Anda di halaman 1dari 32

PELAKSANAAN PEMBINAAN KEPRIBADIAN TERHADAP

NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM UPAYA


MEWUJUDKAN TUJUAN SISTEM PEMASYARAKATAN
(Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh)

JURNAL
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum

PROGRAM KEKHUSUSAN : SISTEM PERADILAN PIDANA (PK V)


Disusun Oleh:
VONNY SRI ELMI
1110111028

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015

PELAKSANAAN PEMBINAAN KEPRIBADIAN TERHADAP


NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM UPAYA
MEMUJUDKAN TUJUAN SISTEM PEMASYARAKATAN
(Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh)
Oleh : VONNY SRI ELMI
(dibawah bimbingan Bapak Apriwal Gusti S.H, dan
Bapak Iwan Kurniawan S.H, M.H)
ABSTRAK
Sistem pemasyarakatan merupakan suatu proses pembinaan narapidana yang
didasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Upaya yang
dilakukan untuk mencapai tujuan pembinaan narapidana adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya pembanguanan nasional, yaitu untuk mencapai masyarakat
yang adil dan makmur. Pembinaan kepribadian sendiri merupakan pembinaan
yang penting untuk merubah watak dan mental dari narapidana agar menjadi
pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya atau sebagai salah satu program
pembinaan narapidana untuk mengubah sikap dan perilaku narapidana, sehingga
narapidana tersebut sadar dan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Dalam
penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan: (1) Bagaimanakah pelaksanaan
pembinaan kepribadian terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II
B Payakumbuh? (2) Apakah kendala-kendala yang dihadapi Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh dalam pelaksanaan pembinaan
kepribadian terhadap narapidana, dan bagaimana upaya penanggulangannya?
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
sosiologis (empiris), dengan melalukan wawancara, studi dokumen dan
pengamatan, dan di analisis secara kualitatif, dengan menjabarkannya dalam
penulisan deskriptif. Pelaksanaan pembinaan kepribadian terhadap narapidana
yang di laksanakan di Lembaga Pemasyrakatan Klas II B Payakumbuh, yaitu
dilaksanakan sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI.
No. M. 02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/ Tahanan.
Namun, hanya saja pelaksanaan dari pembinaan kepribadiannya belum efektif
atau belum maksimal. Hal ini terlihat dari bagaimana pelaksanaan bentuk-bentuk
pembinaan kepribadian yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Payakumbuh. Kendala-kendala dalam pelaksanaan dan upaya penanggulangan
dalam pembinaan kepribadian narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Payakumbuh yaitu, keterbatasan sarana dan prasarana pembinaan, upaya
penanggulangannya yaitu mengajukan anggaran untuk menambah sarana dan
prasarana. Kurangnya sumber daya manusia, upaya penanggulangannya yaitu
mengajukan penambahan pegawai dan pengajuan untuk dilaksanakannya Diklat.
Pemahaman dan pengetahuan petugas, upaya penanggulangannya yaitu
mengadakan pelatihan dan menjalin kerjasama dengan pihak lain. Dan Lembaga
Pemasyarakatan yang over kapasitas, upaya penanggulangannya yaitu pengajuan
penambahan bangunan.

DAFTAR ISI

ABSTRAK
i
DAFTAR

ISI

ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Masalah
..........................................................................................................
..........................................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah
..........................................................................................................
..........................................................................................................
6
C. Tujuan
Penelitian
..........................................................................................................
..........................................................................................................
6
D. Manfaat
Penelitian
..........................................................................................................
..........................................................................................................
6
E. Kerangka
Teoritis
dan
Kerangka
Konseptual
..........................................................................................................
..........................................................................................................
7
F. Metode
Penelitian
..........................................................................................................
..........................................................................................................
11

BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Pelaksanaan Pembinaan Kepribadian Terhadap Narapidana di
Lembaga
Pemasyarakatan
Klas
II
B
Payakumbuh
..........................................................................................................
..........................................................................................................
14
..........................................................................................................
B. Kendala dan Penanggulangan dalam Pembinaan Kepribadian
Terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Payakumbuh
..........................................................................................................
..........................................................................................................
20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
..........................................................................................................
..........................................................................................................
24
B. Saran
..........................................................................................................
..........................................................................................................
25
DAFTAR

PUSTAKA............................................................................

26

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Negara Indonesia adalah Negara Hukum (rechtsstaat). Sebagai Negara
Hukum yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD NRI 1945, hukum dibutuhkan
untuk mengantisipasi dampak dari perkembangan yang pesat dalam kehidupan
masyarakat.

Selain

itu

hukum

juga

diperlukan

untuk

mengantisipasi

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Untuk mencapai tujuan tersebut


masyarakat dan segenap aparat penegak hukum harus menegakan hukum tersebut
secara wajar dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh Lembaga
Pemasyarakatan.
Berbagai tindak pidana sering terjadi di masyarakat, misalnya pencurian,
perampokan, penipuan, penganiayaan, pembunuhan, dan sebagainya. Dari semua
tindak pidana tersebut terjadi dikarenakan bebagai macam faktor yang
mempengaruhinya, seperti keterpaksaan, adanya kesempatan, lemahnya iman,
faktor ekonomi, faktor lingkungan tempat tinggal, dan sebagainya. Semua tindak
pidana yang terjadi tersebut harus mendapat ganjaran yang setimpal, agar
kenyamanan, ketertiban, serta rasa keadilan di masyarakat dapat tercapai dengan
baik.
Dalam memberantas tindak pidana yang terjadi di masyarakat dibutuhkan
suatu produk hukum yang dapat menegakan keadilan dan dapat menjadi sarana
pengayoman masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, Negara Indonesia
berpatokan kepada Hukum Pidana. Hukum pidana menurut Moeljatno, adalah
bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan
dasar-dasar dan aturan-aturan untuk; menentukan perbuatan-perbuatan mana yang
tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang
berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Hukum
pidana juga menentukan kapan dan dalam hal-hal apa mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan dan menentukan dengan cara bagaimana

pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tersebut.1
Secara umum hukum pidana berfungsi mengatur dan menyelenggarakan
kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.
Manusia hidup dipenuhi oleh berbagai kepentingan dan kebutuhan, antara yang
satu dengan yang lain tidak saja berlainan, akan tetapi terkadang saling
bertentangan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingannya ini
manusia bersikap dan berbuat. Agar sikap dan perbuatannya tidak merugikan
kepentingan hak orang lain, maka hukum memberikan rambu-rambu berupa
batsan-batasan tertentu, sehingga manusia tidak sebebas-bebasnya untuk berbuat
dan bertingkah laku dalam rangka mencapai dan memenuhi kepentingan itu. 2
Dalam rangka mewujudkan tujuan nasional, pembangunan di bidang
hukum, terdapat tiga unsur pokok yang harus dibangun untuk menciptakan
suasana yang aman di dalam masyarakat, antara lain Peraturan PerundangUndangan, aparat Penegak Hukum (Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacara), dan
masyarakat itu sendiri. Jika terjadi ketidakseimbangan antara ketiga unsur
tersebut, maka akan terjadi tindak pidana dalam masyarakat. Para pelaku tindak
pidana harus dikenai sanksi, seperti yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP, pidana
terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan.
Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin
dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu: untuk memperbaiki pribadi dari penjahat
itu sendiri, untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatankejahatan, dan untuk membuat penjahat tertentu menjadi tidak mampu melakukan
kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan cara-cara lain sudah tidak dapat
diperbaiki lagi.3

1 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2008, hlm. 1.


2 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1 Stelsel Pidana, Tindak Pidana, TeoriTeori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2002 hlm.15.

Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat menjalani pidana penjara,


sekaligus merupakan institusi terakhir dalam Sistem Peradilan Pidana yang
berperan dalam mewujudkan tujuan Sistem Peradilan Pidana. Menurut Marjono
Reksodiputro, tujuan Sistem Peradilan Pidana adalah mencegah masyarakat
menjadi korban kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga
masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana, dan
mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi
lagi kejahatannya.4
Saat ini pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan menggunakan Sistem
Pemasyarakatan. Sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 2 UndangUndang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Sistem pembinaaan
narapidana dengan sistem pemasyarakatan pertama kali di kemukakan oleh
Sahardjo, antara lain dikemukakan bahwa rumusan tentang tujuan dari pidana
penjara, yakni disamping menimbulkan rasa derita dari terpidana agar bertobat,
mendidik supaya ia menjadi seorang anggota sosial Indonesia yang berguna. Atau
dengan perkataan lain tujuan pidana penjara itu ialah pemasyarakatan. 5
Tujuan utama dari lembaga pemasyarakatan adalah melakukan pembinaan
bagi warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara
pembinaan sebagai bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam sistem peradilan
pidana. Di dalam lembaga pemasyarakatan dipersiapkan berbagai program
pembinaan bagi para narapidana sesuai dengan tingkat pendidikan, jenis kelamin,
agama dan jenis tindak pidana yang dilakukan narapidana tersebut. Program
pembinaan bagi para narapidana disesuaikan pula dengan lama hukuman yang

3 P.A.F. Lamintang, dan Theo Lamintang, Hukum Penintensir Indonesia, Jakarta, Sinar
Grafika, 2012, hlm. 11.
4 Marjono Reksodipuro dalam Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana
Kontemporer, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010, hlm. 3.
5 Lamintang dan Theo lamintang, Op. Cit. Hlm.166.

akan dijalani para narapidana dan anak didik, agar mencapai sasaran yang
ditetapkan, yaitu agar mereka menjadi warga yang baik di kemudian hari.6
Lembaga

Pemasyarakatan

sebagai

institusi

pelaksana

pembinaan

narapidana dituntut untuk lebih transparan, tidak diskriminasi dalam melakukan


pembinaan

terhadap

sesama

narapidana

sehingga

tidak

menimbulkan

kesenjangan. Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugasnya juga harus


memperhatikan sisi kemanusiaan dan HAM. Menurut Ramdlon Naning HAM
adalah hak yang melekat pada martabat manusia, yang melekat padanya sebagai
insan ciptaan Allah Yang Maha Esa atau hak-hak dasar yang prinsip sebagai
anugerah Ilahi.7 Seorang narapidana juga manusia yang memiliki hak asasi
manusia, seberat apapun kejahatan yang telah mereka perbuat. Hak asasi
narapidana yang dirampas hanyalah kebebasan fisik serta pembatasan hak
berkumpul dengan keluarga dan hak berpartisipasi dalam pemerintahan.8
Keberhasilan tujuan Pemasyarakatan tergantung dari beberapa pihak,
dalam teori kepenjaraan di negara barat berhasil atau tidaknya usaha-usaha
reformasi tergantung sepenuhnya pada individu narapidana itu sendiri (usaha
sepenuhnya yang timbul dari dalam diri individu narapidana itu sendiri untuk
kembali menjadi warga Negara yang baik atas tekanan-tekanan disiplin juga
diberikan pada para petugas penjara).9 Hal tersebut sangat berbeda dengan sistem
pemasyarakatan, bahwa berhasil atau tidaknya sistem pemasyarakatan itu
tergantung pada tiga unsur yaitu individu si pelanggar hukum, petugas
pemasyarakatan dan masyarakatnya.
6 Djisman Samosir, Hukum Penologi dan Pemasyarakatan, Bandung, Nuasa Aulia, 2012,
hlm. 128.
7 Ramdlon Naning dalam O.C. Kaligis, Perlindungan Hukum, Atas Hak Asasi
Tersangka, Terdakwa dan Terpidana, Bandung, Alumni, 2013, hlm. 61.
8 http://handarsubhandi.blogspot.com/2014/11/konsepsi-ham-narapidana.html Diakses
12 Maret 2015.
9 Romli Atmasasmita, Dari Penjaraan Ke Pembinaan Narapidana, Bandung, Alumni,
1975, hlm.116.

Dalam kaitannya, keberadaan residivis merupakan wujud dari kegagalan


sistem peradialan pidana pada tahapan Lembaga Pemasyarakatan yang
menyebabkan pelaku tindak pidana mengulangi kejahatannya. Dengan demikian,
diperlukan program pembinaan untuk memperbaiki sikap dan perilaku buruk dari
narapidana, agar mereka jera untuk mengulangi kejahatannya. Oleh karena itu,
diperlukanlah pembinaan kepribadian yang efektif terhadap narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan, karena pembinaan yang efektif akan membuat
narapidana menyadari kesalahannya.
Apabila dicermati pembinaan kepribadian amatlah penting karena
berkaitan erat dengan perubahan pada watak dan mental dari narapidana sendiri,
pembinaan ini yang nantinya berpengaruh terhadap perubahan dari dalam diri
narapidana tersebut apakah nantinya dapat menjadi pribadi yang baik yang sesuai
dengan tujuan dari pemasyarakatan itu sendiri. Pembinaan kepribadian tidaklah
mudah, karena untuk mempengaruhi bahkan mengubah watak mental seseorang
itu sulit perlu adanya pedoman dan cara-cara tertentu yang dilakukan oleh petugas
agar dapat mengubah sedikit demi sedikit kepribadian dari narapidana.
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh merupakan salah satu
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan
narapidana yang bernaung di bawah Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia (HAM) Provinsi Sumatera Barat. 10Berdasarkan informasi terakhir
dari Sistem Database Pemasyarakatan (Kantor Wilayah Sumatera Barat) Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, jumlah penghuni total keseluruhannya
218 penghuni, dengan rincian 70 orang tahanan dan 148 orang narapidana.
Sedangkan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh ini sendiri
hanya sejumlah 59 orang saja, jumlah ini tentunya menyebabkan over capacity
dan pastinya juga akan berpengaruh besar dalam pembinaan narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh.

10 Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Republik


Indonesia,
Data
Terakhir
Jumlah
Penghuni
per-UPT
pada
Kanwil,
http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/daily/kanwil/Diakses tanggal 10 Maret 2015.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik ingin meneliti lebih


lanjut mengenai pembinaan kepribadian terhadap narapidana. Adapun untuk
menguraikan permasalahan tersebut penulis mengangkat skripsi yang berjudul
Pelaksanaan Pembinaan Kepribadian Terhadap Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Dalam Upaya Mewujudkan Tujuan Sistem Pemasyarakatan
(Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang akan dibahas dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan pembinaan kepribadian terhadap narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh?
2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Klas II
B Payakumbuh dalam pelaksanaan pembinaan kepribadian terhadap
narapidana, dan bagaimana upaya penanggulangan kendala tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat ditetapkan tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk

mengetahui

pelaksanaan

pembinaan

kepribadian

terhadap

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh.


2. Untuk
mengetahui
kendala-kendala
yang
dihadapi
Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh dalam pelaksanaan pembinaan
kepribadian

terhadap

narapidana

dan

untuk

mengetahui

upaya

penanggulangan kendala tersebut.


D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan hukum
khususnya hukum pidana serta bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang hukum terutama hukum pidana.
10

b. Hasil penelitian mengenai pelaksanaan pembinaan kepribadian terhadap


narapidana dalam upaya mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan ini
juga dapat memperbanyak referensi kepustakaan di bidang Ilmu
Pemasyarakatan.
2. Manfaat praktis
a. Penelitian ini diarapkan dapat memberi manfaat kepada individu,
masyarakat, dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam menambah
pengetahuan khususnya terhadap permasalahan pembinaan narapidana
di lembaga pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Payakumbuh.
b. Dapat memberikan masukan bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan
untuk penyempurnaan pembinaan kepribadian terhadap narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh.
E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kegunaan kerangka teoritis ini salah satunya untuk lebih mempertajam atau
lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.11
a. Teori Sistem Pemasyarakatan
Berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.02PK.04.10. Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana / Tahanan,
menyebutkan terdapat sepuluh prinsip pemasyarakatan, yaitu :
1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan
perannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna
2. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara
3. Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat
4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat
dari pada sebelum dijatuhi pidana
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak
didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari
masyarakat

11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit Universitas


Indonesia (UI-Press), 2012, hlm. 121.

11

6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak


boleh bersifat sekedar pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan
pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara
sewaktu-waktu saja.
7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak
didik harus berdasarkan Pancasila
8. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah
manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia
9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan
sebagai satu-satunya derita yang dialaminya
10. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi
rehabilitif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan
b. Teori Pembinaan Narapidana
Sistem pemasyarakatan membina narapidana dan anak didik berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berisikan kegotongroyongan itu
dengan tujuan agar kelak setelah bebas ditengah masyarakat dapat menjadi:
1) Warga negara yang berguna sekurang-kurangnya tidak melanggar
hukum lagi.
2) Peserta yang aktif dan kreatif dalam pembangunan nasional.
3) Manusia yang berbahagia di dunia dan akhirat.
Mengenai pembinaan yang dilakukan oleh petugas di lembaga
pemasyarakatan C.I. Hasono memberikan komentar:12
Pembinaan narapidana merupakan tugas yang berat dan mulia, tidak semua
orang sanggup dan tertarik dengan kehidupan narapidana, bahkan mereka
yang sekarang bertugas sebagai pegawai lembaga pemasyarakatan, masih
ada yang hanya sekedar bekerja, tidak memiliki dedikasi, integritas dan
loyalitas dalam membina narapidana. Mereka bekerja asal bekerja saja tidak
memiliki inovasi untuk melakukan pembinaan narapidana menjadi lebih
baik dari sekarang.
c. Teori Penegakan Hukum

12 C.I. Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta, Djambatan, 1995,
hlm. 386.

12

Menurut Soerjono Soekanto, secara konseptual, maka inti dan arti


penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap
tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan,
memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.13
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dapat
dibedakan dalam dua hal, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam sistem hukum
dan faktor-faktor diluar sistem hukum.14 Lebih lanjut Soerjono Soekanto
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu:15 Faktor
hukum itu sendiri berupa Undang-Undang, Faktor penegak hukum, Faktor
masyarakat, Faktor sarana atau fasilitas, Faktor kebudayaan. Kelima faktor
tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari
penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan
hukum.16
d. Teori Pemidanaan
Dalam ilmu hukum pidana dikenal berbagai macam pendapat mengenai teori
pemidanaan, namun yang banyak itu dapat dikelompokkan kedalam 3 golongan
besar, ialah:
1) Teori Absolut (Vergeldings Theorien)
Teori absolut disebut juga dengan teori retributif. Dasar pijakan dari teori
ini adalah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa
pidana itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana ialah karena

13 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta,


Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 5.
14 Bambang Sutiyoso, Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum di Indonesia,
Yogyakarta, UII-Press, 2010, hlm. 21.
15 Soejono Soekanto, Op.Cit. hlm. 8.
16 Soerono Soekanto, Ibid, hlm. 9.

13

penjahat tersebut telah melakukan penyerangan pada hak dan kepentingan hukum
(pribadi, maksyarakat atau negara) yang telah dilindungi.
2) Teori Relatif (Doel Theorien)
Teori relatif atau teori tujuan ini disebut juga teori utilitarian yang lahir
sebagai reaksi dari teori absolut. Di dalam teori relatif orang justru telah mencari
dasar pembenaran dari pidana pada suatu tujuan yang sifatnya umum, yaitu untuk
mengamankan tertib hukum.
3) Teori Gabungan (Vernegings Theorien)
Teori gabungan ini merupakan penggabungan dari teori absolut dan teori
relatif atau mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata
tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu adalah yang menjadi dasar dari
penjatuhan pidana.
2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupukan kerangka yang menggambarkan hubungan
antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti17.
a. Menurut Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pembinaan dan Pembimbing Warga Binaan Pemasyarakatan:
Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani, dan rohani narapidana dan anak didik
b.

pemasyarakatan
Kepribadian, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
Sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa
yang membedakan dirinya dari orang atau bangsa lain
c. Menurut Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan:
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di LAPAS
d. Menurut Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan:

17 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit Universitas


Indonesia (UI-Press), 2012, hlm. 132.

14

Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah


tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan
e. Menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan:
Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas
serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan
Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina,
dan

masyarakat

untuk

meningkatkan

kualitas

Warga

Binaan

Pemasyarakaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak


mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dan dapat aktif berperan dalam pembangunan,
dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung
jawab

F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
empiris atau sosiologis. Pendekatan yuridis empiris atau sosiologis adalah
pendekatan yang melihat sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat.
Pendekatan sosiologi hukum merupakan pendekatan yang digunakan untuk
melihat aspek-aspek hukum dalam interaksi sosial di dalam masyarakat.18
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu mengungkapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum sebagai objek
penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat
yang berkenaan objek penelitian.19

18 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2014, hlm. 175.
19 Ibid.

15

3. Jenis dan Sumber Data


a.
Jenis Data
1)Data Primer
Data primer yaitu, data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik
melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak
resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.20
2)Data Sekunder
Data sekunder yaitu, data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, bukubuku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk
skripsi, tesis, disertasi, peraturan perundang-undangan.21
a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat yang terdiri
atas peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer yang
berkaitan dengan materi proposal ini, yang tediri dari:
(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan
Warga Binaan Pemasyarakatan.
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
(4) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M,
02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana.
b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah buku-buku, tulisan-tuliasan ilmiah hukum yang terkait
dengan objek penelitian. Bahan hukum yang berasal dari hasil karya
orang-orang dari kalangan hukum.
c)

Bahan Hukum Tersier


Bahan hukum tersier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan
hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus,
ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.
b. Sumber Data
20 Zainudin Ali, Ibid.
21 Ibid.

16

1) Penelitian Kepustakaan ( library research )


Merupakan penelitian yang dilakukan terhadap buku-buku, karya ilmiah,
undang-undang, dan peraturan-peraturan terkait lainnya.
2) Penelitian Lapangan ( field research )
Merupakan penelitian yang diperoleh langsung

di

Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh.


4. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Dokumen, merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara membaca atau mengkaji dan mempelajari buku-buku
kepustakaan yang berkaitan dengan materi proposal.
b. Wawancara, merupakan cara pengumpulan data yang diperoleh secara
langsung terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembinaan,
seperti pejabat, petugas, dan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan
Klas II B Payakumbuh.
c. Pengamatan, yang dilakukan peneliti harus berpokok pada jalur tujuan
penelitian, serta dilakukan secara sistematis.22 Pengamatan atau observasi
dilakukan mencakup perilaku narapidana di lembaga pemasyarakatan.
5. Pengolahan Data
Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di
lapangan. Pengolahan data dengan cara editing, yaitu membetulkan jawaban yang
kurang jelas, meneliti jawaban responden

sudah lengkap atau belum,

menyesuaikan jawaban yang satu dengan yang lainnya..23


6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data dan mengorganisasikannya
kedalam kategori. Dalam penelitian ini data dianalisis melalui pendekatan
kualitatif, yaitu data yang terkumpul tidak berupa angka-angka . 24 Kesimpulan
ditarik dengan menggunakan metode induktif.
BAB II
22 Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Bandung, Alfabeta, 2014,
hlm. 135.
23 Ibid. hlm. 141.
24 Suratman dan Philips Dillah, Ibid. hlm. 145.

17

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Pembinaan Kepribadian Terhadap Narapidana di Lembaga


Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh
Merupakan tugas yang berat bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan yang
berinteraksi langsung dengan narapidana untuk merubah sifat dan perilaku
narapidana supaya menjadi manusia yang menyadari kesalahannya sendiri dan
mau merubah dirinya ke arah yang lebih baik. Kesadaran narapidana untuk
menjadi lebih baik tidak bisa dipaksakan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan
melainkan kesadaran yang timbul dari diri pribadi narapidana itu sendiri. Cara
untuk menimbulkan kesadaran narapidana itu adalah dengan memberikan
pembinaan kepada narapidana selama ia menjalani masa hukuman.
Program pembinaan yang akan diberikan kepada narapidana telah diatur di
dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: 02-PK.04.10
tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan. Namun untuk merubah
perilaku buruk narapidana tersebut diperlukanlah pembinaan kepribadian yang
efektif di Lembaga Pemasyarakatan, supaya terwujudnya tujuan dari sistem
pemasyarakatan.
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh merupakan salah satu
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan
narapidana yang bernaung di bawah Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia (HAM) Provinsi Sumatera Barat.
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh terletak di tengah Kota
Payakumbuh, bersebelahan dengan mall (Pusat Perbelanjaan) yaitu di Jl. Jenderal
Sudirman No. 15, Kelurahan Labuh Baru, Kecamatan Payakumbuh Utara, Kota
Payakumbuh. Bangunan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh adalah
peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang dibangun pada tahun 1883 dengan
kapasitas 70 (tujuh puluh) orang. Sebagian bangunannya telah direnovasi,
bagunan yang direnovasi diantaranya:
a. Gedung Kantor pada tahun 1994,

18

b. Atap blok hunian dari tembok keliling pada tahun 2000.


Struktur bangunan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh
memiliki luas tanah 3550 m dan luas bangunan 2210 m dengan status
kepemilikan tanah dan bangunan adalah milik Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia.
Sarana dan prasarana bangunan ini meliputi:
a. Perkantoran
b. Tempat hunian / blok hunian WBP dengan jumlah kamar hunian sebanyak 9
kamar ukuran besar dan sedang serta 4 kamar kecil / blok sel (kamar
karentina),
c. Sarana dan prasarana yang lain terdiri dari:
1. Ruang kegiatan kerja ukuran 70 m,
2. Mushola ukuran 70 m,
3. Ruang serba guna ukuran 70 m yang sekarang dipakai untuk kegiatan
perpustakaan,
d. Untuk ruang klinik / pemeriksaan kesehatan bergabung dengan ruang
kantor Ka.Subsie Perawatan.
Berdasarkan informasi terakhir dari Sistem Database Pemasyarakatan
(Kantor Wilayah Sumatera Barat) Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Payakumbuh, saat ini mempunyai jumlah tahanan 70 orang, narapidana 148, dan
total jumlah keseluruhan adalah 218 orang, sedangkan kapasitas Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh hanya 70 orang. Dan Lembaga
Pemasyarakatan ini mempunyai 42 orang pegawai.
Pelaksanaan pembinaan kepribadian terhadap narapidana di Lembaga
Pemasarakatan Klas II B Payakumbuh ini, terlihat dari hasil wawancara penulis
dengan Bapak Iskandar selaku Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan Kegiatan
Kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh dan Bapak Ari Usman
selaku staf Pembinaan Bimbingan Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan
Klas II B Payakumbuh.

19

Adapun bentuk-bentuk pelaksanaan pembinaan kepribadian terhadap


narapidana yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Payakumbuh yaitu: 25
1. Pembinaan Kesadaran Beragama (Rohani)
Pembinaan rohani merupakan pembinaan kesadaran beragama yang dilakukan
kepada setiap narapidana. Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya
terutama memberi pengertian agar warga binaan pemasyarakatan dapat menyadari
akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang benar dan perbuatan-perbuatan yang
salah.
Pembinaan rohani pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh
dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan berupa pembelajaran iqra, membacara alquran, kegitan ceramah atau wirid pengajian, dan sholat jumat. Pelaksanaan
bimbingan pembelajaran iqra dan membaca al-quran dilaksanakan setiap hari,
dengan pembagian hari Senin, Rabu, Jumat pembelajaran iqra dan Selasa,
Kamis, Sabtu membaca al-quran. Kegiatan ini dilaksanakan pada pagi hari pukul
09.00 sampai dengan 11.00 WIB yang dilaksanakan di mushola Lembaga
Pemasyarakatan. Sedangkan kegiatan ceramah atau wirid pengajian dilaksanakan
sekali dalam seminggu, yaitu pada setiap hari Rabu, dengan mendatangkan
penceramah.26
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pembinaan rohani tersebut ada
dilaksanakan, namun hanya di pandu oleh pegawai Lembaga Pemasyarakatan,
bukan oleh ustadz atau guru ngaji. Sehingga pada pembinaan keagamaan ini
pegawai Lembaga Pemasyarakatan hanya dapat memberikan sebatas pengetahuan
keagamaan yang ia miliki. Hal ini disebabkan oleh kurang baiknya kerjasama
Lembaga Pemasyarakatan dengan pihak Departemen Agama Kantor Wilayah
Payakumbuh.

25 Wawancara dengan Bapak Iskandar, selaku Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan
Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, tanggal 28 Mai 2015.
26 Wawancara dengan Bapak Iskandar, selaku Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan
Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, tanggal 28 Mai 2015.

20

Pembinaan keagamaan untuk nonislam juga ada, seperti yang beragama


kristen pembinaan dilakukan dengan memanggil pihak gereja ke Lembaga
Pemasyarakatan seminggu sekali dan pembinaan dilakukan secara pribadi saja,
dikarenakan narapidana nonislam disini minoritas.27
2.

Pembinaan Kesadaran berbangsa dan bernegara

Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara ini dilaksanakan melalui P.4,


termasuk menyadarkan mereka agar dapat menjadi warga negara yang baik yang
dapat berbakti bagi bangsa dan negaranya. Perlu disadarkan bahwa berbakti untuk
bangsa dan negara adalah sebagian dari iman (taqwa).
Program pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara di Lembaga
Pemasyarakatan ini dilaksanakan melalui kegiatan upacara bendera dan kegiatan
kepramukaan. Upacara bendera dilaksanakan setiap hari Senin, dengan Warga
Binaan Pemasyarakatan sendiri sebagai pelaksananya. Namun kegiatan upacara
bendera ini terakhir dilaksanakan pada tahun 2010 lalu, dikarenakan jumlah
narapidana sekarang sudah terlalu banyak dan lapangan olah raga yang digunakan
untuk upacara juga tidak memungkinkan untuk dilaksanakannya

upacara. 28

Sedangkan kegiatan kepramukan ini dilaksanakan atas kerjasama dengan


KODIM. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan oleh semua
Lembaga Pemasyarakatan.29
Berdasarkan

hasil

wawancara

penulis

dengan

Bapak

Iskandar

selaku

Ka.Siebinapigiatja Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh dengan


memperlihatkan

hasil

laporan

kegiatan

kepramukaan

tersebut,

kegiatan

kepramukaan ini ada dilaksanakan.


3. Pembinaan Kemampuan Intelektual (Kecerdasan)
27 Wawancara dengan Bapak Ari Usman selaku Staf Pembinaan Bimbingan
Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh tanggal 1 Juni 2015.
28 Wawancara dengan Bapak Ari Usman selaku Staf Pembinaan Bimbingan
Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh tanggal 1 Juni 2015.
29 Wawancara dengan Bapak Iskandar, selaku Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan
Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, tanggal 28 Mai 2015.

21

Usaha ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan berfikir warga


binaan pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat menunjang kegiatankegiatan positif yang diperlukan selama masa pembinaan.
Pembinaan

kemampuan

intelektual

yang

dilakukan

di

Lembaga

Pemasyarakatan ini dilakukan melalui program KF (Keaksaraan Fungsional) dan


perpustakaan yang bekerjasama dengan Diknas dan Pustaka Daerah / Nasional.
Program KF berupa baca tulis pernah dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan
namun program nya sudah selesai oleh Dinas Pendidikan, karena program
pembinaan KF tersebut mempunyai jangka waktu.30
Perpustakaan disana menyediakan berbagai jenis buku bacaan untuk Warga
Binaan Pemasyarakatan. Berdasarkan pernyataan dari Rogianto selaku Warga
Binaan Pemasyarakatan menyatakan bahwa perpustakaannya dibuka setiap hari,
dan setiap Warga Binaan Pemasyarakatan boleh meminjam buku perpustakaan
untuk dibawa dan dibaca di kamar masing-masing.31
Berdasarkan pengamatan penulis disana, penulis melihat minat baca Warga
Binaan Pemasyarakatan dirasa sangat kurang, hal ini terlihat dari hanya beberapa
orang saja yang membaca di perpustakaan.
4. Pembinaan Kesadaran Hukum
Pembinaan kesadaran hukum warga binaan pemasyarakatan dilaksanakan
dengan memberikan penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai kadar
kesadaran hukum yang tinggi sehingga sebagai anggota masyarakat, mereka
menyadari hak dan kewajibannya dalam rangka turut menegakkan hukum dan
keadilan, perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban,
ketentraman, kepastian hukum dan terbentuknya perilaku setiap warga negara
Indonesia yang taat kepada hukum.

30 Wawancara dengan Bapak Iskandar, selaku Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan
Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, tanggal 28 Mai 2015.
31 Wawancara dengan Rogianto selaku Warga Binaan Pemasyarakatan di Lemabaga
Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, tanggal 28 Mai 2015.

22

Program pembinaan kesadaran hukum di Lembaga Pemasyarakatan ini


belum ada, hanya baru bersifat sebatas dari pegawai saja, sedangkan kerjasama
dengan pihak luar seperti penyuluhan hukum yang rutin oleh aparat penegak
hukum untuk memberikan penyuluhan hukum kepada narapidana belum ada. 32
Padahal pembinaan kesadaran hukum terhadap narapina ini sangat penting agar
mereka menyadari dan tindak mengulangi perbuatan melawan hukum yang
mereka lakukan.
5. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat
Pembinaan di bidang ini dapat dikatakan juga pembinaan kehidupan sosial
kemasyarakatan, yang bertujuan pokok agar bekas narapidana mudah diterima
kembali oleh masyarakat lingkungannya.
Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat di Lembaga
Pemasyarakatan ini hanya dilaksanakan untuk program pembebasan bersyarat.
Sedangkan untuk pembinaan tahap asimilasi belum dilaksanakan karena resikonya
yang cukup tinggi.33
6. Pembinaan Kesehatan Jasmani
Kegiatan pembinaan jasmani ini diperlukan untuk menjaga kondisi kesehatan
jasmani narapidana. Program pembinaan kesehatan jasmani pada Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan
seperti olah raga dan senam bersama dengan memanaatkan fasilitas lapangan olah
raga yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan. Khusus kegiatan senam bersama,
dilaksanakan pada hari Jumat setiap minggu ke dua dan minggu ke empat.34
Berdasarkan pernyataan dari Rogianto yang menyatakan bahwa Warga Binaan
Pemasyarakatan yang berada di Lembaga Pemasyrakatan Klas II B ini juga
32 Wawancara dengan Bapak Iskandar, selakuKepala Seksi Pembinaan Narapidana dan
Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, tanggal 28 Mai 2015.
33 Wawancara dengan Bapak Iskandar, selaku Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan
Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, tanggal 28 Mai 2015.
34 Wawancara dengan Ibu Adek selaku Staf Pembinaan Bimbingan Kemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh tanggal 28 Mai 2015.

23

diberikan kebebasan untuk berolah raga, walaupun fasilitas olah raga yang ada di
Lembaga Pemasyarakatan ini kurang memadai yakni hanya tersedia fasilitas
seperti lapangan bulu tangkis yang ukurannya kecil.35
Berdasarkan pengamatan penulis, kegitan senam bersama ada dilaksanakan,
namun pelaksanaannya tidak efektif, dikarenakan jumlah narapidana tidak
sebanding dengan kondisi lapangan olahraga yang sempit.
Program pelayanan perawatan kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan ini
dilaksanakan melalui kegiatan pemeriksaan kesehatan meliputi: konsultasi
kesehatan, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan yang bekerjasama dengan
Puskesmas Lampasi dan RSUD Adnan WD. Selain itu juga terdapat pelayannan
program

HIV/AIDS,

TB

bekerjasama

dengan

Dinas

Kesehatan

Kota

Payakumbuh, Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi dan Badan Narkotika Nasional


(BNN).36
Berdasarkan wawancara penulis dengan Rogianto, narapidana residivis di
Lembaga Pemasyarakatan ini, tidak terlihat kerjasama pihak Lembaga
Pemasyarakatan dengan BNN. Di Lembaga Pemasyarakatan ini tidak ada
pembinaan khusus terhadap narapidana kasus narkotika. Rogianto mendapatkan
pembinaan yang sama dengan narapidana lain, hanya kamar sel saja yang
dibedakan.37

B. Kendala dan Penanggulangan dalam Pembinaan Kepribadian Terhadap


Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh

35 Wawancara dengan Rogianto selaku Warga Binaan Pemasyarakatan di Lemabaga


Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, tanggal 28 Mai 2015.
36 Wawancara dengan Ibu Adek selaku Staf Pembinaan Bimbingan Kemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh tanggal 28 Mai 2015.
37 Wawancara dengan Rogianto selaku Warga Binaan Pemasyarakatan di Lemabaga
Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, tanggal 28 Mai 2015.

24

Lembaga

Pemasyarakatan

Klas

II

Payakumbuh

dalam

menyelenggarakan pembinaan kepribadian terhadap narapidana kurang dapat


terlaksana sesuai dengan yang diharapkan dan kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan pembinaan kepribadian terhadap narapidana dan penanggulangannya
oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh yaitu:
1. Perlengkapan dan Prasarana
Di Lembaga Pemasyarakatan ini prasana untuk pembinaan kepribadian
khususnya pada pembinaan rohani sangat terbatas sekali. Seperti Al-Quran dan
Iqra yang sangat dibutuhkan untuk program pembinaan rohani. Terbatasnya
sarana dan prasarana ini tentu sangat berpengaruh dalam pelaksanaan pembinaan
rohani. Padahal itu seharusnya mendapatkan perhatian penting dari pemerintah.
Kurangnya Al-Quran dan Iqra ini karena tidak adanya anggaran khusus dari
pemerintah untuk penambahan sarana dan prasarana ini. Selain itu sarana untuk
pembinaan jasmani di Lembaga Pemasyarakatan ini juga kurang efektif, hal ini
dikarenakan lapangan olahraga yang sempit.38
Upaya penanggulangan yang dilakukan

oleh

pihak

Lembaga

Pemasyarakatan untuk menghadapi hal tersebut adalah mengajukan anggaran


untuk menambah sarana dan prasarana, namun tergantung dari Pusat
pemenuhanannya. Dari yang diajukan kepada pemerintah biasanya oleh
pemerintah akan di saring mana yang penting, mana anggaran yang akan dipenuhi
oleh pemerintah. Jadi tidak semua yang diajukan akan dipenuhi oleh pemerintah,
semua tergantung kemampuan keuangan dari pemerintah. Selain itu upaya yang
dapat

dilakukan

oleh

pihak

Lembaga

Pemasyarakatan

hanya

dengan

mengandalkan bantuan pribadi dari orang lain, dengan cara para petugas di
Lembaga Pemasyarakatan disini memintakan sumbangan untuk kepada temantemannya dan bahkan penambahan pengadaan Al-Quran dan Iqra itu berasal dari
infak dari para narapidana itu sendiri. Sedangkan untuk penanggulangan lapangan

38 Wawancara dengan Bapak Ari Usman selaku Staf Pembinaan Bimbingan


Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh tanggal 1 Juni 2015.

25

olahraga

yang

sempit,

pihak

Lembaga

Pemasyarakatan

hanya

dapat

memaksimalkan pemakaian lapangan olahraga yang ada.39


2. Sumber Daya Manusia
Kurangnya kuantitas atau jumlah pegawai di Lembaga Pemasyarakatan ini
juga berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan pembinaan karena sudah tidak
sebanding dengan jumlah narapidana. Jumlah pegawai sekarang terdapat 42
orang. Tahun 2014 lalu Lembaga Pemasyarakatan ini mendapat 4 orang tambahan
pegawai, sedangkan tahun ini memang ada penerimaan CPNS terakhir sebelum
monatorium di berlakukan, namun Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Payakumbuh ini tidak mendapatkan jatah tambahan pegawai baru.40
Upaya

penanggulangan

yang

dilakukan

oleh

pihak

Lembaga

Pemasyarakatan untuk melakukan penambahan pegawai yaitu dengan mengajukan


permohonan ke Kantor Wilayah untuk penambahan pegawai dan pengajuan untuk
dilaksanakannya Diklat. Namun mungkin karena keterbatasan biaya dari pusat,
jadi belum dapat dilaksanakan. Memang yang kekurangan petugas bukan hanya di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh saja, mungkin masih ada
Lembaga Pemasyarakatan lain yang lebih diprioritaskan terlebih dahulu tapi pihak
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh tiap tahun tetap berusaha untuk
mengajukan penambahan pegawai.41
3. Pemahaman dan Pengetahuan Petugas
Dalam proses pembinaan, petugas adalah kunci keberhasilan yang
mempunyai peran utama dalam hal pembinaan agar warga binaan menjadi lebih
baik. Hal dasar yang dapat mempengaruhi cara dan tindakan petugas dalam
menjalankan tugas dan fungsinya sangat berkaitan dengan pengetahuan dan
pengalaman dari petugas.
39 Wawancara dengan Bapak Ari Usman selaku Staf Pembinaan Bimbingan
Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh tanggal 1 Juni 2015.
40 Wawancara dengan Bapak Iskandar, selaku Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan
Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, tanggal 28 Mai 2015.
41 Wawancara dengan Bapak Iskandar, selaku Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan
Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, tanggal 28 Mai 2015.

26

Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh ini, tidak terdapat


para petugas atau pegawai Lembaga Pemasyarakatan yang dapat memberikan
pembinaan khusus yang diperlukan oleh narapidana narkotika. Karena
keterbatasan pemahaman dan pengetahuan tersebut para petugas hanya bisa dapat
melaksanakan pembinaan sebatas yang mereka ketahui.
Selain itu pembinaan rohani di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Payakumbuh ini, kurang maksimal, dikarenakan latar belakang petugas disini
tidak ada yang bersal dari pendidikan keagamaan. Sedangkan kalau dalam
memberikan pembinaan pengajaran keagamaan, petugas tidak bisa menjelaskan
dengan baik, sehingga Warga Binaan Pemasyarakan disini susah memahami.42
Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pihak Lembaga
Pemasyarakatan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengadakan
kerjasama dengan Departemen Agama disini dengan tujuan dapat memberikan
pembinaan rohani kepada Warga Binaan Pemasyarakatan. Namun mungkin karena
kesibukan, dan pihak Lembaga Pemasyarakatan tidak memberikan sesuatu, hal
itulah yang menyebabkan pihak Departemen Agama tidak datang kembali
memberikan pembinaan rohani kepada Warga Binaan Pemasyarakatan.43
4. Kapasitas Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh memiliki kapasitas 70
orang penghuni. Namun di lapangan didapati jumlah penghuni di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh sebanyak 218 orang penghuni, terjadi
over kapasitas yang hal ini dapat menimbulkan masalah. Adanya kelebihan
kapasitas narapidana dan tahanan pastinya akan berpengaruh terhadap pembinaan.
Pembinaan terhadap narapidana menjadi tidak maksimal, dikarenakan kontrol
yang sulit. Kapasitas yang banyak membuat para petugas akan lebih fokus pada
pengamanan saja apa lagi jumlah petugas yang hanya 42 orang harus membina
218 orang pastinya akan sulit.
42 Wawancara dengan Bapak Ari Usman selaku Staf Pembinaan Bimbingan
Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh tanggal 1 Juni 2015.
43 Wawancara dengan Bapak Ari Usman selaku Staf Pembinaan Bimbingan
Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh tanggal 1 Juni 2015.

27

Upaya untuk penanggulangan yang dilakukan oleh pihak Lembaga


Pemasyarakatan

yaitu,

petugas

Lembaga

Pemasyarakatan

hanya

dapat

memaksimalkan tenaga petugas yang ada untuk melaksanakan pembinaan


semaksimal mungkin. Selain itu pengajuan untuk penambahan bangunan telah
diusulkan semenjak tahun 2010, namun hingga saat ini belum terlihat hasilnya.44
Pembinaan kepribadian sendiri adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan
pemasyarakatan, karena tujuan pemasyarakatan sendiri adalah mengembalikan,
mengintegrasikan dan menyatukan kembali narapidana ke dalam masyarakat.
Diharapkan narapidana mendapatkan perubahan baik, karena dengan pembinaan
kepribadian bisa menjadi filter atau penyaring mana perbuatan yang baik dan
mana yang buruk dalam bertindak.45
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan, tentang
pelaksanaan pembinaan kepribadian di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Payakumbuh sebagaimana yang telah penulis bahas sebelumnya, maka dapat
disimpukan hal-hal sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pembinaan kepribadian terhadap narapidana yang di laksanakan di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh, yaitu telah dilaksanakan
sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bentuk-bentuk
pembinaan kepribadiannya meliputi: pembinaan kesadaran beragama (rohani),
pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan kemampuan
intelektual

(kecerdasan),

pembinaan

kesadaran

hukum,

pembinaan

mengintegrasikan diri dengan masyarakat, dan pembinaan kesehatan jasmani.


44 Wawancara dengan Bapak Ari Usman selaku Staf Pembinaan Bimbingan
Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh tanggal 1 Juni 2015.
45 Wawancara dengan Bapak Ari Usman selaku Staf Pembinaan Bimbingan
Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh tanggal 1 Juni 2015.

28

Namun, hanya saja pelaksanaan dari pembinaan kepribadian tersebut belum


efektif atau belum maksimal. Hal ini terlihat dari bagaimana pelaksanaan dari
bentuk-bentuk pembinaan kepribadian yang dilaksanakan disana, banyak
terdapat

beberapa

kendala-kendala,

sehingga

pelaksanaan

pembinaan

kepribadian tersebut masih jauh dari tujuan sistem pemasyarakatan. Dari ke


enam bentuk pembinaan kepribadian tersebut, salah satu bentuk pembinaan
kepribadian di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh yang dapat
dikatakan

belum

ada

yaitu

pembinaan

kesadaran

hukum,

karena

dilaksanakannya hanya baru bersifat sebatas dari pegawai saja, sedangkan


kerjasama dengan pihak luar seperti penyuluhan hukum yang rutin oleh aparat
penegak hukum untuk memberikan penyuluhan hukum kepada narapidana
belum ada. Padahal pembinaan kesadaran hukum terhadap narapidana ini
sangat penting agar narapidana menyadari dan tidak mengulangi perbuatan
melawan hukum yang pernah mereka lakukan sebelumnya.

2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan kepribadian


terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh yaitu,
keterbatasan sarana dan prasarana pembinaan, upaya penanggulangannya yaitu
mengajukan anggaran untuk menambah sarana dan prasarana serta
memaksimalkan sarana dan prasarana yang ada. Kurangnya sumber daya
manusia, upaya penanggulangannya yaitu mengajukan penambahan pegawai
dan pengajuan untuk dilaksanakannya Diklat. Pemahaman dan pengetahuan
petugas, upaya penanggulangannya yaitu mengadakan pelatihan terhadap
pegawai Lembaga Pemasyarakatan dan menjalin kerjasama dengan berbagai
pihak.

Dan

Lembaga

Pemasyarakatan

yang

over

kapasitas,

upaya

penanggulangannya yaitu pengajuan penambahan bangunan.


B. Saran
1. Diharapkan agar kerjasama antara Lembaga Pemasyarakatan dengan pihak luar
dapat terjalin dengan baik, supaya pembinaan terhadap narapidana dapat
terlaksana dengan baik juga, seperti kerjasama dengan Kepolisian, Dinas

29

Pendidikan, Departemen Agama, Dinas Kesehatan, Badan Narkotika Nasional


dan pihak terkait lainnya.
2. Diharapkan agar adanya pengangkatan atau penambahan jumlah pegawai di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh serta di adakannya pelatihan
bagi pegawai atau petugas Lembaga Pemasyarakatan.
3. Diharapkan agar sarana dan prasarana pembinaan

pada

Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Payakumbuh diperhatikan dan diutamakan


ketersediannya oleh pemerintah. Karena keberadaan sarana dan prasarana yang
cukup sangat berguna untuk menunjang terlaksananya program pembinaan
yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1 Stelsel Pidana. Tindak
Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Adi Sujatno. 2004. Sistem Pemasyarakatan Indonesia Membangun Manusia
Mandiri. Jakarta.
Bambang Sutiyoso. 2010. Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum di
Indonesia. Yogyakarta: UII-Press.
Bambang Waluyo. Masalah Tindak Pidana dan Upaya Penegakan Hukum.
Jakarta: Sumber Ilmu Jaya.
C.I. Harsono Hs. 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta:
Djambatan.
Djisman Samosir. 2012. Penologi dan Pemasyarakatan. Bandung: Nuansa
Aulia.
30

Dwidja Priyatno. 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia.


Bandung: Refika Aditama.
J.C.T.Simorangkir, Rudy T. Erwin, dan J.T.Prasetyo. 2007. Kamus Hukum.
Jakarta: Sinar Graika.
Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
O.C. Kaligis. 2013. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka,
Terdakwa, dan Terpidana. Bandung: PT Alumni.
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang. 2012. Hukum Penintensir Indonesia.
Jakarta: Sinar Graika.
Romli Atmasasmita. 1975. Dari Penjaraan Ke Pembinaan Narapidana.
Bandung: Alumni.
_________________ 1987. Kepenjaraan Dalam Suatu Bunga Rampai.
Bandung: Amico.
_________________ 2010. Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Soedjono Dirjosisworo. 1984. Sejarah dan Asas Penologi. Bandung: Armico.
Soerjono Soekanto. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
________________ 2012. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia UI-PRESS)
Subhi Mahmassani. 1993. Konsep Dasar Hak-Hak Asasi Manusia. Jakarta:
PT. Tintamas Indonesia.
Suratman dan Philips Dillah. 2014. Metode Penelitian Hukum. Bandung:
Alfabeta.
Zainuddin Ali. 2014. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan

31

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M, 02-PK.04.10
Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan
C. Sumber Sumber Lain
Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Republik
Indonesia, Data Terakhir Jumlah Penghuni
per-UPT pada Kanwil,
http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/daily/kanwil/Diakses tanggal 10
Maret 2015.
Http://wwww.academia..edu/6880847/Pedoman/Pembinaan/Kepribadian/Bagi
/Petugas/Lapas/Rutan. Diakses pada 1 Juni 2015.
http://handarsubhandi.blogspot.com/2014/11/konsepsi-ham-narapidana.html
Diakses 12 Maret 2015.
http://polsuspas.wordpress.com/2011/01/05/sejarah-sistem-pemasyarakatan.
Diakses pada 24 Mei 2015.
Http://lpkedungpane.wordpress.com/profil/tujuan-sasaran. Diakses pada
tanggal 24 Mai 2015.

32

Anda mungkin juga menyukai