Anda di halaman 1dari 21

ETIKA PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KARYAWAN

MATA KULIAH ETIKA BISNIS DAN PROFESI

DISUSUN OLEH:

NURMALIA (200420057)

DOSEN PENGAMPUH

Dr. MURHABAN S.E,M.Si, Ak

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

T.A 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Berdasarkan kenyataan yang tidak dibantahkan bahwa bisnis merasuki seluruh kehidupan
sesama manusia, maka dari perspektif etis, bisnis diterapkan dan tuntut untuk menawarkan
sesuatu yang berguna bagi manusia dan tidak sekedar menawarkan sesuatu yang merugikan
hanya demi memperoleh keuntungan. Kondisi konsumen yang banyak dirugikan memerlukan
peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-haknya dapat ditegakkan. Namun di
sisi lain, perlindungan tersebut harus juga melalui eksistensi produsen yang sangat esensial
dalam perekonomian negara. Oleh karena itu, diperlukan perundang-undangan yang dapat
melindungi kedua belah pihak.

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin untuk menjamin adanya
kepastian untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Pengertian konsumen
sendiri adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan. Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati
secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan
berbagai macam produk barang atau pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen di
tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung. Jika tidak
berhati-hati dalam memilih produk barang atau jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan
menjadi objek eksploitasi dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari,
konsumen menerima begitu banyak barang atau jasa yang di konsumsinya. Oleh karena itu,
masalah Perlindungan Konsumen perlu diperhatikan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. DEFINISI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KARYAWAN


Menurut undang-undang no.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
pasal 1 butir 1,2 dan 3:
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah Setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain maupun makhluk hidup dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum negara Republik, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.

2. DASAR HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KARYAWAN


Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat
mengajukan perlindungan adalah:
1. Undang-undang Dasar 1945 pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), pasal 21 ayat
(1), pasal 27 dan pasal 33.
2. Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia No. 3821.
3. Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha-Usaha Tidak Sehat.
4. Undang-undang No. 30 tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif
Penyelesaian Sengkesta.
5. Peraturan pemerintahan No. 58 tahun 2001 tentang pembinaan pengawasan
dan penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
6. Surat edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPN/VII/2001
Tentang penangan pengaduan konsumen yang ditunjukkan kepada seluruh
dinas Indag Prop/Kab/Kota.
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No.
795/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

3. TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KARYAWAN


 Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
 Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari akses negatif pemakai barang atau jasa.
 Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.
 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha.
 Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan
keselamatan konsumen.

4. HAK-HAK KONSUMEN DAN KARYAWAN


Sesuai dengan pasal 5 undang-undang Perlindungan Konsumen, hak-hak
konsumen adalah:
 Hak atas kenyamanan, keamanan keselamatan dan dalam mengkonsumsi
barang atau jasa.
 Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
 Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang atau jasa.
 Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas barang atau jasa yang
digunakan.
 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengkesta perlindungan konsumen secara patut.
 Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
 Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
 Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila
barang atau jasa yang terima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
 Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undang lainnya.

5. KEWAJIBAN KONSUMEN DAN KARYAWAN


Tidak hanya bicara hak, pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga
memuat kewajiban konsumen antara lain:
 Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
 Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
 Membayarkan sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
 Mengikuti upaya penyelesaian hukum sangkesta perlindungan konsumen
secara patut.

6. AZAS PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KARYAWAN


Asas Perlindungan Konsumen: "Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat,
keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian
hukum”.

Asas Perlindungan Konsumen antara lain:

 Asas manfaat
mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini
harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan
pelaku usaha secara keseluruhan.
 Asas keadilan
partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya
dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
 Asas keseimbangan
memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti materiil atau spiritual.
 Asas keamanan dan keselamatan konsumen
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penanggung, pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi
atau digunakan.
 Asas kepastian hukum
baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara
menjamin kepastian hukum.

7. PRINSIP PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KARYAWAN


 Biarkan pembeli berhati hati
a. pelaku usaha kedudukannya seimbang dengan konsumen sehingga tidak
perlu proteksi.
b. konsumen diminta untuk berhati-hati dan bertanggung jawab sendiri.
c. konsumen tidak mendapatkan hak dan informasi serta pelaku usaha tidak
terbuka.
d. dalam UUPK Caveat Emptor berubah menjadi caveat venditor.
 Teori kehati hatian
a. pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam
memasyarakatkan.
b. produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati-hati tidak dapat
dipersalahkan.
c. pasal 1965 Kuhperdata secara tegas menyatakan, barang siapa yang
mengendalikan mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau
membantah hak orang lain, atau menunjuk pada suatu peristiwa, maka ia
diwajibkan membuktikan adanya atau peristiwa tersebut.
d. beban berat konsumen dalam membuktikan.
 Privasi kontrak
a. prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk
melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara
mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat
disalahkan atas hal-hal yang di luar yang diperjanjikan.
b. fenomena kontrak-kontrak standar yang beredar di masyarakat merupakan
petunjuk yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi
domisi pelaku usaha.
 Kontrak bukan syarat
a. prinsip ini tidak mungkin lagi dipertahankan, jika kontrak bukan lagi
merupakan syarat untuk menerapkan eksistensi suatu hubungan hukum.

8. GERAKAN KONSUMEN DAN KARYAWAN


Salah satu syarat bagi terpenuhi dan terjaminnya hak-hak konsumen adalah
perlunya pasar dibuka dan dibebaskan bagi semua pelaku ekonomi, termasuk bagi
produsen dan konsumen untuk keluar masuk dalam pasar. Selain itu, salah satu
langkah yang dirasakan sangat berpengaruh adalah gerakan konsumen. Gerakan ini
terutama lahir karena dirasakan adanya penggunaan kekuatan bisnis secara tidak fair.
Gerakan Konsumen juga lahir karena pertimbangan sebagai berikut:
1. Produk yang semakin banyak di satu pihak menguntungkan konsumen karena
mereka punya pilihan bebas yang terbuka, namun di pihak lain juga membuat
pilihan mereka menjadi rumit.
2. Jasa kini semakin terspesialisasi sehingga menyulitkan konsumen untuk
memutuskan mana yang benar-benar dibutuhkannya.
3. Kebutuhan iklan yang merasuki setiap menit dan segi kehidupan manusia
modern yang melalui berbagai media massa dan media informasi lainnya,
membawa pengaruh yang sangat besar bagi konsumen.
4. Kenyataan menunjukkan bahwa keamanan produk jarang sekali diperhatikan
secara serius oleh produsen.
5. Dalam hubungan jual beli yang didasarkan oleh kontrak, konsumen lebih
berada pada posisi yang lemah.

9. HUBUNGAN PRODUSEN DAN KONSUMEN


Ada beberapa aturan yang perlu dipenuhi dalam sebuah kontrak yang
dianggap baik dan adil, yang menjadi dasar bagi hak kontraktual setiap pihak dalam
satu kontrak yaitu:
1. Kedua belah pihak mengetahui sepenuhnya hakikat dan kondisi persetujuan
yang mereka sepakati.
2. Tidak ada pihak yang secara sengaja memberikan fakta yang salah atau
memalsukan fakta tentang kondisi dan syarat kontrak untuk pihak yang lain.
3. Tidak ada pihak yang boleh dipaksa untuk melakukan kontrak atau
persetujuan itu.
4. Kontrak juga tidak mengikat bagi pihak manapun atau tindakan yang
bertentangan dengan moralitas.

Ada 2 alasan perangkat pengendalian terutama dituju pada produsen dalam


hubungannya dalam konsumen, adalah:

1. Dalam hubungan antara konsumen atau pelanggan di satu pihak atau pemasok,
produsen, dan penyalur barang atau jasa tertentu di pihak lain, konsumen atau
pelanggan terutama berada pada posisi yang lebih lemah dan rentan untuk
dirugikan.
2. Dalam kerangka bisnis sebagai profesi, konsumen sesungguhnya membayar
produsen untuk menyediakan barang kebutuhan hidupnya secara professional.

Adapun aturan-aturan hubungan produsen dan konsumen adalah:

1. Produsen wajib memenuhi sebuah ketentuan yang melekat baik pada produk
yang ditawarkan maupun pada iklan tentang produk itu.
2. Produsen punya kewajiban untuk menyikapkan semua informasi yang perlu
diketahui oleh semua konsumen tentang sebuah produk.
3. Kewajiban untuk tidak mengatakan yang tidak benar tentang produk yang
ditawarkan. Dari ketiga aturan-aturan di atas terlihat bahwa jelas informasi
tentang produk memainkan peranan penting. Dalam banyak kasus informasi
adalah dasar bagi konsumen untuk memutuskan pembeli sebuah produk.

10. HAK DAN KEWAJIBAN PRODUSEN TERHADAP KONSUMEN


Prosedur ialah orang yang menghasilkan barang atau jasa untuk keperluan
konsumen. Barang atau jasa yang dihasilkan produsen disebut produksi, sedangkan
yang memakai barang atau jasa disebut konsumen. Dalam ilmu ekonomi dapat
dikelompokkan dalam golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah
Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).
1. Hak Produsen (pelaku usaha/wirausaha)
seperti halnya konsumen pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak
pelaku usaha sebagaimana diatur dalam pasal 6 uu PK adalah:
 Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
 Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritika tidak baik.
 Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian hukum
sengkesta konsumen.
 Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian Konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang
diperdagangkan.
 Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Kewajiban Produsen
 Beritikad baik dalam kegiatan usahanya.
 Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang atau jasa serta memberikan penjelasan, penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan.
 Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
 Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu atau jasa yang berlaku
 Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu atau jasa yang berlaku.
 Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba
barang atau jasa yang dibuat atau yang diperdagangkan.
 Memberi kompensasi, ganti rugi atau pergantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian atau pemanfaatan barang dan jasa yang
diperdagangkan.
 Memberi kompensasi ganti rugi atau penggantian bila barang atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan sesuai dengan perjanjian.

11. PERBUATAN YANG DILARANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG


PELAKU USAHA
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan
suatu barang atau jasa dengan cara menyajikan pemberian hadiah berupa barang atau
jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau
memberikannya tidak sebagaimana yang dijanjikan (pasal 13). Pelaku usaha dalam
menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan
memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
 Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan.
 Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
 Memberikan hal yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
 Menganti hadiah yang tidak setara dengan nilai yang hadiah yang dijanjikan.
(pasal 14)

12. TANGGUNG JAWAB PRODUSEN TERHADAP KONSUMEN (PASAL19)


1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang atau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah
tanggal transaksi.
4. Pemberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian
lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

Consumer-an important stakeholder

Di Prancis, konsumen adalah orang yang menggunakan barang atau jasa untuk
keperluan pribadi atau keluarganya. Di dalam ketentuan pasal 1 ayat 2 Undang-
undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK) dinyatakan bahwa
konsumen adalah Setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Bisnis membutuhkan konsumen, Sedangkan konsumen membutuhkan bisnis


untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini hubungan harus bersifat saling
menguntungkan (win-win relationship), jangka Panjang (long-trem relationship),dan
dilandasi oleh rasa saling mempercayai (mutual trust). Sebuah transaksi bisnis
dikatakan adil apabila masing-masing dari pihak mampu memberikan nilai dan tidak
ada unsur keterpaksaan.

Dari sudut pandang koperasi, relasi mereka dengan konsumen terjalin lebih
banyak karena faktor kepercayaan(trust). Salah satu pihak berbuat curang dapat
berakibat transaksi bisnis tidak dapat disebut baik dan adil. Hubungan saling
menguntungkan ini menjadi syarat hubungan jangka panjang dan terjalinnya
kepercayaan antara bisnis dan konsumen yang semakin kuat.

Dengan demikian bisnis dapat berlangsung lama apabila bisnis tersebut


mampu menjaga keseimbangan hak dan kewajiban serta bertindak etis kepada
konsumennya. Hubungan dan transaksi bisnis antara penjual dengan pembeli atau
konsumen harus dilandasi dengan aspek pemenuhan hak-hak konsumen yang diatur
dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 yang menyebutkan:

 Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam konsumsi barang atau jasa.
 Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang dijaminkan.
 Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
atau jasa.
 Hak untuk mendapatkan dan keluhan barang atau jasa yang digunakan.
 Hak untuk mendapatkan advikasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara pantas.
 Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
 Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur dan tidak
diskriminatif.
 Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila
barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
merumuskan hak-hak konsumen sebagai berikut:
a. Hak keamanan dan keselamatan (the right to be safety) untuk menjamin
bahwa suatu barang dan jasa Dalam penggunaannya akan nyaman, aman
mau maupun tidak membahayakan konsumen, maka konsumen diberikan
hak untuk memilih barang atau jasa yang dikehendaki berdasarkan
keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika terdapat
penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk didengar,
memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, hingga
kompensasi ganti rugi.
b. Hak mendapatkan informasi yang jelas (the right ti be be informed)
Konsumen berhak untuk mengetahui segala sesuatu produk yang mereka
beli dan konsumsi. Mereka berhak untuk memiliki kemudahan akses
kepada segala informasi tentang produk yang mereka konsumsi, baik
merupakan informasi tentang manfaat produk tersebut maupun informasi
tentang efek samping dan bahaya yang berkaitan pengkonsumsian produk
tersebut. Salah satu respon yang diberikan perusahaan adalah dengan
menyediakan informasi tertentu yang tercantum pada label produk
tersebut. Demonstrasi produk dan tanya jawab mengenai produk tertentu
dengan para ahli dari perusahaan tersebut merupakan cara lain yang dapat
dilakukan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan Konsumen akan
informasi produk.
c. Hak memilih (the right to choose) dalam membeli dan mengonsumsi
produk, konsumen berhak untuk memilih produk tertentu yang cocok
dengan kebutuhan yang mereka rasakan. Hak-hak semacam ini telah
diperkuat oleh adanya kebebasan dalam industri untuk memproduksi
produk yang sama dengan produksi perusahaan lain.
d. Hak Untuk didengar pendapatnya dengan keluhannya (the right to be
heard) selain ketiga hak di atas, konsumen masih memiliki hak untuk
mengeluarkan pendapat, baik itu berupa kritik maupun saran. Konsumen
bahkan memiliki hak untuk bertindak apabila hal itu perlu dirasa perlu. Di
Indonesia ada suatu yayasan yang dikenal sebagai Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) yang berfungsi sebagai pelindung hak-hak
konsumen. Lembaga ini bertugas untuk menampung suara-suara
konsumen yang kemudian disampaikan kepada perusahaan yang
bersangkutan dan kemudian disampaikan kepada perusahaan yang
bersangkutan menambahkan di publikasikan ke media massa apabila perlu.
Melalui lembaga seperti inilah kepentingan konsumen dapat diperhatikan
dan terpenuhi hak atas lingkungan hidup.

Hindden taxation on society

Pajak merupakan pungutan dari pemerintah yang ditujukan kepada wajib


pajak menurut undang-undang, serta dipaksakan dalam pembayarannya untuk
menutupi pengeluaran negara dan biaya pembangunan negara yang dari pungutan ini,
masyarakat tidak mendapatkan jasa timbal balik secara langsung (I Gede Hendy
Darmawan dan I Made Sukartha 2014 : I Gusti Ayu Cahya Maharani dan Ketut Alit
Suardana 2014). Pajak yang dipungut menjadi fenomena yang sangat penting karena
dapat menjadi fokus pemerintah untuk pengolahan yang baik (Kholdolov 2012).
Pemerintah berupaya mengoptimalkan penerimaan pajak guna meningkatkan
pendapatan negara namun dalam upaya mengoptimalkan penerimaan pajak tidak
terlepas dari beberapa kendala, terlebih dari sistem perpajakan Indonesia menganut
sistem self assessment yang berarti bahwa sistem pemungutan pajak yang
memberikan tanggung jawab kepada para wajib pajak untuk menghitung, membayar
dan melaporkan sendiri sejumlah pajaknya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Hal ini yang menyebabkan banyaknya praktik penghindaran
pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Penghindaran pajak ( tax avoidance)
definisikan sebagai salah satu tindakan yang dilakukan wajib pajak untuk mengurangi
beban pajaknya secara legal. Penghindaran pajak dapat dikatakan persoalan yang
rumit dan unik karena di satu sisi dianggap tidak melanggar hukum, tetapi di sisi lain
tidak diinginkan karena merugikan negara dari segi penerimaan negara (I Gusti Ayu
Cahya Maharani dan Ketut Ali Suardana 2014 : Kholbadalov 2012). Pajak
mempunyai peran penting bagi masing-masing negara. Pemerintah menginginkan
pajak yang optimal dari target penerimaan pajak yang sudah ditetapkan. Namun,
pendapatan Ini bertolak belakang dengan para wajib pajak khususnya wajib pajak
badan. Perusahaan menginginkan beban pajak yang cukup rendah, karena beban pajak
dianggap sebagai beban yang mengurangi penghasilan yang diperoleh. Adanya
perbedaan kepentingan dari suatu pandang pemerintah dengan pihak perusahaan
sehingga menimbulkan untuk melakukan penghindaran pajak bagi legal maupun
illegal. Penghindaran pajak inilah yang menjadi masalah dan menyebabkan tidak
maksimalnya penerimaan pajak. Untuk melakukan perlawanan penghindaran pajak,
maka di negara-negara di dunia harus mempunyai kebijakan yang transparan,
kapasitas administrasi untuk mengidentifikasi transaksi-traksi yang mencurigakan,
serta kemampuan dalam melakukan penegasan pajak secara efektif Bank Dunia pada
Selasa (12/4) (kemenkeu.go,id). Fenomena penghindaran pajak di Indonesia dapat
dilihat dari rasio pajak (tax ration) negara Indonesia. Kemampuan pemerintah dalam
mengumpulkan pendapatan pajak dari masyarakat dapat ditunjukkan dalam rasio
pajak. Kinerja pemungutan pajak negara yang semakin baik, maka semakin tinggi
rasio pajak suatu negara tersebut. Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia dalam
membayar pajak terjamin dari angka tax ration yang masih di level 11,9%, yang
notabenya jauh lebih rendah jika dibanding negara. Masih rendahnya tingkat
kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, membuat rasio pajak(tax ration)
Indonesia lebih rendah jika dibanding dengan negara tetangga lainnya. Kondisi
keuangan yang ada di perusahaan maupun kebijakan yang diambil oleh pimpinan
perusahaan bisa dijadikan pemicu untuk dilaukannya tax advoidance. Kasus
penghindaran pajak(tax advoidance) yang dilakukan oleh suatu perusahaan
dipengaruhi oleh tata kelola perusahaan (corporate governance) karena sebuah
perusahaan merupakan wajib pajak sehingga suatu aturan struktur corporate
governance mempengaruhi cara sebuah perusahaan dalam memenuhi kewajiban
pajaknya, tetapi di sisi lain perencanaan pajak tergantung pada dinamika corporate
governance dalam suatu perusahaan. Corporate governance merupakan tata kelola
perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipasi dalam perusahaan
yang menentukan arah kinerja perusahaan (I Gusti Ayu cahaya Maharani dan Ketut
Alit Suardana 2014. Arah kinerja perusahaan dipengaruhi oleh pengambilan

keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Corporate governance berperan dalam


pengambilan keputusan, termasuk dalam keputusan membayar pajak yang akan
dibayarkan oleh perusahaan. Sebuah perusahaan dikategorikan Good Corporate
Governance, apabila prinsip-prinsip pokok corporate governance yang terdiri dari
keterbukaan informasi (transparency), akuntabilitas (accountability), responsibilitas
(responsibities), kemandirian (independency), serta kesetaraan dan kewajaran
(fairness) dijalankan dalam perusahaan dengan baik, sehingga dalam hal membayar
pajak perusahaan akan membayar sesuai dengan jumlah yang ditetapkan.

Stakeholder alliance

Sebelum sebuah bisnis dapat mulai membangun aliansi dengan para


pemangku kepentingannya, mereka perlu memisahkan para pemangku
kepentingannya menjadi mereka yang dapat berguna dan mereka yang tidak bisa.
Setiap pemangku kepentingan dapat diukur menggunakan dua parameter tingkat
minatnya dalam bisnis dan tingkat pengaruhnya terhadap bisnis. Sebagai contoh, para
investor dari perusahaan yang menjalankan rantai supermarket nasional memiliki
minat yang kuat dan pengaruh yang kuat dalam bisnis sementara pemasok
individualnya memiliki minat yang kuat tetapi pengaruhnya lebih lemah. Bisnis harus
memusatkan upaya membangun aliansi pada para pemangku kepentingan yang
memiliki kepentingan kuat dan pengaruh kuat karena mereka adalah pemangku
kepentingan yang dapat membantu bisnis dan dapat dibujuk menjadi aliansi.

a. Keputusan bisnis dan keinginan pemangku kepentingan begitu suatu bisnis telah
mengidentifikasi para pemangku kepentingan yang dapat berguna untuk itu dalam
satu aliansi, bisnis itu kemudian perlu meneliti keinginan para pemangku
kepentingan dan bagaimana ia dapat memuaskan keinginan-keinginan yang sama.
Bisnis perlu memahami bagaimana mereka dapat memuaskan keinginan para
pemangku kepentingan mereka karena kedua belah pihak perlu mendapatkan
manfaat dari aliansi untuk aliansi yang akan dibuat dan tahan lama. Misalnya, jika
suatu bisnis memahami bahwa pemerintah lokal ingin menarik lebih banyak
pekerjaan, bisnis ini bisnis itu mungkin mengusulkan memulai pabrik manufaktur
di lokasi tersebut sebagai pertukaran untuk subsidi.
b. menciptakan aliansi bisnis dan pemangku kepentingan setelah bisnis memahami
keuntungannya sendiri, kebutuhan para pemangku kepentingan yang diinginkan
sebagai mitra, dan sarana yang melaluinya aliansi dapat membantu memuaskan
kedua aset hasrat itu, bisnis itu dapat menggunakan informasi tersebut untuk
menciptakan syarat-syarat proposal aliansi. Jika informasinya benar, maka aliansi
dapat dibangun berdasarkan persyaratan yang diajukan setelah negosiasi lebih
lanjut. Karena informasi satu partner sering tidak lengkap atau menghilangkan
informasi yang dipertimbangkan oleh yang lain. Proses ini tidak sempurna.
Sebagai contoh, suatu bisnis dapat mengusulkan kontrak lebih lanjut dengan
pemasoknya yang tidak dapat disetujui oleh pemasok karena tidak memiliki
sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi kewajibannya Berdasarkan
pernyataan yang diusulkan.

Consumer protection

Dalam yurisdiksi peraturan yang menyediakan (terdiri dari berbagai besar atau
semua negara maju dengan ekonomi pasar bebas), perlindungan konsumen adalah
sekelompok undang-undang dan organisasi yang dirancang untuk memastikan hak-
hak konsumen serta perdagangan yang adil, persaingan dan informasi yang akurat di
pasar. Undang-undang dirancang untuk menjaga bisnis yang terlibat dalam penipuan
atau praktik-praktik tidak adil yang ditentukan dari mendapatkan keuntungan lebih
dari pesaing. Mereka juga dapat memberikan perlindungan tambahan bagi mereka
yang paling rentan di masyarakat. Undang-undang perlindungan konsumen adalah
bentuk peraturan pemerintah yang bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen.
Contohnya, pemerintah mungkin mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan
informasi terperinci tentang produk khususnya di area di mana keselamatan atau
kesehatan masyarakat masalah, seperti makanan. Perlindungan Konsumen terkait
dengan gagasan hak-hak konsumen dan pembentukan organisasi konsumen, yang
membantu konsumen membuat pilihan yang lebih baik di pasar dan mendapatkan
bantuan dengan keluhan konsumen. Organisasi lain yang mempromosikan
perlindungan konsumen termasuk organisasi pemerintah dan organisasi bisnis yang
mengatur diri sendiri seperti lembaga dan organisasi perlindungan konsumen,
ombudsman, Federal Trade Commisson di Amerika dan Better Business Bureaus di
Amerika dan Kanada, dan lain-lain. Konsumen didefinisikan sebagai seorang yang
memperoleh barang atau jasa untuk penggunaan langsung atau kepemilikan daripada
dijual kembali atau sedangkan dalam produksi dan Manufaktur. Kepentingan
Konsumen juga dapat dilindungi dengan mempromosikan persaingan di pasar yang
secara langsung dan tidak langsung melayani konsumen, konsisten dengan efisien
ekonomi, tetapi ini diperlakukan dalam hukum persaingan. Perlindungan Konsumen
juga dapat ditegaskan melalui organisasi non pemerintah dan individual sebagai
aktivisme konsumen. Hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen
dianggap sebagai area hukum yang mengatur hubungan hukum pribadi antara
konsumen individu dan bisnis yang menjual barang atau jasa tersebut. Perlindungan
Konsumen mencakup berbagai topik, termasuk termasuk tetapi tidak selalu terbatas
pada kewajiban produk, hak pribadi, praktik bisnis yang tidak adil, penipuan, keliru
dan interaksi konsumen atau bisnis lainnya. Ini adalah cara untuk mencegah penipuan
dan penipuan dari kontrak layanan dan penjualan, penipuan yang memenuhi syarat,
peraturan penagihan kolektor, penetapan harga, penyerahan utilitas,konsolidasi,
pinjaman pribadi yang dapat menyebabkan kebangkrutan.

13. SANKSI SANKSI


A. Sanksi Perdata
Ganti rugi dalam bentuk:
 Pengembalian uang
 Penggantian barang
 Perawatan Kesehatan
 Pemberian santunan
 Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal
transaksi
B. Sanksi Administrasi
Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika
melanggar pasal 19 ayat (2) dan (3),20,25.
C. Sanksi Pidana
1. Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) (Pasal
8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a,b,c dan e dan pasal 18.
2. Penjara, 2 tahun atau denda Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) Pasal
11, 12, 13 ayat (1),14,16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f.
3. Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap
atau kematian hukuman tambahan, antara lain:
 Pengumuman keputusan hakim
 Pencabutan izin usaha
 Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
 Wajib menari dari peredaran barang dan jasa
 Hasil pengawasan di sebuah luaskan kepada masyarakat.
BAB III

KESIMPULAN

konsumen adalah Setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup
lain yang tidak dan tidak untuk diperdagangkan. (UU No.8 Tahun 1999). Perlindungan
konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi atau terpenuhinya hak
konsumen. Dengan kata lain, segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen. Oleh karena itu, sebagai pemakai barang atau jasa,
konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen
sangat penting agar orang tidak bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri.
Tujuannya, jika adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan
menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih lanjut untuk
memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak dapat ia tidak hanya tinggal diam
saja ketika menyadari bahwa hanya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
Contoh Kasus Perlindungan Hak-hak Konsumen pada Kasus BBM

Hal ini kasus kenaikan harga bakar minyak atau (BBM), masyarakat konsumen tetaplah
menjadi objek penderita meskipun akan diupayakan adanya subsidi dan kompensasi dengan
berbagai bentuk. Jika ini berarti bahwa produk-produk kebijakan pemerintah di bidang
ekonomi, yang ditandai dengan kenaikan elpiji sebesar 41,6% dengan harga BBM yang
besarnya direncanakan sebesar 40% semakin beban masyarakat sebagai konsumen akan
semakin berat.

Apa yang dilakukan pemeriksaan ini sama sekali bertentangan dengan ketentuan UU No. 8
tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK). Sebagaimana yang diamanatkan pada
pasal 29 UUPK, bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta
dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Secara teknis, kewajiban
pemerintah itu dilaksanakan oleh menteri, atau menteri teknis terkait.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mestinya memperjuangkan nasib rakyat, ternyata
sekedar stempel pemerintah agar kebijakan-kebijakan diambil dapat memperoleh legitimasi
dari masyarakat. Kalaupun terjadi perubahan dalam hal presentase kenaikannya, nilai
perubahan itu dapat dipastikan tidak sesuai dengan kondisi yang berkembang dan tuntutan
masyarakat. Rakyat menjerit karena harga-harga sudah terlanjur meningkat sebelum
kepastian kenaikan harga BBM diputuskan. Meskipun pemerintah secara aktif dan terus
menerus melakukan sosialisasi, kenyataannya upaya tersebut tidak akan mampu
mempengaruhi melengkungnya harga-harga.

Anda mungkin juga menyukai