ini di supermarket
besar.

4. Bahaya Uang Diganti Permen

Aslinya masalah uang kembalian pakai permen sangat sepele sih. Tapi, kalau dibiarkan bakal
jadi masalah yang berdampak besar. Gara-gara permen, masyarakat bakal pelan-pelan
menghapuskan uang dengan nominal tertentu. Ke depannya, anak cucu kita bakal menganggap
uang Rp200 atau Rp500-an bakal jadi uang langka. Padahal BI masih bikin tuh.

Dampak lain adalah masyarakat jadi bisa bikin uang sendiri. Ketika permen secara nggak resmi
diakui sebagai alat tukar barang, maka makin banyak pabrik-pabrik permen yang berdiri dan
produksi banyak-banyak. Anggap saja sebiji sama dengan Rp100, tinggal bikin 1.000 buah,
sudah jadi uang senilai Rp100 ribu. Belum lagi pabrik kapasitas produksinya besar, jadi
mungkin saja sehari bisa bikin 10 juta permen dengan nilai tukar yang silahkan dihitung sendiri

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta perlindungan hukum


atas mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang layak atas
mereka, mengingat faktor utama perlakuan yang semena-mena oleh produsen kepada konsumen
adalah kurangnya kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta kewajiban
mereka.

Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta  pengawas atas jalannya hukum dan UU


tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan fenomena-fenomena yang
terjadi pada kegiatan produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk
mencari laba berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga dengan
konsumen yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka
dirugikan karena kesalahan yang diaibatkan dari proses produksi yang tidak sesuai dengan
setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU yang telah dibuat oleh
pemerintah.

23
DAFTAR PUSTAKA

http://arditanunung.blogspot.com/2013/05/makalah-hukum-bisnis-tentang.html

http://arditanunung.blogspot.com/2013/05/makalah-hukum-bisnis-tentang.html

https://silpiintansuseno7.wordpress.com/2017/07/06/makalah-perlindungan-konsumen/

24

Anda mungkin juga menyukai