Makalah
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum
Perlindungan Konsumen Fakultas Syariah dan Hukum Islam
Institusi Agama Islam Negeri (IAIN) Bone
Oleh :
KHARISMA UGI
(742342021072)
RAHMAT GUNAWAN
(742342021087)
Dosen Pengajar :
Nurfadhilah Rasyid,S.Pd., M.E.
Kelompok 9
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................ i
Kata Pengantar............................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan......................................................................................... 1
A...Latar Belakang...................................................................................... 1
B...Rumusan Masalah................................................................................. 2
C...Tujuan................................................................................................... 2
Bab II Pembahasan......................................................................................... 3
A...Kesimpulan........................................................................................... 13
B...Saran..................................................................................................... 13
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berbagai literatur ditemukan sekurang-kurangnya dua istilah
mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen, yaitu “hukum konsumen” dan
“hukum perlindungan konsumen”. Istilah “hukum konsumen” dan “hukum
perlindungan konsumen” sudah sangat sering terdengar. Namun, belum jelas
benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya. Juga, apakah kedua
“cabang” hukum itu identik.
Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum.
Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan
(pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum
perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan
ditarik batasnya.
Pengertian perlindungan konsumen menurut Az. Nasution dijelaskan
bahwa kedua istilah itu berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen
adalah bagian dari hukum konsumen. Hukum konsumen adalah keseluruhan asas-
asas dan kaidah-kaidah yang mnengatur hubungan dan masalah antara berbagai
pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen di dalam
pergaulan hidup.
Sedangkan hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai keseluruhan
asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen
dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa
konsumen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud perlindungan konsumen?
2. Bagaimana hak dan kewajiban pelaku usaha?
3. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha?
1
2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perlindungan konsumen.
2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban pelaku usaha.
3. Untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
terdapat kepentingan pihak konsumen dan salah satu bagian dari hukum
konsumen ini adalah aspek perlindungannya, misalnya berbagai cara
mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain.3
Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlin dungan konsumen” sudah
sangat sering terdengar. Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam
materi keduanya. Juga, apakah kedua “cabang” hukum atu identik.4
Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum.
Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberi perlindungan
(pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum
perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan
ditarik batasnya.5
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar
hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. dengan adanya dasar hukum yang
pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bias dilakukan dengan penuh
optimisme. Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa Perlindungan Konsumen
adalah segala upaya yang menjami adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen,
yang diperkuat melalui Undang-Undang khusus, member harapan agar pelaku
usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak
konsumen. Adapun tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan
perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat.
3
Az. Nasution., Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. h.67-68.
4
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Orasindo, 2000. H.9.
5
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika,
2008. H.13.
5
Hak dan kewajiban mereka tidak sama seperti yang tercantum dalam Pasal 4
dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, kedua Pasal tersebut hanya berlaku bagi konsumen akhir. Pada
prinsipnya kewajiban tersebut bermaksut agar konsumen sendiri dapat
memperoleh hasil yang optimum atas perlindungan dan atau kepastian hukum
baginya.
Mengenai hubungan antara pabrikan dengan distributor dan atau trailer
terdapat pada satu Pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen yang mengatur tentang distributor tersebut, yaitu
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen yang menyatakan sebagai berikut : “Ayat (1) Pelaku usaha yang
menjual barang dan atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab
atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen apabila : a) Pelaku
usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun
atas barang dan atau jasa tersebut. b) Pelaku usaha lain, di dalam transaksi
jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan atau jasa yang
dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan
komposisi.
Ayat (2) Pelaku usaha sebagaimana pada ayat (1) dibebaskan dari
tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen apabila
pelaku usaha lain yang membeli barang dan atau jasa yang menjual kembali
kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan atau jasa
tersebut”.
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen tersebut tidak lain bermaksud agar konsumen tetap terlindungi,
sehingga hubungan antara pelaku usaha pun patut diatur. Hal tersebut penting
artinya bagi konsumen seandainya dirugikan oleh pelaku usaha, karena Pasal
ini memberikan kepastian hukum bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban
memberikan ganti rugi kepada konsumen dan sebaliknya konsumen akan tetap
dapat mengajukan tuntutan kepada pelaku usaha walaupun sesungguhnya
yang telah melakukan perubahan pada barang yang diproduksi adalah pelaku
7
usaha lain (misalnya distributor atau trailer). Sebagai pelaku usaha haruslah
mengaju pada Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 1999 berisi tentang hak
pelaku usaha adalah sebagai berikut :
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikat tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hokum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang
diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
2. Kewajiban Pelaku Usaha
Didalam UUPK pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa; Pelaku usaha
adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum, maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Pelaku usaha dalam pasal 1 ayat 3 UUPK cukup luas karena mencakup
segala jenis dan bentuk badan usaha, dengan tidak memperhatikan sifat badan
hukumnya, sepanjang pelaku usaha tersebut menjalankan kegiatannya dala
bidang ekonomi di dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, Asas
Teritorial menjadi dasar dari Undang-Undang ini.
Batasan hak dan kewajiban pelaku usaha jelaslah mencerminkan
bahwa UUPK tidak hanya berusaha memberikan perlindungan kepada
konsumen, tetapi juga memberikan perlindungan kepada pelaku usaha yang
jujur dan beritikad baik sehingga mampu bersaing dengan sehat.
8
2) tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut;
3) tidak sesai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
4) tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam laberl, etiket atau keterangan barang,
dan/atau jasa tersebut;
5) tidak sesuai dengan mutu, tingkatan komposisi, proses pengolahan,
gaya metode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam
label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
6) tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam, label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
7) tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
8) tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagai pernyataan
“halal” yang dicantumkan dalam label;
9) tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
nama barang, ukuran berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku
usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut
ketentuan harus dipasang/dibuat;
10) tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
b. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang rusak, cacat, atau bekas,
dan tercemar tanpa memberi informasi secara lengkap dan benar atas
barang dimaksud.
c. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan
yang rusak, cacat, atau bekas, dan tercemar, dengan atau tanpa member
informasi secara lengkap dan benar.
10
d. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut secara wajib
menariknya dari peredaran.
Bila menyoroti ketentuan UUPK Pasal 8 tersebut jelas tertuang
mengenai ketentuan produk kadaluwarsa maupun produk yang cacat produksi,
hal ini berkenaan dengan kelayakan produk. Hanya produk yang memenuhi
syarat dan ketentuan lah yang boleh di pasarkan. barang yang kadaluwarsa
sangat berbahaya bila dikonsumsi oleh konsumen maka diperlukan informasi
yang jelas mengenai pencantuman tanggal kadaluwarsa suatu produk dalam
hal ini adalah makanan, pelaku usaha harus mencantumkan tanggal
kadaluwarsa pada produknya, dan tidak sembarangan mencantumkan saja
melainkan juga harus jelas penulisannya sehingga konsumen dapat
membacanya.
Perlindungan konsumen diwujudkan dengan diaturnya perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha hal ini dilakukan untuk memberikan perlindungan
terhadap kesehatan, kenyamanan, keamanan baik bagi diri konsumen maupun
harta bendanya agar seasai harga yang dibayarnya terhadap suatu produk
dengan produk itu sendiri.
Barbagai istilah diperkenalkan pengusaha untuk menginformasikan
adanya penurunan harga. Seperti, diskon 50 persen, cuci gudang, off 50 persen
dan lain-lain. Artinya dengan standar tarif, konsumen punya akses untuk
mengetahui harga/tariff dasar suatu produk/jasa. Jadi jika ada diskon,
konsumen dapat menilai adanya potongan harga atau tidak.
Pengawasan dan kualitas/mutu barang sangat penting, WTO telah
mencapai persetujuan tentang Hambatan Teknis dalam Perdagangan yang
mengikat Negara yang menandatanganinya, untuk menjamin bahwa agar bila
suatu perintah atau instansi lain menentukan aturan teknis atau standard teknis
untuk keperluan keselamatan umum, kesehatan, perlindungan terhadap
konsumen, dan pengujian serta sertifikasi yang dikeluarkan tidak
menimbulkan rintangan yang tidak diperlukan terhadap perdagangan
internasional. Sedangkan untuk mengkaji kemungkinan risiko, elemen terkait
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
Az. Nasution., Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.