Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH HUKUM BISNIS

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis

Dosen Pengampu : Nana Sahroni, S.E. M.M

Disusun Oleh :

Khalfan Al Kautsar R 193402215


Ucu Dewi Syarifah 223402204
Rela Al-Zahra Salsabila 223402185
Tira Fitriana 223402199
M. Haikal Hamdani 223402211

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SILIWANGI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kami panjatkan atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Perlindungan Konsumen dalam Hukum Bisnis.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan


manfaat terhadap pembaca.

Tasikmalaya, Oktober 2022

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................

DAFTAR ISI .......................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................................

B. Rumusan Masalah ..........................................

C. Tujuan Penelitian ........................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Perilaku Konsumen ........................................

B. Pihak-Pihak Terkait dalam Perlindungan Konsumen ..........

C. Sengketa Konsumen ........................................

D. Ketentuan Pencantuman Klausula Baku ......................

E. Tanggungjawab Pelaku Usaha ...............................

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

1. Kesimpulan ...............................................

2. Saran ....................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas


atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang
melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan
sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan
dengan barang dan jasa konsumen dalam kehidupan. Hal ini juga tercantum
didalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen yang menyebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
konsumen”. Oleh karena itu, berbicara mengenai perlindungan konsumen
berarti mempersoalkan mengenai jaminan ataupun kepastian mengenai
terpenuhinya hak-hak konsumen. Sebagaimana yang diketahui bahwa dengan
adanya Globalisasi dan perkembanganperkembangan perekonomian modern ini
telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi barang atau jasa yang dapat
dikonsumsi oleh masyarakat. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen Indonesia mempunyai
harapan yang lebih baik, karena undang-undang tersebut menjadi landasan bagi
konsumen dan lembaga perlindungan konsumen untuk memberdayakan dan
melindungi kepentingan konsumen serta membuat produsen lebih bertanggung
jawab. Namun disisi lain, dengan berlakunya Undang-Undang Perlindungan
Konsumen tersebut, tidak menutup kemungkinan bagi para pelaku usaha
didalam menjalankan usahanya melakukan suatu pelanggaran-pelanggaran
yang berdampak buruk bagi konsumen, karena masih banyak pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab melakukan suatu pelanggaran hukum dengan mencari
kelemahan-kelemahan hukum yang ada. Perlindungan Konsumen pada saat ini
tidak dapat dipisahkan dari dunia kegiatan perdagangan. Dalam kegiatan
perdagangan ini diharapkan menimbulkan keseimbangan antara hak dan
kewajiban antara pelaku usaha dan konsumen. Di Indonesia saat ini
perlindungan konsumen mendapatkan perhatian yang cukup baik karena
menyangkut aturan untuk menciptakan kesejahteraan. Dengan adanya pelaku
usaha dan konsumen dapat menciptakan rakyat yang sejahtera dan makmur.
Secara umum dan mendasar hubungan antara pelaku usaha (perusahaan
penghasil barang atau jasa) dan konsumen (pemakai akhir dari barang atau jasa
untuk dirinya sendiri) merupakan hubungan yang terus menerus
berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi karena keduanya memang saling
menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang sangat tinggi antara
satu dengan yang lainnya. Pelaku usaha sangat membutuhkan dan sangat
bergantung atas dukungan konsumen sebagai pelanggan. Tanpa dukungan
konsumen, tidak mungkin pelaku usaha dapat terjamin kelangsungan usahanya.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apakah pengertian dari perlindungan konsumen?


2. Apakah tujuan dan manfaat perlindungan konsumen?
3. Bagaimana pihak-pihak yang terkait dalam perlindungan konsumen?
4. Apakah maksud dari sengketa konsumen?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian dari perlindungan konsumen.


2. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat perlindungan konsumen.
3. Untuk mengetahui pihak-pihak yang terkait dalam perlindungan
konsumen.
4. Untuk mengetahui maksud dari sengketa konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Perlindungan Konsumen

Dalam berbagai literatur ditemukan sekurang-kurangnya dua istilah


mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen, yaitu “hukum konsumen”
dan “hukum perlindungan konsumen”. Istilah “hukum konsumen” dan “hukum
perlindungan konsumen” sudah sangat sering terdengar. Namun, belum jelas
benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya. Juga, apakah kedua
“cabang” hukum itu identik. Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus
dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum adalah
memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya
hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang
hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.

Pengertian perlindungan konsumen menurut Az. Nasution dijelaskan bahwa


kedua istilah itu berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah
bagian dari hukum konsumen. Hukum konsumen adalah keseluruhan asas-asas
dan kaidahkaidah yang mnengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak
satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen di dalam
pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi
konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan
atau jasa konsumen.

Lebih lanjut mengenai definisinya Az. Nasution menjelaskan sebagai


berikut: Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan
masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan
sosial ekonomi, daya saing, maupun tingkat pendidikan. Rasionya adalah
sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka masing-masing lebih mampu
mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah. Hukum
perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang
mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu tidak
seimbang. Pada dasarnya baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan
konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum (hak-hak)
konsumen.

Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan secara


tegas bahwa hak-hak konsumen sebagai berikut :

a. Hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi


barang atau jasa;
b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar,
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang atau jasa;
d. Hak untuk didengarkan pendapat, keluhan atas barang yang digunakan;
e. Hak untuk dapat digunakan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan secara jujur tanpa diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan konpensasi ganti rugi atau pergantian barang jika
barang tidak sesuai dan tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.

Hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat


diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan
kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya
untuk memenuhi kebutuhannya. Kata keseluruhan dimaksudkan untuk
menggambarkan bahwa di dalamnya termasuk seluruh pembedaan hukum
menurut jenisnya. Jadi termasuk di dalamnya baik aturan hukum perdata,
pidana, admininstrasi negara maupun hukum internasional. Sedangkan
cakupannya adalah hak dan kewajiban serta cara-cara pemenuhannya dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu bagi konsumen mulai dari
usaha untuk mendapatkan kebutuhannya dari produsen, meliputi: informasi,
memilih, harga sampai pada akibat-akibat yang timbul karena pengguna
kebutuhan itu, misalnya untuk mendapatkan pengganti kerugian. Sedangkan
bagi produsen meliputi kewajiban yang berkaitan dengan produksi,
penyimpanan, peredaran dan perdagangan produk, serta akibat dari
pemakaian produk itu. Dengan demikian jika perlindungan konsumen
diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan
hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka
hukum perlindungan konsumen tiada lain adalah hukum yang mengatur
upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap
kepentingan konsumen. Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 8 Tahun
1999 memberi pengertian perlindungan konsumen sebagai segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan
kepada konsumen.

2. Tujuan Perlindungan Konsumen

Dalam setiap Undang-Undang yang dibuat pembentuk Undang-Undang,


biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsip yang mendasari diterbitkannya
Undang-Undang tersebut. Asas-asas hukum merupakan fondasi suatu Undang-
Undang dan peraturan pelaksananya.

Di dalam usaha memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen,


terdapat beberapa asas yang terkandung di dalamnya. Perlindungan konsumen
dilakukan sebagai bentuk usaha bersama antara masyarakat (konsumen), pelaku
usaha dan Pemerintah sebagai pembentuk peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan Perlindungan Konsumen, hal ini terkandung dalam ketentuan
Pasal 2 UUPK. Kelima asas tersebut adalah:

a. Asas manfaat
Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan. Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan
penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk
menempatkan salah satu pihak diatas pihak yang lain atau sebaliknya, tetapi
adalah untuk memberikan kepada masingmasing pihak, pelaku usaha
(produsen) dan konsumen, apa yang menjadi haknya. Dengan demikian
diharapkan bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan
konsumen bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan pada gilirannya
bermanfaat bagi kehidupan berbangsa.

b. Asas keadilan

Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat


diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen daan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil. Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan
penegakan hukum perlindungan konsumen ini, konsumen dan pelaku usaha
(produsen) dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan penunaian
kewajiban secara seimbang. Karena itu UUPK mengatur sejumlah hak dan
kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

c. Asas keseimbangan

Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan


antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti
materiil ataupun spiritual. Asas ini menghendaki agar konsumen, pelaku
usaha (produsen), dan pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari
pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen. Kepentingan
antara konsumen, pelaku usaha (produsen) dan pemerintah diatur dan harus
diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-
masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada salah satu
pihak yang mendapat perlindungan atas kepentingannya yang lebih besar
dari pihak lain sebagai komponen bangsa dan negara.

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan


keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas
ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan
memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya, dan
sebaliknya bahwa produk itu tidak akan mengancam ketentraman dan
keselamatan jiwa dan harta bendanya. Karena itu Undang-Undang ini
membebankan sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi dan menetapkan
sejumlah larang yang harus dipatuhi oleh produsen dalam memproduksi dan
mengedarkan produknya.

e. Asas kepastian hukum

Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen


menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Artinya
Undang-Undang ini mengharapkan bahwa aturan-aturan tentang hak dan
kewajiban yang terkandung di dalam Undang-Undang ini harus diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari sehingga masing-masing pihak memperoleh
keadilan. Oleh karena itu, negara bertugas dan menjamin terlaksananya
Undang-Undang ini sesuai dengan bunyinya.

Memperhatikan substansi Pasal 2 UUPK demikian pula penjelasannya,


tampak bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional
yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandasakan pada
falsafah Negara Republik Indonesia. Keseimbangan perlindungan antara
pelaku usaha dan konsumen menampakkan fungsi hukum yang menurut
roscoe pound sebagai sarana pengendalian hidup bermasyarakat dengan
menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat
atau dengan kata lain sebagai sarana kontrol sosial.

Keseimbangan perlindungan hukum terhadap pelaku usaha dan


konsumen tidak terlepas dari adanya pengaturan tentang hubungan-
hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Dengan prinsip atau asas
kebebasan, subjek hukum bebas melakukan apa yang diinginkannya dengan
dibatasi oleh keinginan orang lain dan memelihara akan ketertiban sosial.
Dengan prinsip atau asas kesamaan, setiap individu mempunyai kedudukan
yang sama di dalam hukum untuk melaksanakan dan meneguhkan
hakhaknya. Dalam hal ini hukum memberikan perlakuan yang sama
terhadap individu. Sedangkan prinsip atau asas solidaritas sebenarnya
merupakan sisi balik dari kebebasan. Apabila dalam prinsip atau asas
kebebasan yang menonjol adalah hak, maka di dalam prinsip atau asas
solidaritas yang menonjol adalah kewajiban, dan seakan-akan setiap
individu sepakat untuk tetap mempertahankan kehidupan bermasyarakat
yang merupakan modus survival manusia.

Tujuan perlindungan konsumen, sebagaimana yang dimaksud dalam


ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen bertujuan:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen


untuk melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Mengenai kewajiban konsumen dijelaskan dalam pasal 5 UUPK, yakni:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian


atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.

B. Pihak-pihak yang terkait dalam perlindungan konsumen

1. Konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang/jasa yang tersedia dalam


masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri,keluarga,orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Masing-masing konsumen
memiliki hak dan kewajiban.

Hak konsumen sebagaimana dikemukakan dalam pasal 4 undang-undang


perlindungan konsumen :

1) Hak atas kenyamanan, keamanan, keselamatan dalam mengonsumsi


barang/jasa;
2) Hak untuk memilih serta mendapatkan barang/jasa;
3) Hak atas informasi mengenai barang/jasa;
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/jasa yang
digunakan;
5) Hak untuk mendapatkan advokasi,perlindungan, dan upaya penyelesauab
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7) Hak untuk diperlakukan/dilayani secara benar dan jujur;
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi,ganti rugi/penggantian;
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturn perundangan lainnya

Adapun hak konsumen menurut yusuf sofraie (2003 : 3) secara hipotesis sudah
tersirat dalam undang-undang hak asasi manusia :

1) Hak untuk hidup (pasal 9 UU HAM)


2) Hak mengembangkan diri (pasal 11-16 UU HAM)
3) Hak untuk memperoleh keadilan (pasal 17-19 UU HAM)
4) Hak untuk kesejahteraan (pasal 36-42 UU HAM)

Adapun kewajiban konsumen sebagaimana ditentukan dalam pasal 5 UU


perlindungan konsumen :

a. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur


pemakaian/pemanfaatan barang/jasa;
b. Beritikad baik dalam melakukan tranksaksi pembelian barang/jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.

2. Pelaku Usaha

Merupakan setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang


berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan/melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara republik
indonesia.

Adapun hak pelaku usaha sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 UUPK adalah:
a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak di akibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

Adapun kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7, yakni:

1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;


2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta member jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
7) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian;
8) Menerima pembayaran sesuai kesepakatan;
9) Mendapat perlindungan hukum;
10) Melakukan pembelaan

C. Sengketa konsumen

Larangan bagi pelaku usaha yang apabila dilakukan dapat mendapat kerugian.
Larangan inilah yang bisa menjadi sengketa konsumen

Larangan bagi pelaku usaha (pasal 8-18 UU Perlindungan Konsumen) :

1. Pelaku usaha dilarang memproduksi/memperdagangkan barang/jasa jika:

• Tidak memenuhi/tidak sesuai standar;


• Tidak sesuai berat bersih, netto;
• Tidak sesuai ukuran dan timbangan;
• Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan;
• Tidak sesuai dengan mutu, komposisi;
• Tidak sesuai janji;
• Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa;
• Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal;
• Tidak memasang label; dan
• Tidak mencantumkan informasi dan petunjuk.

2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang cacat, bekas, rusak tanpa


memberi informasi secara lengkap dan benar

3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang


rusak,cacat,bekas

4. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan dan wajib menariknya dari


peredaran apabila melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan 2

5. Pelaku usaha dilarang menawarkan,memproduksi,mengiklankan suatu


barang/jasa secara tidak benar seolah-olah :
• barang tersebut telah memenuhi/memiliki standar mutu tertentu;
• barang tersebut tidak sesuai dengan fakta yang tertera;
• barang tersebut berasal dari daerah tertentu ; secara langsung/tidak dapat
merencahkan barang/jasa lain;
• menggunakan kata-kata berlebihan dalam mendekskripsikan;
• menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti

Menurut pasal 10-17 UU perlindungan konsumen Pelaku usaha tidak


diperkenankan melakukan hal-hal berikut :

1. Pelaku usaha mempromosikan barang/jasa dengan pernyataan tidak benar


meliputi :
• Harga;
• Kegunaan;
• Kondisi;
• Informasi potongan harga/gift;
• Jaminan akan bahaya dalam penggunaan barang/jasa tsb.
2. Pelaku usaha dalam hal penjualan melalui cara obral/lelang dilarang
mebgelabui konsumen dengan :
• Menyatakan informasi mengenai barang/hasa seolah-olah telah
memenuhi standar mutu tertentu;
• Menyatakan informasi mengenai barang/jasa tsb tidak memiliki cacat
tersembunyi;
• Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan
maksud untuk menjual barang yang lain;
• Tidak menyediakan barang dalam jumlah cukup/tertentu dengan
maksud menjual barang yang lain;
• Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas cukup/tertentu dengan maksud
menjual jasa yang lain; dan
• Menaikkan harga/tarif harga sebelum melakukan obral.
3. Pelaku usaha dilarang memberi informasi tidak benar mengenai harga/tarif
khusus,waktu,jumlah apabila tidak bermaksud untuk melaksanakannya
sesuai dengan info yang diberikan
4. Pelaku usaha dilarang mempromosikan barang/jasa dengan menjanjikan
pemberian hadiah akan tetapi tidak ditepati
5. Pelaku usaha dilarang mempromosikan obat,obat tradisional,alat
kesehatan,suplemen makanan,jasa pelayanan kesehatan dengan
menjanjikan pemberian hadiah lain
6. Pelaku usaha dilarang menawarkan barang/jasa yang diperdagangkan
dengan memberi hadiah secara undian jika :
• Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas wajtu yang dijanjikan;
• Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
• Memberi hadiah tidak sesuai dengan perjanjian;
• Mengganti hadiah yang tidak setara nilainya dengan yang dijanjikan
7. Pelaku usaha dilarang melakukan pemaksaan dalam menawarkan
barang/jasa
8. Pelaku usaha dalam menawarkan barang/jasa melalui pesanan dilarang :
• Tidak menepati pesanan sesuai kesepakatan waktu;
• Tidak menepati janji atas suatu pelayanan
9. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :
• Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan,
harga;
• Mengelabui konsumen mengenai jaminan/garansi;
• Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian;
• Mengeksploitasi kejadian tanpa seizin yang bersangkutan; dan
• Melanggar etika/ketentuan peraturan perundang²an.

D. Ketentuan pencantuman klausula baku

Klausula baku adalah setiap aturan dan ketentuan dan syarat² yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen/perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen.

Klausula baku yang tidak diperbolehkan menurut UU Perlindungan Konsumen :

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang/jasa dilarang membuat klausula


baku pada setiap dokumen perjanjian apabila :
• Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; Menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang
dibeli;
• Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolaj penyerahan kembali
uang yang dibeli;
• Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang
yang dibeli konsumen secara angsuran;
• Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan
barang/pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
• Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat
jasa/mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli
jasa;
• Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan baru yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya;
• Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan,hak gadai,hak jaminan
2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak/bentuknya
sulit/tidak dapat terbaca secara jelas.

E. Tanggung jawab pelaku usaha

Pelaku usaha harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan


akibat kesalahan/kelalaian yang mana tercantum dalam pasal 19 UU perlindungan
konsumen. Tanggung jawab ini tidak hanya berlaku barang konsumsi yang
diperjual belikan tapi juga terhadap iklan² yang diiklankannya.

Ketentuan tanggung jawab terhadap periklanan dan importir :

1. Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan
akibat yang ditimbulkan;
2. Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor
apabila importasi tersebut tidak dilakukan oleh agen/perwakilan produsen
luar negeri;
3. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing;
4. Pelaku usaha yang menjual barang/jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi/gugatan apabila :
• Pelaku usaha lain menjual tanpa melakukan perubahan apapun atas
barang/jasa;
• Pelaku usaha lain tidak mengetahui adanya perubahan barang/jasa
dalam tranksaksi.
5. Pelaku usaha yang tidak memproduksi barang yang manfaatnya
berkelanjutan dalam waktu sekurang²nya 1 tahun;
6. Pelaku usaha jasa wajib memenuhi jaminan/garansi yang
disepakati/diperjanjikan;
7. Pelaku usaha produksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas
kerugian yang diderita konsumen apabila :
• Barang tsb terbukti seharusnya tidak diedarkan/dimaksudnkan untuk
diedarkan;
• Cacat barang timbul dikemudian hari;
• Cacat timbul akibat ditaatinta ketentuan mengenai kualifikasi barang;
• Kelalaian yang diakibatkan konsumen;
• Lewatnya jangka waktu penuntutan yang dijanjikan sejak barang dibeli.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas


atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang
melindungi kepentingan konsumen. Sejak diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen Indonesia
mempunyai harapan yang lebih baik, karena undang-undang tersebut menjadi
landasan bagi konsumen dan lembaga perlindungan konsumen untuk
memberdayakan dan melindungi kepentingan konsumen serta membuat
produsen lebih bertanggung jawab. Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan
apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau
bermasalah dalam masyarakat itu tidak seimbang. Pada dasarnya baik hukum
konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang
sama, yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsumen.

2. Saran

Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang dapat membuat makalah ini lebih baik lagi. Sekian
makalah ini dibuat, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kehidupan sehari-hari ataupun kehidupan berorganisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Shidarta,hukum perlindungan konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta,


2000, Hlm 9
M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen
Dalam Perwujudan Perlindungan Konsumen, Genta Press, Yogyakarta,
2007,Hlm 81.
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Suatu Pengantar, Jakarta, 1996,
Hlm 5-6.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen

Anda mungkin juga menyukai