Anda di halaman 1dari 17

1

MAKALAH

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

OLEH:
KELOMPOK 3
NAMA :

1.ISMAIL
2.AHMAD ALIEF ABDILLAH
3.SARI BUNGA
4.INDRIANI

STIEM BONGAYA MAKASSAR


2023
2

KATA PENGANTAR

Pertama -tama kami panjatkan puja & puji syukur atas rahmat & ridha Allah SWT.
Karena tanpa rahmat & ridohnya, kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan selesai dengan tepat waktu.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang selalu setia
dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini. Dalam makalah
ini kami menjelaskan tentang hukum perlindungan konsumen.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami
ketahui. Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen.
Demi tercapainya makalah yang sempurna.
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….……………..2

BAB 1 ……………………………………………………………………………………………………………..

1.1 LAHIRNYA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN (PK)……………………….………4


1.2 ASAS DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN……………….………………….….7
1.3 PENGERTIAN KONSUMEN DAN PRODUSEN………………………………………….…….8
1.4 PERKEMBANGaN PERLINDUNGAN KONSUMEN………………………………..……..8
1.5 HUBUNGAN HUKUM ANTARA KONSUMEN DAN PRODUSEN…………………….10
1. OLA SALURAN DISTRIBUSI……………………………………………………………………..11
2. Tahap transaksi antara produsen dan konsumen…………………………………..12

1.6 HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PRODUSEN……………………..…………12


1.7 RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN KONSUMEN…………………………..…………….13
1.8 RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN KONSUMEN…………………………………….…..14
1.9 LEMBAGA KONSUMEN………………………………………………………………………………15

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………..16


2.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………..17

a. pembinaan yang dilakukan oleh pemerinta

BAB 1
4

I.1 LAHIRNYA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN (PK)


Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang hukum yang bercorak
Universal. Sebagian besar perangkatnya diwarnai hukum asing, namun kalau dilihat
dari hukum positif yang sudah ada di Indonesia ternyata dasar-dasar yang
menopang sudah ada sejak dulu termasuk hukum adat. Fokus gerakan perlindungan
konsumen (konsumerisme) dewasa ini sebenarnya masih pararel dengan gerakan-
gerakan pertengahan abad ke-20.
Perkembangan ekonomi yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis
barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Barang dan/atau jasa tersebut pada
umumnya merupakan barang dan/atau jasa yang sejenis maupun yang bersifat
komplementer satu terhadap yang lainnya. Bervariasinya produk yang semakin
luasnya dan dengan dukungan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, jelas
terjadi perluasan ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa yang ditawarkan
secara variatif, baik yang berasal dari produksi domestik maupun yang berasal dari
luar negeri.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang secara populer dipandang
sebagai perintis advokasi konsumen di Indonesia berdiri pada kurun waktu itu, yakni
11 Mei 1973. Gerakan di Indonesia ini cukup responsive terhadap keadaan, bahkan
mendahului Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) No. 2111 Tahun
1978 Tentang Perlindungan Konsumen. Setelah YLKI kemudian muncul organisasi-
organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen
(LP2K) di Semarang tahun 1985, Yayasan Bina Lembaga Konsumen Indonesia
(YBLKI) di Bandung dan beberapa perwakilan di berbagai propinsi tanah air.
Keberadaan YLKI sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran akan hak-
hak konsumen karena lembaga ini tidak hanya sekedar melakukan penelitian atau
pengujian, penerbitan dan menerima pengaduan, tapi juga sekaligus mengadakan
upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan.
YLKI bersama dengan BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional)
membentuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Namun
Rancangan Undang-Undang ini ternyata belum dapat memberi hasil, sebab
pemerintah mengkhawatirkan bahwa dengan
5

lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan menghambat laju pertumbuhan


ekonomi. Pada awal tahun 1990-an, kembali diusahakan lahirnya Undang-undang yang
mengatur mengenai perlindungan konsumen. Salah satu ciri pada masa ini adalah
pemerintah dalam hal ini Departemen Perdagangan sudah memiliki kesadaran tentang arti
penting adanya Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Hal ini diwujudkan dalam dua naskah Rancangan Undang-undang Perlindungan
Konsumen, yaitu yang pertama adalah hasil kerjasama dengan fakultas Hukum Universitas
Gajah Mada dan yang kedua adalah hasil kerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas
Indonesia. Tetapi hasilnya sama saja, kedua naskah Rancangan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen tersebut tidak dibahas di DPR.
Pada akhir tahun 1990-an, Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak hanya
diperjuangkan oleh lembaga konsumen dan Departemen Perdagangan, tetapi adanya
tekanan di lembaga keuangan internasional (IMF/International Monetary Fund).
Berdasarkan desakan dari IMF itulah akhirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen
dapat dibentuk. Keberadaan Undang-undang Perlindungan Konsumen merupakan simbol
kebangkitan hak-hak sipil masyarakat, sebab hak konsumen pada dasarnya juga adalah hak-
hak sipil masyarakat. Undang-undang Perlindungan Konsumen juga merupakan penjabaran
lebih detail dari hak asasi manusia, khususnya hak ekonomi.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mulai berlaku
sejak tanggal 20 April 2000. Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini, walaupun judulnya
mengenai perlindungan konsumen tetepi materinya lebih banyak membahas mengenai
pelaku usaha dengan tujuan melindungi konsumen. Hal ini disebabkan pada umumnya
kerugian yang diderita oleh konsumen merupakan akibat perilaku dari pelaku usaha,
sehingga perlu diatur agar tidak merugikan konsumen.
Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen merupakan dua bidang
hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasannya. Az Nasution berpendapat bahwa
,”Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat
asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi
kepentingan konsumen”. Sedangkan “Hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-
6

asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak
atau satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa di dalam pergaulan hidup.
Awal terbentuknya Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen yang disepakati oleh DPR pada (tanggal 30 Maret 1999) dan disahkan Presiden RI
pada tanggal 20 April 1999 (LN No. 42 Tahun 1999). Berbagai usaha dengan memakan
waktu, tenaga dan pikiran yang banyak telah dijalankan berbagai pihak yang berkait dengan
pembentukan hukum dan perlindungan konsumen. Baik dari kalangan pemerintah, lembaga-
lembaga swadaya masyarakat. YLKI, bersama-sama dengan perguruan-perguruan tinggi
yang merasa terpanggil untuk mewujudkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini.
Berbagai kegiatan tersebut berbentuk pembahasan ilmiah/non ilmiah, seminar-seminar,
penyusunan naskah-naskah penelitian, pengkajian naskah akademik Rancangan Undang-
Undang (Perlindungan Konsumen).
Kegiatan yang dibahas dalam acara pertemuan tersebut ,yakni:
1. pembahasan masalah Perlindungan Konsumen (dari sudut ekonomi oleh Bakir Hasan
dan dari sudut hukum oleh Az. Nasution) dalam Seminar Kelima Pusat Study Hukum
Dagang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (tanggal 15-16 Desember 1975) sampai
dengan penyelesaian akhir Undang-Undang ini pada tanggal20April1999.
2. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman RI, Penelitian tentang
Perlindungan Konsumen di Indonesia (tahun 1979-1980).
3. BPHN – Departemen Kehakiman, Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan
tentang Perlindungan Konsumen (tahun 1980-1981)
4. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Perlindunga Konsumen Indonesia, suatu
sumbangan pemikiran tentang rancangan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen(tahun1981).
5. Departemen Perdagangan RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, RUU tentang Perlidungan Konsumen (tahun 1997).
6. DPR RI, RUU Usul Inisiatif DPR tentang Undang-Undang Perlindunga Konsumen
(tahun1998).
7

1,2 ASAS DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN


Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1999 menjelakan bahwa Perlindungan
Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan
konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan
kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan
konsumen adalah:
1.10 Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri;
1.11 Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
1.12 Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen;
1.13 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
1.14 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
1.15 Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1. Asas manfaat. Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha.
Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya.
Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2. Asas keadilan. Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur
mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini
8

konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya
secara seimbang.
3. Asas keseimbangan. Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen,
pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang
lebih dilindungi.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen. Diharapkan penerapan UU PK akan
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hokum. Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen,
serta negara menjamin kepastian hukum.
1.16 PENGERTIAN KONSUMEN DAN
PRODUSEN Pengertian Konsumen :
Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Anda tentu memahami bahwa tidak semua barang setelah melalui proses produksi
akan langsung sampai ke tangan pengguna. Terjadi beberapa kali pengalihan agar suatu
barang dapat tiba di tangan konsumen. Biasanya jalur yang dilalui oleh suatu barang adalah:
Produsen – Distributor – Agen – Pengecer – Pengguna
Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konsumen, yakni :
 konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan
pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk
diperdagangkan Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir.
 Yang dimaksud di dalam UU PK sebagai konsumen adalah konsumen akhir. Karena
konsumen akhir memperoleh barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali,
melainkan untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain
dan makhluk hidup lain.
9

Pengertian Produsen
Produsen adalah setiap orang yang menciptakan atau membuat suatu barang
ataupun jasa untuk dijual kembali sehingga memperoleh keuntungan.
2 PERKEMBANGaN PERLINDUNGAN KONSUMEN
TAHUN 1962 Presiden Amerika Jhon F. Kennedy, menyampaikan pesan dalam
Konggres bahwa ada : 2/3 uang yg dipergunakan dalam kehidupan ekonomi berasal dari
konsumen, disisi lain konsumen banyak dirugikan karena suatu produk barang/ jasa yang
kosumsinya, jarang mendapat kompensasi secara layak, hal tsb memuat ketidakseimbangan
antara konsumen dan pelaku usaha bila dikatkan dengan “hak dan kewajiban“ masing-
masing yang timpang .
Maka untuk perhatian masalah ini : sidang umum PBB, pada sidang ke ; 106 tangal 9
April 1985 tentang Perlindungan Konsumen (resolusi 39/248) telah menegaskan 6
kepentingan konsumen yaitu :
 Perlindungan terhadap bahaya kesehatan & keamanan
 Promosi & perlindungan kepentingan konsumen
 Informasi yang cukup terhadap produk
 Pendidikan konsumen
 Cara-cara ganti rugi yang efektif
 Kebebasan membentuk organisasi konsumen
The Economic Law and Improved System Project (ELIPS), yang mengemukan 9
materi rumusan hukum perlindungan konsumen;
 Ketidakteraan dalam posisi tawar menawar
 Kebebasan berkontrak
 Persyarata untuk memberi informasi
 Perilaku penjual yang salah dalam perdagangan
 Peraturan mutu produk, garansi, keamanan
 Akses terhadap kredit
 Batas mengakiri jaminan
 Harga
10

Sebelum berlakunya UUPK ada beberapa Per-UU-an yang berlaku :


 KUHPerdata/BW, KUHDagang, dlm UU tidak mengenal istilah konsumen tetapi :
pembeli, penyewa, teranggung, penumpang, dan tidak membedakan apa konsumen
akhir atau antara
 UU No. 10 tahun 1961 : Pengganti UU No. 1 tahun 1961 tentang Barang yang
diperdagangkan di Indonesia .
 UU No. 9 tahun 1964 tentang Standar Industri untuk meningkatkan mutu dan hasil
industri di Indonesia.
 Kemenperindag no. 81/M/K/SK/2/1974 tentang pengesahan standar cara-cara analisis
dan syarat-syarat mutu bahan baku dan hasil industri .
3 HUBUNGAN HUKUM ANTARA KONSUMEN DAN PRODUSEN
3.1POLA SALURAN DISTRIBUSI
Umumnya produk sampai ke konsumen melalui tahap yang panjang mulai dari :
produsen pembuat (pabrik),distributor, pengecer, hingga konsumen. Semua pihak yg terkait
dlm pembuatan suatu produk sampai ke konsumen disebut “produsen“
Pola distribusi yang dikenal dalam Ilmu manajement dapat digambarkan :
1. Produsen - konsumen;
2. Produsen- pengecer- konsumen;
3. Produsen- pedagang besar –pengecer- konsumen;
4. Produsen – agen- pedagang besar- pengecer- konsumen;
5. Produsen- agen- pengecer- konsumen
2 (dua) golongan konsumen , dilihat dari cara memperoleh produk :
A. Konsumen yang memperoleh produk dengan cara membeli ke produsen, yang berarti
konsumen terikat hubungan kontraktual (perjanjian ), misal : jual beli, sewa menyewa,
perjanjian kredit;
B. Konsumen yang tidak membeli, tapi memperoleh dengan cara lain, yang berarti
konsumen tidak terikat hubungan kontraktual (perjanjian )
11

Pembedaan ini penting krn untuk mengetahui hak dan kewajiban hukum para pihak
sekaligus untuk menentukan pertanggungjawabkan hukumnya, sebab pertanggungjawaban
lahir dari hubungan hukum;
Konsumen yg memiliki kontraktual dapat dilindungi kepentingannya berdasar isi
kontrak tetapi tidak demikian konsumen yg tidak terikat kontraktual dg produsen
Tahap transaksi antara produsen dan konsumen
1. Tahap Pratransaksi. Tahap sebelum adanya perjanjian konsumen yaitu peristiwa yg
terjadi sebelum konsumen memutuskan membeli/memakai peroduk. Konsumen berhak
untuk mengetahui : harga, komposisi, kegunaan,keunggulan, dibanding produklain baik
dari produsen, brosur, iklan, dll. Meski belum masuk tahap transaksi, tahap ini penting
krn dpt mempengaruhi keabsahan dari tahapan transaksi berikutnya.
2. Tahap transaksi (yang sesungguhnya). Setelah mendapat informasi yang cukup
konsumen mengambil keputusan membeli atau tidak, menentukan pilihannya, dan pada
saat inilah lahirlah “ perjanjian “, kesepakatan lahir karena penawaran timbulah
pernyataan kehendak. Dasar hukum Pasal 1320 KUHPerdatan. Dlm tahap ini konsumen
dibiasakan menerima tanda bukti pembelian berupa secarik kertas mengenai barang
dan harganya, hal tersebut sebagai bukti apabila ada perselisihan dikemudian hari.
3. Tahap purna transaksi: Transaksi yg dibuat antara pembeli dan penjual tentunya masih
harus direalisasikan yaitu dilakukan pemenuhan hak dan kewajiban antara keduanya
sesuai dg isi perjanjian, misal : kompensasi kalau produk cacat, garansi, hak-hak
konsumen, kegunaan produk, dll
Hal yang potensia melahirkan konflik yaitu:
1. Produk tidak cocok dg kegunaan/manfaat yg diharapkan konsumen atau mengandung
cacat tersembunyi;
2. Produk menimbulkan gangguan kesehatan, keamanan, dan keselamatan konsumen;
3. Kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan biasanya timbul karena
faktor monopoli atau pemalsuan produk.
12

4 HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PRODUSEN


4.1 Hak konsumen. Secara umum dan telah diakui oleh organisasi Internasional ada empat hak
dasar konsumen, yaitu : Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);
4.2 Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);
4.3 Hak untuk memilih (the right to choose);
4.4 Hak untuk di dengar (the right to be heard).
Sedangkan dalam pasal 4 UUPK , yaitu :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/
jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/ jasa serta mendapatkan barang dan/ jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Hak atas informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ jasa.
3. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ jasa yang digunakann.
4. Hak untuk mendpaatkan advokasi, perlindunga, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
5. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
6. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
7. Hak untuk mendapatkan dispensasi, ganti rugi dan/ penggantian, jika barang dan/ jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
8. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain.
Kewajiaban dari konsumen ;
a) Membaca, petunjuk & prosedur pemakaian;
b) Beritikat baik dalam transaksi;
c) Membayar sesuai nilai tukar;
d) Mengikuti penyelesain sengketa perlindungan konsumen;
e) Meskin hak dan kewajiban konsumen ini telah disebut kan dengan jelas tetapi
kenyataaanya konsumen masih bayak yang belum mengetahui tentang hak dan
kewajibannya
13

f) Mengikuti uapaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;


g) Biasa konsumen menyampaikan keluhan pada produsen, dan jika gagal biasanya
menghentikan proses tersebut,, sangat jarang konsumen menuntu secara hukum.
Kedudukan konsumen
1. Let the buyer beware (ceveat emptor)
asas ini berasumsi, pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang
sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen.
2. The due care theory
pelaku usaha mempunya kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan produk,
baik barang maupun jasa selama berhati-hati dengan produknya ia tak dapat
dipersalahkan dan tidak dapat menyalahkan pelaku usaha. Seperti yang tercantu dalam
pasal 1865 BW bahwa seseorang yang mendalilkan sesuatu diwajibkan membuktikan
adanya hak atau peristiwa tersebut.
3. The privity of contract
pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru
dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual.
Hak-Hak Produsen
1) Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi, cara,
dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan dengan konsumen;
2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beretikad
tidak baik;
3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
4) Hak untuk rehabilitasi nama baim apabila terbukti secra hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barnag atau jasa yang diperdagangakan.
Tanggung Jawab Produsen
Produsen bertanggung jawab member ganti rugi kepada konsumen apabila didalam
proses transaksi jual beli, konsumen tidak mengetahiu adanya perubahan barang atau
14

jasa yang dilakukan oleh produsen atau barang dan jasa tersebut tidak sesuai dengan
contoh, mutu, dan komposisi yang semestinya.
Kewajiban Produsen
1) Beretikad baik dalam kegiatan usahanya;
2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
atau jasa serta memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
4) Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu dan jasa yang berlaku;
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang dan jasa
yang dibuat atau diperdagangkan;
6) Memberi kompensasi, ganti rugi, atau pengganti atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan;
7) Memberi kompensasi ganti rugi atau penggunaan bila barang atau jasa yang diterima
atau dimanfaatkan tidak sesuia dengan perjanjian.
5 RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pengertian Perlindungan Konsumen termaktub dlm Pasal 1 angka 1 UUPK : segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindngan kpd
konsumen
Dengan cara :
 meningkatkan harkat & martabat konsumen,
 membuka akses informasi barang/jasa &
 menumbuhkan sikap pelaku usaha yang jujur & bertanggung jawab
Tujuan yg ingin dicapai dlm perlindungan konsumen ada 3 :
 Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang/jasa & menuntu hak-
haknya;
 Menciptakpkan sistim perindungan konsumen yang mengandung kepastian hukum,
keterbukaan informasi, & akses untuk mendapatkan informasi;
15

 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha pentingnya perlindungan konsumen sehingga


tumbuh sika jujur dan bertanggung jawab
6 LEMBAGA KONSUMEN
PASAL 44 UUPK- Pemerintah mengakui LPKSM (lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat), yang mememenuhi syarat.
- LPKSM memiliki kesempatan berperan aktif dalam perlindungan konsumen;
- Tugas LPKSM : menyebar informasi barang/jasa, meningkatkan kesadaran, kehati-hatian,
nasihat, bekerja sama dg isntansi terkait, menerima keluan/pengaduan, pengawasan
bersama pemerintah dlm perlindungan konsumen.
LPKSM
a. Lembaga non pemerintah, bersifat independent, harus didaftarkan dan mendapat
pengakuan pemerintah dan tugas-tugas diatur oleh peraturan pemerintah, memberi
kesan lembaga “ plat merah“;
b. Timbul kesan LPKSM ini lembaga “ plat merah “ diatur oleh PP No. 59 tahun 2001 tentang
LPKSM;
c. Terdaftar di Kabupaten/Kota.
LPKSM :
Merupakan lembaga arus bahwa yang kuat dan tersosialisasi secara luas di
masyarakat dan representatif menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen dan
sebelum ada aturannya di perankan oleh “ YLKI : yayasan lembaga konsumen Indonesia;
BPKN :
Badan Perlindungan Konsumen Nasional diatur PP no. 57 tahun 2001, berkedudukan
di Jakarta, bertanggung jawab pada Presiden & bisa dibentuk perwakilan di tiap provinsi,
merupakan bentuk perlindungan konsumen arus atas (top-down), sedang LPKSM (bottom –
up) dan BPKN :
 Memberi saran & rekomendasi pada pemerintah terhadap kebijakkan , penelitian
terhadap kebijakkan, penelitian terhadap barang/jasa, mendorong berkembang
lembaga perlindungan konsumen, menyebarkan informasi melalui media,pengaduan,
survey kebutuhan konsumen.
16

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA


Pasal 19 UUPK
a) tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran akibat kosumsi barang /jasa
Ganti rugi dapat berupa pengembalian uang/penggantian barang sejenis/perawatan
kesehatan &/ pemberian santunan;
b) Ganti rugi dilaksanakan 7 hari setelah transaksi dan tidak menghapuskan tuntutan
pidana dan tidak berlaku apabila pelaku usaha dpt membuktikan sebaliknya.
Pasal 19 UUPK ini thd bentuk penggantian kurang memberikan keadilan bagi
konsumen, utamanya kalau konsumen menderita kerugian berupan sakit atau kematian,
seharusnya dapat diberikan sekaligus kpd konsumen baik harga barang, perawatan dan
santunan serta , tenggang waktu penggantian bukan 7 hari setelah transaksi tetapi 7 hari
setelah menderita kerugian .
Tanggung jawab produk (product liabiity)
Menurut Agnes M. Toar : sebagai tanggung jawab produsen untuk produk yang
dibawahnya ke dalam peredaran, yang menimbulkan kerugian karena cacat yang melekat
pada produk tersebur.
Tanggung jawab disini akibat hubungan kontraktual/perjanjian;
a. Produk cacat menurut BPHN : setiap produk yang tidak dapat memenuhi tujuan
pembuatannya, baik karn ksengajaan, peredaranya;
b. Tanggung jawab mutlak (strict liability); tanggung jaab pelaku usaha tanpa melihat apa
ada unsur kesalah dari pelaku usaha atau tidak , tetap mendapat ganti rugi ( di Amerika
Serikat ).
Produk liability terkait dengan ;
- Dalam pembuatan sebuat produk , proses produksi dari pelaku usaha;
- Promosi niaga/iklan produk dari pelaku usaha;
- Praktik perdagangan /pemasaran yang tidak jujur .
17

BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Anda tentu memahami bahwa tidak semua barang setelah melalui proses produksi akan langsung
sampai ke tangan pengguna. Terjadi beberapa kali pengalihan agar suatu barang dapat tiba di tangan
konsumen.

Anda mungkin juga menyukai