Anda di halaman 1dari 6

Valen Lea Giovani

110110170310
Asas-asas Perkembangan Pidana
Resume Gugurnya Hak Menuntut dan Menjalankan Pidana

Dalam KUHP diatur tentang alasan-alasan untuk hapusnya hak menuntut dan
menjalankan pidana yang diatur dalam Buku I Bab VIII, yaitu :
1. Telah Ada Putusan Hakim yang Berkekuatan Hukum Tetap
Hak menuntut dapat gugur apabila telah ada putusan hakim yang tetap mengenai
tindakan yang sama atau dikenal dengan asas ne bis in idem, artinya orang tidak boleh
dituntut sekali lagi lantaran perbuatan (peristiwa) yang baginya telah diputuskan oleh
hakim. Perumusan ketentuan mengenai ne bis in idem tercantum dalam Pasal 76 ayat (1)
KUHP, kecuali dalam hal putusan hukum masih dapat dimintakan peninjauan kembali
(herziening), seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena tindakan (feit) yang oleh
hukum Indonesia telah diadili dengan putusan yang sudah mempunyai kekuatan yang
tetap (kracht van jewijsde) terhadap dirinya. Putusan yang dapat dikategorikan sebagai
Ne bis in idem adalah Putusan Hakim dalam perkara pidana yang berbentuk: Putusan
Bebas (Vrijspraak), Putusan Pelepasan/Pembebasan dari Segala Tuntutan Hukum (onstlag
van alle rechtsvolging) dan Putusan Pemidanaan (Veroordeling). Menurut Pasal 1917 BW
ada 3 (tiga) syarat untuk berlakunya asas ne bis in idem dalam hal perkara perdata, yaitu:1
1. Persoalan yang dituntut adalah sama;
2. Para pihak (tergugat dan penggugat) adalah sama;
3. Didalam hal hubungan hukum yang sama atau atas dalil-dalil yang sama.
Contohnya :
Pada tahun 2009 si A telah melakukan tindak Pidana Pencurian Buah Sawit. Si A
di PN telah di vonis 8 bulan kurungan, kemudian si A banding ke PT, di PT si A divonis
Bebas. Namun, permasalahan tersebut dituntut kembali di pengadilan yang sama untuk

1
Adami Chazawi, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan dan Peringanan, Kejahatan, Aduan,
Perbarengan dan Ajaran Kausalitas, (Jakarta ; Raja GRafindo Persada, 2005), hlm. 153
kedua kalinya pada tahun 2010. Maka dengan demikian penuntutan ini bisa digugurkan
dengan asas ne bis in idem.

2. Terdakwa Meninggal Dunia


Hal ini diatur dalam Pasal 77 KUHP, hak menuntut dapat gugur apabila terdakwa
meninggal dunia.. Ketika terdakwa meninggal dunia itu dapat dijadikan dasar untuk
menhentikan penuntutan pidana. Penjatuhan hukuman pidana harus ditujukan kepada
pribadi orang yang melakukan perbuatan pidana. Apabila orang yang melakukan pidana
meninggal dunia, maka tidak ada lagi penuntutan pidana baginya atas perbuatan yang
dilakukannya.2
Contohnya :
Si B pada Januari 2018 dituntut atas pembunuhan, Namun saat sedang
menjalankan proses persidangan, si B terkena serangan jantung dan meninggal di tempat,
tanpa menyelesaikan persidangan. Tuntutan atas B pun dinyatakan gugur karena
meninggalnya si B (terdakwa).

3. Perkara tersebut Daluwarsa atau Melewati Waktunya


Hal ini diatur dalam Pasal 78 ayat 1 KUHP, dimana hak menuntut hukuman gugur
(tidak dapat dijalankan lagi) karena lewat waktunya, berikut beberapa pengaturannya
dalam KUHP:
1. Sesudah lewat satu tahun bagi segala pelanggar dan bagi kejahatan yang
dilakukan dengan mempergunakan percetakan;
2. Sesudah lewat enam tahun, bagi kejahatan, yang terancam hukuman
denda,kurungan atau penjara yang tidak lebih dari 3 tahun.
3. Sesudah lewat dua belas tahun, bagi segala kejahatan yang terancam hukuman
penjara sementara, yang lebih dari 3 bulan.
4. Sesudah lewat delapan belas tahun bagi semua kejahatan yang terancam
dilakukan mati atau penjara seumur hidup.

2
Leden Marpaung, Asas-Teori- Praktek Hukum Pidana,Vol 2, (Jakarta; Sinar Grafika, 2005), hlm. 101
Pasal 84 ayat (1) menyatakan bahwa “kewenangan menjalankan pidana hapus
karena kadaluarsa”. Ketentuan ini juga berarti kewaijban terpidana untuk menjalani atau
melaksanakan pidana yang telah dijatuhkan kepadanya menjadi hapus setelah lewatnya
waktu tertentu, ketentuan lewatnya waktu tertentu yang menyebabkan hapusnya
kewenangan negara untuk menjalankan pidana ini berlatar belakang pada kepastian
hukum baik bagi terpidana maupun bagi negara
Contohnya :
Pada tahun 1999 si C membunuh seorang pengemis. Namun C menyembunyikan perbuatannya
dengan membuang mayat pengemis tersebut ke laut yang dalam. Pada tahun
2019, mayat tersebut baru ditemukan kembali, namun karena sudah lewat
waktunya atau masa daluwarsanya maka si C sudah tidak bisa dituntut atas
kejahatannya ini.

4. Terjadinya Penyelesaian diluar Persidangan


Terjadinya penyelesaian diluar persidangan juga merupakan salah satu alasan
gugurnya hak menuntut yaitu dengan dibayarnya denda maksimum dan biaya-biaya bila
penuntutan telah dimulai. Hal ini diatur dalam Pasal 82 KUHP. Alasan pengguguran
menuntut ini hanya dimungkinkan untuk perkara tertentu, yaitu suatu perkara
pelanggaran yang diancam dengan denda secara tunggal, pembayaran denda harus
sebanyak maksimum ancaman pidana denda seberat pidana biaya lain yang harus
dikeluarkan, atau penebusan harga-harga tafsiran bagi barang yang terkena perampasan,
dan harus bersifat sukarela dari inisiatif terdakwa sendiri yang sudah cukup umum.3
Contohnya :
Seorang pengendara motor berinisialkan D ditilang karena berkendara dengan
tidak memiliki sim. Pelanggaran ini didenda sebesar 250.000 dan si D sudah
membayarkannya ke Bank, sehingga si D sudah tidak bisa dituntut atas pelanggarannya
ini.

3
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta; Sinar Grafika, 2012), hlm. 209
Selain yang sudah disebutkan diatas, pemberian grasi, amnesti dan abolisi juga
merupakan alasan-alasan lainnya.
- Grasi
Hapusnya hak negara untuk menjalankan pidana oleh sebab grasi ditentukan oleh
pasal 14 ayat (1) UUD 1945, yang rumusan lengkapnya (setelah amandemen) ialah
“presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
mahkamah agung”. Dalam hal pemberian grasi presiden memutuskan:
a. Meniadakan pelaksanaan seluruh pidana yang dijatuhkan dalam putusan
pengadilan;
b. Melaksanakan sebagian saja dari pidana yang dijatuhkan dalam putusan;
c. Mengubah jenis pidana (komutasi) yang telah dijatuhkan dalam putusan
menjadi pidana yang lebih ringan baik dalam jenis pidana pokok yang
sama (misalnya pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 10
tahun) maupun jenis pidana pokok yang berbeda (misalnya pidana mati
diubah menjadi pidana 15 tahun)
Prinsip dasar pemberian grasi ialah diberikan pada orang yang telah dipidana
dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan mengajukan grasi
berarti dari sudut hukum pemohon telah dinyatakan bersalah, dan dengan mengajukan
permohonan ampun (grasi) berarti dia telah mengakui akan kesalahannya, dia tidak perlu
mengajukan grasi, tetapi dia dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK).
Pemberian grasi tidak membatalkan putusan pemidanaan hakim. Keputusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak dapat dibatalkan dan diberikan
putusan yang lain oleh kekuasaan pemerintahan. Pemberian grasi itu sifatnya adalah
memberikan pengampunan dan tidak dapat menghilangkan atau meniadakan kesalahan
terpidana. Sifat pemberian grasi adalah sekedar mengoreksi substansi pertimbangan
pidana yang dijatuhkan, tidak mengoreksi substansi pertimbangan pokok perkaranya.4
Contohnya :

4
Adam chamzawi, pelajaran hukum pidana, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 192
Dwi Trisna Firmansyah adalah narapidana yang dihukum mati karena
pembunuhan yang dilakukannya. Napi ini mendapat hukuman dari Pengadilan Tinggi
Riau sesuai pembunuhan yang dilakukannya di wilayah hukum tersebut. Pemberian grasi
didasari dengan alasan hak asasi dan masih adanya pro kontra hukuman mati. Dwi Trisna
diberi grasi pada bulan maret 2015 oleh Presiden Jokowi berupa perubahan hukumannya
dari hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup.

- Amnesti
Amnesti dan abolisi merupakan penghapusan seluruh hukuman . Pengertian amnesti adalah
keringanan yang diberikan kepada terpidana dengan menghentikan dan menghapuskan
semua hukuman yang telah berkekuatan hukum tetap. Amnesti umumnya diberikan
kepada terpidana berkelompok dengan berbagai alasan.
Contohnya :
Amnesti kepada terpidana kelompok GAM. Semua terpidana kelompok GAM
yang telah disidang dan sedang menjalani hukuman diberikan amnesti atau penghapusan
hukuman, dengan harapan mereka tidak mengulanginya lagi dan semua kelompok GAM
yang masih ada akan ikut segera menyerahkan diri.

- Abolisi
Pengertian abolisi juga merupakan penghapusan hukuman. Hanya saja abolisi ini diberikan
ketika seorang yang dianggap telah melakukan tindakan pidana atau tersangka, belum
mendapat kepastian hukum atau masih dalam proses pengadilan. Semua proses hukum
dihentikan oleh Presiden dengan berbagai alasan, antara lain karena jasa tersangka
terhadap negara yang cukup besar dan karena kondisi tersangka sudah tidak
memungkinkan untuk melewati proses hukum dan menjalani hukuman.
Contohnya :
Mantan presiden Indonesia bapak Suharto, yang dinilai melanggar banyak
kesalahan selama menjadi presiden selama lebih dari 30 tahun. Yaitu, pelanggaran hak
asasi manusia, cara kerja yang selalu dibalut dengan KKN dan kejahatan korupsi. Namun
diberi abolisi dengan mempertimbangkan jasa jasanya bagi negara.

Anda mungkin juga menyukai