Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini tidak
akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama
masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh
karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama.
Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai
macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik
melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung.
Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen
hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya.
Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang kian hari kian
meningkat telah memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada konsumen karena ada
beragam variasi produk barang dan jasa yang bias dikonsumsi. Perkembangan globalisasi
dan perdagangan besar didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi yang
memberikan ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan,
sehingga barang/jasa yang dipasarkan bisa dengan mudah dikonsumsi.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang melatarbelakangi hukum perlindungan konsumen?
2. Bagaimana Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen?
3. Bagaimana Gerakan perlindungan konsumen di indinesia?
4. Bagaimana Prospek gerakan konsumen?
C. Tujuan
Pada penulisan makalah ini kita akan membahas mengenai bagaimana
perlindungan terhadap konsumen serta apa saja hak dan kewajiban konsumen. Dalam
makalah ini kami juga akan menjelaskan tentang prinsip ,asas-asas dan tujuan
perlindungan konsumen yang mungkin akan berguna bagi pembaca khususnya
mahasiswa/I dimasa yang akan datang.

Page 1 of 12
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen


Hukum perlindungan konsumen mendapat cukup banyak perhatian karena
menyangkut aturan-aturan guna menyejahterakan masyarakat. Bukan hanya masyarakat
yang merupakan konsumen saja yang mendapat perlindungan, namun pelaku usaha juga
mempunyai hak yang sama untuk mendapat perlindungan, dimana masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban.1 Pemerintah berperan mengatur, mengawasi, dan
mengontrol, sehingga tercipta system yang kondusif saling berkaitan satu dengan yang lain
dengan demikian tujuan menyejahtrakan masyarakat secara luas tercapai. Perhatian terhadap
perlindungan konsumen, terutama di Amerika Serikat (1960-1970-an) mengalami
perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian bidang ekonomi, sosial,
politik, dan hukum.2
Di Amerka Serikat bahkan pada era tahun-tahun tersebut berhasil diundangkan
banyak sekali peraturan dan dijatuhkan putusan–putusan hakim yang memperkuat
kedudukan konsumen. Kepentingan-kepentingan konsumen telah lama menjadi perhatian
yang secara tegas telah dikemukakan pada tahun 1962 oleh presiden Jhon F. Kennedy yang
menyampaikan pesan di depan Kongres tentang pentingnya kedudukan konsumen di dalam
masyarakat.3 Dua pertiga dari jumlah uang yang digunakan dalam kehidupan ekonomi
berasal dari konsumen. Namun demikian, biasanya suara mereka tidak didengar. Sering kali
pula ternyata bahwa para konsumen ini pula yang biasanya kurang mendapat perlindungan,
sehingga merekalah pertama-tama yang terkena akibat dari kualitas barang atau jasa yang
tidak memenuhi persyaratan.
Banyaknya kerugian yang dialami menyangkut mutu barang, harga barang,
persaingan curang, pemalsuan, penipuan, periklanan yang menyesatkan, dan sebagainya
tidak saja merugikan harta benda atau kesehatan, bahkan dapat menimbulkan kematian.
Salah satu contoh kerugian yang dialami konsumen seperti yang terjadi di Sragen Indonesia,
kasus keracunan makanan yang menimpa 28 siswa TK Kreatif Aisyiyah Bustanul Athfal
Tanon. Menurut tim Dinkes yang mengambil contoh air yang digunakan untuk memasak
makanan. Dari hasil tes laboratorium kimia, kondisi air tidak sehat, mengandungan bateri E
Coli.4
Selain itu ada juga kasus keracunan susu bubuk di China tahun 2008. Skandal
keracunan makanan terjadi di China pada 16 juli 2008, dan wilayah yang pertama kali

1 Celina Tri Swi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 1. 48

2 Shidarta, Op. Cit., hal. 35

3 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hal. 2

4 Kasus Keracunan Makanan di Tanon Sragen Jadi Klb,http://www.solopos.com/2011/11/19/kasus-keracunan-makanan-di-tanon-sragen-jadi-klb-150611, (diakses pada


tanggal 28 september 2016).

Page 2 of 12
terkena dampaknya adalah Provinsi Gansu. Akibat susu bubuk yang mengandung racun
sebanyak 16 bayi harus menderita batu ginjal, akibat kandungan melamin. 5 Peristiwa lainnya
yang merupakan bentuk perhatian atas kepentingan konsumen, secara tegas telah ditetapkan
dalam Sidang Umum PBB pada sidang ke-106 tanggal 9 April 1985. Resolusi PBB tentang
Perlindungan Konsumen (Resolusi 39/2480) telah menegaskan enam kepentingan
konsumen, yaitu sebagai berikut :6
1) Perlindungan Konsumen dari bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya.
2) Promosi dan perlindungan pada kepentingan ekonomi konsumen.
3) Tersedia informasi yang mencakupi sehingga memungkinkan dilakukannya pilihan
sesuai kehendak.
4) Pendidikan konsumen.
5) Tersedia cara-cara ganti rugi yang efektif.
6) Kebebasan membentuk organisasi konsumen dan diberinya kesempatan kepada
mereka untuk menyatakan pendapat sejak saat proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan kepentingan konsumen.
Tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang
direncanakan adalah untuk meningakatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara
tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya
dengan penuh rasa tanggung jawab. Yang perlu disadari oleh konsumen adalah mereka
mempunyai hak yang dilindungi oleh undang-undang perlindungan konsumen sehingga
dapat melakukan sasial kontrol terhadap perbuatan dan perilaku pengusaha dan pemerintah.
Dengan lahirnya undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
diharapkan upaya perlindungan konsumen di indonesia dapat lebih diperhatikan.

B. Hukum Konsumen Dan Perlindungan Hukum Konsumen


1) Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Ada dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen, yaitu hukum
konsumen dan hukum perlindungan konsumen. Oleh Az. Nasution dijelaskan bahwa
kedua istilah ini berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari
hukum konsumen. Hukum konsumen menurut beliau adalah “keseluruhan asas-asas dan
kaidah-kaidah yang mengatur kaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam
pergaulan hidup7Sedangkan hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai
“keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi
konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau
jasa8Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen ini membicarakan hal yang

5 Ridhani Nur Annisa, 10 Kasus Keracunan yang Menggemparkan Dunia, http://ridhaniarticle.blogspot.co.id/2014/04/10-kasus-keracunan-yang-menggemparkan.html,


(diakses pada tanggal 28 September 2016).

6 Sutedi, Op.Cit., hal. 3

7 Az. Nasution, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,h.37

8 Az. Nasution, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,h.37

Page 3 of 12
sama yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu
diatur dan ditegakan di dalam praktik kehidupan bermasyarakat.
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan
perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi
kebutuhan dari hal-hal yang merugikan konsumen itu sendiri. Undang-undang
perlindungan konsumen menyatakan bahwa perlindungan konsumen itu adalah upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen. Perlindungan konsumen memiliki cakupan yang luas, meliputi perlindungan
konsumen terhadap barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk
mendapatkan barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian barang
dan/jasa tersebut.
Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu[8]
a) Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada konsumen
tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.
b) Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada
konsumen.
Jadi Hukum Perlindungan Konsumen itu adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah
yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan
penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan
masyarakat.
2) Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Berdasarkan pasal 2 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999, terdapat lima asas yang
terkandung dalam usaha memberikan perlindungan hukum kepada konsumen yaitu:
a) Asas manfaat
Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelengaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan
konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas ini menghendaki bahwa
pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan
untuk menempatkan salah satu pihak diatas pihak lain atau sebaliknya, tetapi untuk
memberikan produsen-pelaku usaha, dan konsumen apa yang menjadi haknya.
Diharapkan bahwa hukum perlindungan konsumen ini memberikan manfaat bagi
seluruh lapisan masyarakat dan bermanfaat bagi kehidupan bangsa.
b) Asas keadilan
Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas ini
menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan

Page 4 of 12
konsumen ini, konsumen dan produsen-pelaku usaha dapat berlaku adil melalui
perolehan hak dan penunaian kewajiban secara seimbang.
c) Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. Asas ini
menghendaki agar konsumen, produsen-pelaku usaha, dan pemerintah memperoleh
manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum perlindungan
konsumen. Kepentingan antara konsumen, produsen-pelaku usaha, dan pemeintah
diatur dan harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak dan kewajibannya
masing-masing.
d) Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas ini menghendaki
adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk
yang dikonsumsi atau dipakainya, dan sebaliknya bahwa produk ini tidak akan
mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya. Maka Undang-
Undang ini membebankan sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi dan
menetapkan sejumlah larangan yang harus dipatuhi produsen-pelaku usaha dalam
memproduksi dan mengedarkan produknya.
e) Asas Kepastian Hukum
Asas ini dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta
Negara menjamin kepastian hukum.
Undang-undang ini mengharapkan bahawa aturan-aturan tentang hak dan
kewajiban yang terkandung dalam undang-undang ini harus diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga masing-masing pihak memperoleh keadilan.
Dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, tujuan yang ingin dicapai adalah :
1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negative pemakaian barang dan/atau jasa.
3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4) Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsure
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.

Page 5 of 12
5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam
berusaha.
6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini
merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam pasal 2
sebelumnya, karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir
yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan hukum perlindungan konsumen.
Achmad Ali mengatakan masing-masing undang-undang memiliki tujuan khusus.[9] Hal
ini juga tampak dari pengaturan pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang mengatur tujuan khusus perlindungan konsumen,
sekaligus membedakan dengan tujuan umum sebagaimana diatur dalam pasal 2 diatas.
Keenam tujuan khusus perlindungan konsumen dikelompokan kedalam tiga tujuan
hukum secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan :
a) keadilan
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam
berusaha.
b) kemanfaatan
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negative pemakaian barang dan/atau jasa.
- Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
c) kepastian hukum
- Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsure
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.
C. Gerakan Perlindungan Konsumen Di Indonesia
Gerakan perlindungan konsumen (konsumerisme) dewasa ini sebenarnya masih paralel
dengan gerakan di pertengahan abad ke-20.9 Pada masa kini, kencenderungan untuk

9 58 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 1.

Page 6 of 12
memperluas ruang lingkup Hukum Perlindungan Konsumen telah dilakukan oleh The
Economic Law and Improved Procurement System Project (ELIPS), yang mengemukakan 9
materi rumusan hukum perlindungan konsumen, yakni :10
1) Ketidaksetaraan dalam kekuatan tawar-menawar;
2) Kebebasan berkontrak versus keadilan dalam kontrak;
3) Persyaratan untuk memberikan informasi kepada konsumen, yang meliputi hukum
pengumuman yang umum dan hukum pengumuman tentang keuangan;
4) Peraturan tentang prilaku/tindakan penjual, yang meliputi petunjuk/ arahan yang salah
dan kelicikan dalam perdagangan;
5) Peraturan tentang mutu produk, yang meliputi garansi dan keamanan produk;
6) Akses terhadap kredit (pelaporan, kredit, nondiskriminasi);
7) Batas-batas hak mengakhiri masa jaminan;
8) Peraturan tentang harga;
9) Pembetulan.
Secara umum, pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan :11
1. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan
akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum;
2. Melindunggi kepentingan konsumen pada khusunya dan kepentingan pelaku usaha;
3. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;
4. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek uasaha yang menipu dan
menyesatkan;
5. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan, dan pengaturan perlindungan
konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidangbidang lain.
Ditinjau dari kemajuan peraturan perundang-undangan di Indonesia di bidang perlindungan
konsumen, sampai saat ini peraturan dapat dikatakan masih sangat minim baik dilihat dari
kuantitas maupun kedalaman materi yang dicakupnya. 12 Dari inventaris sampai 1991
pengaturan yang memuat unsur perlindungan konsumen tersebar pada delapan bidang, yaitu
a) obat-obatan dan bahan berbahaya,
b) makanan dan minuman,
c) alat-alat elektronik,
d) kendaraan bermotor,
e) metrology dan tera,
f) industry,
g) pengawasan mutu barang, dan
h) lingkungan hidup.
Jenis peraturan perundang-undangannya pun bervariasi, mulai dari ordonansi dan undang-
undang, peraturan pemerintah atau sederajatnya, instruksi presiden, keputusan menteri,
keputusan bersama dari beberapa menteri, peraturan menteri, keputusan dirjen, intruksi

10 Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 3.

11
Nurmadjito, makalah “Kesiapan Perangkat Perundang-Unangan tentang Perlindungan dengan Konsumen dalam Menghadapi Perdagangan Bebas” dalam buku

Hukum Perlindungan Konsumen, Husni Syawali, Neni Sri Imaniyati, ( Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 7.
12
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 17
Page 7 of 12
dirjen, keputusan Ketua Badan Pelaksana Bursa Komoditi, dan keputusan Gubernur. 13
Beberapa peraturan perundang-undangan tersebut antara lain seperti :14
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)Pasal 202, 203, 204, 205, 263, 264, 266,
382 bis, 383, 388 dsb. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1473 – Pasal 1512;
Pasal 1320 – Pasal 1338.
2. Ordonansi Bahan-Bahan Berbahaya Tahun 1949 Ordonansi yang menentukan larangan
untuk setiap pemasukan pembuatan, pengangkutan, persediaan, penjualan, penyerahan,
penggunaan dan pemakaian bahan berbahaya yang bersifst racun terhadap kesehatan
manusia.
3. Undang-Undang tentang Obat Keras Tahun 1949 Undang-undang ini memberikan
kewenangan pengawasan oleh pemerintah terhadap pemasukan, pengeluaran,
pengangkutan, dan pemakaian bahan-bahan obat keras yang diproduksi atau diedarkan.
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Undang-undang ini
memberikan kewenangan pengawasan pemerintah terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan. Undang-undang ini merupakan landasan untuk mengatur hal-hal
seperti pengawasan produksi obat, pendaftaran makanan, minuman, dan obat, penandaan,
cara produksi yang baik dan lain sebagainya. Sebagai pengganti dari berbagai
undangundang yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan manusia.
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Barang Undang-undang ini merupakan
landasan untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan standart barang. Salah satu
pelaksanaan dari undangundang ini adalah terbitnya Peraturan Pemerintah tentang
Standart Nasional Indonesia.
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal Undang-undang ini
memberikan kewenangan kepada pemerintah untu mengelola standart-standart satuan,
pelaksanaan tera dan tera ulang terhadap setiap alat ukur, takar, timbangan dan
perlengkapannya, termasuk kegiatan pengawasan, penyidikan serta pengenaan saksi
terhadap pihakpihak yang di dalam melakukan transaksi menggunakan alat ukur yang
tidak benar.
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian Undang-undang ini ditetapkan
untuk mengatur kegiatan undian, dan karena bersifat umum maka untk melindunggi
kepetingan umum tersebut perlu adanya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah,
sehingga terjaminnya setiap janji pengelola kepada peserta undian.
Peraturan Perundang-undangan yang maksudnya memberikan perlindungan dan
dalam bentuk keputusan atau peraturan Menteri, dapat ditemui dalam bidang kesehatan
seperti produksi dan pendaftaran makanan dan minuman, wajib daftar makanan, makan
daluwarsa, bahan tambahan makanan, penandaan, label dsb. Di bidang industri umumnya
ketentuanan yang berkaitan dengan standar barang dan di bidang perdagangan yang
berkaitan dengan pengukuran dan periklanan dan sebagainya. Di bidang jasa dapat ditemui

13
Shidarta, Op. Cit., hal. 51
14
Nurmadjito, Op. Cit., hal. 8-10.
Page 8 of 12
dalam peraturan yang berkaitan dengan transportasi, namun untuk bidang jasa pada
umumnya pemerintah belum mempunyai peraturan khusus untuk itu. Kegiatan di dalam
penerbangan umumnya tunduk kepada ketentuan etik yang bersifat internasional (Konvensi
Internasional).
Di Indonesia, gerakan perlindungan konsumen juga turut menggema dari gerakan
serupa di Amerika Serikat. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (selanjutnya disebut
“YLKI”) yang popular dipandang sebagai perintis advokasi konsumen di Indonesia berdiri
pada kurun waktu itu, yakni 11 Mei 1973. Gerakan di Indonesia ini termasuk cukup
responsif terhadap keadaan, bahkan mendahului Revolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB
(ECOSOC) No. 211 Tahun 1978 tentang Perlindungan Konsumen. Jika dibandingkan
dengan kemajuan perkembangan gerakan konsumen di Amerika Serikat, tentu Indonesia
masih harus belajar banyak. Sebagaimana pernah disinyalir oleh Ketua Organization of
Consumer Union (IOCU) sekarang Consumer International (CI) Erma Witoelar
perlindungan konsumen di Indonesia masih tertinggal. Ketertinggalan itu tidak hanya
dibandingkan dengan negara–negara maju, bahkan bila dibandingkan dengan negara–negara
sekitar Indonesia, seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura Dilihat dari
sejarahnya, gerakan perlindungan konsumen di Indonesia baru benar-benar popular sekitar
20 tahun lalu dengan berdirinya YLKI. Setelah YLKI, kemudian muncul beberapa organisasi
serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semerang
yang berdiri sejak Febuari 1988 dan pada tahun 1990 bergabung sebagai anggota CI.15
Di luar itu, dewasa ini cukup banyak lembaga swadaya masyarakat serupa yang
berorientasi pada kepentingan pelayanan konsumen, seperti Yayasan Lembaga Bina
Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung dan perwakilan YLKI di berbagai provinsi di
tanah air.70 YLKI muncul dari sekelompok kecil anggota masyarakat yang semula justru
bertujuan mempromosikan hasil produk Indonesia. Ajang promosi yang diberi nama Pekan
Swakarya ini menimbulkan ide bagi mereka untuk mendirikan wadah bagi gerakan
perlindungan konsumen di Indonesia.
Ide ini dituangkan dalam anggaran dasar yayasan dihadapan Notaris G.H.S.
Loemban Tobing, S.H. dengan akte Nomor 26, 11 Mei 1973. YLKI sejak semula tidak ingin
berkonfrontasi dengan produsen (pelaku usaha), apalagi dengan pemerintah. Hal ini
dibuktikan benar oleh YLKI, yakni dengan menyelenggarakan pekan promosi Swakarya II
dan III, yang benar-benar dimanfaatkan oleh produsen dalam negeri. Dalam suasana
kerjasama ini muncul moto yang dicetuskan oleh Ny. Kartiona Sujono Prawirabisma bahwa
YLKI bertujuan melindunggi Konsumen, menjaga martabat produsen, dan membantu
pemerintah.
Jika dibandingkan dengan perjalanan panjang gerakan perlindungan konsumen di
Amerika Serikat, YLKI cukup beruntung karena tidak harus memulai dari nol sama sekali.

15 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 15.

Page 9 of 12
Pengalaman menangani kasus-kasus yang merugikan konsumen di negara-negara lebih maju
dapat dijadikan studi yang bermanfaat sehingga Indonesia tidak perlu lagi harus mengulang
kesalahan yang serupa. Demikian pula dengan kasus-kasus kegagalan advokasi konsumen.
Metode kerja YLKI baru pada penelitian terhadap sejumlah produk barang jasa dan
mempublikasikan hasilnya pada masyarakat. Gerakan ini belum mempunyai kekuatan lobi
untuk memberlakukan atau mencabut suatu peraturan.
YLKI juga tidak sepenuhnya dapat mandiri seperti Food And Drug Administration
(FDA). Alasan yang utama tentu karena YLKI sendiri bukan badan pemerintahan seperti
FDA di Amerika Serikat dan tidak memiliki kekuasaan public untuk menerapkan suatu
peraturan atau menjatuhkan sanksi. Keberadaan YLKI sangat membantu dalam upaya
peningkatan kesadaran atas hak-hak konsumen. Lembaga ini tidak sekedar melakukan
penelitan atau pengujian, penerbitan, dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga
melakukan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan. Gerakan konsumen di
Indonesia, termasuk yang diprakarsai oleh YLKI mencatat prestasi besar setelah naskah
akademik UUPK berhasil dibawa ke DPR, yang selanjutnya disahkan menjadi undang-
undang pada tanggal 20 April 1999 dan kemudian berlaku efektif pada tanggal 20 April
2000.
Lahinya UUPK merupakan hasil usaha yang “memakan waktu, tenaga, dan pikiran
yang banyak” dari berbagai pihak yang berkaitan dengan pembentukan hukum dan
perlindungan konsumen, baik dari kalangan Pemerintah, lembaga-lembaga swadaya
masyarakat, YLKI, bersama-sama dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi yang merasa
terpanggil untuk mewujudkan UUPK.16 Berbagai usaha tersebut berbentuk pembahasan
ilmiah/non-ilmiah, seminarseminar, penyusunan naskah-naskah penelitian, pengkajian, dan
naskah akademik rancangan UUPK. Kehadiran UUPK juga turut didorong oleh kuatnya
tekanan dari dunia internasional. Setelah pemerintah Republik Indonesia mengesahkan
Undang Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing of World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), makaada
kewajiban bagi Indonesia untuk mengiikuti standart-standart yang berlaku dan diterima luas
oleh negara-negara anggota WTO. Salah satunya adalah perlunya eksistensi UUPK.
Berlakunya UUPK menjadi awal pengakuan perlindungan konsumen dan secara legitimasi
formal menjadi sarana kekuatan hukum bagi konsumen dan tanggung jawab pelaku usaha
sebagai penyedia/pembuat produk bermutu.
D. Prospek gerakan konsumen
Pengertian prospek adalah seorang individu, kelompok ataupun organisasi yang
dianggap potensial oleh pemasar dan ingin terlibat dalam suatu pertukaran bisnis. Pendek
kata, arti prospek adalah calon pembeli yang mempunyai keinginan terhadap suatu produk

16 Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 7.

Page 10 of 12
atau jasa tertentu. Arti prospek adalah gambaran mendetail atas peluang dan ancaman dari
suatu kegiatan pemasaran dan penjualan di masa depan yang penuh dengan ketidakpastian.
Gerakan konsumen merupakan hal sangat penting dalam upaya riil mewujudkan
perlindungan konsumen dan keadilan dalam pasar. Pada prinsipnya sebuah gerakan
konsumen diawali dari kesadaran akan hak dan kewajiban konsumen. Pelanggaran dan tidak
terpenuhinya hak konsumen menjadi sumber utama bagi terjadinya permasalahan/sengketa
konsumen. Ketidakadilan bagi konsumen muncul dalam sengketa konsumen. Kesadaran
akan kondisi ketidakadilan tersebut menjadi salah satu penggerak bagi sebuah gerakan
konsumen guna mewujudkan keadilan pasar. Gerakan konsumen sendiri akan terwujud jika
terbangun solidaritas diantara konsumen. Untuk menuju sebuah kesadaran kritis dan
tumbuhnya rasa solidaritas tersebut memerlukan proses pendidikan yang terus menerus.
Untuk memperkenalkan gerakan konsumen tersebut, peserta diharapkan mampu
memahami makna dan tujuan dari gerakan konsumen. Beberapa cara untuk mengetahui dan
memahami gerakan konsumen antara lain dengan memahami istilah-istilah yang seringkali
rancu dan salah kaprah dalam penggunaannya (konsumerisme dengan konsumtivisme) dan
mengetahui sejarah gerakan konsumen di berbagai belahan dunia. Bahwa perlu dipahami
juga bagaimana gerakan konsumen telah pula dilakukan di negara lain mulai beberapa ratus
tahun yang lalu. Peserta diajak untuk semakin memiliki solidaritas dengan memahami
pentingnya sebuah pengorganisasian masyarakat.
Jadi prospek gerakan konsumen merupakan seorang individu, kelompok ataupun
organisasi sangat penting dalam upaya riil mewujudkan perlindungan konsumen dan
keadilan dalam pasar. Gerakan konsumen sendiri akan terwujud jika terbangun solidaritas
diantara konsumen untuk mewujudkan keadilan, manfaat dan kepastian hukum.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Penutup
Semoga makalah yang kami buat ini dapat memberi penjelasan dan dapat mengingatkan
para pendengar bahwa kita sebagai konsumen memiliki hak-hak serta kewajiban yang harus kita
laksanakan, dan kita juga memiliki perlindungan penuh atas hukum dan UU yang berlaku yang
bisa digunakan kapan saja ketika diri kita endapat perlakuakuan yang tidak sesuai dengan apa-
apa yang telah ditetapkan bagi konsumen.
Semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi para mahasiswa/mahasiswi, dan bisa
dijadikan referensi dalam melakukan kajian-kajian ilmiah tentang hukum perlindungan
konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo. 2014. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Rajawali Pers

Az. Nasution. 2002. Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar. Jakarta: n. Diadit Media

Page 11 of 12
Az. Nasution. 2014. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti

Inosentius Samsul. 2004. Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab

Mutlak. Jakarta: Universitas Indonesia

Mariam Darus Badrul Zaman, 1981, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya,

Bandung: Alumni.

Nurhayati Abbas, 1996, Hukum Perlindungan Konsumen dan Beberapa Aspeknya. Ujung

Pandang: Makalah Elips Project

WJS, Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta

https://brainly.co.id/tugas/12060321 diakses pada tanggal 27 September 2019

http://lembagakonsumen.org/2012/05/gerakan-konsumen/ diakses pada tanggal 27 September

2019

http://makalahkuindonesia.blogspot.com/2017/11/makalah-hukum-perlindungan-konsumen.html

diakses pada tanggal 27 September 2019

Page 12 of 12

Anda mungkin juga menyukai