Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dibuat Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :
Siswo Edi Wibowo M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 9
Anis Safitri 1911030263
Fajar Maulana 1911030337
Sri Utami 1911030420

Prodi : Manajemen Pendidikan Islam

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAM LAMPUNG
1443 H / 2021 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tema dari makalah kami adalah “Perlindungan Konsumen”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-


besarnya kepada dosen mata kuliah Hukum Pendidikan Islam yang telah
memberikan tugas terhadapa kami. Dan kami mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami. Maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun senantiasa makalah ini dapat
berguna bagi kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepintingan pada
umumnya.

Pesawaran, 24 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................


B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

A. Pengertian Konsumen....................................................................................
B. Pengertian Perlindungan Konsumen..............................................................
C. Asas Dan Tujuan Perlindungan Konsumen...................................................
D. Sanksi Bagi Pelanggaran Perlindungan Konsumen.......................................
E. Regulasi Tentang Perlindungan Konsumen...................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................

A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah untuk


meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Baik material maupun spiritual,
yaitu dengan tersedianya kebutuhan pokok, sandang (pakaian), pangan (makanan),
papan (perumahan) yang layak. Tujuan lain adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang berarti bahwa tersedianya pendidikan dalam arti luas bagi seluruh
rakyat. Kesejahteraan dan kecerdasan itu merupakan wujud dari pembangunan
yang berkemanusiaan sebagaimana yang diamanatkan oleh pancasila yang telah
diterima sebagai falsafah dan idiologi Negara Indonesia serta Undang-Undang
Dasar 1945.

Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945menegaskan bahwa tiap-tiap


warga Negara berhak untuk memperoleh hidup yang layak bagi kemanusiaan.
Untuk memperoleh hidup yang layak bagi kemanusiaan itu dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan dan kecerdasan, perlu penyediaan barang dan jasa
dalam jumlah yang cukup, kulitas baik, dan dengan harga yang terjaukau
masyarakat.

Jika tidak berhati-hati dalam memilih barang/jasa yang diinginkan, konsumen


hanya akan menjadi objek eksploitas dari prilaku usaha yang tidak bertanggung
jawab. Tanpa didasari konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang
dikonsumsinya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah :

A. Pengertian Konsumen
B. Pengertian Perlindungan Konsumen
C. Asas Dan Tujuan Perlindungan Konsumen
D. Sanksi Bagi Pelanggaran Perlindungan Konsumen

1
E. Regulasi Tentang Perlindungan Konsumen

C. Tujuan

Tujuannya adalah

A. Untuk mengetahui pengertian konsumen


B. Untuk mengetahui perlindungan konsumen
C. Untuk mengetahui asas dan tujuan perlindungan konsumen
D. Untuk mengetahui sanksi bagi pelanggaran perlindungan konsumen
E. Untuk mengetahui regulasi tentang perlindungan konsumen

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsumen
Konsumen berasal dari bahasa asing (belanda inggris), consumen dan
consumer yang arti harfiahnya adalah pembeli. Pengertian lain dari konsumen
sangat luas , beragam dan sangat terkait erat dengan tujuan seseorang membeli
suatu produk sisanya sebagai terjemahan dari kata user dari kata bahasa inggris.
Pengertiam dari konsumen adalah pemakai, pemirsa, dan masih banyak lagi.
Menurut simamura perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat
untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Menurut
Zulian Yamit dalam anjar Rahmulyo secara tradisional konsumen diartikan orang
yang membeli dan meggunakan produk. Pandangan tradisional ini meyimpulkan
bahwa konsumen adalah orang yang berinteraksi dengan perusahaan sebelum
proses produksi selesai, karena mereka adalah pengguna produk. Sedangkan orang
yang berinteraksi dengan perusahaan sebelum proses produksi berlangsung adalah
dianggapsebagai pemasok. Konsumen dan pemasok dalam konsep tradisional ini
adalah orang yang berada di luar perusahaan atau disebut konsumen.1
Kepuasan konsumen eksternal dipengaruhi pula oleh kualitas pelayanan purna
jual. Uraian tersebut, menyimpulan bahwa pemasok dan konsumen dalah setiap
orang atau badan yang datang dari dalam perusahaan maupun yang datang dari
luar perusahaan, selain itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis
konsumen, diantaranya :
 konsumen internal (internal costumer)
adalah setiap orng yag ikut menangani proses pembuatan maupun
penyediaan produk didalam perusahaan atau organisasi.
 Konsumen perantara (intermediate costumer)
adalah mereka yang bertindak atau berperantara untuk
mendistribusikan produk kepada pihak konsumen atau konsumen
eksternal. Konsumen perantara ini
1
H. Mulyadi Nasusastro, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Kewirausahaan (Bandung:
Alfabeta, 2012) hlm. 24.

3
bukan sebagai pemakai akhir.
 konsumen eksternal (external costumer)
adalah pembeli atau pemakai akhir yang disebut sebagai konsumen
yang nyata (real costumer).

Menurut Subagyo, konsumen di dalam kepustakaan ekonomi dibedakan


menjadi dua jenis, yaitu konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara
adalah konsumen yang menggunakan suatubarang/jasa sebagai bagian dari proses
produksi suatu produkkembali. sedangkan konsumen akhir adalah konsumen yang
menjadi pemanfaat akhir dari suatu produk.2 Menurut Sangadji dan Sopiah,
Konsumen berdasarkan tujuan penggunaan suatu produk dibagi menjadi dua jenis
yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu adalah
konsumen yang menggunkan barang untuk keperluan keperluannya sendiri,
keluarga, atau sebagai hadiah kepada orang lain, sedangkan konsumen organisasi
menggunakan barang untuk kebutuhan organisasi. Konsumen organisasi
membutuhkan sautu barang untuk menjalankan kegiatan oragnisasi tersebut
seperti pabrik roti yang harus membeli terigu dan bahan lainnya untuk membuat
roti.

B. Pengertian Perlindungan Konsumen

Perlindungan Konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan


perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk
memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.
Dalam bidang hukum, istilah ini masih relatif baru khususnya di Indonesia,
sedangkan di Negara maju, hal ini mulai di bicarakan bersamaan dengan
berkembangnya industri dan teknologi. Berdasarkan Undangan-Undangan
Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa:“Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen”Kepastian hukum untuk melindungi

Bilson Simamura, Panduan Riset Perilaku Konsumen, (Jakarta: PT Graedia Pustaka


2

Utama, 2004) hlm. 1.

4
hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan
harapan agar pelaku usaha tidak lagi bertindak sewenang-wenang yang selalu
merugikan hak konsumen. Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan
Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi
yang berimbang dan mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika hak-haknya
telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.3
Dari latar belakang dan definisi tersebut kemudian muncul kerangka umum
tentang sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen yang kurang lebih
dijabarkan sebagai berikut:

 Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha.


 Konsumen mempunyai hak.
 Pelaku usaha mempunyai kewajiban
 Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada
pembangunan nasional
 Perlindungan konsumen pada iklim bisnis yang sehat keterbukaan
dalam promosi barang atau jasa
 Pemerintah perlu berperan aktif
 Masyarakat juga perlu berperan serta
 Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam
berbagai bidang.
 Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap

C. Asas dan Tujuan Perlindungan Hukum Konsumen


Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta kepastian
hukum. Disamping itu perlindungan konsumen diselenggarakan bersama
berdasarkan lima asas yang sesuai dengan pembangunan nasional.
Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam pasal 2 UU perlindungan
konsumen, yang merupakan asas-asas dari perlindungan konsumen
adalah4:
1. Asas manfaat
Yaitu segala upaya yang dilakukan penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
3
Op Cit, Happy Susanto, hlm.4-5
4
Ice Trissnawati, 2009 Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Juan
Beli Dan Menggunakan Klausula Baku, Jurnal Ilmiah Hukum Perdata. BW. Hlm. 28

5
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Dengan
kata lain, tidak boleh hanya satu pihak saja yang mendapatkan manfaat
sedangkan pihak yang lain mendapatkan kerugian yang dikenal dengan
istilah tidak boleh memperoleh manfaat di atas kerugian orang lain.
2. Asas keadilan
Hukum perlindungan konsumen harus adil bagi konsumen maupun
pelaku usaha, jadi tidak hanya membebani pelaku usaha dengan
tanggung jawab, tetapi juga melindungi hak dan kepentingannya.
Tidak hanya pro kepada konsumen. Hal ini dikarenakan tidak
selamanya sengketakonsumen itu diakibatkan atas kesalahan pelaku
usaha saja, tetapi dapat juga diakibatkan oleh kesalahan konsumen
yang terkadang tidak tahu akan kewajibannya atau terburu-buru
menyetujui ketentuan-ketentuan yang terdapatklausul baku, contohnya
tanpa membaca terlebih dahulu sehingga ketika terjadi sengketa
langsung menuduh pelaku usaha yang berbuat jahat padanya.
3. Asas keseimbangan
Asas keseimbangan ini dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara hak dan kewajiban para pelaku usaha, konsumen
maupun pemerintah sebagai pengawas dari hubungan hukum yang
terjadi dalam transaksi perdagangan antara pelaku usaha dan
konsumen.
4. Asas keamanan dan keselamatan
Asas ini bertujuan untuk memberikan jaminan dan kepastian
keselamatan kepada konsumen dalam menggunakan produk yang
diproduksi oleh pelaku usaha yang beredar di pasaran untuk
dikonsumsi ataupun digunakan.
5. Asas kepastian hukum
Asas ini bertujuan untuk memberikan jaminan dan kepastian
hukum agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan
menjalankan apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Tanpa harus
membebankan tanggung jawab kepada salah satu pihak. Dengan
adanya asas kepastian hukum ini, jika salah satu pihak melakukan

6
tindakan hukum yang bersifat merugikan pihak yang lain maka
terhadap pihak tersebut dapat dimintakan pertanggung jawaban dan
ganti kerugian.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran


konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh
rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang kuat bagi
pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk
melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pendidikan dan pembinaan
konsumen.Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan
kesadaran pelaku usahayang pada prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat
keuntungan yang semaksimalmungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip
ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Berdasarkan rumusan pasal 1338 KUHP dapat kita ketahui bahwa suatu
perjanjian itu hendaklah dibuat dengan suatu iktikad yang baik. Dengan kata lain
perjanjian itu tidak berlaku sah apabila dilakukan dengan iktikad buruk yang
bertujuan untuk merugikan pihak lain ataupun pihak ketiga yang terkait, yang
diperoleh dari pemaksaan, penipuan ataupun kekeliruan. Pelaku usaha tidak boleh
mendapat keuntungan dari konsumen yang mendesak tersebut.5

Adapun yang menjadi tujuan dari diadakannya perlindungan terhadap


konsumen tercantum dalam pasal 3 UU perlindungan konsumen, yaitu:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk


melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

5
Ice Trisnawati, 2009. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Jual
Beli Dengan Menggunakan Klausula Baku, Jurnal Ilmiah Hukum Perdata. BW. hlm.30

7
4. Menciptakan System perlindungan konsumen Yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.6
6. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa,
kesehatan,kenyamanan,keamanan, dan keselamatan konsumen.

Guna mewujudkan tujuan UU perlindungan konsumen ini, pemerintah


mempunyai peranan yang besar, hal ini dikarenakan dalam UUD 1945 dinyatakan
bahwa Negara bertujuan untuk menyejahterakan rakyatnya. Dalam hal tanggung
jawab pemerintah atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
dimaksudkan untuk memberdayakan konsumen untuk mempertahankan apa yang
telah menjadi haknya dan melakukan apa yang menjadi kewajibannya.7

1. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Perlindungan Konsumen

Dalam Undang-undang dan perlindungan Konsumen, yang dimaksudkan


dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Pada prinsipnya
ada dua pihak yang terkait dalam perlindungan konsumen itu, yaitu Konsumen
sendiri dan Pelaku Usaha.

a. Konsumen
Kata konsumen merupakan istilah yang biasa digunakan
masyarakat untuk orang yang mengonsumsi atau memanfaatkan suatu
barang atau jasa. Selain itu sebagian orang juga memberi batasan
pengertian konsumen yaitu orang yang memiliki hubunganlangsung
antara penjual dan pembeli yang kemudian disebut konsumen. Secara
harfiah konsumen adalah orang yang memerlukan, membelanjakan atau
menggunakan; pemakai atau pembutuh.Adapaun istilah konsumen berasal
6
Ice Trisnawati, 2009. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Jual
Beli Dengan Menggunakan Klasual Baku. Jurnal Ilmiah Hukum Perdata. BW. hlm.31
7
Ice Trisnawati, 2009. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Jual
Beli Dengan Menggunakan Klasual Baku. Jurnal Ilmiah Hukum Perdata. BW. hlm.32

8
dari bahasa inggris yaitu consumer, atau dalam bahasa Belanda yaitu
consument.8
Konsumen ialah setiap orang pemakai barang dan jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri,keluarga,orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
Dengan demikian,Konsumen bisa orang-perorangan atau
sekelompok masyarakat maupun makhluk hidup lain yang membutuhkan
barang atau jasa untuk dikonsumsi oleh yang bersangkutan, atau dengan
kata lain barang atau jasa tersebut untuk tidak diperdagangkan.
b. Pelaku Usaha
Pelaku Usaha adalah setiap orang atau perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakuikan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Repulik Indonesia, baik sendiri maupun sama-
sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
Pelaku usaha menurut Pasal 1 UUPK adalah setiap orang
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun
bukan badan hukum
yangdidirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi. Pelaku usaha disini dikatakan sebagai pihak yang membuat
barang, yang menggunakan jasa pelaku usaha periklanan untuk
mempromosikan barang melalui media periklanan. Pelaku usaha meminta
pelaku usaha periklanan untuk membuat iklan dari barang yang
dibuatnya sehingga konsumen tertarik untuk membeli barang tersebut.
Pelaku usaha yang beritikad baik, akan memberikan informasi yang
selengkap-lengkapnya kepada pelaku usaha periklanan sehingga pelaku

8
N.H.T. Siabian, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab
Produk, (Jakarta: Panta Rei, 2005), hlm.22

9
usaha periklanan tidak memberikan informasi yang menyesatkan dan
merugikan konsumen.9

D. Sanksi bagi pelanggaran perlindungan konsumen


1. Larangan-larangan bagi pelaku usaha dalam mengiklankan barang
dan/atau jasa menurut UUPK

Banyak ahli memberikan definisi mengenai iklan, Sofyan Assauri


mendefinisikan iklan sebagai cara mempromosikan barang-barang, jasa, atau
gagasan/ide yang dibiayai oleh sponsor yang dikenal dalam rangka untuk menarik
calon pembeli sehingga dapat meningkatkan penjualan produk dari perusahaan
yang bersangkutan.10
Sedangkan “Nurmadjito mengatakan iklan sebagai media promosi yang
menggambarkan produk secaraaudio visual atau melalui media cetak yang
diproduksi dan diperdagangkan oleh pemesan iklan11”.

Seperti yang telah dijelaskan, iklan memiliki peranan yang sangat penting
bagi konsumen, dengan demikian diperlukan batasan-batasan bagi pelaku usaha
periklanan dalam menciptakan suatu iklan. Di dalam UUPK mengatur mengenai
larangan-larangan tersebut, beberapa Pasal yang perlu diperhatikan dari ketentuan
dalam UUPK adalah larangan-larangan yang diatur dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal
12, Pasal 13 dan Pasal 17 yang berhubungan dengan berbagai macam larangan
dalam mempromosikan barang dan/atau jasa tertentu, serta larangan dalam
memproduksi iklan.12

2. Sanksi bagi pelaku usaha atas iklan yang melanggar menurut UUPK

Dalam UUPK telah telah dijelaskan mengenai ketentuan-ketentuan iklan


yang tidak diperbolehkan, namun apabila pelaku usaha periklanan melanggar
ketentuan tersebut, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 62
yang menyatakan :
9
Junaedi Abdullah, Aspek Hukum Dalam Islam, (Kudus: Nora Media Enterprise, 2010),
Cet.1. hlm.129-130
10
Janus Sidabalok, hlm.243
11
Ahmadi Miru dan Suratman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, 2004,
Jakarta PT Raja Grafindo Persada, hlm.151
12
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, hlm.43

10
1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2),Pasal 15, Pasal 17 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat(2) dan Pasal 18 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat
(1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat
tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Disamping sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 62 UUPK tersebut,


pelaku usaha dapat dikenakan sanksi tambahan yang diatur dalam Pasal 63 UUPK
berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran
ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran atau pencabutan
izin.

3. Sanksi Bagi Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Konsumen

Menurut Drs.BambangMahijanto, dalam bukunya Kamus Lengkap Bahasa


Indonesia Masa Kini, mengatakan bahwa sanksi adalah ancaman, hukuman.13

R.Soesilo dalam bukunya yang berjudul Pokok-pokok hukuman Pidana


Peraturan Umum Delik-delik Khusus, mengatakan “sanksi adalah pidana yang
diancamkan apabila norma-norma itu dilanggar. Sedangkan yang dimaksud
dengan norma ialah “perumusan dari adanya perbuatan yang dilarang atau
diwajibkan”.14

Menurut M.Zamhari Abidin, SH, dalam bukunya yang berjudul Pengertian


dan Asas Hukum Pidana mengatakan norma adalah merupakan
13
Bambang Mahijanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini, (Surabaya: Terbit
Terbang, 1993), hlm.8
14
Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Detik-detik Khusus, (Bogor:
Politeia, 1984), hlm.8

11
peraturanperaturan bersikap tindak (Gedragsregels) dan peraturan-peraturan hidup
(Leefregels) yang harus dipatuhi dan dijunjung tinggi oleh anggota masyarakat.15

Jadi, sanksi itu merupakan suatu bentuk hukuman atau ganjaran atas apa
yang telah diperbuatnya terhadap tindakan yang telah dilarang. Kerugian
(pengrugian) terhadap konsumen ini termasuk dalam tindak kejahatan terhadap
orang dan barang, tepatnya dapat dilihat dalam KUHP (Kitab Undang-undang
Hukum Pidana) Bab Bab VII Kejahatan yang mendatangkan Bahaya Bagi
Keamanan Umum Manusia atau barang telah dijelaskan secara umum mengenai
sanksi yang diberikan kepada pelaku usaha, yang termuat dalam pasal 204-206.16

Pasal 204:
1) Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan
barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang,
padahal sifat berbahaya tidak diberitahu, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
2) Jika perbuatan itu dapat menyebabkan orang mati, yang bersalah diancam
dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu
paling lama dua puluh tahun.

Pasal 205:

1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang-


barang yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual,
diserahkan atau dibagi-bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh
yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana penjara atau pidana kurungan
paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
rupiah.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.
3) Barang-barang itu dapat disita.
15
Zamhari Abidin, Pengertian dan Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm.10
16
KUHAP dan KUHP, op.cit, hlm.71-72

12
Pasal 206:

1) Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan berdasarkan dalam bab
ini, yang bersalah dapat dilarang menjalankan pencahariannya ketika
melakukan kejahatantersebut.
2) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 204
dan 205, hakim dapat memerintahkan supaya putusan diumumkan.

Unsur-unsur dijatuhkannya Sanksi bagi Pelaku Usaha Terhadap konsumen

 Kerugian Konsumen
Suatu peristiwa atau perbuatan yang bertentangan dengan asas-asas hukum
merupakan suatu perbuatan melawan hukum.17

Hukuman baru bisa dijatuhkan kepada pelaku pidana apabila tindak pidana
yang dilakukannya memenuhi syarat-syarat atau unsur-unsur yang ada
padaketentuan hukum positif (KUHP dan Undang-undang Perlindungan
Konsumen No.8 Tahun 1999). Tindak pidana memiliki beberapa unsur, yaitu:

a. Obyektif
Unsur ini pada umumnya dapat terdiri atas perbuatan ataupun suatu akibat.
Unsur-unsur obyektif dari suatu tindak pidanai itu adalah:
1. Sifat melanggar hukum atau wedderechtelijkheid
2. Kualitas dari si pelaku
3. Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai
penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.18
b. Subjektif
Unsur ini terdiri atas suatu kehendak atau tujuan yang terdapat di dalam
jiwa pelaku, unsur ini dirumuskan dengan istilah sengaja,niat, dan
maksud.19 Unsur-unsur subyektif dari suatu tindak pidana itu adalah:
1. Kesengajaan atau ketidak-sengajaan (dolus atau culva)

17
Haryono, Sumber Hukum, Surabaya: Usaha Nasional, 1994. hlm.55
18
P.A.F Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru, 1990.
hlm.184
19
Ibid. hlm.72

13
2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poggingseperti
yang dimaksud didalam Pasal 53 ayat 1 KUHP
3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya
di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan,
pemalsuan dan lain-lain.

Sengketa Konsumen

Dalam Undang-Undang perlindungan konsumen memang tidak ada


dijumpai tentang definisi atau pengertian dari Sengketa konsumen. Namun dalam
beberapa pasal di tentukan adanya larangan bagi pelaku usaha yang apabila
dilakukan dapat merugikan konsumen. Larangan yang dilakukan pelaku usaha
inilah yang bisa menjadi sengketa konsumen.

Larangan bagi pelaku usaha yersebutditentuken mulai pasal 8 sampai pasal


18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen sebagai berikut :

Pasal 8 (Delapan) :

1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang


dan/atau jasa yang:

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang


dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
etiket barang tersebut.
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses
pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut.
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut.
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut.

14
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label.
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, berat / isi bersih atau netto,
komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,
nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk
penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat.
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau
bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
atas barang dimaksud.
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan
yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan
informasi secara lengkap dan benar.
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya
dari peredaran.

Pasal 9 (Sembilan) :

1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu


barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga,
harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,
karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru.
c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki
sponsor persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu,
ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu.
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi.
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia.
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.
g. barang tersebut rnerupakan kelengkapan dari barang tertentu.
h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu.
i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau
jasa lain.

15
j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman tidak
berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek samping tanpa
keterangan yang lengkap.
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
2. Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang untuk
diperdagangkan.
3. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat 1 dilarang
melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa
tersebut.

Selanjutnya mulai Pasal 10 sampai dengan pasal 17 UU Perlindungan


Konsumen, pelaku usaha tidak diperkenankan untuk melakukan hal-hal sebagai
berikut:

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/jasa yang untuk


diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan
atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. Harga atau tarif suatu barang/jasa,
b. Kegunaan suatu barang/jasa,
c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu
barang/jasa,
d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan,
e. Bahaya penggunaan barang/jasa.
2. Pelaku  usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau
lelang, dilarang mengelabui/ menyesatkan konsumen dengan:
a. Menyatakan barang/jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi
standar mutu tertentu,
b. Menyatakan barang/ jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung
cacat tersembunyi,
c. Tidak berminat untukmenjual yang ditawarkan melainkan dengan
maksud untuk menjual barang lain,
d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu atau dalam
jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain,
e. Menaikkan harga atau tarif barang/jasa sebelum melakukan obral.

16
3. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan
suatu barang/ jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah
tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk
melaksanakannya sesuwai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan,
dpromosikan atau diiklankan.
4. Pellaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan
suatu barang/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa
barang/ jasa yang lain secara Cuma-Cuma dengan maksud tidak
memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
5. Perilaku usaha dilarang menawarkan,mempromosikan atau mengiklankan
obat, obat tradisional, suplemen makanan,dll.
6. Perilaku usaha dalam menawarkan barang/ jasa yang ditunjukkan untuk
perdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, tidak
diperkenankan atau dilarang untuk :  
a. Tidak  melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang
dijanjikan,
b.  Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa,
c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan,
d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang
dijanjikan.

7. Pelaku usaha dalam menawarkan barang/ jasa yang dilarang melakukan


dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan
baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
8. Pelaku usaha dalam menawarkan barang/jasa melalui pesanan dilarang
untuk:
a.  Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaiaan
sesuai yang dijanjikan,
b. Tidak menepeti atas suatu pelayanan atau prestasi..

9. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:

17
a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan,
kegunaan dan harga barang/ tarif jasa serta ketepatan waktu
penerimaan barang/ jasa,
b. Mengelabui jaminan/ garansi terhadap barang/jasa, memuat
informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang/
jasa,
c. Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/ jasa,
d.  Mengeksploitasi kejadian/ seseorang tanpa izin yang berwenang
atau persetujuan yang bersangkutan.
e. Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan.

E. Regulasi Perlindungan Konsumen

Regulasi atau hukum peraturan perlindungan konsumen merupakan bagian


dari hukum konsumen yang lebih luas. Az. Nasution, misalnya berpendapat
bahwa hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat
mengatur dan juga mengatur sifat yang melindungi kepentingan konsumen.
Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-
kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu
sama lain berkaitan dengan barang dan/jasa konsumen, didalam pergaulan hidup.

Adapun menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang


perlindungan konsumen didalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa perlindungan
konsumen merupakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

Perlindungan hukum bagi konsumen merupakan sebuah perangkat hukum


yang diciptakan oleh lembaga pemerintah untuk dapat memberikan perlindungan
hukum dan jaminan kepastian hukum bagi para konsumen dari berbagai
permasalahan ataupun sengketa konsumen karena merasa dirugikan oleh pelaku
usaha. (Eli, 2015)

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Konsumen berasal dari bahasa asing (belanda inggris), consumen dan


consumer yang arti harfiahnya adalah pembeli. Pengertian lain dari konsumen

19
sangat luas , beragam dan sangat terkait erat dengan tujuan seseorang membeli
suatu produk sisanya sebagai terjemahan dari kata user dari kata bahasa inggris.
Pengertiam dari konsumen adalah pemakai, pemirsa, dan masih banyak lagi.

Perlindungan Konsumen adalah istilah yang dipakai untuk


menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan
konsumen itu sendiri. Dalam bidang hukum, istilah ini masih relatif baru
khususnya di Indonesia, sedangkan di Negara maju, hal ini mulai di bicarakan
bersamaan dengan berkembangnya industry dan teknologi. Perlindungan
konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan
keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Disamping itu perlindungan
konsumen diselenggarakan bersama berdasarkan lima asas yang sesuai dengan
pembangunan nasional.

Regulasi atau hukum peraturan perlindungan konsumen merupakan bagian


dari hukum konsumen yang lebih luas. Az. Nasution, misalnya berpendapat
bahwa hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat
mengatur dan juga mengatur sifat yang melindungi kepentingan konsumen. yang
bersangkutan.

B. Saran

Kami sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki
kekurangan yang jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah diatas.

DAFTAR PUSTAKA

H. Mulyadi Nasusastro, Perilaku Konsumen dalam Perspektif


Kewirausahaan (Bandung: Alfabeta, 2012) hlm. 24.
Bilson Simamura, Panduan Riset Perilaku Konsumen, (Jakarta: PT
Graedia Pustaka Utama, 2004) hlm. 1.

20
Ice Trissnawati, 2009 Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam
Perjanjian Juan Beli Dan Menggunakan Klausula Baku, Jurnal Ilmiah Hukum
Perdata. BW. Hlm. 28
Ice Trisnawati, 2009. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam
Perjanjian Jual Beli Dengan Menggunakan Klausula Baku, Jurnal Ilmiah Hukum
Perdata. BW. hlm.30
Ice Trisnawati, 2009. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam
Perjanjian Jual Beli Dengan Menggunakan Klasual Baku. Jurnal Ilmiah Hukum
Perdata. BW. hlm.31
Ice Trisnawati, 2009. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam
Perjanjian Jual Beli Dengan Menggunakan Klasual Baku. Jurnal Ilmiah Hukum
Perdata. BW. hlm.32
N.H.T. Siabian, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan
Tanggung Jawab Produk, (Jakarta: Panta Rei, 2005), hlm.22
Junaedi Abdullah, Aspek Hukum Dalam Islam, (Kudus: Nora Media
Enterprise, 2010), Cet.1. hlm.129-130
Ahmadi Miru dan Suratman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan
Konsumen, 2004, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, hlm.151

21

Anda mungkin juga menyukai