Anda di halaman 1dari 4

Penologi Tutorial 1

Tugas Study Task :


1. Apakah landasan pembenar penjatuhan pidana sama dengan teori tentang tujuan
pemidanaan?
2. Ulas secara singkat ide individualisasi pidana!
Jawaban Tugas Study Task :
1. Landasan pembenar penjatuhan pidana merupakan suatu dasar pembenaran yang
berhubungan dengan pernyataan hakim dalam memutuskan perkara dan menjatuhkan
hukuman dalam persidangan. Pada prinsipnya tujuan pemidanaan termasuk dalam
teori pemidanaan yang lazim dipergunakan. Teori tujuan pemidanaan yang
dimaksudkan disini dijadikan sebagai alasan pembenar dari penjatuhan pidana.
Terdapat 3 jenis teori dari pemidanaan yaitu :
 Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien),
 Teori relatif atau teori tujuan (doeltheorien),
 Teori gabungan (verenigingstheorien).

Landasan pembenar penjatuhan pidana dapat dikatakan sama dengan tujuan


pemidanaan tersebut apabila dilihat dari teori relatif atau teori tujuan (doeltheorien).
Menurut teori relatif, memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari
keadilan. Pidana lebih ditujukan kepada perlindungan masyarakat serta mengurangi
frekuensi kejahatan. Dasar pembenar penjatuhan pidana pada teori ini terletak pada
tujuannya yaitu agar orang tidak melakukan atau mencegah suatu kejahatan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa landasan pembenar penjatuhan pidana dengan tujuan
pemidanaan itu sama apabila dilihat dari teori relatif atau teori tujuan (doeltheorien).

2. Ide individalisasi pidana memiliki tujuan yaitu membina narapidana sesuai dengan
karakteristik narapidana tersebut. Ide individualisasi pidana ini diatur pada pasal 12
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang di dalamnya
berisi mengenai penggolongan narapidana. Penggolongan narapidana tersebut
sangatlah perlu jika dilihat dari segi keamanan dan pembinaan serta meminimalisir
pengaruh negatif yang dapat mempengaruhi narapidana lainnya.

Tutorial 2

Tugas Study Task :


1. Jelaskan perbedaan pengertian hukuman dan pidana!
2. Jelaskan perbedaan antara pidana penjara, pidana kurungan, pidana tutupan, dan
pidana denda!
3. Buat narasi tentang rasionalisasi perumusan tujuan dan pedoman pemidanaan dalam
suatu Undang-undang!
Jawaban Tugas Study Task :
1. Hukuman adalah sebuah cara untuk mengarahkan tingkah laku agar sesuai dengan
hukum atau aturan yang berlaku secara umum. Hukuman ini sifatnya tidak
mengenakan atau menimbulkan penderitaan yang diberikan kepada orang atau pihak
yang berperilaku menyimpang. Pengenaan hukuman ini dipruntukan untuk orang-
orang yang berperilaku menyimpang dari sebuah aturan yang ditetapkan pada tempat
tertentu.
Sedangkan, pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan kepada
orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum atau peraturan yang berlaku dan
merugikan orang lain. Pada pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
disebutkan bahwa pidana tersebut terdiri atas pidana pokok yaitu : pidana mati,
penjara, kurungan, denda, tutupan dan pidana tambahan yaitu : pencabutan hak-hak
tertentu, perampasan barang-barang tertentu serta pengumuman putusan hakim.
Pengenaan pidana ini diperuntukan untuk orang-orang yang telah melanggar suatu
ketentuan hukum yang terkandung di dalam KUHP.

2. Perbedaan antara pidana penjara, pidana kurungan, pidana tutupan, dan pidana denda
yaitu sebagai berikut :

a. Pidana penjara dikenakan kepada orang yang melakukan tindak pidana kejahatan.
Pidana penjara dapat dikenakan selama seumur hidup atau selama waktu tertentu,
antara satu hari hingga dua puluh tahun berturut-turut (Pasal 12 KUHP) serta
dalam masa hukumannya dikenakan kewajiban kerja yang dibebankan kepadanya
(Pasal 14 KUHP). Terpidana yang dijatuhi pidana penjara tidak memiliki hak
pistole yang artinya tidak mempunyai hak atau kesempatan untuk mengurusi
makanan dan alat tidur sendiri atas biaya sendiri.

b. Pidana kurungan dikenakan kepada orang yang melakukan tindak pidana


pelanggaran, atau sebagai pengganti pidana denda yang tidak bisa dibayarkan
(Pasal 30 ayat (2) KUHP). Pidana kurungan dikenakan paling pendek satu hari
dan paling lama satu tahun (Pasal 18 ayat (1) KUHP) tetapi dapat diperpanjang
sebagai pemberatan hukuman penjara paling lama satu tahun empat bulan (Pasal
18 ayat (3) KUHP) serta dikenakan kewajiban kerja tetapi lebih ringan daripada
kewajiban kerja terpidana penjara (Pasal 19 ayat (2) KUHP). Terpidana yang
dijatuhi pidana kurungan memiliki hak pistole yang artinya mempunyai hak atau
kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat tidur sendiri atas biaya sendiri
(Pasal 23 KUHP)

c. Pidana tutupan dapat menggantikan hukuman penjara dalam hal orang yang
melakukan kejahatan diancam dengan hukuman penjara karena terdorong oleh
maksud yang patut dihormati. Tetapi hal itu tergantung pada hakim. Kalau
menurut pendapat hakim perbuatan yang merupakan kejahatan atau acara
melakukan perbuatan itu atau akibat perbuatan itu hukuman penjara lebih pada
tempatnya, maka hakim menjatuhkan hukuman penjara (Pasal 1 dan 2 Undang
Undang No. 20 tahun 1946). Diadakannya hukuman tutupan itu dimaksudkan
untuk kejahatan-kejahatan yang bersifat politik sehingga orang-orang yang
melakukan kejahatan politik itu akan dibedakan dengan kejahatan biasa.
Pelaksanaan pidana tutupan ditempatkan di tempat khusus bernama Rumah
Tutupan yang pengurusan umumnya dipegang oleh Menteri Pertahanan (Pasal 3
ayat (1) PP 8/1948). Penghuni Rumah Tutupan juga wajib melaksanakan
pekerjaan yang diperintahkan kepadanya dengan jenis pekerjaan yang diatur oleh
Menteri Pertahanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman (Pasal 3 ayat (1) UU
20/1946 jo. Pasal 14 ayat (1) PP 8/1948).

d. Pidana denda dikenakan minimal 25 sen (Pasal 30 ayat 1), jika pidana denda
tersebut tidak dibayar dapat diganti dengan pidana kurungan pengganti minimal
satu hari dan maksimalnya 6 bulan (Pasal 30 ayat 3). Tetapi jika ada tindak pidana
perbarengan, pengulangan atau dilakukan pejabat maka maksimal kurungan
penggantinya 8 bulan.

3. Narasi tentang rasionalisasi perumusan tujuan dan pedoman pemidanaan dalam suatu
Undang-undang.
Pidana merupakan salah satu masalah yang urgen dalam hukum pidana di Indonesia,
melihat dewasa ini perkembangan perilaku masyarakat begitu cepat dan tidak
menutup kemungkinan perkembangan perilaku masyarakat tersebut dari sisi negatif
akan menimbulkan suatu tindak pidana yang dalam KUHP kita sendiri belum di atur
atau masih menyimpang dari kata adil. Sehubungan dengan pernyataan di atas, dalam
upaya pembaharuan sistem pemidanaan maka RUU KUHP/Konsep Tahun 2004 telah
mencantumkan tujuan dan pedoman pemidanaan secara ekplisit dalam Pasal 51 dan
52 yang selengkapnya adalah sebagai berikut :
Pasal 51
1) Pemidanaan bertujuan ;
a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi
pengayoman masyarakat.
b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi
orang yang baik dan berguna.
c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat dan
d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat


manusia.

Pasal 52
1) Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan ;
a. Kesalahan pembuat tindak pidana.
b. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana.
c. Sikap bathin pembuat tindak pidana.
d. Apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana.
e. Cara melakukan tindak pidana.
f. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana.
g. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana.
h. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana.
i. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban.
j. Pemaafan dari korban dan/ atau keluarganya; dan/ atau
k. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan.

2) Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat atau keadaan pada waktu


dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar
pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan
mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

Tujuan dan pedoman pemidanaan ini merupakan implementasi ide individualisasi


pidana yang belum dikenal (belum dicantumkan) dalam KUHP. Dirumuskannya
pedoman pemidanaan dalam Rancangan KUHP menurut Barda Nawawi Arief
bertolak dari pokok pemikiran bahwa pada hakikatnya undang-undang merupakan
sistem hukum yang bertujuan (purposive system). Dirumuskannya pidana aturan
pemidanaan dalam undang-undang pada hakikatnya hanya merupakan sarana untuk
mencapai tujuan, oleh karena itu perlu dirumuskan tujuan dan pedoman pemidanaan.
Dilihat secara fungsional dan operasional, pemidanaan merupakan suatu rangkaian
proses dan kebijaksanaan yang konkretisasinya sengaja dirancanakan melalaui tahap
formulasi oleh pembuat undang-undang, tahap aplikasi oleh aparat yang berwenang
dan tahap eksekusi oleh aparat pelaksana pidana. Agar ada keterjalinan dan
keterpaduan antara ketiga tahap itu sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan,
diperlukan perumusan tujuan dan pedoman pemidanaan. Sistem pemidanaan yang
bertolak dari individualisasi pidana tidak berarti memberi kebebasan sepenuhnya
kepada hakim dan aparat-aparat lainnya tanpa pedoman atau kendali/kontrol.
Perumusan tujuan dan pedoman pemidanaan dimaksudkan sebagai fungsi
pengendali/kontrol dan sekaligus memberikan dasar filosofis, dasar rasionalitas dan
motivasi pemidanaan yang jelas dan terarah.

Anda mungkin juga menyukai