Anda di halaman 1dari 33

SISTEM PERADILAN PIDANA

Oleh : I Wayan Puspa Universitas 45 Mataram

1/5/2012

Pengertian Istilah Criminal Justice System


Remington dan Ohlin :
Pemakaian pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana,dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan, praktek administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasannya.

1/5/2012

Hagan (1987) membedakan pengertian antara criminal justice process dan criminal jutice system. Criminal justice process adalah setiap tahap dari suatu putusan yang menghadapkan seorang tersangka ke dalam proses yang membawanya kepada penentuan pidana baginya.
1/5/2012 3

Criminal justice system adalah interkoneksi antara keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam proses peradilan pidana.

1/5/2012

Marjono :
Sistem Peradilan Pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan terpidana. Sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan.

1/5/2012

Marjono. Tujuan sistem peradilan pidana : a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan. b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana. c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.

1/5/2012

Marjono. Empat komponen dalam sistem peradilan pidana diharapkan dapat bekerjasama dan dapat membentuk suatu integrated criminal justice system.

1/5/2012

Apabila keterpaduan dalam bekerja sistem tidak dilakukan, diperkirakan terdapat tiga kerugian sbb : 1. Kesukaran dalam menilai sendiri keberhasilan atau kegagalan masing-masing instansi, sehubungan tugas mereka bersama; 2. Kesulitan dalam memecahkan sendiri masalah-masalah pokok masing-masing instansi (sebagai sub sistem dari sistem peradilan pidana); 3. Karena tanggung jawab masing-masing instansi sering kurang jelas terbagi, maka setiap instansi tidak terlalu memerhatikan efektivitas menyeluruh dari sisitem peradilan pidana.
1/5/2012 8

Menurut Romli Atmasasmita, Marjono tidak membedakan istilah pengendalian dan penegakkan hukum, sedangkan Romli berpendapat bahwa kedua istilah tersebut memiliki makna yang jauh berbeda.

1/5/2012

Sistem pengendalian merupakan bahasa managemen yang berarti mengendalikan atau menguasai atau melakukan pengekangan. Dalam istilah tsb terkandung aspek managemen dalam upaya penanggulangan kejahatan. Apabila sistem peradilan pidana diartikan sebagai penegakkan hukum atau law enforcement, maka di dalamnya terkandung aspek hukum yang menitikberatkan kepada operasionalisasi peraturan perundang-undangan dalam upaya menanggulangi kejahatan dan bertujuan mencapai kepastian hukum.
1/5/2012 10

Di lain pihak apabila pengertian sistem peradilan pidana dipandang sbg bagian dari pelaksanaan social defense yang terkait kepada tujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka dalam sistem peradilan pidana terkandung aspek sosial yang menitikberatkan kegunaan

1/5/2012

11

Romli Atmasasmita : Sependapat dengan Kadish, bahwa pengertian sistem peradilan pidana dapat dilihat dari sudut pendekatan normatif, managamen dan sosial. Sekalipun pendekatan tersebut berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan lebih jauh ketiga bentuk pendekatan tersebut saling memengaruhi dalam menentukan tolok ukur keberhasilan dalam menanggulangi kejahatan. Muladi : Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan(network) peradilan yang menggunakan hukum pidana materiil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Sifat yang terlalu formal jika dilandasi hanya untuk kepentingan kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa ketidak adilan.
1/5/2012 12

Muladi : Bahwa makna integrated criminal justice system adalah sinkronisasi atau keserampakan dan keselarasan, yang dapat dibedakan dalam : a. Sinkronisasi struktural (structural syncronization). b. Sinkronisasi substansial (substantial syncronization). c. Sinkronisasi kultural (cultural syncronization)

1/5/2012

13

Sinkronisasi struktural adalah keserampakan dan keselarasan dalam rangka hubungan antar lembaga penegak hukum. Sinkronisasi substansial adalah keserampakan dan keselarasan yang bersifat vertikal dan horisontal dalam kaitannya dengan hukum positif. Sinkronisasi kultural adalah keserampakan dan keselarasan dalam menghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap dan falsafah yang secara menyeluruh mendasari jalannya sistem peradilan pidana.
1/5/2012 14

Bentuk Pendekatan dalam Sistem Peradilan Pidana


Dikenal 3 (tiga) bentuk : 1. Pendekatan normatif, memandang keempat aparatur penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan) sbg institusi pelaksana peraturan perundangundangan yang berlaku shg keempat aparatur tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penegakkan hukum semata-mata. 2. Pendekatan administratif, memandang keempat aparatur penegak hukum sebagai suatu organisasi managemen yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan yang bersifat horisontal maupun yang bersifat vertikal. 3. Pendekatan sosial memandang keempat aparatur penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial sehingga masyarakat secara keseluruhan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan atau ketidak berhasilan dari keempat aparatur penegak hukum tsb dalam melaksanakan tugasnya. Sistem yang digunakan adalah sistem sosial.
1/5/2012 15

Bentuk Pendekatan Normatif dalam Sistem Peradilan Pidana

Packer, membedakan pendekatan normatif ke dalam dua model, yaitu crime control model dan due process model, dan pembedaan dua model tsb sesuai dengan kondisi sosial, budaya dan struktural masyarakat Amerika Serikat.

1/5/2012

16

Operasionalisasi kedua model itu dilandaskan pada asumsi yang sama :


a.Penetapan suatu tindakan sebagai tindak pidana harus lebih dahulu ditetapkan jauh sebelum proses identifikasi dan kontak dengan seorang tersangka pelaku kejahatan atas asas ex post facto law atau asas undang-undang yang berlaku surut. b.Diakui kewenangan yang terbatas pada aparatur penegak hukum untuk melakukan tindakan penyidikan dan penangkapan terhadap seorang tersangka pelaku kejahatan. c.Seorang pelaku kejahatan adalah subjek hukum yang harus dilindungi dan berhak atas peradilan yang jujur dan tidak memihak.
1/5/2012 17

Nilai-nilai yang melandasi crime control model adalah : a. Tindakan represif terhadap suatu tindakan kriminal merupakan fungsi terpenting dari suatu proses peradilan; b. Perhatian utama harus ditujukan kepada efisiensi dari suatu penegakkan hukum untuk menyeleksi tersangka, menetapkan kesalahannya dan menjamin atau melindungi hak tersangka dalam proses peradilannya; c. Proses kriminal penegakkan hukum harus dilaksanakan berlandaskan prinsip cepat (speedy) dan tuntas (finality) dan model yang dapat mendukung proses penegakkan hukum tsb adalah harus model administratif dan menyerupai model manajerial;
1/5/2012 18

d. Asas praduga bersalah atau presumption of guilt akan menyebabkan sistem ini dilaksanakan secara efisien. e. Proses penegakkan hukum harus menitik beratkan kepada kualitas temuan-temuan fakta administratif, oleh karena temuan tersebut akan membawa ke arah (1) pembebasan seorang tersangka dari penuntutan, atau (2) kesediaan tersangka menyatakan dirinya bersalah atau plead of guilty.

1/5/2012

19

Nilai-nilai yang melandasi due process model adalah : a. Kemungkinan adanya faktor kelalaian yang sifatnya manusiawi atau human error menyebabkan model ini menolak informal fact finding process sbg cara untuk menetapkan secara definitif factual guilt seseorang. Model ini hanya mengutamakan formal adjucative dan adversary fact findings. Hal ini berarti dalam setiap kasus tersangka harus diajukan ke muka pengadilan yang tidak memihak dan diperiksa setelah tersangka memperoleh hak yang penuh untuk mengajukan pembelaannya.
1/5/2012 20

b.

c.

Model ini menekankan kepada pencegahan (preventive measures) dan menghapuskan sejauh mungkin kesalahan mekanisme administrasi peradilan; Model ini beranggapan bahwa menempatkan individu secara utuh dan utama di dalam proses peradilan dan konsep pembatasan wewenang formal, sangat memerhatikan kombinasi stigma dan kehilangan kemerdekaan yg dianggap merupakan pencabutan hak asasi seseorang yang hanya dapat dilakukan oleh negara

1/5/2012

21

Proses peradilan dipandang sebagai coercive (menekan), restricting (membatasi), dan merendahkan martabat (demeaning). Proses peradilan harus dikendalikan agar dapat dicegah penggunaannya sampai pada titik optimum karena kekuasaan cenderung disalahgunakan atau memiliki potensi untuk menempatkan individu pada kekuasaan yang koersif dari negara; d. Model ini bertitik tolak dari nilai yang bersifat anti terhadap kekuasaan sehingga model ini memegang teguh doktrin legal guilt. Doktrin ini memiliki konsep pemikiran sebagai berikut : (1) Seseorang dianggap bersalah apabila penetapan kesalahannya dilakukan secara prosedural dan dilakukan oleh mereka yang memiliki kewenangan untuk tugas tersebut.
1/5/2012 22

(2) Seseorang tidak dapat dianggap bersalah sekalipun kenyataan akan memberatkan jika prlindungan hukum yang diberikan kepada undang-undang kepada orang yang bersangkutan tidak efektif. Penetapan kesalahan seseorang hanya dapat dilakukan oleh pengadilan yang tidak memihak. Dalam konsep legal guilt ini tergantung asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence. Factually guilty tidak sama dengan legally guilty; factually guilty mungkin saja legally innocent.

1/5/2012

23

e.

f.

Gagasan persamaan di muka hukum atau equality before the law lebih diutamakan; berarti pemerintah harus menyediakan fasilitas yang sama untuk setiap orang yang berurusan dengan hukum. Kewajiban pemerintah adalah menjamin bahwa ketidak mampuan secara ekonomis seorang tersangka tidak akan menghalangi haknya untuk untuk membela dirinya di muka pengadilan. Tujuan khusus due process model adalah factually innocent sama halnya dengan menuntut mereka yang factual bersalah (factually guilty). Due process model lebih mengutamakan kesusilaan dan kegunaan sanksi pidana (criminal sanction)

1/5/2012

24

Crime control model merupakan tipe affirmative model sedangkan due process model merupakan negative model. Affirmative model selalu menekankan pada eksistensi dan penggunaan kekuasaan pada setiap sudut dari proses peradilan pidna, dan dalam model ini kekuasaan legislati sangat dominan. Pengertian negative model selalu menekankan pembatasan pada kekuasaan formal dan modifikasi dari penggunaan kekuasaan tersebut. Kekuasaan yang dominan dalam model ini adalah kekuasaan yudikatif dan selalu mengacu kepada konstitusi.
1/5/2012 25

Perbedaan Crime Control Model dan Due Process Model


Crime Control Model 5 karakteristik 1. Represif 2. Presumption of guilt 3. Informal fact finding 4. Factual guilt 5. Efisiensi Value Mekanisme Due Process Model 6 karakateristik 1. Preventif 2. Presumption of innocence 3. Formaladjudicative 4. Legal guilt 5. Efektivitas

Note: PowerPoint does not allow you to have nice Affirmative model Negative model Tipologi default tables - but you can cut and paste this one

1/5/2012

26

Samuel Walker (1992) menyebut bhw model-model yang dikembangkan oleh Packer (1968) merupakan pembedan yang klasik dlm sistem peradilan pidana, dan pembedaan kedua model tersebut merupakan hasil konflik antara pemikiran konservatif dan liberal atau antara punishment dan reahabilitation. Persepsi para pendukung crime control model dan due process model terhadap proses peradilan pidana bhw proses tersebut tidak lain merupakan suatu decision making.

1/5/2012

27

Muladi. Kelemahan model-model sistem peradilan pidana : Crime model control, tidak cocok karena model ini berpandangan tindakan yang bersifat represif sebagai terpenting dalam melaksanakan proses peradilan pidana. Due process model, tidak sepenuhnya menguntungkan karena bersifat antiauthoritarian values. Model family atau family model (griffith) kurang memadai karena terlalu offender oriented karena masih terdapat korban (victims) yang juga memerlukan perhatian serius.
1/5/2012 28

Muladi:
Model sistem peradilan pidana yang cocok bagi bangsa Indonesia adalah model yang mengacu kepada daad-dader strafrecht, yang disebut model keseimbangan kepentingan. Model ini adalah model yang realistik yang memerhatikan pelbagi kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum pidana yaitu kepentingan negara, kepentingan umum, kepentingan individu, kepentingan pelaku tindak pidana, dan kepentingan korban kejahatan.

1/5/2012

29

Sekalipun model sistem peradilan pidana Packer memiliki kelemahan-kelemahan, namun Packer menegaskan hal-hal sebagai berikut : 1. Keberadaan sanksi pidana adalah mutlak, baik pada masa kini maupun pada masa mendatang, dan kita tidak dapat mengisi kehidupan ini tanpa sanksi tersebut. 2. Sampai saat ini kita terlalu bergantung pada sanksi pidana sedemikian rupa shg melemahkan efisiensi sanksi pidana dan merupakan acaman atas nilainilai sosial karena melampaui batas-batas yang berguna untuk mencegah kejahatan. 3. Kita hrs tetap berpandangan bahwa dalam kenyataan penggunaan sanski pidana tsb tidak sederajat/sama bagi setiap orang dan kita tidak akan mungkin mengingkarinya karena kejahatan merupakan suatu rekayasa yang bersifat sosio politik dan bukan suatu fenomena yang bersifat alamiah.
30

1/5/2012

4. Kita dapat memiliki banyak atau sedikit kejahatan bergantung pada apa yang kita pilih dan pertimbangkan sbg penjahat dan kita hanya dapat menghadapinya secara rasional apabila kita memahami benar kenyataan mendasar ini sehingga kita dapat menerapkan kriteria yang relevan dengan sanski pidana yang (akan) digunakan. 5. Sanksi pidana merupakan sarana terbaik yang dimiliki untuk menghadapi ancaman seketika dan akibat yang serius dari suatu kejahatan. Sarana tersebut menjadi kurang berguna apabila ancaman dan akibat tersebut semakin berkurang dan akan menjadi tidak efektif jika digunakan untuk memaksakan kesusilaan dibandingkan dengan tingkah laku yang secara umum dipandang sebagai merugikan. 6. Revolusi dalam suatu poses penegakkan hukum merupakan suatu reaksi terhadap ancaman khusus yang melekat pada sanksi pidana terhadap nilai-nilai pribadi dan kemandirian/kebebasan dan ke arah suatu tuntutan untuk memelihara jarak yang layak antara individu dan penguasa. Tuntutan tsb akan dapat dicapai melalui suatu pembaruan dalam proses penegakkan hukum yang hanya akan bermanfaat jika dilengkapi dengan perhatian yang sama terhadap tujuan yang hendak dicapai melalui sarana tsb (sanksi pidana). Antara tujuan dan sarana hrs saling berinteraksi , bukan hanya interaksi yang sederhana melainkan sarana tersebut harus menjadi subordinasi dari tujuan yang hendak dicapai.
1/5/2012 31

7.

Sanksi pidana merupakan penjamin /pelindung utama dan juga merupakan ancaman utama terhadap kemerdekaan manusia. Penggunaan yang manusiawi dan tidak memihak merupakan suatu penjamin/pelindung; dan penggunaan yang diskriminatif dan bersifat paksaan merupakan ancaman. Sekalipun tarikan antara fungsi penjamin/pelindung dan ancaman yang terdapat dalam sanksi pidana tidak dapat diatasi seluruhnya akan tetapi kita dapat mulai mencobanya.

1/5/2012

32

Catatan Romli Atmasasmita terhadap pendapat Packer :

1/5/2012

33

Anda mungkin juga menyukai