Jadi, dapat disimpulkan bahwa landasan pembenar penjatuhan pidana dengan tujuan
pemidanaan itu sama apabila dilihat dari teori relatif atau teori tujuan (doeltheorien).
2. Ide individalisasi pidana memiliki tujuan yaitu membina narapidana sesuai dengan
karakteristik narapidana tersebut. Ide individualisasi pidana ini diatur pada pasal 12
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang di dalamnya
berisi mengenai penggolongan narapidana. Penggolongan narapidana tersebut
sangatlah perlu jika dilihat dari segi keamanan dan pembinaan serta meminimalisir
pengaruh negatif yang dapat mempengaruhi narapidana lainnya.
Tutorial 2
2. Perbedaan antara pidana penjara, pidana kurungan, pidana tutupan, dan pidana denda
yaitu sebagai berikut :
a. Pidana penjara dikenakan kepada orang yang melakukan tindak pidana kejahatan.
Pidana penjara dapat dikenakan selama seumur hidup atau selama waktu tertentu,
antara satu hari hingga dua puluh tahun berturut-turut (Pasal 12 KUHP) serta
dalam masa hukumannya dikenakan kewajiban kerja yang dibebankan kepadanya
(Pasal 14 KUHP). Terpidana yang dijatuhi pidana penjara tidak memiliki hak
pistole yang artinya tidak mempunyai hak atau kesempatan untuk mengurusi
makanan dan alat tidur sendiri atas biaya sendiri.
c. Pidana tutupan dapat menggantikan hukuman penjara dalam hal orang yang
melakukan kejahatan diancam dengan hukuman penjara karena terdorong oleh
maksud yang patut dihormati. Tetapi hal itu tergantung pada hakim. Kalau
menurut pendapat hakim perbuatan yang merupakan kejahatan atau acara
melakukan perbuatan itu atau akibat perbuatan itu hukuman penjara lebih pada
tempatnya, maka hakim menjatuhkan hukuman penjara (Pasal 1 dan 2 Undang
Undang No. 20 tahun 1946). Diadakannya hukuman tutupan itu dimaksudkan
untuk kejahatan-kejahatan yang bersifat politik sehingga orang-orang yang
melakukan kejahatan politik itu akan dibedakan dengan kejahatan biasa.
Pelaksanaan pidana tutupan ditempatkan di tempat khusus bernama Rumah
Tutupan yang pengurusan umumnya dipegang oleh Menteri Pertahanan (Pasal 3
ayat (1) PP 8/1948). Penghuni Rumah Tutupan juga wajib melaksanakan
pekerjaan yang diperintahkan kepadanya dengan jenis pekerjaan yang diatur oleh
Menteri Pertahanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman (Pasal 3 ayat (1) UU
20/1946 jo. Pasal 14 ayat (1) PP 8/1948).
d. Pidana denda dikenakan minimal 25 sen (Pasal 30 ayat 1), jika pidana denda
tersebut tidak dibayar dapat diganti dengan pidana kurungan pengganti minimal
satu hari dan maksimalnya 6 bulan (Pasal 30 ayat 3). Tetapi jika ada tindak pidana
perbarengan, pengulangan atau dilakukan pejabat maka maksimal kurungan
penggantinya 8 bulan.
3. Narasi tentang rasionalisasi perumusan tujuan dan pedoman pemidanaan dalam suatu
Undang-undang.
Pidana merupakan salah satu masalah yang urgen dalam hukum pidana di Indonesia,
melihat dewasa ini perkembangan perilaku masyarakat begitu cepat dan tidak
menutup kemungkinan perkembangan perilaku masyarakat tersebut dari sisi negatif
akan menimbulkan suatu tindak pidana yang dalam KUHP kita sendiri belum di atur
atau masih menyimpang dari kata adil. Sehubungan dengan pernyataan di atas, dalam
upaya pembaharuan sistem pemidanaan maka RUU KUHP/Konsep Tahun 2004 telah
mencantumkan tujuan dan pedoman pemidanaan secara ekplisit dalam Pasal 51 dan
52 yang selengkapnya adalah sebagai berikut :
Pasal 51
1) Pemidanaan bertujuan ;
a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi
pengayoman masyarakat.
b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi
orang yang baik dan berguna.
c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat dan
d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Pasal 52
1) Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan ;
a. Kesalahan pembuat tindak pidana.
b. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana.
c. Sikap bathin pembuat tindak pidana.
d. Apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana.
e. Cara melakukan tindak pidana.
f. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana.
g. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana.
h. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana.
i. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban.
j. Pemaafan dari korban dan/ atau keluarganya; dan/ atau
k. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan.