Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENYELESAIAN MASALAH DI LUAR PENGADILAN

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

DOSEN PENGAMPU :

Nova Mega Rukmana, S.ST., M.Kes

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. AINNUN NISA BALQIS 185130007


2. ASY SYIFA ZALSABILA 185130026
3. INDAH FEBRIANA 185130013
4. SEPTIANA WULANDARI 185130022

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

2020/2021

i
KATAPENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Bandar Lampung,   Juni


2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................ i

Kata Pengantar................................................................................................ ii

Daftar Isi.......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3Tujuan Penulisan.................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1Definisi perlindungan konsumen ........................................................ 3


2.2Proses penyelesaian sengketa konsumen ........................................... 4
2.3Asas dan tujuan perindungan konsumen .......................................... 5
2.4Hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha ............................. 6
2.5Bentuk-bentuk sengketa konsumen.................................................... 8
2.6Kendala dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa konsumen ...... 9

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpulan............................................................................................ 12
3.2Saran...................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pesatnya perkembangan perekonomian nasional telah menghasilkan variasi produk
barang dan/jasa yang dapat dikonsumsi. Bahkan dengan adanya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan ruang gerak transaksi
perdagangan barang dan/atau jasa hingga melintasi batas-batas suatu wilayah Negara.
Hal yang menarik dari berbagai transaksi tersebut adalah banyaknya persoalan yang
muncul terkait penggunaan produk hingga kemudian menimbulkan sengketa yang
harus diselesaikan oleh masing-masing pihak.

Penyelesaian sengketa konsumen tidak menutup kemungkinan dilakukan secara


damai oleh para pihak yang bersengketa. Maksud penyelesaian secara damai adalah
penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha
dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa
konsumen. Disamping terkait dengan sengketa yang di damaikan, dalam penyelesaian
sengketa terkadang membutuhkan objek tertentu untuk mencapai perdamaian,
misalnya dalam hal pemberian ganti rugi („iwadh) sesuai dengan bentuk-bentuk dan
jumlah kerugian yang dialaminya.

Berdasarkan pasal 49 ayat (1) Undang-undang Perlindungan Konsumen N0 8 Tahun


1999 yaitu ”Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di
Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan”. Badan
ini merupakan peradilan kecil (small claim court) yang melakukan persidangan
dengan menghasilkan keputusan secara cepat, sederhana, dan dengan biaya murah
sesuai dengan asas peradilan. Upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan sebagaimana dikehendaki undang-undang, merupakan pilihan yang tepat
untuk mengedepankan penyelesaian perdamaian yang dapat memuaskan kedua pihak.
Dikatakan cepat karena menurut pasal 55 Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang
iv
Perlindungan Konsumen ialah “Badan penyelesaian sngketa konsumen wajib
mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja
setelah gugatan diterima”.

BPSK merupakan suatu badan yang bertugas menangani dan menyelesaiakan


sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Lembaga yang bertugas menyelesaiakan
senketa konsumen di luar pengadilan yang selanjutnya disebut dengan BPSK,
merupakan badan publik yang menjalankan kekuasaan kehakiman yang bersifat
eksklusif di bidang perlindungan konsumen. BPSK disebut juga institusi non
struktural yang memiliki fungsi sebagai “institusi yang menyelesaikan permasalahan
konsumen diluar pengadilan secara murah, cepat dan sederhana”. Badan ini sangat
penting dibutuhkan di daerah dan kota di seluruh Indonesia. Anggota-anggotanya
terdiri dari perwakilan aparatur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha.

Dari sekian banyak cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, Undang-Undang


perlindungan konsumen hanya memperkenalkan tiga macam, yaitu: arbitrase,
konsiliasi dan mediasi yang merupakan bentuk atau cara penyelesaian sengketa yang
dibebankan menjadi tugas BPSK5 . Dengan cara-cara inilah BPSK menyelesaiakn
sengketa konsumen antara pelaku usaha dan konsumen.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian perlindungan konsumen?
2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa?
3. Apasaja asas dan tujuan perlindungan konsumen?
4. Apasaja hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha?
5. Bagaimana bentuk bentuk sengketa konsumen?
6. Apasaja Kendala yang Dialami oleh BPSK dalam Praktik Pelaksanaan
Penyelesaian Sengketa Konsumen?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah penyelesaian masalah di luar pengadilan.

v
2. Untuk menambah pengetahuan tentang materi mata kuliah penyelesaian
maslaah di luar pengadilam khususnya pada pembahasan materi tentang
penyelesaian sengketa konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi perlindungan konsumen


Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang semakin
meningkat telah memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada konsumen karena ada
beragam variasi produk barang dan jasa yang dikonsumsi. Terkait kondisi tersebut ada
banyak hal positif maupun negative yang bisa terjadi kepada konsumen. Untuk
mewujudkan pemberdayaan konsumen akan sulit jika mengharapkan kesadaran dari
produsen terlebih dahulu. Karena prinsip yang digunakan para pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan perekonomiannya adalah prinsip ekonomi, yaitu mendapatkan
keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Dengan
pemikiran umum seperti ini, sangat mungkin konsumen akan dirugikan, baik secara
langsung maupun tidak langsung, sehingga diperlukan seperangkat aturan hukum
untuk melindungi konsumen.

Menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) UUPK, perlindunagn konsumen adalah segala
upaya menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen. Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam pasal 1
ayat (1) UUPK tersebut cukup memadai.Kalimat yang menyatakan “segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk
meniadakan kesewenang-wenangan yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk
kepentingan perlindungan konsumen. Meskipun undang-undang ini disebut sebagai
Undang-undang Perlindungan Konsumen namun bukan berarti kepentingan pelaku
usaha tidak ikut menjadi perhatian, karena perekonomian nasional banyak ditentukan
oleh para pelaku usaha.

Dalam melindungi konsumen terdapat prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi


konsumen di Indonesia, yaitu:

vi
a. Perlindungan kesehatan/harta konsumen
Maksud adalah perlindungan terhadap manusia agar kesehatannya tidak
menurun/hartanya tidak berkurang sebagai akibat penggunaan produk.
b. Prinsip perlindungan atas barang dan harga
Perlindungan atas barang dan harga dimaksudkan sebagai perlindungan
konsumen dari penggunaan barang dengan kualitas di bawah standar atau
kualitas yang lebih rendah dari pada nilai harga yang dibayar.
c. Prinsip penyelesaian sengketa secara patut
Penyelesaian sengketa secara patut merupakan, harapan setiap orang yang
menghadapi sengketa dengan pihak lain, termasuk penyelesaian sengketa
secara patut atas sengketa yang timbul antara konsumen dan pelaku usaha.

2.2 Proses penyelesaian sengketa konsumen


Penyelesaian sengketa yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha,dapat
diselesaikan melalui jalur litigasi (melalui pengadilan) dan jalur nonlitigasi (tidak
melalui pengadilan).Penyelesaian, melalui lembaga litigasi dianggap kurang efisien
baik waktu, biaya, maupun tenaga,sehingga penyelesaian melalui lembaga non litigasi
banyak dipilih oleh masyarakat dalam menyelesaikan sengketa dimaksud. Meskipun
demikian pengadilan juga tetap akan menjadi muara terakhir bila di tingkat non
litigasi tidak menemui kesepakatan.

Sebagai lembaga yang berwenang menangani dan menyelesaikan sengketa antara


pelaku usaha dengan konsumen, BPSK dalam kewenangannya dapat menempuhnya
dengan cara mediasi, konsiliasi atau arbitrase. UU perlindungan konsumen tidak
mendefinisikan apa itu mediasi, konsiliasi atau arbitrase di bidang perlindungan
konsumen. Hal ini kemudian dijelaskan lebih jauh dalam Keputusan Menperindag No.
350 Tahun 2001 tentang Tugas dan Wewenang BPSK.

Dalam Kepmen tersebut, mediasi diartikan sebagai proses penyelesaian sengketa


konsumen di luar pengadilan dengan BPSK sebagai penasehat dan penyelesaiannya
diserahkan kepada para pihak. Proses konsiliasi mirip dengan mediasi. Bedanya,
dalam proses konsiliasi, BPSK hanya mempertemukan para pihak yang bersengketa.

vii
Sementara arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya
penyelesaian sengketa kepada BPSK.

Proses penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK Setiap konsumen yang merasa
dirugikan oleh pelaku usaha dapat mengadukan masalahnya kepada BPSK, baik
secara langsung maupun tidask langsung, diwakili kuasanya maupun oleh ahli
warisnya. Pengaduan yang disampaikan oleh kuasanya maupun oleh ahli
warisnya hanya dapat dilakukan apabila konsumen yang bersangkutan dalam keadaan
sakit, meninggal dunia, lanjut usia, belum dewasaatau warga negara asing.

Pengaduan dapat disampaikan secara lisan atau tulisan kepada  secretariat BPSK di
kota atau kabupaten tempat domisili konsumen atau di kota / kabupaten tersekat
dengan domisili konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK
diselenggarakan semata-mata untuk mencapai kesepakatan mengenai bantuk dan
besarnya ganti keerugian dan atau menganai tindakan terntentu untuk menjamin tidak
akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.

2.3 Asas dan tujuan perlindungan konsumen


2.3.1 Asas perlindungan dokumen
Berdasarkan pasal 2 UUPK disebutkan bahwa perlindungan konsumen
berasaskan manfaat, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian
hukum.34 Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamankan bahwa segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil.

viii
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
dan spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan
perlindungan kosumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

2.3.2 Tujuan perlindungan konsumen


Tujuan yang ingin dicapai dalam perlindungan konsumen dijabarkan dalam
Undang-undang Perlindungan Konsumen pasal 3 yaitu ;
1. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
2. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
3. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen. ntut hak-haknya sebagai konsumen.

2.4 Hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha


2.4.1 Hak dan kewajiban konsumen
A. Hak konsumen

ix
Sebagai pemakai barang dan/atau jasa, konsumen mempunyai sejumlah
hak dan kewajiban.Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting
agar setiap orang mampu bertindak sebagai konsumen yang kritis dan
mandiri.
Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen disebutkan, hak konsumen adalah:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

B. Kewajiban konsumen
Konsumen mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan nilai
tukar yang disepakati dengan pelaku usaha.Hal itu sudah menjadi biasa
dan dan sudah semestinya dalam suatu transkasi jual beli barang dan/atau
jasa.

2.4.2 hak dan kewajiban pelaku usaha


A. Hak pelaku usaha
x
Adapun hak pelaku usaha adalah:
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

B. Kewajiban pelaku usaha


Kewajiban pelaku usaha adalah:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai
dengan perjanjian.

2.5 Bentuk-bentuk sengketa konsumen


xi
Bentuk-bentu k sengketa konsumen dengan pelaku usaha antara lain:
1. Bersifat tertulis, hal ini diperlukan untuk memudahkan pembuktian, pengertian
tertulis disini , bukanlah dalam arti bentuk formalnya , meiainkan cukup tertulis
asal saja
a. Jelas siapa yang mengeluarkannya.
b. Jelas isi dan maksud tulisan tersebut yang menimbulkan hak dan kewajiban .
c. Jelas kepada siapa tulisan itu ditujukan.
2. Bersifat konkrit artinya objek berwujud tertentu atau dapat ditentukan.
3. Bersifat individual, aitinya tidak ditujukan untuk umum , tetapi ditujukan untuk
orang-orang atau badan hukum perdata tertentu, jadi tidak berupa suatu peraturan
umum.
4. Berifat formal artinya sudah defenitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat
hukum atas ketetapan saja tidak membutuhkan lagi persetujuan dari instansi
atasannya.

2.6 Kendala dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa konsumen


Kendala Yang Dihadapi Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam
Menyelesaikan Sengketa Konsumen yang pertama yaitu kendala kelembagaan dapat
ditinjau dari kompleksnya peran yang diberikan untuk badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen sehingga menimbulkan kendala pada tahap pelaksanaannya, dalam hal ini
dapat diuraikan mengenai peranyang diberikan kepada Badan Penyelesaian sengketa
konsumen yaitu :
1. Kendala Kelembagaan/Institusional.
Hambatan kelembagaan/institusional BPSK masih menjadi persoalan sangat
mendesak. Eksistensi BPSK yang hanya aktif di beberapa kota saja,
mengesankan hingga kini pemerintah (pusat dan daerah) belum serius
menanganiisu perlindungan konsumen. Sejumlah masalah yang bersifat
teoritis dari eksistensi BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen
belum semuanya teridentifikasi.
2. Kendala Pendanaan.
Biaya operasionaldibebankan kepadaAnggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, sehingga kurangnya dukungan dari Pemerintah Daerah, menyangkut
kesiapan alokasi dari dari APBDyang di beberapakota masih minim hal tersebut
mempengaruhi kinerja Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
xii
3. Kendala Sumber Daya Manusia.
Anggota BPSK terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu unsur pemerintah, unsur
konsumen dan unsur pelaku usaha. Keterwakilan unsur ini oleh undang-
undang dimaksudkan untuk menunjukan partisipasi masyarakat dalam
upaya perlindungan konsumen serta menunjuk kanbahwa perlindungan
konsumen menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat.
4. Kendala Peraturan.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang diharapkan dapat menjadi
senjata bagi pencarikeadilan, dalam implementasinyaternyatamasih sulit
dilakukan dan menghadapi berbagai kendala. Hal ini disebabkan
ketentuan hukumnya tidak sesuai sebagaimana diharapkan, yaitu untuk
penyelesaiansengketa konsumen secara cepat, sederhana, dengan biaya yang
murah.
5. Kurangya Sosialisasi Terhadap Masyarakat.
Rendahnya tingkat kesadaran konsumenakan hak-haknya disebabkan karena
kurangnya sosialisasi UUPK. Pada umumnya masyarakat konsumen belum
mengetahui dan faham mengenai eksistensi UUPK.Faktorlainyang ikut
menentukan rendahnya tingkat kesadaran hukum konsumen adalah budaya hukum
masyarakat Indonesia.
6. Kurangnya Pemahaman dari Badan Peradilan Terhadap Kebijakan
Perlindungan Konsumen.
Keberadaan BPSK belum sepenuhnya diakui dandiantisipasi oleh lembaga
peradilan, serta belum mengetahui bagaimana hubungan BPSK dengan
Pengadilan Negeri.

xiii
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dalam hal konsumen dirugikan oleh pelaku usaha, maka konsumen dapat
menggunakanhaknya untuk mendapatkan ganti kerugian, apabila keadaan barang atau
jasa yang dibelinyatidak sebagaimana mestinya. Apabila pelaku usaha tidak mau
bertanggung jawab memberikanganti rugi atas kerusakan dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan,
maka hal ini akan terjadi sengketa konsumen, yaitusengketa antara pelaku usaha
dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau
yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/ataumemanfaatkan jasa.

Untuk penyelesaian sengketa konsumen, UUPK sendiri membagi penyelesaian


konsumen manjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan
yangdapat dilakukan dengan dua cara yaitu, penyelesaian sengketa secara damai oleh
para pihaksendiri dan penyelesaian sengketa melalui lembaga yang berwenang, yaitu
sebagaimana diaturdalam pasal 49, yakni Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
atau BPSK denganmenggunakan mekanisme melalui konsiliasi, mediasi atau arbitrase
dan penyelesaian sengketamelalui pengadilan. Tatacara penyelesaian sengketa BPSK
diatur dalam UUPK jokepmenperindag no 350/MPP/12/2001 tentang pelaksanaan
tugas dan wewenang BPSK.

3.2 SARAN
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekuranga dan kesalahan, baik
dari segi penulian maupun dari segi penyusunan kalimatnya dan dari segi isi juga

xiv
masih perlu di tambahkan. Oleh karna itu, sangat di harapkan kepada pembaca
makalah ini agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 Nomor 23, Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata, R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2004, PT Pradnya Paramitha, Jakarta.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, L.N. Nomor
42 Tahun 1999.
3. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
4. Penyelesaian Sengketa Konsumen. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2006 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
5. Ali, Zainuddin. 2016. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika Barkatulah,
Abdul Halim. 2008.Hukum Perlindungan Konsumen. Banjarmasin: Penerbit Nusa
Media.
6. Gunawan Wijaya. 2005.Seri Bisnis Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT
Raja GrafindoPersada.
7. Husni Syawali & Neni Sri Imaniyati. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen.
Bandung:CV.Mandar Maju.Adi, Nugroho Susanti. 2008.
8. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala
Implementasinya. Jakarta : Kencana Group.
9. Nasution, AZ.2002. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta: Diadit
Media
10. Nugroho, Susanti Adi. 2011.Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari
Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya. Jakarta: Kencana

xv

Anda mungkin juga menyukai