tujuan pemidanaan53. Pidana sebagai alat tersebut dapat diartikan sebagai hal
yang sangat penting untuk membantu memahami apakah dengan alat tersebut
tujuan pemidanaan yang telah ditentukan dapat dicapai. Istilah pidana sering
diartikan sama dengan istilah hukuman. Dalam konteks hukum, sanksi juga
diartikan sebagai hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan. Umumnya sanksi itu
muncul dalam bentuk pemidanaan, pengenaan secara sadar dan matang suatu azab
oleh instansi penguasa yang berwenang kepada pelaku yang bersalah melanggar
pidana merupakan suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana.
umum, sebagai suatu sanksi atau nestapa yang menderitakan, jadi dengan adanya
53
Barda Nawawi Arief, 2014, Bunga Rampai Kebijakan Hukum pidana, Kencana, Jakarta,
hal. 98
54
Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana, Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab
Undang-undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.7
50
51
sanksi tersebut diharapkan orang tidak akan melakukan tindak pidana55. Menurut
pendapat Sudarto, yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja
syarat tertentu56. Sedangkan Roeslan Saleh mengartikan pidana sebagai reaksi atas
delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara
Pengertian pidana menurut Roeslan Saleh diatas, jika dilihat unsur-unsur serta
simply any particular disposition or the range or permissible disposition that the
law authorizes (or appears to authorizes) in cases of person who have been
55
Mahrus Ali, Op. Cit, hal. 194
56
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op. Cit, hal 2.
57
Mahrus Ali, Op. Cit, hal.187
58
Ibid.
59
Herbert L.Packer, 1968, The Limits Of The Criminal Sanction, Stanford University Press,
Stanford, hal. 35
52
kejahatan melalui suatu rangkaian proses peradilan oleh kekuasaan (hukum) yang
secara khusus diberikan untuk hal itu, yang dengan pengenaan sanksi pidana
tersebut diharapkan orang tidak melakukan tindak pidana lagi. Serta bertujuan
sebagai upaya untuk menjaga ketentraman dan keamanan serta pengaturan atau
seumur hidup, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda yang
1. Pidana mati
Pidana mati adalah pidana yang paling berat dari keseluruhan pidana yang
2. Pidana penjara
60
Tolib Setiady, Op.cit, hal. 79
53
Pidana penjara yang paling berat atau maksimal adalah penjara seumur
hidup sedangkan yang paling ringan atau minimal adalah minimum 1 hari.
3. Pidana kurungan
yang mengatur :
c. Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat
bulan.
4. Pidana denda
denda berada pada urutan keempat atau urutan terakhir setelah pidana
mati, pidana penjara dan pidana kurungan. Hal ini berarti pidana denda
ataupun kejahatan ringan. Pidana denda selain diatur pada Pasal 10 KUHP,
(1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen.
(2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan.
(3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling
demikian jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang,
dihitung satu hari, jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen dihitung
paling banyak satu hari demikian pula sisanya tidak cukup tujuh rupiah
(5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau
(6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan
bulan.
5. Pidana tutupan.
Pidana tutupan adalah jenis pidana yang didasarkan pada Undang- Undang
6. Pidana tambahan
tambahan sifatnya adalah fakultatif, dalam arti hakim tidak selalu harus
Pemecatan atau pemberhentian merupakan hak atau tugas dari atasan atau
61
Tolib Setiady, Op.cit, hal. 144
62
P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit., hal. 83
56
dalam putusan hakim dari hak si bersalah dimuat dalam ketentuan Pasal 35
KUHP, yaitu:
aturan-aturan umum.
sendiri.
untuk selanjutnya disita kemudian dijual dan hasilnya akan masuk ke kas
63
P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit., 85
57
undang ini atau aturan yang lain. Maka harus ditetapkan pula bagaimana
membuat terpidana agar sulit dan terpidana tidak lagi dapat melakukan
64
P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit., 99
65
P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit., 129
58
kemerdekaan yaitu pidana penjara atau pidana kurungan paling tidak disukai oleh
para pelaku tindak pidana66. Selain jenis pidana pokok dan pidana tambahan yang
tercantum dalam ketentuan Pasal 10 KUHP tersebut, terdapat pula beberapa jenis
pidana tambahan yang saat ini berlaku dalam hukum pidana Indonesia. Undang-
pidana, baik dalam bentuk sanksi pidana minimum khusus, sanksi pidana penjara
20 tahun, sanksi pidana penjara seumur hidup, maupun sanksi pidana mati serta
sanksi pidana denda. Pengaturan jenis pidana tambahan yang berlaku berdasarkan
Undang-Undang Narkotika terdapat pada ketentuan Pasal 130 ayat (2) yang
menyatakan bahwa: Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan oleh korporasi (corporate crimes), maka eksistensi sanksi pidana denda
pun mutlak sangat diperlukan. Penggunaan pidana denda sebagai salah satu jenis
66
Niniek Suparmi, 2007, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan,
Sinar Grafika, Jakarta, hal. 6
59
Pidana denda merupakan salah satu pidana pokok yang terdapat dalam stelsel
yang digunakan sebagai pidana alternatif maupun pidana tunggal dalam Buku II
dimulai Pasal 104 sampai Pasal 488 untuk kejahatan dan Buku III KUHP dimulai
Pasal 489 sampai Pasal 569 untuk pelanggaran. Pidana denda merupakan jenis
pidana pokok yang keempat di dalam KUHP sebagai hukum positif di Indonesia.
Yang diatur dalam ketentuan Pasal 30 ayat (1) yang menyatakan : ”Pidana denda
paling sedikit dua puluh lima sen” dan pada ketentuan Pasal 31 menyatakan:
sejumlah uang. Ada dua jenis denda, denda sebagai sanksi pidana dan denda
berbeda adalah bagaimana denda tersebut dijatuhkan, kepada siapa denda tersebut
faktor antara lain menurunnya nilai mata uang yang mengakibatkan penegak
60
hukum tidak menerapkan pidana denda67. Salah satunya di Indonesia, nilai mata
uang yang tidak pernah sama dari tahun ketahun dan terus berfluktuasi
menyebabkan tidak adanya pedoman tetap mengenai berapa jumlah uang untuk
ditetapkan dalam suatu pidana denda. Namun setelah terbitnya Perma Nomor 2
Tahun 2012 jumlah pidana denda dalam KUHP tersebut dikonversikan serta
Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP
ketentuan Pasal (3) yang menyatakan bahwa: “Tiap jumlah maksimum hukuman
denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali Pasal 303 ayat (1) dan ayat (2), 303
bis ayat (1) dan (2) dilipatgandakan menjadi 1000 (seribu) kali.”
denda jika suatu undang-undang memberikan ancaman pidana denda yang relatif
tinggi. Demikian pula pidana denda yang ditentukan sebagai ancaman kumulatif
yang akan mengakibatkan peran dan fungsi pidana denda sebagai pidana alternatif
atau pidana tunggal belum mempunyai tempat yang wajar dan memadai dalam
kerangka tujuan pemidanaan, terutama untuk tindak pidana yang diancam pidana
penjara jangka pendek dan tindak pidana yang bermotifkan atau keterkaitan
Pidana denda dalam praktek hukum pidana, harus melalui putusan peradilan,
untuk menentukan besarnya jumlah denda yang harus dibayar dan tidak
67
Suhariyono AR, 2012, Pembaharuan Pidana Denda Sebagai Sanksi Alternatif, Papas Sinar
Sinanti, Jakarta, hal. 9
68
Ibid., hal. 10
61
sanksi pidana denda, dikarenakan masih belum dianggap mempunyai efek jera,
dalam sistem pembalasan, yang masih berpangkal tolak pada pidana penjara. Hal
maju, telah memenuhi rasa keadilan di masyarakatnya, tentang pidana denda yang
Pidana denda sebagai salah satu jenis sanksi hukum adalah bagian dari hukum
dan bentuk atau cara pemidanaan (straftmodus), dan eksekusi sanksi hukum
pidana, yakni pelaksanaan pidana atau tindakan secara konkrit oleh aparat
eksekusi71.
ketentuan batas waktu yang pasti kapan denda tersebut harus dibayar dan tidak
69
Syaiful Bakhri, 2016, Pidana Denda Dinamikanya Dalam Hukum Pidana Dan Praktek
Peradilan, Total Media UMJ Press, Yogyakarta, hal. 3.
70
Ibid.
71
Ibid., hal. 7
62
denda dengan jalan merampas harta kekayaan benda terpidana. Sistem KUHP,
alternatif yang dimungkinkan dalam hal terpidana tidak mau membayar pidana
tersebut dalam KUHP hanya berkisar antara 6 (enam) bulan hingga 8 (delapan)
jabatan.
Tingginya pidana denda yang dijatuhkan oleh hakim, apabila terpidana tidak
maksimum 6 (enam) bulan hingga 8 (delapan) bulan. Dalam hal perbuatan pidana
seperti tindak pidana narkotika atau tindak pidana korupsi, maka yang
bersangkutan dapat menikmati hasil kejahatan dengan tidak perlu khawatir harta
benda atau kekayaannya akan dirampas atau disita. Memang hakim dapat
pidana tambahan ini menurut sistem KUHP hanya bersifat fakultatif saja dan
hanya dalam hal-hal tertentu yang bersifat imperatif, serta yang dapat dirampas
bahwa pidana penjara tidak berdaya guna sama sekali, dikarenakan pidana penjara
jauh lebih besar dibandingkan dengan pengumpulan pidana denda dari seorang
72
Syaiful Bakhri, 2009, Pidana Denda Dan Korupsi, Total Media, Yogyakarta, hal. 3.
63
terdakwa yang mampu membayar. Penjara banyak beban lain yang harus
produktivitas manusia setelah keluar dari penjara. Dengan demikian salah satu
atau tindak pidana yang di dalam KUHP belum secara lengkap diatur. Peluang ini
memang diberikan oleh KUHP itu sendiri dan hal ini merupakan pembuka jalan
mengecualikan dari hal-hal secara umum diatur dalam Buku I KUHP, termasuk
BAB I sampai dengan BAB VIII juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh
denda berdasarkan Pasal 103 di atas pada dasarnya diberi kebebasan untuk
kepada hakim dalam menjatuhkan pidana, walaupun hal ini menyimpang dari
73
Syaiful Bakhri, 2016, Op.Cit., hal. 124
74
Suhariyono AR, Op.Cit., hal. 180
64
KUHP itu sendiri yang hanya menganut faham penentuan pidana alternatif untuk
terkait sanksi pidana denda. Dalam Tabel 3 berikut adalah beberapa aturan pasal
Tabel 4 : Ketentuan Pasal Terkait Sanksi Pidana Denda Yang Dalam Undang-
Undang Narkotika
7. Tanpa hak atau Pasal 117 ayat Pidana penjara paling singkat
melawan hukum (1) 3 (tiga) tahun dan paling lama
memiliki, menyimpan, 10 (sepuluh) tahun dan pidana
menguasai, atau denda paling sedikit
menyediakan Narkotika Rp600.000.000,00 (enam ratus
Golongan II. juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
8. tanpa hak atau melawan Pasal 118 ayat Pidana penjara paling singkat
hukum memproduksi, (1) 4 (empat) tahun dan paling
mengimpor, lama 12 (dua belas) tahun dan
mengekspor, atau pidana denda paling sedikit
menyalurkan Narkotika Rp800.000.000,00 (delapan
Golongan II. ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).
9. Tanpa hak atau Pasal 119 ayat Pidana penjara paling singkat
melawan hukum (1) 4 (empat) tahun dan paling
menawarkan untuk lama 12 (dua belas) tahun dan
dijual, menjual, pidana denda paling sedikit
membeli, menerima, Rp800.000.000,00 (delapan
66
Golongan III.
15. Tanpa hak atau Pasal 125 ayat Pidana penjara paling singkat
melawan hukum (1) 2 (dua) tahun dan paling lama
membawa, mengirim, 7 (tujuh) tahun dan pidana
mengangkut, atau denda paling sedikit
mentransito Narkotika Rp400.000.000,00 (empat
Golongan III. ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
16. Tanpa hak atau Pasal 126 ayat Pidana penjara paling singkat
melawan hukum (1) 3 (tiga) tahun dan paling lama
menggunakan 10 (sepuluh) tahun dan pidana
Narkotika Golongan III denda paling sedikit
terhadap orang lain atau Rp600.000.000,00 (enam ratus
memberikan Narkotika juta rupiah) dan paling banyak
Golongan III untuk Rp5.000.000.000,00 (lima
digunakan orang lain. miliar rupiah).
17. Setiap Penyalah Guna: Pasal 127 ayat a. Narkotika Golongan I bagi
a. Narkotika Golongan I (1) diri sendiri dipidana dengan
bagi diri sendiri; pidana penjara paling lama 4
b. Narkotika Golongan (empat) tahun;
II bagi diri sendiri; dan; b. Narkotika Golongan II bagi
c. Narkotika Golongan diri sendiri dipidana dengan
III bagi diri sendiri. pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun; dan
c. Narkotika Golongan III bagi
diri sendiri dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun.
18. Orang tua atau wali dari Pasal 128 ayat Pidana kurungan paling lama
pecandu yang belum (1) 6 (enam) bulan atau pidana
cukup umur, denda paling banyak
sebagaimana dimaksud Rp1.000.000,00 (satu juta
dalam Pasal 55 ayat (1) rupiah).
yang sengaja tidak
melapor.
19. Tanpa hak atau Pasal 129 ayat Pidana penjara paling singkat
melawan hukum: (1) 4 (empat) tahun dan paling
a. memiliki, lama 20 (dua puluh) tahun dan
menyimpan, menguasai, denda paling banyak
atau menyediakan Rp5.000.000.000,00 (lima
Prekursor Narkotika miliar rupiah)
untuk pembuatan
Narkotika;
b. memproduksi,
mengimpor,
68
mengekspor, atau
menyalurkan Prekursor
Narkotika untuk
pembuatan Narkotika;
c. menawarkan untuk
dijual, menjual,
membeli, menerima,
menjadi perantara
dalam jual beli,
menukar, atau
menyerahkan Prekursor
Narkotika untuk
pembuatan Narkotika;
d. membawa, mengirim,
mengangkut, atau
mentransito Prekursor
Narkotika untuk
pembuatan Narkotika.
20. Tindak pidana Pasal 130 ayat Pidana penjara dan denda
sebagaimana dimaksud (1) terhadap pengurusnya dan
dalam Pasal 111, Pasal pidana yang dapat dijatuhkan
112, Pasal 113, Pasal terhadap korporasi berupa
114, Pasal 115, Pasal pidana denda dengan
116, Pasal 117, Pasal pemberatan 3 (tiga) kali dari
118, Pasal 119, Pasal pidana denda sebagaimana
120, Pasal 121, Pasal dimaksud dalam Pasal-Pasal
122, Pasal 123, Pasal tersebut.
124, Pasal 125, Pasal
126, dan Pasal 129
dilakukan oleh
korporasi.
21. Menyuruh, memberi Pasal 133 ayat Pidana mati atau pidana
atau menjanjikan (1) penjara seumur hidup, atau
sesuatu, memberikan pidana penjara paling singkat
kesempatan, 5 (lima) tahun dan paling lama
menganjurkan, 20 (dua puluh) tahun dan
memberikan pidana denda paling sedikit
kemudahan, memaksa Rp2.000.000.000,00 (dua
dengan ancaman, miliar rupiah) dan paling
memaksa dengan banyak Rp20.000.000.000,00
kekerasan, melakukan (dua puluh miliar rupiah).
tipu muslihat, atau
membujuk anak yang
belum cukup umur
untuk melakukan tindak
pidana sebagaimana
69
Tabel 3 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, pada ketentuan Pasal 111
sampai dengan Pasal 126 dan juga Pasal 129 Undang-Undang Narkotika khusus
yang mengatur tentang orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam,
ketentuan Pasal 111 sampai Pasal 126 tersebut adalah sanksi pidana kumulatif,
diantaranya mulai dari paling singkat pidana selama 2 (dua) tahun atau paling
lama 20 (dua puluh) tahun atau pidana penjara seumur hidup dan pidana denda
mulai dari paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) atau paling
ancaman sanksi pidana penjara tanpa adanya ancaman sanksi pidana denda.
54, Pasal 55, dan Pasal 103 Undang-Undang Narkotika yakni dengan
melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial jika pecandu narkotika tersebut
74
dan rehabilitasi sosial jika pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah
128 yang menyatakan bahwa orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup
umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), dan ketentuan Pasal 134 yang
menyatakan bahwa pecandu narkotika yang sudah cukup umur dan dengan
sengaja tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda
paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). Pada ketentuan pasal tersebut
tampak bahwa pidana denda yang diancam paling banyak Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah) atau Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah), sangat berbeda jauh jumlah
ancaman nilai pidana dendanya dengan orang yang tanpa hak atau melawan
Pidana denda yang dilakukan oleh korporasi dalam hal melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114,
Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal
122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 Undang-Undang
75
korporasi yakni berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana
denda sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut, hal ini sesuai dengan
Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau disebut
juga sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur dalam
Bab XIX dari Pasal 270 sampai dengan Pasal 276. Pelaksanaan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menurut Pasal 270
Penjatuhan sanksi pidana pada dasarnya dijatuhkan oleh hakim dalam putusan
pidana. Putusan hakim atau putusan pengadilan tersebut juga dikenal dengan
76
Suryono Sutarto, 2008, Hukum Acara Pidana Jilid II, Badan Penerbit UNDIP, Semarang,
hal. 128.
76
pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini”.
bebrbagai aspek agar putusan hakim yang diperlukan untuk menyelesaiakan suatu
Kepastian hukum tersebut baik mengenai statusnya dan juga sekaligus dapat
upaya hukum seperti banding maupun kasasi, melakukan permohonan grasi dan
keadilan, kebenaran hakiki, hak asasi, penguasaan hukum atau fakta, secara
mapan dan faktual serta visualisasi etika beserta moral dari hakim yang
merupakan suatu proses dan berakhir dengan diterapkan olehnya bagi tertuduh
jenis pidana yang paling tepat, berat ringannya pidana serta cara pelaksanannya.
musyawarah majelis hakim yakni sesudah tahap proses penuntutan oleh jaksa
jawaban oleh penuntut umum atas pembelaan terdakwa, telah berakhir maka
77
Dahlan Sinaga, 2015, Kemandirian Dan Kebebasan Hakim Memutus Perkara Pidana
Dalam Negara Hukum Pancasila (Suatu Perspektif Teori Keadilan Bermartabat), Nusa Media,
Bandung, hal. 288.
78
Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acaara Pidana; Normatif, Teoritis, Praktik Dan
Permasalannya, Alumni, Bandung, hal. 201
77
pertimbangannya adalah:
a. Pertimbangan yang bersifat yuridis dan pertimbangan yang bersifat non yuridis
a. Pertimbangan yang bersifat yuridis dan pertimbangan yang bersifat non yuridis
ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan, antara lain
yaitu surat dakwaan dan surat tuntutan pidana jaksa penuntut umum
79
M. Yahya Harahap, 2005, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP;
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali, ed. 2, cet. 6, Sinar
Grafika, Jakarta, hal. 347.
80
Sudarto, Pemidanaan, Pidana Dan Tindakan, 1984, dalam Lokakarya Masalah
Pembaharuan Kodifikasi Hukum Pidana Nasional (Buku I), diselenggarakan oleh Badan Pembina
Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta, hal. 88.
81
Rusli Muhammad, 2010, Kemandirian Pengadilan Indonesia, cet. 1, UII Press, Yogyakarta,
hal. 125.
78
terdakwa.
dilakukan oleh terdakwa pada dasarnya termuat dalam putusan pemidanaan oleh
hakim. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP.
82
Sudarto, Op.Cit., hal 90
79
majelis hakim dalam proses persidangan yaitu terdakwa belum pernah dipidana,
terdakwa mengakui dan menyesali perbuatanya dan juga terdakwa masih anak-
anak83.
hukum tetap dilaksanakan oleh pihak dari kejaksaan. Hal tersebut diatur dalam
83
Rusli Muhammad, Op.Cit., hal. 130
84
Zainal Abidin, 2005, Pemidanaan, Pidana dan Tindakan, Dalam Rancangan KUHP,
ELSAM-Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, hal.9
80
Istilah tindak pidana dapat juga disebut dengan istilah strafbaarfeit, yang
dalam bahasa Belanda strafbaarfeit terdiri dari dua kata, yaitu straafbaar dan feit.
Straafbaar artinya dapat dihukum dan feit artinya sebagian dari kenyataan,
dari istilah strafbare feit masih belum memperoleh pandangan yang sama.
Moelijatno dan Ruslan Saleh mengartikan istilah strafbare feit adalah sebuah
dibandingkan dengan tindak pidana, karena kata “tindak” menunjukkan pada hal
yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan yang kongkrit85.
Istilah strafbare feit menurut Wirjono Prodjodikoro adalah sebagai tindak pidana
yang berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. Van
sebagai peritiwa pidana karena yang ditinjau adalah feit (peristiwa) dari sudut
85
Chairul Huda, Op.Cit., hal.27
81
hukum pidana, penggunaan istilah peristiwa pidana ini sering kita jumpai dalam
KUHAP86.
telah dilakukan dengan sengaja ataupun dengan tidak dengan sengaja oleh
gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah
dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu
umum88.
membedakan antara unsur subjektif dan unsur objektif dari suatu tindak pidana89.
Unsur subjektif merupakan unsur-unsur yang melekat pada diri pelaku atau
berhubungan dengan diri pelaku dan termasuk di dalamnya yaitu segala sesuatu
yang terkandung dalam hatinya. Adapun yang termasuk unsur subjektif dari suatu
86
Chairul Huda, Loc.Cit.
87
Evi Hartanti, 2007, Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 5
88
Ibid.
89
Fuad Usfa dan Tongat, 2004, Pengantar Hukum Pidana¸Ummpres, Malang, hal. 33
82
340 KUHP90.
Unsur objektif yaitu unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan,
yaitu didalam keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.
2 (dua) jenis yaitu tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana
umum merupakan semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai
kodifikasi hukum pidana materiil (Buku II KUHP tentang kejahatan dan Buku III
KUHP tentang pelanggaran). Pidana khusus yaitu keseluruhan tindak pidana yang
Kedudukan tindak pidana khusus ini merupakan sebagai pelengkap dari hukum
tindak pidana diluar KUHP pada dasarnya telah dinyatakan dalam ketentuan pasal
103 KUHP yang pada intinya menyatakan tentang kemungkinan adanya Undang-
undang Pidana diluar KUHP. Menurut Andi Hamzah, ada 2 faktor yang
90
Ibid.
91
Ibid., hal. 34
83
adalah narkotika, psikotropika dan bahan-bahan zat adiktif lainnya, akan tetapi
obatan berbahaya atau obat-obatan terlarang. Narkotika adalah sejenis zat yang
a. Mempengaruhi kesadaran;
menimbulkan halusinasi93.
Pandangan dari Smith Kline dan Frech Clinical Staff mengemukakan definisi
offer on the central nervous system, included in this definition are opium-opium
92
Syamsuuddin, Aziz , 2001, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 10
93
Moh. Taufik Makaro, Dkk, 2003, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Bogor, hal.
17
84
syaraf sentral. Dalam definisi narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang
bahwa perkataan narkotika berasal dari perkataan Yunani “Narke”, yang berarti
Americana dapat dijumpai pengertian “narcotic” sebagai: “a drug that dulls the
senses, relieve pai, induces sleep, and can produce addiction in varying degrees”,
2009 Tentang Narkotika dapat dipahami bahwa narkotika merupakan zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis,
ketergantungan.
berikut:
94
Ibid., hal. 18
95
Sudarto, 2010, Kapita Selekta Hukum Pidana, Cet. 4, Alumni, Bandung, hal. 36
96
Ibid.
97
Ibid.
85
dimana para pelaku juga berperan sebagai korban98. Menurut Hj. Tutty Alawiyah
A.S dalam Moh. Taufik Makarao dkk menyebut, tindak pidana atau kejahatan
narkotika adalah merupakan salah satu bentuk kejahatan yang dikenal sebagai
dan korban yang tidak kelihatan akibatnya. Tidak ada sasaran korban, sebab
semua pihak adalah terlibat dan termasuk dalam kejahatan tersebut. Ia menjadi
pelaku dan korban sekaligus. Namun demikian, jika di kaji secara mendalam
istilah kejahatan tanpa korban (Victimless Crime) ini sebetulnya tidak tepat,
karena semua perbuatan yang masuk ruang lingkup kejahatan pasti mempunyai
korban atau dampak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
kejahatan ini lebih tepat disebut sebagai kejahatan yang disepakati (Concensual
Crimes)100.
98
F. Asya, 2009, Narkotika dan Psikotropika, Asa Mandiri, Jakarta, hal. 3
99
Moh. Taufik Makarao, Dkk, Op.Cit., hal. 8
100
Loc.Cit.