Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Dalam berbagai literatur ditemukan adanya pemahaman tentang pengertian grasi dalam
berbagai sudut pandang. Ada yang memahami grasi itu sebagai hak kepala Negara untuk
memberikan pengampunan kepada terpidana, dan ada pula yang memahami sebagi hak
preogratif Presiden atau Raja untuk memberikan pengampunan kepada terpidana.
Pemahaman seperti itu tentu tidaklah salah, namun karena persoalan tersebut dibicarakan
dalam konteks hokum pidana, maka perkataan pengampunan itu tentu akan menimbulkan
konotasi yang berakibat kesalahapahaman dalam perspektif hokum pidana. Menurut Lamintang,
kita dapat memahami grasi secara umum sebagai suatu pernyataan dari Kepala Negara yang
meniadakan sebagian atau seluruh akibat hokum dari suatu tindak pidana menurut hokum
pidana. Namun menurut Lamintang, bahkan pengguanaan kata pengampunan dapat
menimbulkan kesalahpahaman, seolah-olah dengan adanya pengampunan dari Kepala Negara,
lantas seluruh kasalah dari terpidana menjadi diampuni, ataupun seluruh akibat hokum dari
tindak pidana menjadi ditiadakan.
Pengampunan dimaksud tidaklah melulu berkenaan dengan ditiadakannya pidana yang telah
dijatuhkan oleh hakim yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap ; melainkan juga dapat
berkenaan dengan :
1) Perubahan dari jenis pidana yang telah dijtuhkan oleh hakim, misalnya perubahan dari
pidana mati menjadi penjara seumur hidup.
2) Pengurangan lamanya dana penjara, pidana tutupan dan pidana kurungan.
3) Pengurangan besarnya uang denda seperti yang telah diputuskan hakim bagi seorang
terpidana.
1.2 Rumusan masalah
1. Pengertian grasi ?
2. Dasar hokum grasi ?
3. Bentuk bentuk grasi ?
4. Bagaimana permohonan kasasi dalam peraturan perundang-undangan.
5. Kapan mengajukan kasasi
6. Bagaimana cara mengajukan permohonan kasasi
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas hokum Penitensir
2. Untuk mengetahui apa itu grasi, bentuk bentuk grasi, kapan mengajukan grasi, dan
bagaimana caranya mengajukan grasi

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Grasi
Menurut pasal 1 ayat (1) UU No. 22 tahun 2002 tentang grasi merumskan grasi sebagai
pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau pengahapusan pelaksanaan
pidana kepada pidana yang diberikan oleh presiden. Terpidana yang dimaksud adalah eorang
yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum.
2.2 Bentuk bentuk Grasi
Menurut Lamintang, orang mengenal adanya 4 bentuk Grasi, yaitu :
a. Grasi (dalam arti sempit) yaitu peniadaan yang telah dijatuhkan oleh hakim, yang telah
mempunyai kekuatan hokum tetap.
b. Amnesti, yakni suatu pernyataan secara tentang ditiadakannya semua akibat hokum
menuriut hokum pidana dari suatu tindak pidana atau dari suatu jenis tindak pidana
tertentu bagi semua orang, yang mungkin saja terlibat di dalam tindak pidana tersebiut,
baik yang telah dijatuhi pidana oleh hakim, baik yang sudah dituntu maupun yang belum
dituntu oleh penuntut umum, baik yang sedang disidik maupun yang belum disidik oleh
penyidik, dan baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui oleh kekuasaan yang sah.
c. Abolisi, yakni peniadaan dari hak untuk melakukan penuntutan menurut hokum pidana
atau penghentian dari penuntutan menurut hokum pidana yang telah dilakukan,dan :
d. Rehabilitasi, yaitu penegmbalian kewenangan hokum dari seseorang yang telah
berdasarkan suatu putusan hakim ataupun beradasarkan suatu putusan hakim yang
sifatnya khusus.
2.3 Permohonana Grasi dalam Perundang-undangan.
Undang-undang tentang Grasi yang berlaku sekarang adalah UU No 22 tahun 2002
tentang Grasi, LN Republik Indonesia tahun 2002 Nomor 108. Un dang - undang yang baru
diundangkan dan dinyatakan berlaku pada tanggal 22 oktober 2002, adalah pengganti dari UU
No 3 tahun 1950 tentang Permohonan grasi yang diatur berdasarkan Konstitusi Republik
Indonesia Serikat.
Dilakukannya pergantian terhadap undang-undang grasi tahun 1950 itu antara lain
dilatarbelkangi oleh adanya kondisi riil yang menun jukkan bahwa undang-undang tersebut, dis
amping tidak sesuai dengan sistem ketatanegaraan kita, juga dirasakan sydah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan dan kebutuhan hokum masyarakat. Dalam mengatur tata cara
permohonan grasi, UU no 3 tahun 1950 tidak mengenal pembatasan putusan pengadilan yang
dapat diajukan grasi, sehingga mengakibatkan demikian banyak permohonan grasi yang
diajukan. Di samping itu, ada pula penyalahgunaan pengajuan grasi, di mana permohonan grasi
diajukan adalah untukl menunda pelaksanaan putusan pengadilan.dan cenderung menimbulkan
berbagai konflik hokum.
Dalam UU No 22 tahun 2002 di atur prinsip prinsip umum dan tata cara pengajuan grasi.
Ada beberapa prinsip umum tentang grasi yang perlu diberi catatan khusus, yaitu :

1. Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap, terpidana
dapat mengajukan grasi kepada Presiden.
2. Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, pidana penjara
seumur hidup, pidana penjara paling rendah 2 tahun.
3. Permohonan garsi hanya dapat diajukan satu kali, kecuali dalam hal :
a. Terpidana yang pernah ditolak permohonan garsinya dan telah lewat 2 tahun
sejak tanggal penolakan pemohonan grasi tersebut.
b. Terpidana yang pernah diberi grasi dari pidana mati menjadi pidana penjara
seumur hidup, dan telah lewat waktu 2 tahun sejak tanggal keputusan
pemberian grasi diterima.
4. Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana,
kecuali dalam hal putusan [idana mati.
5. Presiden berhak mengabulkan atau menolak permohonan garsi yang diajukan
terpidana setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung.
6. Pemberian grasi oleh Presiden dapat berupa :
a. Peringanan atau perubahan jenis pidana
b. Pengurangan jumlah pidana
c. Penghapasan pelaksanaan pidana.
Menurut UU grasi, yang berhak mengajukan permohonan grasi adalah :
a. Terpidana, yakni seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hokum tetap.
b. Permohonan grasi dapat juga diajukan oleh kuasa hokum terpidana.
c. Permohonan grasi dapat pula oleh keluarga terpidana dengan persetujuan terpidana,
kecuali untuk terpidana yang dijatuhi pidana mati; dimana permohonan grasi dapat
diajukan oleh keluaraganya tanpa persetujuan terpidana.
Hak untuk mengajukan permohonan grasi tersebut diberitahukan kepada terpidana oleh
hakim atau hakim ketua siding yang memutus perkara pada tingkat pertama. Apabila pada waktu
putusan pengadilan dijatuhkan, terpidana tidak hadir, maka hal untuk mengajukan grasi itu
diberitahukan secara tertulis kepada pidana oleh panitera pengadilan yang memutus pada tingkat
pertama itu.
Menurit ketentuan pasal 7 UU No 22 tahun 2002, permohonan grasi dapat diajukan sejak
putusan pengadilan memperoleh kekuatan hokum tetap. Hak untuk mengajukan grasi tersebut
tidak dibatasi oleh adanya suatu tenggang waktu tertentu.

Cara mengajukan permohonan kasasi


Dalam UU Grasi ditentukan, bahwa permohonan grasi diajukan secara tertulis kepada
Presiden. Salinan dari permohonan grasi itu disampaikan kepada pengadilan yang memutus

perkara pada tingka pertama untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung. Permohonan grasi
beserta salinanya itu dapat pula disampaikan oleh terpidana melalui Kepala Lembaga
Pemasyarakatan tempat tepridana menjalani pidananya.
Paling lama dalam tempo 7 hari sejak menerima permohonan salinannya itu, Kepala
Lembaga Pemasyarakatan harus menyampaikan (meneruskan) permohonan itu kepada presiden,
dan salinanya dikirimkan pada pengadilan yang memutus pada tingkat lama. Dalam tempo 20
hari sejak tanggal diterima, pengadilan harus mengirimkan salinan permohonan grasi itu beserta
berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung. Kemudian, dalam jangka waktu paling lambat 3
bulan, terhitung sejak tanggal diterimanya salinan permohonan grasi beserta berkas perkaranya,
Mahkamah Angung akan mengirimkan pertimbangan tertulis kepada Presiden.
Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi itu adalah memperhatikan
pertimbangan dari Mahkamah Agung. Jangka waktu pemberian atau penolakan drasi oleh
Presiden paling lama adalah 3 bulan terhtung sejak diterimanya pertimbangan Mahkamah
Agung. Keputusan Presdien itu kemudian disampaikan kepada terpidana dalam jangka waktu
paling lama 14 hari sejak ditetapkanya keputusa tersebut.
Menurut UU grasi , kalau permohonan grasi itu diajukan bersamaan atau hampir
bersamaan dengan pengajuan Peninjauan kembali, maka permohonan peninjauan kembali harus
diputus terlebih dahulu. Keputusan permohonan grasi dalam hal yang demikian ditetapkan dalam
jangka waktu 3 bulan sejak salinan putusan PK diterima Presiden.

BAB III
Kesimpulan

Grasi merupakan suatu pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau


pengahapusan pelaksanaan pidana kepada pidana yang diberikan oleh presiden. Terpidana yang
dimaksud adalah eorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hokum.
Ada 4 macam bentuk Grasi :
a. Grasi (dalam arti sempit)
b. Amnesti
c. Abolisi
d. Rehabilitasi
Hak untuk mengajukan permohonan grasi tersebut diberitahukan kepada terpidana oleh
hakim atau hakim ketua siding yang memutus perkara pada tingkat pertama. Hak untuk
mengajukan grasi tersebut tidak dibatasi oleh adanya suatu tenggang waktu tertentu. permohonan
grasi diajukan secara tertulis kepada Presiden. Salinan dari permohonan grasi itu disampaikan
kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingka pertama untuk diteruskan kepada
Mahkamah Agung. Permohonan grasi beserta salinanya itu dapat pula disampaikan oleh
terpidana melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan tempat tepridana menjalani pidananya.

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadiran allah SWT atas karunianya sehingga mampu
menyelesaikan pembuatan makalah ini. Kepada dosen pengajar saya ucapkan terima kasih

karena telah membantu dalam pembuatan makalah ini yang berjudul Grasi. Saya sebagai
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dengan baik bagi pembacanya,terutama
bagi mahasiswa fakultas Hukum dalam mata kuliah penitensir.
Saya juga menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam pembuatan karya ilmiah
ini sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penulis harapkan demi
kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
Padang,6 desember 2013

(penulis)

MAKALAH PENITENSIR
GRASI

DOSEN PENGAJAR :
Nilma Suryani,S.H,M.H.,

DISUSUN OLEH :
ELSYANIA PARAMITHA
1210112040

Program studi Ilmu Hukum


Fakultas Ilmu Hukum
Universitas Andalas
2013

Anda mungkin juga menyukai