Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. 1 Pengertian

konsumen sendiri adalah orang yang mengkonsumsi barang atau jasa yang

tersedia di masyarakat baik untuk digunakan sendiri ataupun orang lain dan tidak

untuk diperdagangkan kembali.2

Berdasarkan pendapat diatas, maka perlindungan konsumen adalah

jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk

bahan makanan yang dibeli. Hukum, khususnya hukum perlindungan konsumen

mempunyai tugas untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan

konsumen, pengusaha, masyarakat, dan pemerintah. Undang-Undang No. 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen secara tegas menyebutkan bahwa

pembangunan ekonomi nasional pada era globalisasi harus mampu menghasilkan

aneka barang dan jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat menjadi

sarana penting kesejahteraan rakyat, dan sekaligus mendapatkan kepastian atas

barang dan jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian

konsumen. Dalam proses perdagangan atau lazim dikenal dengan jual beli, jual

beli menurut Hasbi Ash-Shiddieqi menjelaskan bahwa jual beli adalah suatu akad

yang tegak atas dasar tukaran harta dengan harta, ,maka jadilah penukaran hak
1
Siahaan, 2005, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Panta
Rei, Jakarta, h. 100
2
Ibid,

1
milik secara tetap.3 Berdasarkan pendapat tersebut, maka jual beli keuntungan

penjual sudah dimasukkan dalam harga jual sehingga penjual tidak perlu lagi

memberitahukan tingkat keuntungan yang diinginkan. Sehingga dalam takaran

harga jual yang telah ditetapkan oleh penjual hendaknya sudah mencakup jaminan

akan perlindungan atas hak-hak para konsumen. Namun dalam kenyataannya saat

ini konsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para produsen. Dengan masih

maraknya kasus produk kadaluarsa yang masih beredar dan diperjualbelikan,

sehingga mencedrai hak-hak para konsumen. Kadaluarsa merupakan informasi

dari produsen kepada konsumen, yang menyatakan batas/tenggang waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik (kualitas) dan paling aman

(kesehatan) dari produk makanan atau minuman. Artinya produk tersebut

memiliki mutu yang paling prima hanya sampai batas waktu tersebut.4
Dari permasalahan tersebut, maka diperlukan kesepakatan bersama dalam

menjaga barang kadaluarsa sehingga tercapai suatu tujuan yang efisien.

Selanjutnya, upaya menjaga harkat dan martabat konsumen perlu didukung

peningkatan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian

konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku

usaha yang bertanggung jawab.


Narnun dalam prakteknya, banyak kendala yang tidak memungkinkan

berlangsungnya kesepakatan yang menyimpan barang kadaluarsa sehingga masih

terdapat tindakan jual beli barang kadaluarsa. Berdasarkan hal tesebut maka akan

dibahas dalam tulisan ini mengenai PERLINDUNGAN HUKUM BAGI

KONSUMEN TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG KADALUARSA

3
Hasbi Ash-Shiddieq, 2005, Pengantar Fiqh Muamalah, Al-Marif, Bandung, h. 97
4
Zaenab, 2000, Makanan Kadaluarsa, Mickroba Pangan, Jakarta, h. 34

2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimanakah dampak jual beli barang kadaluarsa bagi konsumen?
1.2.2. Bagaimanakah upaya perlindungan hukum bagi konsumen dan

sanksi bagi penjual barang kadaluarsa?


1.3 Tujuan
1.3.1. Mengetahui dampak jual beli barang kadaluarsa bagi konsumen.
1.3.2. Mengetahui upaya perlindungan hukum bagi konsumen dan sanksi

bagi penjual barang kadaluarsa.


1.4 Manfaat
1.4.1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dari penulisan paper ini dapat memberikan manfaat

secara teoritis bagi pengembangan ilmu hukum khususnya dalam

hal perlindungan konsumen.


1.4.2. Manfaat Praktis
Diharapkan dari hasil penulisan paper ini dapat memberikan

manfaat secara praktis bagi penegak hukum, praktisi, akademisi,

maupun penggiat hukum khususnya dalam hal perlindungan

konsumen dari praktik jual beli barang kadaluarsa.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dampak Jual Beli Barang Kadaluarsa Bagi Konsumen

Berbicara tentang perlindungan konsumen (consumer protection), berarti

berbicara tentang salah satu sisi dari korelasi antara lapangan perekonomian

dengan lapangan etika.

Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku

usaha dan konsumen. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba (profit)

dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah

memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk

tertentu. Dalam hubungan yang demikian seringkali terdapat ketidaksetaraan

antara keduanya.
Konsumen biasanya berada dalam posisi yang lemah dan karenanya dapat

menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha yang secara sosial dan ekonomi

mempunyai posisi yang kuat.5


Oleh karena itu, diperlukan seperangkat aturan hukum yang dapat

melindungi atau memberdayakan konsumen. Perlindungan konsumen merupakan

hak warga negara yang pada sisi lain merupakan kewajiban negara untuk

melindungi warga negaranya, khusunya atas produk yang halal dan baik.

Sehingga dalam menentukan aturan hukum tersebut diperlukan adanya campur

tangan negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum terhadap konsumen.

5
Abdulkadir, Muhammad, 2010, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 56

4
Berkaitan dengan hal tersebut telah disahkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen.


Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,

maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan

perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk

melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.6


Dalam bukunya, Pengantar Hukum Bisnis, Munir Fuady mengemukakan

bahwa konsumen adalah pengguna akhir (end user) dari suatu produk, yaitu setiap

pemakai barang dan/atau jasa yang terrsedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan

tidak untuk diperdagangkan.7 Menurut Mochtar Kusumaatmaja hukum

perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum

yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya

dengan para penyedia barang dan/atau jasa konsumen.8


Setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup

lain, dan tidak untuk diperdagangkan. Jual beli barang kadaluarsa nampak sangat

monoton dan tidak dinamis, namun pentingnya pengusaha mengharuskan adanya

sistem mengelola operasional barang secara baik dan tepat.


Pengertian kadaluarsa adalah masa habis berlakunya suatu barang,

semisal masa aman konsumsi suatu produk khususnya makanan, kosmetik dan

6
Samsul, 2004, Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab
Mutlak. Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas, Jakarta, h. 64
7
Munir Fuady, 2000, Pengantar Hukum Bisnis, Bina Aksara, Jakarta, h. 77
8
Mochtar Kusumaatmaja, 2009, Asas dan Perlindungan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
h. 89

5
barang-barang yang sifatnya konsumtif bagi manusia.9 Berdasarkan pendapat di

atas, maka kadaluarsa adalah barang pangan yang mengalami kerusakan akan

mengalami perubahan-perubahan seperti warna, bau, rasa, tekstur, kekentalan.

Perubahan tersebut disebabkan oleh benturan-benturan fisik, benturan kimia, dan

aktifitas organisme.
Jika menggunakan produk yang sudah kadaluarsa (lewat tanggal

penggunaan) berarti kita menggunakan produk yang mutunya sudah tidak

berkualitas dan dapat membahayakan kesehatan, karena produk tersebut sudah

tidak layak untuk dikonsumsi. Jadi sebaiknya penggunaannya sebelum tanggal

kadaluarsa berakhir. Penyertaan tanggal kadaluarsa pada produk pangan

sebenarnya bersifat preventif, agar konsumen terhindar dari produk yang sudah

tidak layak di konsumsi.10 Berkaitan dengan kadaluwarsanya suatu barang, salah

satu perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, khususnya terkait produksi dan

perdagangan barang/jasa, menurut Pasal 8 Undang-undang No. 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, selanjutnya disebut UU PK yaitu:

(1).Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkanbarang

dan/atau jasa yang :


a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan stkitar yang dipersyaratkan

dan ketentuan peraturan perundang-undangan;


b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto,dan jumlah dalam

hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang

tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;


9
Dendy Sugiono, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, h. 233.
10
Zaenab, 2000, Makanan Kadaluarsa, Mickroba Pangan, Jakarta, h. 34

6
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang

dan/atau jasa tersebut;


e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,

gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam

label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;


f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,

keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;


g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa (garis bawah dari penulis)

atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas

barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;


i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat

nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan

pakai, tanggal pembuatan,akibat sampingan, nama dan alamat pelaku

usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan

harus di pasang/dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang

dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku.
(2). Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau

bekas, dan tercemar tanpa memberikaninformasi secara lengkap dan benar

atas barang dimaksud.


(3). Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang

rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan

informasi secara lengkap dan benar.

7
(4). Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang

memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari

peredaran

Berdasarkan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha jual beli barang

kadaluarsa, maka adanya tanggung jawab pelaku usaha yaitu memberikan ganti

rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat

mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.11

Kesalahan dalam pengelolaan dan pengendalian terhadap praktik jual beli

barang kadaluarsa bisa berakibat fatal dan menjadi kerugian yang sebenarnya

tidak perlu terjadi, khususnya kepada konsumen, namun bagi pengusaha perlu

benar-benar mengecek stock barang dagangan yang memiliki masa kadaluarsa

yang singkat, atau rentan pada kondisi cuaca dan ruangan penyimpanan. Adapun

dampak dari barang kadaluarsa adalah sebagai berikut :12

1. Dapat merugikan masyarakat secara material, baik individu maupun

kelompok.
2. Dapat mengganggu kesehatan bagi konsumen
3. Berpengaruh negatif terhadap citra usaha dalam kalangan konsumen.

2.2 Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen dan Sanksi Bagi

Penjual Barang kadaluarsa


Upaya perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan pada asas yang

diyakini memberikan arahan dan implementasinya di tingkatan praktis.

11
Abdulkadir, Muhammad, 2010, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 56
12
Mangkoesoebroto, 2014, Ekonomi Publik. Edisi Ke Enam Belas, Claredon Press,
Yogyakarta, h. 76

8
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

konsumen Pasal 2, ada 5 (lima) asas perlindungan konsumen yaitu:13

1. Asas Manfaat

Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UNDANG-UNDANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN harus memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada

satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah

pihak harus memperoleh hak-haknya.

2. Asas Keadilan

Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4-7 UNDANG-UNDANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN yang mengatur mengenai hak dan kewajiban

konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku

usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.

3. Asas Keseimbangan

Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku

usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang

lebih dilindungi.

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Diharapkan penerapan UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan

konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang dikonsumsi atau digunakan.

13
Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Cet. Ketujuh,
Liberty, Yogyakarta, h. 33

9
5. Asas Kepastian Hukum

Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan

memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta

negara menjamin kepastian hukum.

Kemudian menurut Johanes Gunawan, Perlindungan hukum

terhadap konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum terjadi transaksi

(no conflict/pre purchase) dan/atau pada saat setelah terjadinya transaksi

(conflict/post purchase).3

Perlindungan hukum terhadap konsumen yang dapat dilakukan pada saat

sebelum terjadi transaksi (no conflict/pre purchase) dapat dilakukan

dengan cara antara lain:

1. Legislation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang

dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi dengan memberikan

perlindungan konsumen melalui peraturan perundang-undangan yang

telah dibuat. Sehingga dengan adanya peraturan perundang-undangan

tersebut diharapkan konsumen memperoleh perlindungan sebelum

terjadinya transaksi, karena telah ada batasan-batasan dan ketentuan yang

mengatur transaksi antara konsumen dan pelaku usaha.

2. Voluntary Self Regulation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen

yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi, dengan cara ini

pelaku usaha diharapkan secara sukarela membuat peraturan bagi dirinya

10
sendiri agar lebih berhati-hati dan waspada dalam menjalankan

usahanya.4

Sedangkan untuk perlindungan hukum terhadap konsumen pada saat

setelah terjadi transaksi (conflict/post purchase) dapat dilakukan melalui

jalur Pengadilan Negeri (PN) atau di luar Pengadilan oleh Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) berdasarkan pilihan para

pihak yang bersengketa.14

Berkaitan dengan kadaluwarsanya suatu barang, salah satu perbuatan yang

dilarang bagi pelaku usaha, khususnya terkait produksi dan perdagangan

barang/jasa, menurut Pasal 8 ayat (1) huruf g UU Perlindungan Konsumen,

yaitu tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.

Ancaman pidana bagi pelaku usaha yang melanggar larangan tersebut

berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen adalah pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp

2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Selain ancaman pidana, terhadap pelaku

usaha dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa (Pasal 63 UU Perlindungan

Konsumen):

14
Gde Manik Yogiartha, I Ketut Wirta Griadhi, 2013, Perlindungan Hukum Terhadap
Konsumen Dalam Jual - Beli Telepon Seluler Tanpa Garansi Di Pasar Gelap (Black Market),
OJS.UNUD.AC.ID, https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/4796 , Kertha
Negara, Vol. 01, no. 01, h. 3, 27 September 2017

11
a. perampasan barang tertentu;

b. pengumuman keputusan hakim;

c. pembayaran ganti rugi;

d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian

konsumen;

e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau

f. pencabutan izin usaha.

Sebagai pelaku usaha, pemilik mini market dilarang untuk tidak

mencatumkan tanggal kadaluwarsa pada barang yang dijualnya. Apabila barang

tersebut telah dicantumkan tanggal kadaluwarsanya namun telah melewati jangka

waktu dan masih diperjualbelikan, maka penggunaan atau pemanfaatan barang

tersebut sudah tidak baik dan tidak layak dikonsumsi.Terkait dengan kondisi

barang yang tidak layak untuk dikonsumsi ini, sebagai konsumen, Kita memiliki

hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

yang Kita beli (Pasal 4 huruf a UU Perlindungan Konsumen).

Untuk mengetahui prosedur langkah hukum yang dapat dilakukan, dengan

mengacu pada Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen yang berbunyi:

(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha

melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara

12
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di

lingkungan peradilan umum.

(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan

atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang

bersengketa.

(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana

sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar

pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh

apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak

atau oleh para pihak yang bersengketa.

Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 45

ayat (2) UU Perlindungan Konsumen, tidak menutup kemungkinan

penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap

diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang

bersengketa. Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah

penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku

usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa

konsumen dan tidak bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen.

13
Jadi, hanya para pihak yang bersengketa yang menentukan upaya

penyelesaian sengketa mana yang akan ditempuh. Apabila Kita ingin menuntut

pemilik mini market sebagai pelaku usaha secara pidana, maka Kita dapat

melaporkannya kepada pihak yang berwajib untuk dapat diproses melalui jalur

pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada

ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan

dalam Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen (Pasal 48 UU Perlindungan

Konsumen)

Selain itu, perlu Kita ketahui bahwa pelaku usaha memiliki kewajiban untuk

memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan (Pasal 7 huruf f UU Perlindungan Konsumen). Contoh kasus

dapat kita temukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Bangil No.

747/Pid.B/2010/PN.Bgl. Terdakwa diajukan ke persidangan karena menjual

barang berupa makanan ringan atau kue yang lewat masa kadaluwarsanya.

Terdakwa dengan sengaja menghapus tanggal kadaluwarsa barang dagangannya,

karena terdakwa tahu bahwa barang-barang tersebut telah kadaluwarsa.

Setelah mendengarkan keterangan saksi dan didukung oleh bukti-bukti di

persidangan, hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa unsur

memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa dengan tidak

mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan

yang paling baik telah terpenuhi. Majelis Hakim memutus bahwa perbuatan

14
terdakwa telah memenuhi semua unsur-unsur dalam Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8

ayat (1) huruf g UU Perlindungan Konsumen. Terdakwa terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menjual barang kadaluarsa dan

dijatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) bulan.

Adapun tujuan Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999, bertujuan untuk: :15

Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri;
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;


Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalm memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;


Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian Hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi;
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha;


Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kenyamanan, dan keselamtan

konsumen.

15
Janus Sidabalok, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 44

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan pemaparan di atas, maka ada keterkaitan yang sangat erat

antara upaya perlindungan hukum bagi konsumen dengan sanksi bagi penjual.

Dengan adanya analisa yang tepat mengenal perilaku pengusaha terhadap suatu

produk atau jasa maka bisa dipetakan dengan teliti oleh konsumen yang akan

dijadikan sasaran nantinya. Terhadap kasus praktik jual beli barang kadaluarsa

maka konsumen dapat menuntut hak-haknya berupa hak atas keamanan, dan

keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, mendapatkan

perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara

patut, dan konsumen diperlakukan atau dilayani secara benar dan tidak

16
diskriminatif. Serta untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian dan tidak sebagaimana mestinya.

3.2 Saran

Dalam melakukan transaksi jual beli barang haruslah memperhatikan kadaluarsa

dari barang yang menjadi objek transaksi tersebut. Namun apabila transaksi telah

terlanjur terjadi dan obyek transaksi ternyata kadaluarsa, maka upaya dan dasar

hukum diatas dapat digunakan untuk mendapatkan perlindungan hukum. Penjual

haruslah bertanggung jawab atas barang yang dia jual.

17

Anda mungkin juga menyukai