Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
NIM : 6120122012
Bandung, 2023
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi dan melengkapi tugas mata kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi.
Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah
memberi bimbingan berupa materi, dan kepada orang tua, teman-teman yang telah
memberi saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
BAB I .................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN .................................................................................................. 6
2
F. Klausula Baku dalam Perjanjian .............................................................. 18
H. Sanksi ..................................................................................................... 21
BAB III.............................................................................................................. 23
PENUTUPAN .................................................................................................... 23
A. Kesimpulan ............................................................................................. 23
B. Saran ....................................................................................................... 23
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan
konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir
dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang
menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk
lainnya. Oleh karena itu, pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir.
Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dengan demikian, pelaku usaha yang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka secara umum dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian dari Pelindungan Konsumen?
2. Bagaiman Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen?
3. Bagaimana Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas didapat tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui maksud dari perlindungan konsumen
1
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 159
4
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana asas dan tujuan dari
perlindungan konsumen
3. Untuk mengetahui dan memahami hak dan kewajiban konsumen dan pelaku
usaha
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penjelasan Umum Perlindungan Konsumen
Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,
konsumen setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.2
Didalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen dan
konsumen antara. Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hokum Negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 3
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan
khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah
menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.
Disamping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh
kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang
gerak arus transaksi barang dan /atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu
negara, sehingga barang dan jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar
negeri maupun produksi dalam negeri. 4
Konsumen membutuhkan produksi barang atau jasa sesuai dengan
keperluan sehari-hari. Masyarakat yang memproduksi barang dan jasa perlu
memerhatikan kebutuhan-kebutuhan konsumen yang mengonsumsi.
Sehubungan dengan konsumsi John M Keynes berpendapat, “ He argued that
proper role of a national government is to make up for private
2
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 159
3
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 159
4
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hlm. 229
6
undercomsumption by undertaking its own spending on final goods and services
and by reducing taxes to stimulate increased private spending.”5
Jumlah penduduk yang semakin meningkat memberikan dorongan pada
peningkatan konsusmsi. Kebutuhan konsumsi masyarakat berpenduduk
banyak, membutuhkan pelayanan yang bervariasi. Konsumsi yang bervariasi
memudahkan produsen dalam memenuhi salah satu jenis konsumsi yang
dibutuhkan masyarakat. Anggota masyarakat pedesaan maupun perkotaan
mempunyai kekhusussan prosuksi yang dibutuhkan untuk konsumsi dirinya dan
konsumen. Masyarakat yang memiliki pengetahuan ilmu konsumsi diharapkan
mampu memproduksi barang atau jasa untuk di konsumsi sendiri maupun
konsumen.6
Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi
konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang
diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk
memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan
dan kemampuan konsumen. 7
Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan
kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen
berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk
meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat
promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan
konsumen.8
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat
kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan
oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang
5
John M Keynes, The General Theory of Employment, Interest, and Money, (New York: Harcourt,
Brace, and Co, 1936), hlm. 87
6
Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan, ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 45
7
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian ,
hlm.
229
8
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian ,
hlm.
229
7
Perlindunga Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi
Pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk
melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan
konsumen.9
Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan
kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha
adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal
seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan
konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung. 10
Konsumen menurut Undang-Undang adalah setiap pemakai dan atau
pengguna barang dan jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk
kepentingan pihak lain. Dalam hal ini, Undang-Undang hanya menekankan
pada sifat penggunaan dan pemakaian barang atau jasa tersebut, dengan tidak
membedakan untuk kepentingan siapa barang atau jasa tersebut dipakai atau
dipergunakan.11
Di samping itu, undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini
dalam pelaksanaanya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha
kecil dan menengah. Hal itu dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan
sanksi atas pelanggarannya. 12
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan
merupakan awal dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen,
sebab sampai pada terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan
Konsumen ini telah ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi
kepentingan konsumen, seperti :13
9
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
hlm. 229
10
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
hlm. 229
11
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli, (Jakarta: PT Grafindo
Persada, 1999 ), hlm. 12
12
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
hlm. 230
13
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
hlm. 230
8
1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang
barang, menjadi undang-undang ;
2) Undang-undang Nomor 2 tahun 1966 tentang Hygiene
3) Undang-undang Nomor 5 tahun 1975 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
di daerah
4) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal
5) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
6) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang perindustrian
7) Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan
8) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri
9) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tenatang Kesehatan
10) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Aggrement Establishing The
World Trade Organizatioan ( Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia )
11) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
12) Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
13) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
14) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1987
15) Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan AtasUndang-
undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten
16) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek
17) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
18) Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran
19) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan
9
20) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan14
14
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
hlm. 231
16
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
hlm. 233
10
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.
5) Asas kepastian hukum, dimasudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum. 17
Perlindungan konsumen bertujuan: 18
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan
dari akses negatif pemakaian barang dan.atau jasa
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen
d. Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentinganya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan
dan keselamatan konsumen.19
17
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
hlm.234
18
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
hlm. 234
19
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
hlm. 234
20
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 161
11
1. Hak Konsumen
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa
d. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunkan
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan konsumen dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsmen secara patut
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
g. Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif
h. Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak semana mestinya
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.21
2. Kewajiban Konsumen
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan
dan keselamatan
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa
c. Membayar seusai dengan nilai tukar yang disepakati
21
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 161
12
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut. 22
22
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 162
13
d. Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutut barang dan.atau
jasa yang berlaku
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi
atas barang yang dibuat atau diperdagangkan
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau pengganti atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan
g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
14
e. Tidak seusai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolaan,
gaya, mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam
label atau keterangan barang dan jasa tersebut.
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan jasa tersebut.
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
dinyatakan “Halal” yang dicantumkan dalam label
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku
usaha serta keterangan lain untuk penggunaan menurut ketentuan
harus dipasang/dibuat
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan prundang-undangan
yang berlaku.
Selain itu, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang
rusak, cacat, atau bekas, dan tercemar tanpa informasi secara lengkap dan
benar atasa barang yang dimaksud.
Sementara itu, pelaku usaha yang melakukan pelanggaran atas
larangan diatas, dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut
serta wajib menariknya dari peredaran.
15
c. Barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja
atau aksesoris tertentu.
d. Barang atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan atau afiliasi
e. Barang atau jasa tersebut tersedia
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan jasa lain
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak
berbahaya, tidak mengandung resiko, atau efek sampingan tanpa
keterangan yang lengkap
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Dengan demikian, pelaku usaha dalam menawarkan barang atau
jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak
benar atau menyesatkan, misalnya:
a. Harga atau tarif suatau barang atau jasa
b. Kegunaan suatu barang atau jasa
c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
atau jasa
d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan
e. Bahaya penggunaan barang atau jasa
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa, dilarang
melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang daoat
menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Sementara itu, pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa
melalui pesanan dilarang, misalnya :
a. Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian
sesuai dengan yang dijanjikan
16
b. Tidak menepati janji atau suatu pelayanan atau prestasi
17
F. Klausula Baku dalam Perjanjian
Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha
dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen atau
perjanjian antara lain:
1) Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha
2) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen
3) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang
yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli konsumen
4) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindak
sepihak yang berkaitan dengan barang yang diberi konsumen secara
angsuran
5) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen
6) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa
7) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya
8) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen seara anggsuran.
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klasula baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti. Setiap klasula baku yang telah ditetapkan
oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memeuhi ketentuan
sebagaimana telah dinayatakan batal demi hukum. Oleh karena itu, pelaku usaha
wajib menyesuaikan klasula baku yang bertentangan dengan undang-undang.
18
G. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang
dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung gugat produk timbul dikarenakan
kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “produk yang cacat”, bisa
dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan / jaminan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan
hukum. 23
Di dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 diatur Pasal 19 sampai
dengan Pasal 28. Dalam Pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku
usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi
ganti rugi kerugian atau kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian
konsumen.24
Bentuk kerugian konsumen dengan ganti rugi berupa pengembalian
uang, penggantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, perawatan
kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. 25
Sementara itu, Pasal 20 dan 21 mengatur beban dan tanggung jawab
pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan
pembuktian, sedangkan Pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada
tidakya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam
Pasal 19. 26
Dengan demikian, peradilan pidana kasus konsumen menganut sistem
beban pembuktian terbalik. Jika pelaku usaha menolak atau tidak meberi
tanggapan dan tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen maka
23
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 168
24
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 168
25
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 168
26
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 168
19
menurut Pasal 23 dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen atau mengajukan ke badan peradilan ditempat kedudukan
konsumen.27
Pelaku usaha yang menjual barang atau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen
apabila:28
1) Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan
apapun atas barang atau jasa tersebut.
2) Pelaku usaha lain di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak
sesuai dengan contoh mutu dan komposisi.
Pelaku usaha sebagaimana dimaksdu pada ayat (1) dibebaskan dari
tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi atau gugatan konsumen apabila pelaku
usaha lain yang membeli barang atau jasa menjual kembali kepada konsumen
dengan melakukan perubahan atas barang atau jasa tersebut.29
Di dalam Pasal 27 disebutkan hal-hal yang membebaskan pelaku usaha
dari tanggung jawab atas kerugian yang di derita konsumen, apabila: 30
1) Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak
dimaksudkan untuk diedarkan.
2) Cacat barang timbul pada kemudian hari.
Cacat timbul di kemudian hari adalah seduah tanggal yang mendapat
jaminan dari pelaku usaha sebagaimana diperjanjikan, baik tertulis
maupun lisan.
3) Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang.
Yang dimaksud dengan kualifikasi barang adalah ketentuan standardisasi
yang telah ditetapkan pemerintah berdassrkan kesepakatan semua pihak.
27
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 169
28
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
hlm. 243
29
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
hlm. 243
30
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 169
20
a. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen.
b. Lewatnya jangka waktu penentuan 4 tahun sejak barang dibeli atau
lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan. Jangka waktu yang
diperjanjikan itu adalah garansi. 31
H. Sanksi
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999,
yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi
administratif dan sanksi pidana. 32
1. Sanksi Administratif
a. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berwenang menjatuhkan
sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, pasal 25, dan Pasal 26.
b. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
2. Sanksi Pidana
a. Pelaku usaha yang menlanggar ketentuan sebagaimana dimaksud di
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17
ayat (1) dan Pasal 18 di pidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah)
b. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimkasud dalam
Pasal 11, pasal 12, Pasal 13 yat (1), pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17
ayat (1) di pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana dena paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).33
31
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm.
244
32
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 169
33
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm.
244
21
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 62,
dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa: 34
1) Perampasan barang tertentu
2) Pengumuman keputusan hakim
3) Pembayaran ganti rugi
4) Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbilnya
kerugian konsumen
5) Kewajiban penarikan barang dari peredaran
6) Pencabutan izin usaha.
34
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 2,
hlm.244
22
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,
konsumen setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
2. Asas Manfaat, memberikan kesempatan kepada konsumen dalam
memperoleh hakya. Asas Keseimbangan, memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen. Asas Keamanan Dan Keselamatan
Konsumen, untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, Asas Kepastian Hukum, yaknik
pelaku dan maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan.
3. Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999, yang
tertulis dalam pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi
administratif dan sanksi pidana.
B. Saran
Perlu disadari bahwa hukum perlindungan konsumen ini melibatkan
keseimbangan dalam ekonomi suatu negara. Berhubungan dengan
kesejahteraan masyarakat selaku pelaku konsumen yang mempunyai hak
untuk mendapatkan hukum agar terjaminnya masyarakat.
23
DAFTAR PUSTAKA
Kansil, Christine S. T. 2001. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam
Ekonomi) Bagian 2. Jakarta: PT Pradnya Paramita
Keynes, John. 1936. The General Theory of Employment, Interest, and Money. New
York: Harcourt, Brace, and Co
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad. 1999. Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli,
Jakarta: PT Grafindo Pers
24
25