Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan perekonomian yang pesat, telah menghasilkan beragam

jenis dan variasi barangdan/atau jasa. Dengan dukungan teknologi dan

informasi, perluasan ruang, gerak dan arus transaksi barang dan/atau jasa

telah melintasi batas-batas negara, konsumen pada akhirnya dihadapkan pada

berbagai jenis barang dan/atau jasa yang ditawarkan secara variatif.1

Kondisi demikian pada satu sisi dapat menguntungkan satu pihak yang

mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan

barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka

lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kuantitas barangdan/jasa

sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen2

Produsen atau pelaku usah akan mencari keuntungan yang setinggi-

tingginya sesuai dengan prinsip ekonomi. Dalam rangka mencapai

keuntungan setinggi-tingginya, produsen atau pelaku usaha harus bersaing

antar sesama mereka dengan perilaku bisnis sendiri-sendiri yang secara tidak

langsung dapat merugikan konsumen3

Dewasa ini peraturan perundang-undangan khususnya hukum

perlindungan konsumen mendapat cukup perhatian karena menyangkut

1
Zulham, Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada, Jakarta,2013,hlm.1.
2
Fabian Fadly, “ Ganti Rugi Sebagai Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Akibat Produk Cacat”,
Jurnal Hukum, Universitas Katholik Parahyangan, hlm.2
3
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.1.

1
aturan-aturan guna mensejahterahkan konsumen serta pelaku usaha yang

masing-masing ada hak dan kewajiban.4

Dumai merupakan salah kota yang memiliki banyak industri UMKM

dari yang produk makanan, cinderamata, mainan anak, dll. .Ada sekitar 3462

home industry yang tersebar dikota Dumai menurut Dinas UMKM yang ada

dikota Dumai. Data ini diperoleh dari pihak dinas UMKM kota Dumai

berdasarkan data SIKP pada tahun 20195. Contoh-contoh home Industri yang

menjadi produk andalan untuk menjadi oleh-oleh yang biasa dibawa oleh

para wisatawan seperti dodol nenas, kue bawang,kerupuk kulit ubi dan

kerupik ubi ungu, steak lele, pisang saleh, abon lele, keripik cabe, peyek dll.

Namun dari beberapa jenis produk home Industri yang menjadi andalan

untuk oleh-oleh bagi para kerabat, para pedagang terkhususnya pihak yang

memproduksi tidak mencantumkan label kadaluarsanya di kemasan

makananan tersebut, yang menyebabkan konsumen tidak mendapatkan

informasi yang jelas mengenai produk yang dikonsumsinya. Hal ini

merupakan tindakan melanggar hukum karena tidak sesuai dengan Undang-

Undang yang berlaku di Indonesia khususnya Undang-Undangmengenai

perlindungan konsumen

Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia,

oleh karena itu menjadi harapan bagi setiap bangsa didunia untuk dapat

mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan

hubungan berbagai dimensi satu sama lain, dimana mempunyai saling


4

5
Wawancara dengan pihak Dinas UMKM kota Dumai, hari senin, tanggal 1 Desember 2020,
bertempat diKota Dumai

2
keterkaitan dan ketergantungan antara konsumen, pengusaha, dan

pemerintah.6

Konsumen merupakan orang yang membeli barang atau orang yang

akan memakai barang yang dibuat oleh produsen. Pada dasarnya konsumen

lah yang biasa menjadi korban dalam kasus- kasus kecurangan yang dibuat

oleh produsen, Maka dari itu pemerintah membuat Undang-Undang khusus

mengenai perlindungan terhadap konsumen yaitu pada Undang-Undang no 8

Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.Didalam Undang-Undang ini

berbunyi bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan terhadap

konsumen.

Hakekat perlindungan konsumen menyiaratkan keberpihakan kepada

kepentingan-kepentingan konsumen berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen “Perlindungan

konsumen berasaskan manfaat, keadialan, keseimbangan, keamanan,

dankeselamatan konsumen serta kepastian hukum”. Berdasarkan bunyi pasal

diatas konsumen sangat di lindungi hak-haknya dalam mengkonsumsi barang

dan/ atau jasa.

Salah satu wujud perlindungan konsumen terhadap konsumsi produk

yaitu sebagaimana dalam Pasal 8 huruf (g) Undang-Undang Nomor 8

tahun1999 tentang perlindungan konsumen, yang memerintahkan agar setiap

produk yang dikonsumsi konsumen harus memiliki tanggal

kadalaursa.Pemberian tanda atau label itu dimaksudkan agar konsumen


6
Nastion Al, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1945, hal.19.

3
mendapatkan informasi yang benar tentang produk, karena putusan pilihan

konsumen yang benar mengenai barang atau jasa yang di butuhkan sangat

tergantung pada kebenaran dan bertanggung jawabnya informasi yang

disediakan oleh pihak-pihak kalangan usaha yang bersangkutan7. Suatu

produk perlu dilengkapi dengan informasi agar dengan adanya informasi

tersebut konsumem mengetahui kegunaan dan komposisi dari pembuatan

suatu produk itu di buat.

Perlunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak lain karena

lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi produsen.8Setiap warga

negara atau masyarakat dilindungi oleh negara termasuk perlindungan

terhadap bahan pangan.Karena sejatinya hak dikuasai oleh negara sebesar-

besarnya untuk kemakmuranrakyat.9

Apabila pelaku usaha menjual produk tanpa memiliki label kadaluara

bisa dikenai Pasal 62 Ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentangn

perlidungan konsumen dengan nacaman penjara makimal 5 tahun dan denda

paling banyak Rp.2 milyar. Pengawasan terhadap makanan/minuman,

terutama secara administrasi dilakukan dengan pendaftaran produk, yang

diselenggarakan dalam rangka melindungi masyarakat terhadap makanan

yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan untuk memberikan jaminan

bahwa produk yang ditawarkan aman atau nyaman untuk dikonsumsi atau

7
Az. Nasution, konsumen dan hukum,Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm.39.
8
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta : 2004, hlm. 26.
9
Firdaus, “ Corporate Social Responsibility: Transformation Moral Ke Dalam Hukum Dalam
Membangun Kesejahteraan Masyarakat” , Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Riau,
Edisi I, No. 1 Agustus 2010, hlm. 24.

4
digunakan.10 Pendaftaran untuk mendaftarkan makanan, formulir

permohonan harus diserahkan ke Departemen Kesehatan beserta contoh

makanan, label dan brosur, surat sertifikasi dari pabrik asing, dan sertifikasi

kesehatan.11Label wajib digunakan oleh pemerintah untuk menyebarkan

informasi tentang tempat asal, proses produksi dan klaim kesehatan, termasuk

konten nutrisi dan peringatan keselamatan mengenai produk makanan.12

Undang-undang tersebut juga mewajibkan produk dan layanan untuk

memenuhi standar terentu, telah menyatakan tanggal kadaluarsa,

mengikutiproses produk halal (standar hukum Islam), dan diberi label dengan

informasi tentang isinya.13Terkait dengan hal tersebut, di Indonesia persoalan

keamanan Makanan dan obat-obatan menjadi tanggung jawab Balai Besar

Pengawasan Obat dan Makanan yang selanjutnya disebut BBPOM.Balai

Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) dibentuk oleh pemerintah

sebagai wujud implementasi terhadap pengawasan bahan makanan. Pasal 2

Ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang Badan

Pengawasan Obat dan Makanan menegaskan bahwa “ BPOM mempunyai

tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan dibidang pengawasan Obat dan

Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di dalam

Peraturan BPOM Nomor 31 Pasal 2 Ayat 1 Tahun 2018 tentang label pangan

10
Heldya Natalia Simanullang, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi E-
Commerce”, Melayunesia Law, Fakultas Hukum Universitas Riau, Vol. 1. No. 1 Desember 2017,
hlm. 123.
11
East Asian Executive Reports, 1996, “ Shipping Consumer – Ready Food To Indonesia:
Registration, Labeling, Other Requirements” Thompson Reuters Law, 15 September.
12
Michel Blankeney, “Food Labelling and International Trade, Thompson Reuters Law, 2013.
13
East Asian Executive Repost, 1998, “ New Consumer Protection Law ”, Thompson Reuters Law,
15 November.

5
olahan berbunyi ” Setiap Orang yang memproduksi Pangan Olahan didalam

negri wajib mencantumkan label”

Lalu dalam Pasal 5 Ayat 1 Peraturan BPOM Nomor 31 tentang pangan

disebutkan Label sebagaimana dimaksud pasal 2 harus memuat keterangan

paling sedikit mengenai :

a. Nama produk;

b. Daftar bahan yang digunakan;

c. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau menimpor;

d. Berat bersih atau isi bersih;

e. Halal yang di persyaratkan

f. Tanggal dan kode produksi;

g. Keterangan kadaluarsa;

h. Nomon izin edar;

i. Asal usul bahan pangan tertentu;

Namun demikian meskipun telah di buatnya regulasi dalam peraturan

BPOM , tapi tetap saja masih banyak di temukan produk makanan yang tidak

sesuai dengan standart yang telah ditentukan didalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maupun dalam

peraturan BPOM terkhususnya itu pada pencantuman label kadaluarsa pada

kemasan produk makanan.

Dari hasil wawancara saya dengan pihak BPOM Kota Dumai mereka

mengatakan bahwasanya memang benar ada banyak dari produk Home

Industri makanan disana tidak mencantumkan Label kadaluarsa dalam

6
kemasanya, hal ini dikarenakan karena terlalu banyaknya jumlah UMKM

(Home industry) dikota Dumai sehingga mereka tidak dapat mengawasi

apabila ada pihak Produsen yang melanggar aturan Undang-undang

perlindungan konsumen secara makimal.14 Ditambah lagi banyaknya

produsen nakal yang dimana demi unruk memangkas biaya produksi mereka

dengan kesadaran diri sendiri tidak menaruh label kadaluarsa karena

mahalnya biaya serta lamanya administrasi dalam mendapatkan izin dari

pihak Dinas Kesehatan maupun BPOM

Contohnya saja oleh-oleh yang terkenal dari dumai yang khas yaitu

kerupuk cabe. Dimana pihak dari produsen keripik cabe tersebut tidak

mencantumkan label kadaluarsa pada kemasan keripik cabe terebut. Berikut

contoh keripik cabe yang tidak memiliki label kadaluarsa

Tabel 1.1
Keripiki cabe yang tidak memiliki tabel kadaluarsa

NAMA PRODUK ALAMAT PRODUKSI


Jln Raja Ali Haji, Gg.Indah Sari Kelurahan Purnama,
Keripik cabe mai satun
Kecamatan Dumai barat,Kota Dumai.
Jln Raja Ali Haji, Kelurahan Purnama, Dumai
Keripik cabe Ika
barat,Kota Dumai.

Jln Profesor M.Yamin, Pangkalan Sesai, Dumai


Keripik cabe Ibu Umi
Barat,Kota Dumai.

Produsen dari kerupuk cabe diatas hanya mencantumkan

nama,komposisi,alamat produksi, serta izin edar pada kemasanya . Tetapi

pihak produsennya tidak mencantumkan label tanggal kadaluarsa, yang


14
Wawancara dengan konsumen home industry, Hari Kamis, Tanggal 6 Maret 2020, Bertempat di
Kota Dumai.

7
dimana merupakan hal yang paling penting dalam memberikan informasi

tentang layaknya produk tersebut di konsumsi. Berikut merupakan contoh-

contoh dari produk-produk oleh-oleh khas dumai yang tidak memiliki label

kadaluarsa.

Gambar 1.I

Gambar contoh produk khas dumai yang tidak mempunyai label kadaluarsa.

Berdasarkan gambar contoh diatas dapat dilihat bahwa didalam

kemasan produk tersebut tidak dicantumkanya label kadaluarsa. Secara

otomatis berarti melanggar ketentuan yang ada dalam perlindungan

konsumen. Penulis pada kesempatan ini berfokus pada kerupuk cabe ika yang

menjadi sampel dari Produksi Rumah Tangga (PRT) yang akan di teliti.

Berdasarkan Pasal 71 Ayat (1) Peraturan Badan Pengawasan Obat dan

Makanan Nomor 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan yaitu setiap

orang yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Badan ini dikenakan sanksi

administratif yaitu Penghentian sementara dari kegiatan, Produksi, dan/atau

Peredaran, Penarikan pangan dari peredaran oleh Produsen, dan/atau

Pencabutan izin usaha.

8
Lalu berdasarkan wawancara dari penulis terhadap beberapa konsumen

yang membeli salah satu dari produk oleh-oleh khas dumai tersebut

menyatakan bahwa meemang selama ini tidak ada permasalahan serius tetapi

pernah sewaktu-waktu beliau memebeli dan mendapati produk yang dia beli

tersebut tidak renyah lagi dimakan melainkan sudah masuk angin.15

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa tidak

adanya kepastian hukum mengenai kadaluarsa produk Home Industri yang

beredar di kota Dumai. Dimana penetuan kadaluarsanya suatu produk

ditentukan secara subjektif selain itu belum optimalnya peran BPOM Kota

Dumai memberikan perlindungan konsumen dalam pencatuman label

kadaluarsa pada produk Home Industri yang ada di kota Dumai. Ini

dikarenakan sanksi yang diberikan oleh pihak BPOM selaku sebagai badan

pengawasan obat dan makanan apabila menemukan produk keripik cabe ika

yang tidak memiliki label kadaluarsa hanya sanksi teguran saja, tidak sesuai

dengan pasal 62 ayat 1 undang-undang no 8 tahun 1999 tentang perlidungan

konsumen dengan nacaman penjara makimal 5 tahun dan denda paling

banyak Rp.2 milyar.

Ada pun penelitian ini dari beberapa Skripsi terdahulu yang

penelitianya mengenai Label Kadaluarsa juga tetapi memiliki perbedaan

seperti: Skiripsi Surdiansyah.S Fakultas Hukum Universitas Riau dengan

judul ‘ perlindungan Hukum Terhadap Produk Pangan Yang tidak memenuhi

Label Syarat Label Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang

15
Wawanncara dengan bapak hendra (Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Muda) BPOM
Dumai, Hari senin, Tanggal 1 Desember 2020, Bertempat di Kantor BPOM Dumai.

9
Perlindungan Konsumen Di Provinsi Riau”.16 Dalam penelitianya

Surdiansyah memfokuskan penelitianya ke produk pangan yang tidak

memenuhi sayarat label dan locus penelitianya berada diseluruh Provinsi

Riau. Lalu Skripsi dari Yulika Donna Manurung yang juga Mahasisiwi

Universitas Riau dengan judul “ Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen

Lipstik Yang Tidak Memiliki Label Kadaluarsa Dikota Pekan Baru” 17. Yang

dimana penulis memfokuskanobjek penelitianya ke produk lipstikyang tidak

memeiliki label Kadaluarsa dan locusnya berada dikota Pekan Baru.

Lalu skiripsi Ernawati yang berasal dari Fakultas Hukum Universitas

Muhamaddiyah.Yang berjudul Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan

Pangan Produksi Rumah Tangga”18.Yang dimana penelitian penulisberfokus

pada perlindungan konsumen terhadap keseluruhan produksi olahan rumaj

tangga saja serta locus penelitianya berada di Kabupaten Buton Utara,

Sulawesi Tenggara.Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas, maka

penulis tertarik untuk meneliti permasalahan dengan judul

Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis

tertarik untuk meneliti permasalahan dengan judul “Perlindungan

Konsumen Terhadap Produk Home Industri (kerupuk cabe) yang Tidak

Memeiliki Label Kadaluarsa Di Kota Dumai”

16
Suyadiansyah S, Perlindungan Hukum Terhadap Produk Pangan Yang Tidak Memenuhi Syarat
Label, Jurnal hukum, Fakultas Hukum Universitas Riau, Volume IV. No 1 Februari.
17
Yulika Dorna Manurung, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Lipstik Yang Tidak
memiliki Label Kadaluarsa di Kota Pekanbaru, Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Riau,
Volume V. No 2, Oktober 2018
18
Ernawati, Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Pangan Industri Rumah Tangga, Jurnal
Hukum, Fakultas Muhamadiyah Buton, Volume I. No 2, April 2017.

10
B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang tersebut di atas maka perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999Tentang Perlindungan Konsumen terhadap beredarnya keripik

cabe yang tidak memiliki label kadaluarsa dikota Dumai?

2. Apa akibat hukum dari beredarnya keripik cabe yang tidak memiliki

label kadaluarsa di Kota Dumai?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a) Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Undang- Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen terhadap

berdarnya keripik cabe yang tidak memiliki Label kadaluarsa di Kota

Dumai

b) Untuk mengetahui apa akibat Hukum dari beredarnya keripik cabe

yang tidak memiliki label Kadaluarsa di Kota Dumai.

2. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi banyak pihak, diantaranya :

a) Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program study strata

satu pada Fkultas Hukum Universitas Riau.

11
b) Untuk menambah Ilmu pengetahuan dan mengembangkan yang telah

penulis peroleh seselama study di Fakultas Hukum Universitas Riau,

khususnya dalam ruang lingkup Hukum perdata Bisnis.

c) Dengan adanya penelitian ini dapat memeberi pencerahan dan

menemukan solusi terhadap permasalahan yang ada, khusunya

mengenai perlindungan terhadap kosumen yang mengkonsumsi

produk Home Industri yang tidak memiliki label kadaluarsa di kota

Dumai.

d) Sebagai salah satu sumber bacaan dan ibformasi bagi teman-teman

mahasiswa dalam penelitian berikutnya yang berkaitan dengan

penelitian ini dan sebagai sumbangsih dan bahan bahan bacaan dari

penulis terhadap Almamater tercinta Universitas Riau.

D. Kerangka teori

1. Teori Kepastian hukum

Gustav radburch menuturkan bahwa adanya skala prioritas yang

harus dijalankan, dimana prioritas pertama selalu keadialn, kemanfaatan

dan kepastian hukum.Hukum menjalankan fungsinya sebagai sarana

konservasi kepentingan manusia dalam masyarakat. Hukum juga

memberikan wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum

serta memelihara kepastian hukum.19

Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang bisa secara

normative,bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah

19
Randy Ferdiansyah, Tujuan Hukum Menurut Gutav Rdaburch,
HTTP//Hukumindo.com/2011/11/artikel-politik-hukum,html,diakses tanggal 16 Januari 2017

12
ketika sesuatu peraturan dibuat dan diundangkan secara secara pasti karena

mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menibulkan

keragu-raguan dan logis dalam artian ia menjadi sesuatu system norma

dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik

norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat

berbentuk kontestasi norma,reduksi norma, atau distorsi norma 20.

Gustav radburch mengemukakan 4 hal mendasar yang berhubungan

dengan makna kepastian hukum :

1) Bahwa hukum itu positif artinya artinya hukum positif itu adalah

perundang-undangan;

2) Hukum itu didasarkan pada fakta;

3) Hukum harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga

menghindari kekeliruan dalam pemaknaanya;

4) Hukum positif tidak boleh mudah untuk diubah.

Kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus

dari perundang-undangan. Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka

menurut Gustav Radburch, hukum positif yang mengatur kepentingan-

kepentingan manusia dalam masyarakat harus selalu ditaati meskipun

hukum positif itu kurang adil21. Kepastian hukum mengandung 2

pengertian, yang pertama adanya peraturan yang bersifat umum membuat

individu mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan kedua

20
http://yancearizona.net/2008/04/13/apa-itu-kepastian-hukum/ Diakses pada tanggal 20 Desember
2020, pukul 21:00 WIB
21
http://ngobrolinhukum.wordpress.com/memahami-kepastian - dalam-hukum/ diakses pada
tanggal 12 Desember 2020, pukul 21.00 WIB

13
berupa keamanan bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena

dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui

apa saja yang bolehdibebankan oleh Negara terhadap individu22.

Sehingga didalam permasalahan produk rumah tangga ( kerupuk

cabe) di kota dumai yang tidak mencantumkan label kadaluarsa di dalam

kemasanya perlu ada kepastian hukum. Agar kedepanya dapat

memberikan keamanan bagi konsumenya dalam mengkonsumsi produk

tersebut

2. Teori Kemanfaatan Hukum

Aliran Utilitarianisme mempunyai pandangan bahwa tujuan hukum

adalah memberikan kemanfaatan kepada sebanyak-banyaknya

orang.Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happines),

sehingga penilaian terhadap baik-buruk atau adil-tidaknya suatu hukum

bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada

manusia atau tidak.Dengan demikian berarti bahwa setiap penyusunan

produk hukum (peraturan perundang-undangan) seharusnya senantiasa

memperhatikan tujuan hukum yaitu untuk memberikan kebahagiaan

sebanyak banyaknya bagi masyarakat.

Menurut para ahli Hukum :

a. Jeremy Bentham (1748-1832)

Bentham membangun sebuah teori hukum komprehensif di atas

landasan yang sudah diletakkan, tentang asas manfaat.Bentham

22
Darji Darmadiharjo dan shidarta, pokok-pokok filsafat hukum ( apa dan bagaimana filsafat
hukum di Indonesia), Gramedia pustaka utama, Jakarta, hlm,156.

14
merupakan tokoh radikal dan pejuang yang gigih untuk hukum yang

dikodifikasikan, dan untuk merombak hukum yang baginya

merupakan sesuatu yang kacau.Ia merupakan pencetus sekaligus

pemimpin aliran kemanfaatan.Menurutnya hakikat kebahagiaan

adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan.

Bentham menyebutkan bahwa “The aim of law is The Greatest

Happines for the greatest number” Dengan kata-kata Bentham

sendiri, inti filsafat disimpulkan sebagai berikut:Alam telah

menempatkan manusia di bawah kekuasaan, kesenangan dan

kesusahan. Karena kesenangan dan kesusahan itu kita mempunyai

gagasangagasan, semua pendapat dan semua ketentuan dalam hidup

kita dipengaruhinya. Siapa yang berniat untuk membebaskan diri dari

kekuasaan ini, tidak mengetahui apa yang ia katakan. Tujuannya

hanya untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan

perasaan-perasaan yang selalu ada dan tak tertahankan ini seharusnya

menjadi pokok studi para moralis dan pembuat undang-undang.Prinsip

kegunaan menempatkan tiap sesuatu di bawah kekuasaan dua hal ini.23

b. John Stuar Mill (1806-1873)

Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah John Stuar

Mill.Sejalan dengan pemikiran Bentham, Mill memiliki pendapat

bahwa suatu perbuatan hendaknya bertujuan untuk mencapai

sebanyak mungkin kebahagian. Menurut Mill, keadilan bersumber

23
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=20&cad=rja&uact=
8&ve, diakses pada tanggal 2 Desember 2020, pada pukul : 21.20 wib.

15
pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang

diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang

mendapatkan simpati dari kita, sehingga hakikat keadilan mencakup

semua persyaratan moral yang hakiki bagi kesejahteraan umat

manusia.Mill setuju dengan Bentham bahwa suatu tindakan hendaklah

ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan

adalah salah apabila menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan

dari kebahagiaan. Lebih lanjut, Mill menyatakan bahwa standar

keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya, akan tetapi bahwa

asal-usul kesadaran akan keadilan itu tidak diketemukan pada

kegunaan, melainkan pada dua hal yaitu rangsangan untuk

mempertahankan diri dan perasaan simpati. Menurut Mill keadilan

bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas

kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja

yang mendapat simpati dari kita. Perasaan keadilan akanmemberontak

terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan

individual, melainkan lebih luas dari itu sampai kepada orang lain

yang kita samakan dengan diri kita sendiri, sehingga hakikat keadilan

mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi

kesejahteraan umat manusia.24

Kemanafaatan secara umum dipahami sebagai berbicara tentang

kesesuaian sarana untuk realisasi suatu tujuan. Kemanfaatan dalam filosofi

24
Amiruddin & Zainuddin, Pengantar Metode penelitian hukum, 2004, raja grafindo persada,
hal.24.

16
Gusta radburch sesuatu yang sama sekali berbeda. Ini mengacu tujuan

yang memiliki nilai absolut25.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dimaksudkan unruk mempermudah dan

memberikan batasan terhadap permasalahan yang ditentukan dilapangan agar

tidak terjadi kesalahan persepsi, maka kerangka konseptual dari penelitian ini

adalah :

1. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

3. Label adalah salah satu bagian dari produk berupa keterangan baik

gambar maupun kata-kata yang berfungsi sebagai sumber informasi

produk dan penjual.

4. .Kadaluwarsa adalah batas penentuan kapan suatu produk dapat di

konsumsi atau digunakan.

5. BPOM adalah suatu lembaga pengawas dalam peredaran obat dan

makanan

25
Gustav Rafburch, Stutory Lawlesness and Supra- Statutory Law, Jurnal Studi Hukum Oxford,
hlm.1-11

17
6. Keripik Cabe atau Keripik Singkong adalah makanan yang terbuat dari

singkong yang diiris tipis kemudian digoreng dengan minyak goreng dan

dicampurkan dengan bumbu balado.

F. Metode penelitian

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka

jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum

normatif. Penelitian hukum normative adalah penelitian hukum

kepustakaan,26 karena menjadikan bahan buku sebagai tumpuan utama

dalam melakukan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan berdasarkan

hukum normatif di karenakan penelitian ini mengupas permasalahan

mengenai kepastian hukum tehadap makanan produksi rumah tangga yang

tidak memiliki label kadaluarsa, sehingga penelitian ini membahas lebih

analisis mengenai implementasi hukumnya terhadap produk tersebut.

2. Sumber data

Dalam penelitian hukum normatif sumber datanya adalah data

sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini dapat di bedakan menjadi 3

yakni:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan ilmu hukum yang

berhubungan dengan penelitianya, diantaranya:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW);

26
soerjono soekanto dan sri mamudji, penelitian hukum normatif suatu tinjauan singkat , PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm.23.

18
2) Undang-Undang no 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen;

3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang

Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan

Konsumen;

4) Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang Badan

Pengawasan Obat dan Makanan;

5) Peraturan BPOM No 31 Tentang pangan;

6) Wawancara dengan pihak BPOM.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang

memberikan penjelasan atau membahas lebih hal-hal yang di teliti

pada bahan-bahan primer, terdiri dari beberapa buku, jurnal,skripsi

dan pendapat ahli yang relevan dengan penelitian serta data tertulis

yang terkait dengan data penelitian.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang membeikan penjelasan

bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yakni

kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum, dan ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah:

a. Studi kepustakaan, yaitu dengan cara pengambilan data dengan

mengumpulkan bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan

permasalahan yang penulis teliti.

19
b. Wawancara (interview) adalah cara untuk memperoleh informasi

dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai. Wawancara

merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi.27

4. Analisis Data

Data dan bahan yang telah terkumpul dan di peroleh dari penelitian

akan diolah, dengan cara diklasifikasikan secara sistematis, logis dan

yuridis secara kualitatif yaitu suatu metode hasil studi kepustakaan

kedalam bentuk penggambaran permasalahan dengan menggunakan teori-

teori dan menguraikannya dalam bentuk kalimat dan disimpulkan dengan

menggunakan metode deduktif yaitu suatu cara yang menarik kesimpulan

dari dalil yang berifat umum kekhusus.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kepastian Hukum

1. Pegertian Kepastian Hukum

Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum,

terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan

kehilangan makna karena tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman

perilaku bagi setiap orang. Kepastian sendiri disebut sebagai salah satu

tujuan dari hukum.Apabila dilihat secara historis, perbincangan mengenai

27
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurinetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1998, hlm. 57.

20
kepastian hukum merupakan perbincangan yang telah muncul semenjak

adanya gagasan pemisahan kekuasaan dari Montesquieu.Keteraturan

masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena

keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri.Keteraturan

menyebabkan orang dapat hidup secara berkepastian sehingga dapat

melakukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan

bermasyarakat.Guna memahami secara jelas mengenai kepastian hukum

itu sendiri.

Menurut Mochtar Kusumaatmaja kepastian hokum adalah

bagaimana tujuan hukum itu sebenarnya yaitu untuk tercapainya kepastian

hokum, kemanfaatan, dan keadilan bagi srtiap insan manusia selaku

anggota masyarakat yang plural dan interaksinya dengan insan yang lain

tanpa membedakan asal usul dari mana dia berada.

Menurut Hans Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma

adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen

dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan.

Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberative.Undang

Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman

bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan

dengan sesama individu maupun dalam hubungan dengan

masyarakat.Aturan-aturan Itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam

membebani atau melakukan tindakan terhadap individu.Adanya aturan itu

dan pelaksanaan aturan tersbut menimbulkan kepastian hukum.28


28
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 58.

21
Menurut Sudikno Mertokumo, tanpa kepastian hukum orang tidak

tahu apa yang harus diperbuat dan akhirnya timbul kerasahan. Aturan

hukum baik berupa undang-undang maupun hukum tidak tertulis menjadi

pedoman bagi individu bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat, baik

dalam hubungan sesame individu ataupun hubungan dalam

masyarakat.Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam

membenai atau melakukan tindakan terhadap individu.Adanya aturan

semacam itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian

hukum.29

Pengertian teori kepastian hukum yang dikemukakan oleh Roscoe

Pound dikatakan bahwa kepastian hukum memungkinkan adanya

predictability.Dengan demikian kepastian mengandung dua unsur

pengertian yaitu:30

a) Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui

perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan;

b) Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan

pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum

itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dilakukan Negara

terhadap individu.

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian,

yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu

mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan

29
Ibid, hal. 157.
30
Ibid, hal. 158.

22
kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan

pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu

dapat mengetahu apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh

Negara terhadap individu.31

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik

yang didasarkan pada aliran pemikiran Positivisme di dunia hukum yang

cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom yang mandiri,

karena bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain sekedar menjamin

terwujudnya oleh hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-

aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk

mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk

kepastian.32

Gustav radburch menuturkan bahwa adanya skala prioritas yang

harus dijalankan, dimana prioritas pertama selalu keadialn, kemanfaatan

dan kepastian hukum.Hukum menjalankan fungsinya sebagai sarana

konservasi kepentingan manusia dalam masyarakat. Hukum juga

memberikan wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum

serta memelihara kepastian hukum33

Menurut Gustav Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai

identitas, yaitu sebagai berikut:

31
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti,Bandung, 1999,
hlm.23.
32
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko
Gunung Agung, Jakarta, 2002, hlm. 82-83.
33
Randy Ferdiansyah, Tujuan Hukum Menurut Gutav Rdaburch,
HTTP//Hukumindo.com/2011/11/artikel-politik-hukum,html,diakses tanggal 16 Januari 2017

23
1. Asas kepastian hukum (rechmatigheid), Asas ini meninjau dari sudut

yuridis.

2. Asas keadilan hukum (gerectigheit), Asas ini meninjau dari sudut

filosofis, dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang

di depan pengadilan.

3. Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid) atau doelmatigheid atau

utility.

Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang bisa secara

normative,bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah

ketika sesuatu peraturan dibuat dan diundangkan secara secara pasti karena

mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menibulkan

keragu-raguan dan logis dalam artian ia menjadi sesuatu system norma

dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik

norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat

berbentuk kontestasi norma,reduksi norma, atau distorsi norma 34.

Gustav radburch mengemukakan 4 hal mendasar yang berhubungan

dengan makna kepastian hukum :

1) Bahwa hukum itu positif artinya artinya hukum positif itu adalah

perundang-undangan

2) Hukum itu didasarkan pada fakta

34
http://yancearizona.net/2008/04/13/apa-itu-kepastian-hukum/ Diakses pada tanggal 25 Desember
2017, pukul 11:07 WIB

24
3) Hukum harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga

menghindari kekeliruan dalam pemaknaanya

4) Hukum positif tidak boleh mudah untuk diubah.

Kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus

dari perundang-undangan. Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka

menurut Gustav Radburch, hukum positif yang mengatur kepentingan-

kepentingan manusia dalam masyarakat harus selalu ditaati meskipun

hukum positif itu kurang adil.35 Kepastian hukum mengandung 2

pengertian, yang pertama adanya peraturan yang bersifat umum membuat

individu mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan kedua

berupa keamanan bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena

dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui

apa saja yang bolehdibebankan oleh Negara terhadap individu36.

2. Unsur-Unsur Kepastian Hukum

Lawrence M. Friedman mengatakan bahwa dalam kepastian hukum

maka ada tiga hal yang harus dibicarakan yaitu:37

a. Substansi hukum merupakan aturan-aturan hukum yang dibuat oleh

pihak yang berwenang.

b. Sumber hukum atau lemabaga hukum merupakan aparat penegak

hukum. Mengenai struktur hukum dijelaskan sebagai suatu pola yang

35
http://ngobrolinhukum.wordpress.com/memahami-kepastian - dalam-hukum/diakses pada tanggal
25 Desember 2017, pukul 09.50 WIB
36
Darji Darmadiharjo dan shidarta, pokok-pokok filsafat hukum (apa dan bagaimana filsafat hukum
di Indonesia), Gramedia pustaka utama, Jakarta, hlm,156.
37
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung: 1982, hal. 154.

25
memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut

ketentuan-ketentuannn formalnya.

c. Budaya hukum, merupakan suatu cara sikap dan cara pandang serta

tanggapan dari masyarakat terhadap subtansi dan struktur hukum

tersebut. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum

yang jelas, tetap, konsisten konsekuen, yag pelaksanaannya tidak dapat

dipengaruhi oleh keadaan yang bersifat subjektif.

3. Kepastian Hukum dan Keadilan

Hukum adalah ketentuan tata tertib yang berlaku dalam masyarakat,

hukum tersebut dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan

mecapai keadilan dan kepastian hukum. Adil dapat dipahami sebagai

sesuatu yang tidak berat sebelah (equality), dimana tiap orang mendapat

bagian yang sama, dengan demikian dapat meghindari sengketa dan

pengaduan.

Hukum mempunyai tujuan mewujudkan kedilan dengan memberikan

kepada tiap-tiap orang apa yang berhak diterima serta memerlukan

peraturan tersenndiri bagi tiap kasus. Untuk terlaksananya hal tersebut

maka harus ada “Algemene Regels” (peraturan dan ketentuan umum), hal

ini yang diperlukan masyarakat demi kepastian hukum. 38Untuk mencapai

ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia

dalam masyarakat.Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, setiap orang

38
Lili Rasjadi, Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya, Bandung: 2001, hal. 54.

26
mengharapkan ditetapkannya pengertian kepastian hukum yang

dikemukakan oleh Roscoe Pound mengenai kepastian hukum.39

B. Tinjauan Umum Tentang Kemanfaatan

1. Kemanfaatan Hukum

Aliran Utilitarianisme mempunyai pandangan bahwa tujuan hukum

adalah memberikan kemanfaatan kepada sebanyak-banyaknya

orang.Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happines),

sehingga penilaian terhadap baik-buruk atau adil-tidaknya suatu hukum

bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada

manusia atau tidak.Dengan demikian berarti bahwa setiap penyusunan

produk hukum (peraturan perundang-undangan) seharusnya senantiasa

memperhatikan tujuan hukum yaitu untuk memberikan kebahagiaan

sebanyak banyaknya bagi masyarakat.

Menurut para ahli Hukum :

a. Jeremy Bentham (1748-1832)

Bentham membangun sebuah teori hukum komprehensif di atas

landasan yang sudah diletakkan, tentang asas manfaat.Bentham

merupakan tokoh radikal dan pejuang yang gigih untuk hukum yang

dikodifikasikan, dan untuk merombak hukum yang baginya

merupakan sesuatu yang kacau.Ia merupakan pencetus sekaligus

pemimpin aliran kemanfaatan.Menurutnya hakikat kebahagiaan

adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan.

39
Muchtar Kusumatmada, Fungsi dan Perkembanngan Hukum dalam Pembangunan, Bina Cipta:
2010, hal. 2.

27
Bentham menyebutkan bahwa “The aim of law is The Greatest

Happines for the greatest number” Dengan kata-kata Bentham sendiri,

inti filsafat disimpulkan sebagai berikut : Alam telah menempatkan

manusia di bawah kekuasaan, kesenangan dan kesusahan. Karena

kesenangan dan kesusahan itu kita mempunyai gagasangagasan,

semua pendapat dan semua ketentuan dalam hidup kita

dipengaruhinya. Siapa yang berniat untuk membebaskan diri dari

kekuasaan ini, tidak mengetahui apa yang ia katakan. Tujuannya

hanya untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan

perasaan-perasaan yang selalu ada dan tak tertahankan ini seharusnya

menjadi pokok studi para moralis dan pembuat undang-undang.Prinsip

kegunaan menempatkan tiap sesuatu di bawah kekuasaan dua hal ini.

b. John Stuar Mill (1806-1873)

Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah John Stuar

Mill.Sejalan dengan pemikiran Bentham, Mill memiliki pendapat

bahwa suatu perbuatan hendaknya bertujuan untuk mencapai

sebanyak mungkin kebahagian. Menurut Mill, keadilan bersumber

pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang

diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang

mendapatkan simpati dari kita, sehingga hakikat keadilan mencakup

semua persyaratan moral yang hakiki bagi kesejahteraan umat

manusia.Mill setuju dengan Bentham bahwa suatu tindakan hendaklah

ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan

28
adalah salah apabila menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan

dari kebahagiaan. Lebih lanjut, Mill menyatakan bahwa standar

keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya, akan tetapi bahwa

asal-usul kesadaran akan keadilan itu tidak diketemukan pada

kegunaan, melainkan pada dua hal yaitu rangsangan untuk

mempertahankan diri dan perasaan simpati.

Menurut Mill keadilan bersumber pada naluri manusia untuk

menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri

maupun oleh siapa saja yang mendapat simpati dari kita. Perasaan

keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak

hanya atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu

sampai kepada orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri,

sehingga hakikat keadilan mencakup semua persyaratan moral yang

sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.

Kemanafaatan secara umum dipahami sebagai berbicara tentang

kesesuaian sarana untuk realisasi suatu tujuan. Kemanfaatan dalam

filosofi Gusta radburch sesuatu yang sama sekali berbeda. Ini mengacu

tujuan yang memiliki nilai absolut .

B. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Konsumen

Secara harfiah, arti kata konsumen atau consumer adalah “(lawan dari

prosuden), yaitu setiap orang menggunakan barang”. 40 Sedangkan

produsen diartikan sebagai setiap penghasil barang dan jasa yang


40
AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Daya Widya, Jakarta: 1998, hlm.17.

29
dikonsumsi oleh pihak lain atau orang lain. Kata konsumen berasal dari

bahasa Belanda, yaitu konsument.

Menurut pakar konsumen di Belanda, Hondius sebagaimana dikutip

oleh tim Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Departemen Dalam

Negeri Indonesia menyimpulkan bahwa, para ahli hukum pada umumnya

sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari

benda dan jasa (uitenindelijk gebruiker van gorden en diesten) yang

diserahkan oleh mereka kepada pengusaha (ondernemer), jadi mereka

yang mengkonsumsi untuk dijual kembali (pemakai perantara) tidak

termasuk kelompok yang dikategorikan dalam pengertian konsumen.41

Istilah “konsumen” sebagai definisi yuridis formal dapat ditemukan

dalam Pasal 1 Ayat (15) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa

konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa

baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan bersama.

Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (UUPK), menyatakan bahwa konsumen adalah

setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,

maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.42Istilah ini

dapat dijumpai dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang

menyimpulkan bahwa pengertian konsumen lebih luas daripada pembeli.


41
Mariam Darus Badruszaman, Perlindungan Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku, Bina
Cipta, Jakarta: 1986, hlm.17.
42
Pasal 1 angka 2, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

30
Berdasarkan ketentuan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 Angka

2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

bahwa konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir dengan unsur-

unsur sebagai berikut:

a. Orang, kecuali disebut khusus, dalam batasan ini terdiri dari

orang alami atau orang yang diciptakan oleh hukum (perusahaan

dengan bentuk PT atau sejenis, baik privat atau publik).

b. Pemakai, menunjukkan bahwa barang dan/atau jasa tidak dipakai

secara serta merta hasil dari suatu hubungan hukum berdasarkan

perjanjian tetapi juga karena suatu hubungan hukum (perikatan)

yang lahir dari Undang-Undang (pasal 1233 KUH Perdata).43

c. Unsur mendapatkan barang atau jasa, yaitu atas dasar suatu

hubungan hukum berdasarkan perjanjian seperti, jual beli, sewa-

menyewa, sewa-beli.

d. Dalam barang dan/atau jasa yang digunakan, tergantung pada

konsumen mana yang dimaksudkan. Bagi konsumen antara

barang atau jasa kapital, berupa bahan baku, bahan penolong atau

komponen dari produk lain yang diproduksinya. Sedangkan jika

pelaku usaha adalah distributor atau pedagang, barang dan/atau

jasa tersebut berupa setengah jadi atau barang jadi yang menjadi

mata dagangnya.

e. Bagi konsumen akhir, barang dan/jasa itu adalah barang atau jasa

yang biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi,


43
Kelik Wardiono, Hukum Perlindungan Konsumen, Ombak Yogyakarta: 2014, hlm. 16-17.

31
keluarga atau rumah tangganya. Barang atau jasa konsumen ini

umunya diperoleh di pasar-pasar konsumen, dan terdiri dari

barang atau jasa yang umumnya digunakan di dalam rumah

tangga.

Perlindungan terhadap konsumen mendapatkan perhatian secara

global, hal ini tertuang dalam konsideran resolusi Perserikatan Bangsa-

Bangsa Nomor 39/298 yang menyebutkan bahwa:

“Taking into account interest and consumers in all countries,

particulary those in developing countries, recognizing that consumers

often faces imbalances in economics terms, educational level, and

bargaining power”. (Menarik untuk diperhatikan dari konsumen di semua

negara, terutama di negara berkembang, mengingat bahwa konsumen

sering menghadapi ketidakseimbangan dalam hal ekonomi, tingkat

pendidikan, dan daya tawar).

Berdasarkan isi pasal dalam Directive Masyarakat Ekonomi Eropa

yang mengedepankan konsep Liability Without Fault tersebut dapat

diketahui bahwa pengertian konsumen adalah ditujukan kepada seseorang

pribadi yang menderita kerugian, baik jiwa, kesehatan maupun harta

benda, akibat pemakaian produk cacat untuk keperluan pribadinya. Atas

kerugian yang diderita tersebut, konsumen dapat menuntut diberikan

kompensasi.Jadi dalam hal ini pengertian konsumen secara khusus hanya

ditujukan kepada pemakai produk cacat untuk keperluan pribadi.44

44
Agus Brotosusilo, “Hak-hak Produsen dalam Hukum Perlindungan Konsumen”, Majalah
Hukum dan Pembangunan, edisi oktober, jakarta: Fakultas Hukum UI, 1992.

32
Berdasarkan uraian dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan

di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setiap orang tanpa ada batasan

umur adalah konsumen, karena menggunakan barang dan/atau jasa yang

diperoleh dari produsen atau pengecer dengan tujuan untuk dikonsumsi

sendiri guna mempertahankan hidupnya sendiri, keluarganya, rumah

tangganya, ataupun untuk memelihara atau merawat harta benda dan tidak

untuk diperdagangkan kembali.

2. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

Di indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen

dapat mengajukan perlindungan adalah:45

a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1),

Pasal 27, dan Pasal 33;

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen;

c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

d. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa;

e. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang

Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan

Konsumen;

45
Danang Suntoyo dan Wika Harisa Putri, Hukum Bisnis, Pustaka Yustisia, Yogyakarta:2016, hal.
142

33
f. Surat Ederan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Nomor

235/DJPDN/VII/2001 tentang Penangan Pengaduan Konsumen

yang di tunjuk Kepada Seluruh Dinas Indag

Provinsi/Kabupaten/Kota;

g. Surat Edaran Dirjen Perdagangan No. 795/DPJDN/SE/12/2005

tentang Pedoman Pelayanan Pegaduan Konsumen.

3. Hak dan Kewajiban Konsumen

Hak konsumen bagaimana ditentukan di dalam Pasal 4 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan

nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

34
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai

dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan

lainnya.

Hak-hak konsumen sebagimana yang ditentukan dalam Pasal 4

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) di atas lebih luas dari

pada hak-hak dasar konsumen sebagimana pertam kali dikemukakan oleh

Presiden Amerika Serikat J.F. Kennedy di depan kongres pada tanggal 25

Maret 1962, yaitu terdiri atas:46

a. Hak untuk memperoleh keamanan (the right to safety);

b. Hak memilih (the right choose);

c. Hak mendapatkan informasi (the right be informed);

d. Hak untuk didengar (the right to be heard).

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, salah satu hak yang harus

diperoleh konsumen adalah “hak mendapatkan informasi”, dimana hak ini

merupakan hak yang sangat fundamental bagi konsumen bila dilihat dari

sudut kepentingan dan kehidupan ekonominya. Setiap keterangan

46
Hondius, Konsumentenrecht, Praeadvis in Nederlandlanse Vereniging voor Rechtsverlijking,
Kluwer-Deventer,1972, hlm.14,26,131 dst. Dikutip dari; Meriam Darus Badrulzaman,
perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku, dimuat dalam Hasil
Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen yang diselenggarakan oleh
BPHN, Bina Cipta, Jakarta: 1986, hlm.61. lihat juga C.Trantri D dan Sulastri, Gerakan Organisasi
Konsumen, Seri Panduan Konsumen, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia-The Asia
Fundation, Jakarta: 1995, hlm. 19-21.

35
mengenai suatu barang dan/atau jasa yang akan dibeli atau digunakan

haruslah memuat informasi yang selengkap mungkin dan penuh

kejujuran.47

Berdasarkan keterangan di atas sudah jelas dikatakan bahwa betapa

pentingnya informasi yang lengkap dan jujur pada pembelian produk

makanan yang akan ditawarkan karena hak atas informasi merupakan hak

utama yang harus dipenuhi dan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan dari hak-hak konsumen lainnya

Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan

bahwa kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan

dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.48

Keperluan adanya hukum untuk memberikan perlindungan konsumen

di Indonesia merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakkan sejalan dengan

47
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Group, Jakarta:2013,
hlm.48.
48
Ahmad Zazili, “Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Pada Transportasi Udara Niaga
Berjadwal Nasional”, Tesis, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro,
Semarang:2008

36
tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia

seutuhnya.49Perlindungan konsumen menurut Elizabeth A. Martin adalah

merupakan perlindungan yang diberikan, terutama secara hukum kepada

konsumen (pihak yang melakukan akad dengan pihak lain dalam suatu

bisnis untuk memperoleh barang dan jasa dari pihak yang

mengadakannya).50 Sedangkan menurut janus sidabalok, perlindungan

konsumen adalah perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen

dalam usaha memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan

konsumen itu sendiri.51

Perlindungan hukum terhadap konsumen menyangkut dalam banyak

aspek kehidupan terutama dalam aspek kegiatan bisnis. Dalam Black’s Law

dictionary, pengertian konsumen diberi batasan yaitu: “A person who buys

goods or sevices for personal family or householduse, with no intention of

resale; a natural person who uses products for personal rather than business

purpose”.52

Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh

karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat

mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan

49
Sudaryatmo, Masalah Perlindugan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung: 1996,
hlm. 65.
50
Elizabeth A Martin, Oxford Dictionary of Law Edisi 3, Oxford University Press, New York,
USA, 1994, hlm. 19.
51
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung,
2006, hlm. 9
52
Henry Campbell, 1979, Black’s Law Dictionary, Fifth Edition, West Publishing Co, ST. Paul,
(selanjutnya disingkat Henry Campbell I), hlm. 315.

37
hubungan berbagi dimensi satu sama lain yang mempunyai keterkaitan dan

saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha, dan pemerintah.53

Pendekatan untuk memberikan perlindungan konsumen dapat dilihat

dari 2 (dua) aspek, yaitu:54

a. Perlindungan tersebut berlaku untuk semua pihak baik yang berposisi

sebagai konsumen maupun pengusaha sebagai pengelola produksi

barang atau jasa atau instansi apapun.

b. Perlindungan tersebut semata-mata dikaitkan dengan masalah kesehatan

manusia, tetapi tidak memberikan kompensasi apapun kepada

konsumen yang dirugikan.

Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen

itu anatara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen

serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan

menumbuhkan sikap pelaku yang jujur dan bertanggung jawab.55

Pada hakikatnya perlindungan konsumen menyiratkan keberpihakan

kepada kepentingan-kepentingan konsumen. Adapun kepentingan

konsumen menurut resolusi perserikatan bangsa-bangsa Nomor 39/284

tentang Guidelines for Consumer Protection, sebagai berikut:56

a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan

keamanannya;

53
Erman Rajagukguk, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm.7.
54
Ibid, hlm.11.
55
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2008, hlm.9.
56
N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produsen,
Pantai Rei, Jakarta, 2005, hlm.92-93.

38
b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen;

c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk

memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai

kehendak dan kebutuhan pribadi;

d. Pendidikan konsumen;

e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;

f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi

lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan pada organisasi

tersebut menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan

keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.

Cakupan perlindungan konsumen tersebut dapat dibedakan dalam dua

aspek yaitu:57

1. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada

konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.

2. Perlindungan yang dilakukan terhadap diberlakukannya syarat-syarat

yang tidak adil kepada konsumen.

Pelindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama

berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional,

yaitu:58

a. Asas manfaat, mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat

57
Adrianus Meliala, Praktek Bisnis Curang, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hlm.152.
58
Ahmadi Miru dan Sutarman, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta:2014,
hlm.25-26.

39
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

keseluruhan.

b. Asas keadilan, dimasudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti

materiil dan spiritual.

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan da keselamatan kepada konsumen

dalam penggunaan, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

dikomsumsi atau digunakan.

e. Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin

kepastian hukum.

Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dari dibentuknya Undang-Undang

Perlindungan Konsumen yaitu:59

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;


59
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Kosumen.

40
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,

dan menuntut hak-haknya secbagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Berikut ada beberapa cara perlindungan secara hukum, antara lain

sebagai berikut:60

a. Membuat peraturan (by giving regulation), yang bertujuan untuk:

1) Memberikan hak dan kewajiban;

2) Menjamin hak-hak para subyek hukum;

b. Menegakkan peraturan (by the law enforcement) melalui:

1) Hukum administrasi Negara yang berfungsi untuk mencegah

(preventif) terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, dengan

perijinan dan pengawasan;

60
Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, UNILA,
Bandar Lampung: 2007, hlm. 31

41
2) Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive)

setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, dengan

cara mengenakan sanksi berupa sanksi pidana dan hukuman;

3) Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak (curative,

recovery) dengan membayar kompensasi atau ganti kerugian.

Perlindungan konsumen merupakan tujuan dari usaha yang akan dicapai

atau keadaan yang akan diwujudkan. Oleh karena itu, tujuan perlindungan

konsumen perlu di rancang dan dibangun secara terstruktur dan dipersiapkan

sejak dini.Tujuan perlindungan konsumen mencakup aktivitas-aktivitas

penciptaan dan penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen.61

4. Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan

barang atau jasa sebagai berikut:62

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto dalam

hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam barang tersebut;

c. Tidak sesuai ukuran, timbangan, takaran dalam hitungan menurut

ukuran yang sebenarnya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana

dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang atau jasa

tersebut;

61
Ibid, hlm. 40-41.
62
Danang Suntoyo dan Wika Harisa Putri, Op. Cit.

42
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses

pembuatan, gaya, mode, atau penggunaan tersebut sebagaimana

dicantumkan dalam label, ataupun keterangan barang atau jasa

tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,

keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang atau jasa

tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan atau pemanfaatannya yang paling penting adalah

terjemahan dari kata best beforeyang digunakan dalam label

produk makanan;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana

pernyataan halal yang dicantumkan pada label;

i. Tidak memasang atau membuat penjelasan barang yang memuat

nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi aturan

pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat

pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang

menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat;

j. Tidak mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang

dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

43
BAB III

PEMBAHASAN

1. Implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen Terhadap Beredarnya Keripik Cabe Yang

Tidak Memiliki Label Kadaluarsa di Kota Dumai.

produk home Industri yang menjadi andalan untuk oleh-oleh bagi para

kerabat, para pedagang terkhususnya pihak yang memproduksi tidak

mencantumkan label kadaluarsanya di kemasan makananan tersebut, yang

menyebabkan konsumen tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai

produk yang dikonsumsinya. Hal ini merupakan tindakan melanggar hukum

karena tidak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia

khususnya Undang-Undang mengenai perlindungan konsumen

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

juga mewajibkan produk dan layanan untuk memenuhi standar tertentu, telah

menyatakan tanggal kadaluarsa, mengikutiproses produk halal (standar hukum

44
Islam), dan diberi label dengan informasi tentang isinya.63 Terkait dengan hal

tersebut, di Indonesia persoalan keamanan Makanan dan obat-obatan menjadi

tanggung jawab Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan yang selanjutnya

disebut BBPOM.Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM)

dibentuk oleh pemerintah sebagai wujud implementasi terhadap pengawasan

bahan makanan. Pasal 2 Ayat 1 peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017

menegaskan bahwa “ BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas

pemerintahan dibidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Label adalah setiap keterangan mengenai berang yang berbentuk

gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang memuat

informasi tentang barang dan keterangan pelaku usaha serta informasi lainnya

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undagan yang berlaku yang

disertakan pada barang, dimasukkan ke dalam, di tempelkan, atau merupakan

bagian dari kemasan barang.64

Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 Peraturan BPOM Nomor 31 tentang pangan

disebutkan Label sebagaimana dimaksud pasal 2 harus memuat keterangan

paling sedikit mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, nama

dan alamat pihak yang memproduksi atau menimpor, berat bersih atau isi

bersih, halal yang di persyaratkan, tanggal dan kode produksi, keterangan

kadaluarsa, nomon izin edar, asal usul bahan pangan tertentu.

63
East Asian Executive Repost, 1998, “ New Consumer Protection Law ”, Thompson Reuters Law,
15 November.
64
Peraturan Menteri Perdangan Nomor: 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman
Label pada barang.

45
Namun demikian meskipun telah di buatnya regulasi dalam peraturan

BPOM , tapi tetap saja masih banyak di temukan produk makanan yang tidak

sesuai dengan standart yang telah ditentukan didalam Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maupun dalam peraturan

BPOM terkhususnya itu pada pencantuman label kadaluarsa pada kemasan

produk makanan.

Contohnya saja oleh-oleh yang terkenal dari dumai yang khas yaitu

kerupuk cabe. Dimana pihak dari produsen keripik cabe tersebut tidak

mencantumkan label kadaluarsa pada kemasan keripik cabe terebut. Berikut

contoh keripik cabe yang tidak memiliki label kadaluarsa:

Gambar 1.III

Gambar produk khas dumai yang tidak mempunyai label kadaluarsa.

Nama Produk

Label Halal

Berat Bersih

Nomor Pendaftaran

Komposisi

Alamat Produsen

Nama Produk

Nomor Pendaftaran

Label Halal

Berat Bersih

Alamat Produsen

Komposisi

Nama Produk

Label Halal
46
Alamat Produsen

Nama Produsen
Produsen dari kerupuk cabe diatas hanya mencantumkan nama,

komposisi, alamat produksi, serta izin edar pada kemasanya. Tetapi pihak

produsennya tidak mencantumkan label tanggal kadaluarsa, yang dimana

merupakan hal yang paling penting dalam memberikan informasi tentang

layaknya produk tersebut di konsumsi.

Berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 Peraturan BPOM Nomor 31 tahun 2018

tentang label pangan olahan berbunyi ” Setiap Orang yang memproduksi

Pangan Olahan didalam negri wajib mencantumkan label”. Lalu dalam pasal 5

ayat 1 Peraturan BPOM nomor 31 tentang pangan disebutkan Label

sebagaimana dimaksud pasal 2 harus memuat keterangan paling sedikit

mengenai Nama produk, Daftar bahan yang digunakan, Nama dan alamat

pihak yang memproduksi atau menimpor, Berat bersih atau isi bersih, Halal

yang di persyaratkan, Tanggal dan kode produksi, Keterangan kadaluarsa,

Nomon izin edar, Asal usul bahan pangan tertentu.

Tabel 1.III
Daftar Label dalam Produk Keripik Cabe di Kota Dumai
Kerupuk Kerupuk cabe Kerupuk cabe
No Label
Cabe Ika Ibu Jumi Mai Satun

47
1 Nama produk   
2 Daftar bahan   
3 Nama dan alamat Produsen   
4 Berat bersih atau isi bersih   
5 Halal yang di persyaratkan   
6 Tanggal dan kode produksi   
7 Keterangan kadaluarsa   
8 Nomon izin edar   
9 Asal usul bahan pangan tertentu   
Sumber Data: olahan Penulis Tahun 2021

Salah satu bentuk sarana informasi yang harus diperhatikan oleh pelaku

usaha dalam pemenuhan hak konsumen adalah label. Sejalan dengan

konsideran dalam Peraturan Menteri Perdangan Nomor:

62/M-DAG/PER/12/2009 tentang kewajiban pencantuman label pada barang

yang berbunyi:

“Bahwa dalam rangka menjamin diperolehnya hak konsumen atas

informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang yang dipakai, digunakan dan dimanfaatkan oleh konsumen, perlu

mengatur mengenai kewajiban pencantuman label pada barang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen”

Menurut keputusan Dirjen Pengawas Obat dan Makanan Nomor:

02240/B/SK/VII/91 Tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan

periklanan Makanan dijelaskan nama makanan/nama produk, komposisi atau

daftar ingredient, isi netto, nama dan alamat pabrik/importer, nomor

48
pendaftaran, kode produksi tanggal kadaluarsa, petunjuk atau cara

penyimpanan, pentunjuk atau cara penggunaan, nilai gizi dan tulisan atau

pernyataan khusus.

Berdasarkan wawancara dari penulis dengan bapak ali selaku pemilik

dari produk Kerupuk Cabe bahwa alasan beliau tidak mencantumkan Label

kadaluarsanya karena produk tersebut tidak memakai pemanis dan pengawet

makanan, mereka menggunakan bahan-bahan alami dalam pembuatan

kerupuk cabe tersebut. Produk keripik cabe yang dibeli oleh konsumen sudah

tidak renyah dan tidak terdapatnya label kadaluarsa yang mebuat konsumen

tidak dapat menikmati produk yang telah dibelinya karena telah beranggapan

produk tersebut tidak layak untuk dikonsumsi kembali yang dalam hal ini

konsumen tidak mendapatkan haknya mengenai informasi yang benar, jelas

dan baik mengenai produk yang telah dibelinya.65 pengawasan terkait

mencantumkan label kadaluarsa pada produk Kerupuk Cabe pihak BPOM

Kota Dumai tidak mengetaui jumlah produk Kerupuk Cabe yang tidak

mencantumkan label kadaluarsa, hal ini dikarenakan terlalu banyaknya produk

Kerupuk cabe di Dumai dan kurangnya tenaga kerja dan anggaran yang

disediakan sehingga kurang optimalnya pengawasan yang dapat dilakukan.66

Berdasarkan Pasal 62 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlidungan Konsumen, yaitu apabila pelaku usaha menjual produk

tanpa memiliki label kadaluara dapat diancam dengan hukuman penjara

65
Wawancara dengan konsumen home industry, Hari Kamis, Tanggal 6 Maret 2020, Bertempat di
Kota Dumai.
66
Wawanncara dengan bapak hendra (Pengawas farmasi dan Makanan Ahli Muda) BPOM
Dumai, Hari senin, Tanggal 1 Desember 2020, Bertempat di Kantor BPOM Dumai.

49
makimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp.2 milyar. Pengawasan terhadap

makanan/minuman, terutama secara administrasi dilakukan dengan

pendaftaran produk, yang diselenggarakan dalam rangka melindungi

masyarakat terhadap makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan

untuk memberikan jaminan bahwa produk yang ditawarkan aman atau

nyaman untuk dikonsumsi atau digunakan.67 Pendaftaran untuk mendaftarkan

makanan, formulir permohonan harus diserahkan ke Departemen Kesehatan

beserta contoh makanan, label dan brosur, surat sertifikasi dari pabrik asing,

dan sertifikasi kesehatan.68 Label wajib digunakan oleh pemerintah untuk

menyebarkan informasi tentang tempat asal, proses produksi dan klaim

kesehatan, termasuk konten nutrisi dan peringatan keselamatan mengenai

produk makanan.69

2. Akibat Hukum dari Beredarnya Keripik Cabe yang Tidak Memiliki

Label Kadaluarsa di Kota Dumai.

Salah satu wujud perlindungan konsumen terhadap konsumsi produk

yaitu sebagaimana dalam Pasal 8 huruf (g) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang perlindungan konsumen, yang memerintahkan agar setiap

produk yang dikonsumsi konsumen harus memiliki tanggal kadalaursa.

Pemberian tanda atau label itu dimaksudkan agar konsumen mendapatkan

informasi yang benar tentang produk, karena putusan pilihan konsumen yang

benar mengenai barang atau jasa yang di butuhkan sangat tergantung pada
67
Heldya Natalia Simanullang, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi E-
Commerce”, Melayunesia Law, Fakultas Hukum Universitas Riau, Vol. 1. No. 1 Desember 2017,
hlm. 123.
68
East Asian Executive Reports, 1996, “ Shipping Consumer – Ready Food To Indonesia:
Registration, Labeling, Other Requirements” Thompson Reuters Law, 15 September.
69
Michel Blankeney, “Food Labelling and International Trade, Thompson Reuters Law, 2013.

50
kebenaran dan bertanggung jawabnya informasi yang disediakan oleh pihak-

pihak kalangan usaha yang bersangkutan70.

Suatu produk perlu dilengkapi dengan informasi agar dengan adanya

informasi tersebut konsumem mengetahui kegunaan dan komposisi dari

pembuatan suatu produk itu di buat. Pengawasan terhadap makanan dan

minuman, terutama secara administrasi dilakukan dengan pendaftaran

produk, yang diselenggarakan dalam rangka melindungi masyarakat terhadap

makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan untuk memberikan

jaminan bahwa produk yang ditawarkan aman atau nyaman untuk dikonsumsi

atau digunakan.71

Pendaftaran untuk mendaftarkan makanan, formulir permohonan harus

diserahkan ke Departemen Kesehatan beserta contoh makanan, label dan

brosur, surat sertifikasi dari pabrik asing, dan sertifikasi kesehatan. 72 Label

wajib digunakan oleh pemerintah untuk menyebarkan informasi tentang

tempat asal, proses produksi dan klaim kesehatan, termasuk konten nutrisi

dan peringatan keselamatan mengenai produk makanan.73

Undang-undang tersebut juga mewajibkan produk dan layanan untuk

memenuhi standar terentu, telah menyatakan tanggal kadaluarsa, mengikuti

proses produk halal (standar hukum Islam), dan diberi label dengan informasi

70
Az. Nasution, konsumen dan hukum,Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm.39.
71
Heldya Natalia Simanullang, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi E-
Commerce”, Melayunesia Law, Fakultas Hukum Universitas Riau, Vol. 1. No. 1 Desember 2017,
hlm. 123.
72
East Asian Executive Reports, 1996, “ Shipping Consumer – Ready Food To Indonesia:
Registration, Labeling, Other Requirements” Thompson Reuters Law, 15 September.
73
Michel Blankeney, “Food Labelling and International Trade, Thompson Reuters Law, 2013.

51
tentang isinya.74 Terkait dengan hal tersebut, di Indonesia persoalan

keamanan Makanan dan obat-obatan menjadi tanggung jawab Balai Besar

Pengawasan Obat dan Makanan yang selanjutnya disebut BBPOM. Balai

Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) dibentuk oleh pemerintah

sebagai wujud implementasi terhadap pengawasan bahan makanan. Pasal 2

Ayat 1 peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 menegaskan bahwa

“BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan dibidang

pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Di dalam Peraturan BPOM nomor 31 pasal 2 ayat 1

tahun 2018 tentang label pangan olahan berbunyi Setiap Orang yang

memproduksi Pangan Olahan didalam negri wajib mencantumkan label”

Lalu dalam pasal 5 ayat 1 Peraturan BPOM nomor 31 tentang pangan

disebutkan Label sebagaimana dimaksud pasal 2 harus memuat keterangan

paling sedikit mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, nama

dan alamat pihak yang memproduksi atau menimpor, berat bersih atau isi

bersih, halal yang di persyaratkan, tanggal dan kode produksi, keterangan

kadaluarsa, nomon izin edar, asal usul bahan pangan tertentu.

Namun demikian meskipun telah di buatnya regulasi dalam peraturan

BPOM , tapi tetap saja masih banyak di temukan produk makanan yang tidak

sesuai dengan standart yang telah ditentukan didalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maupun dalam

74
East Asian Executive Repost, 1998, “ New Consumer Protection Law ”, Thompson Reuters Law,
15 November.

52
peraturan BPOM terkhususnya itu pada pencantuman label kadaluarsa pada

kemasan produk makanan.

Contohnya saja oleh-oleh yang terkenal dari dumai yang khas yaitu

kerupuk cabe. Dimana pihak dari produsen keripik cabe tersebut tidak

mencantumkan label kadaluarsa pada kemasan keripik cabe terebut. Produsen

dari kerupuk cabe di Dumai masih ditemukan yang hanya mencantumkan

nama, komposisi, alamat produksi, serta izin edar pada kemasanya . Tetapi

pihak produsennya tidak mencantumkan label tanggal kadaluarsa, yang

dimana merupakan hal yang paling penting dalam memberikan informasi

tentang layaknya produk tersebut di konsumsi. Secara otomatis berarti

melanggar ketentuan yang ada dalam perlindungan konsumen. Penulis pada

kesempatan ini berfokus pada kerupuk cabe yang menjadi sampel dari

Produksi Rumah Tangga (PRT) yang akan di teliti.

Menurut keputusan Dirjen Pengawas Obat dan Makanan Nomor:

02240/B/SK/VII/91 Tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan

periklanan Makanan dijelaskan:

Kerupuk Kerupuk cabe Kerupuk cabe


No Label
Cabe Ika Ibu Jumi Mai Satun

1 Nama produk
  
2 Komposisi atau daftar ingredien;
  
3 Nama dan alamat pabrik/importir
  
4 Nomor pendaftaran;
  
5 Berat bersih atau isi bersih
  

53
6 Kode produksi tanggal kadaluarsa
  
7 Petunjuk atau cara penyimpanan
  
8 Pentunjuk atau cara penggunaan
  
9 Nilai gizi dan;
  
10 Tulisan atau pernyataan khusus.
  
Penggunaan label tanggal kadaluarsa merupakan hal yang penting dalam

mencapai hak pemenuhan informasi yang akurat bagi konsumen, terutama

pada produk makanan. Banyak produk makanan yang hanyaa mencantumkan

nama produk dan alamat produksi tetapi tidak mencantumkan tanggal

kadaluarsa produknya, seperti contoh pada gambar diatas. Penggunaan label

tanggal kadaluarsa diatur dalam didalam Pasal 8 Ayat 1 huruf (g) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan

Iklan Pangan. Pentingnya penggunaan label tanggal kadaluarsa terutama

dalam produk makanan dikarenakan makanan merupakan segala sesuatu yang

di peruntukkan untuk di konsumsi manusia, sehingga berkaitan langsung

dengan kesehatan atau keselamatan jiwa manusia.

Berdasarkan wawancara dari penulis dengan bapak ali selaku pemilik

dari produk Kerupuk Cabe ika bahwa alasan beliau tidak mencantumkan

Label kadaluarsanya karena produk tersebut tidak memakai pemanis dan

pengawet makanan, mereka menggunakan bahan-bahan alami dalam

pembuatan kerupuk cabe tersebut.Namun meskipun begitu didalam undang-

undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen setiap produk wajib

54
mencantumkan label kadaluarsa pada kemasanya tanpa ada kecuali. Dan

untuk menegetahui bahwa penentuan suatu produk yang sudah kadaluarsa

dengan perkiraan estimasi waktu selama 2 minggu. Setelah 2 minggu berlalau

akan muncul jamur yang nantinya menyebabkan mutu kimia pada produk

yang menyebabkan produk tidak layak di konsumsi lagi.75

Perlindungan konsumen merupakan tujuan dari usaha yang akan dicapai

atau keadaan yang akan diwujudkan. Oleh karena itu, tujuan perlindungan

konsumen perlu di rancang dan dibangun secara terstruktur dan dipersiapkan

sejak dini.Tujuan perlindungan konsumen mencakup aktivitas-aktivitas

penciptaan dan penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen.76

Pendekatan untuk memberikan perlindungan konsumen dapat dilihat dari

2 (dua) aspek, yaitu:77

a. Perlindungan tersebut berlaku untuk semua pihak baik yang berposisi

sebagai konsumen maupun pengusaha sebagai pengelola produksi

barang atau jasa atau instansi apapun.

b. Perlindungan tersebut semata-mata dikaitkan dengan masalah

kesehatan manusia, tetapi tidak memberikan kompensasi apapun

kepada konsumen yang dirugikan.

Tujuan yang ingin dicapai dari dibentuknya Undang-Undang

Perlindungan Konsumen yaitu:78

75
Wawancara dengan Bapak Ali(Produsen keripik cabe) Dumai, Hari Senin, tanggal 1 Desember
2020, Bertempat di rumah produksi keripik cabe Ika.
76
Ibid, hlm. 40-41.
77
Ibid, hlm.11.
78
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Kosumen.

55
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau

jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan, dan menuntut hak-haknya secbagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen

itu anatara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen

serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan

menumbuhkan sikap pelaku yang jujur dan bertanggung jawab.79

79
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2008, hlm.9.

56
Berikut ada beberapa cara perlindungan secara hukum, antara lain

sebagai berikut:80

a. Membuat peraturan (by giving regulation), yang bertujuan untuk:

1. Memberikan hak dan kewajiban;

2. Menjamin hak-hak para subyek hukum;

b. Menegakkan peraturan (by the law enforcement) melalui:

1. Hukum administrasi Negara yang berfungsi untuk mencegah

(preventif) terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, dengan

perijinan dan pengawasan;

2. Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi

(repressive) setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-

undangan, dengan cara mengenakan sanksi berupa sanksi pidana

dan hukuman;

3. Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak

(curative, recovery) dengan membayar kompensasi atau ganti

kerugian.

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah

pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan

menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-

norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif.Undang-Undang yang

berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu

bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama

80
Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, UNILA,
Bandar Lampung: 2007, hlm. 31

57
individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat.Aturan-aturan itu

menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan

terhadap individu.Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut

menimbulkan kepastian hukum.81

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat

dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis.Jelas

dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis. Jelas

dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak

berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Kepastian hukum menunjuk

kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang

pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya

subjektif.Kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan

secara factual mencirikan hukum.Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau

adil bukan sekedar hukum yang buruk.82

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu

pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui

perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa

keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan

adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja

yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.83

81
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm.158
82
Cst Kansil, Christine , S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit, Kamus
Istilah Hukum, Jakarta, 2009, Hlm. 385.
83
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti,Bandung, 1999,
hlm.23.

58
Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang

didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung

melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi

penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi

penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin

terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum

dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat

umum.Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum

tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan

semata-mata untuk kepastian.84

Kepastian hukum merupakan jaminan mengenai hukum yang berisi

keadilan.Norma-norma yang memajukan keadilan harus sungguh-sungguh

berfungsi sebagi peraturan yang ditaati.Menurut Gustav Radbruch keadilan

dan kepastian hukum merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum.Beliau

berpendapat bahwa keadilan dan kepastian hukum harus diperhatikan,

kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dan ketertiban suatu

negara.Akhirnya hukum positif harus selalu ditaati.Berdasarkan teori

kepastian hukum dan nilai yang ingin dicapai yaitu nilai keadilan dan

kebahagiaan.85

Produsen keripik cabe pada saat mendaftarkan produk kerupuk cabe di

dinas kesehatan untuk mendapatkan surat izin edarnya tela melengkapi syarat-

syaratnya yang salah satunya adalah pencantuman label kadaluarsa, namun


84
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko
Gunung Agung, Jakarta, 2002, hlm. 82-83
85
Ibid, hlm 95

59
ketika surat izin edar telah terbit, pada saat akan memasarkannya produsen

tidak lagi mencantumkan label kadaluarsa, dan hanya mencantumkan nomor

surat izin edar saja.86 Sanksi yang diberikan terkait tidak dicantumkannya label

kadaluarsa yang diatur pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, pihak BPOM telah memberikan surat peringatan

kepada produk Home Industri tersebut.87

Berdasarkan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Badan Pengawasan Obat dan

Makanan Nomor 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan yaitu setiap

orang yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Badan ini dikenakan sanksi

administratif yaitu :

1. Penghentian sementara dari kegiatan, Produksi, dan/atau Peredaran,

2. Penarikan pangan dari peredaran oleh Produsen, dan/atau

3. Pencabutan izin usaha.

Pelaku usaha keripik cabe yang tidak mencantumkan label kadaluarsa

dikarenakan lebih sedikit biaya yang akan dikeluarkan untuk memproduksi

keripik cabe tersebut, hal dikarenakan sangat sedikitnya keuntungan yang

dapat diperoleh oleh pelaku usaha dan keripik cabe yang tidak layak

dikonsumsi kembali, pelaku usaha akan memberikan penggantian produk

keripik cabe dengan yang masih layak kembali.88

86
Wawanncara dengan bapak hendra (Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Muda) BPOM
Dumai, Hari senin, Tanggal1 Desember 2020, Bertempat di Kantor BPOM Dumai.
87
Wawanncara dengan bapak hendra (Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Muda) BPOM
Dumai, Hari senin, Tanggal 1 Desember 2020, Bertempat di Kantor BPOM Dumai.
88
Wawancara dengan Bapak Ali(Produsen keripik cabe) Dumai, Hari Senin, tanggal 1 Desember
2020, Bertempat di rumah produksi keripik cabe Ika.

60
Berdasarkan Undang-undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan

Konsumen setiap produk wajib mencantumkan label kadaluarsa pada

kemasanya tanpa ada kecuali. Untuk mengetahui bahwa penentuan suatu

produk yang sudah kadaluarsa dengan perkiraan estimasi waktu selama 2

minggu. Setelah 2 minggu berlalu akan muncul jamur yang nantinya

menyebabkan mutu kimia pada produk yang menyebabkan produk tidak layak

di konsumsi lagi. Lalu berdasarkan wawancara dari penulis terhadap beberapa

konsumen yang membeli salah satu dari produk oleh-oleh khas dumai tersebut

menyatakan bahwa memang selama ini tidak ada permasalahan serius tetapi

pernah sewaktu-waktu beliau memebeli dan mendapati produk yang dia beli

tersebut tidak renyah lagi dimakan melainkan sudah masuk angin.89

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa

Konsumen dirugikan dengan tidak mendapatkan informasi mengenai label

kadaluarsa dan kelayakan untuk di konsumsi, sehingga konsumen tidak dapat

menikmati makanan yang telah dibelinya, yang dalam hal ini tidak adanya

kepastian hukum mengenai kadaluarsa produk Home Industri yang beredar di

kota Dumai. Dimana penetuan kadaluarsanya suatu produk ditentukan secara

subjektif selain itu belum optimalnya peran BPOM Kota Dumai memberikan

perlindungan konsumen dalam pencatuman label kadaluarsa pada produk

Home Industri yang ada di kota Dumai. Sedangkan tujuan dari dibentukya

undang-undang perlindungan konsumen, salah satu nya yaitu Menciptakan

sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan

89
Wawancara dengan konsumen home industry, Hari Kamis, Tanggal 6 Maret 2020, Bertempat di
Kota Dumai.

61
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, dengan tidak

melaksanakan kewajibannya produsen juga telah merampas hak konsumen,

hal ini membuat tidak terciptanya kepastian hukum bagi konsumen

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penilitian mengenai perlindungan konsumen terhadap

makanan produksi rumah tangga (keripik cabe) yang tidak mencantumkan

label kadaluarsa di kota dumai maka dapat disimpulkan:

1. Implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen terhadap beredarnya keripik cabe yang tidak

memiliki label kadaluarsa dikota Dumai masih belum terlaksanakan

secara maksimal karena masih banyaknya Produsen keripik cabe di

kota dumai yang tidak mencatumkan label kadaluarsa dalam

memasarkan produk keripik cabe dan telah melanggar Pasal 8 Ayat (1)

huruf g Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindugan

Konsumen sehingga konsumen tidak dapat menikmati produk yang

62
telah dibelinya karena keripik cabe tersebut tidak renyah lagi dan tidak

layak untuk konsumsi dan konsumen tidak dapat mengetahui sampai

kapan produk tersebut masih layak untuk dikonsumsi.

2. akibat hukum dari beredarnya keripik cabe yang tidak memiliki label

kadaluarsa di Kota Dumai yaitu Tidak adanya kepastian hokum dari

produk yang dibelinya di kota Dumai dikarenakan produk tersebu

tidak renyah dan konsumen tidak mengetahui batas waktu layaknya

produksi tersebut untuk dikonsumsi, sehingga konsumen tidak

mendapatkan haknya untuk mendapatkan informasi yang baik, jelas

dan benar mengenai kadaluarsa produk Home Industri yang beredar di

kota Dumai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

dikemukakan beberapa saran:Berdasarkan kesimpulan yang telah

dikemukakan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran:

1. Produsen keripik cabe di kota Dumai seharusnya mencantumkan label

kadaluarsa dalam memasarkan produknya tanpa ada alasan apapun

untuk tidak mencantumkan label kadaluarsa karena telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.

2. Pihak BPOM seharusnya lebih optimal dalam melakukan pengawasan

terkait pencantuman label kadaluarsa yang telah diatur dalam Undang-

63
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen dan

lebih tegas terhadap sanksi yang diberika terhadap produsen yang tidak

mencantumkan label kadaluarsa pada produk yang akan dipasarkan,

sehingga kepastian hukum dapat terwujud dalam hal ini.

64

Anda mungkin juga menyukai