Pengantar
1. Ketentuan umum
2. Kejahatan
3. Pelanggaran
1. Norma yang harus dipenuhi gar sesuatu tindakan itu dapat disebut sebagai tindak
pidana.
3. Untuk berapa lama pidana itu dijatuhkan/berapa besar pidana denda yang dapat
dijatuhkan.
Hukum Penintensier
Hukum penintensier adalah hukum yang berkenaan dengan tujuan daya kerja dan
organisasi dari lembaga-lembaga pemidanaan.
Secara harfiah hukum penintensier itu dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan dari
norma-norma yang mengatur masalah pidana dan pemidanaan.
Tujuannya adalah apa yang ingin dicapai orang dengan pemidanaannya itu yaitu
melalui suatu organisasi.
Hukum Penintensier yaitu bahagian dari hukum pidana yang mengatur/memberi aturan
tentang sistem sanksi dalam hukum pidana.
2. Ukuran pemidanaan
Tujuan Pemidanaan
2. Tujuan preventie
a. Preventie umum
b. Preventie khusus
Supaya dia sendiri (pelaku tindak pidana) tidak mengulangi perbuatan yang sama.
3. Gemende theory
Teori ini bertujuan sebagai pembalasan untuk mendidik sehingga istilah penjara diganti
dengan tempat
Tujuan Hukum Penintensier
Tujuan dari hukum penintensier adalah agar yang berhubungan dengan hukuman
seseorang dapat dilaksanakan dengan baik. Hukuman penintensier baru dapat
dilaksanakan apabila sudah ada putusan dari hakim.
Di dalam hukum pidana terkandung ada 3 konsep yang dapat dianggap sebagai
konsep-konsep dasar dalam hukum pidana, ketiga konsep itu meliputi :
3. Pemidanaan (Punishment)
Ketiga konsep dasar ini adalah oleh “HERBERT” dianggap sebagai Resionde Hukum
Pidana, sebab ketiganya akan tergambar adanya 3 permasalahan pokok dalam hukum
pidana.
Konsep yang pertama (1) yaitu tindak pidana akan menggambarkan permasalahan
pokok mengenai apa ukuran yang menentukan suatu perbuatan sebagai tindak pidana.
Konsep yang kedua (2) yaitu menyangkut ukuran apa yang dapat digunakan untuk
menentukan pertanggungjawaban pidana seseorang yang dinyatakan sebagai pelaku
tindak pidana.
Selama ini boleh dikatakan bahwa perhatian ahli hukum pidana dan kriminologi lebih
banyak tertuju hanya kepada permasalahan yang tergambar pada konsep pertama (1)
dan yang kedua (2) saja. Sementara masalah pidana dan pemidanaan itu lebih
berkesan dan seolah-olah hanya dianggap sebagai anak tiri dalam hukum pidana.
Anggapan seperti ini tidak dapat dibenarkan karena pidana dan pemidanaan itu
memiliki fungsi dan kedudukan yang strategis dalam pemidanaan. Sebab tanpa adanya
pidana dan pemidanaan itu tidak akan mungkin dinamakan hukum pidana apabila tidak
ada unsur pidana didalamnya.
a. Hukuman mati
1) Sementara
Hukum yang diberikan kepada seseorang dan ditentukan tempatnya dan dalam jangka
waktu tertentu.
2) Seumur hidup
Hukum yang diberikan kepada seseorang sampai dengan akhirnya nyawa seseorang
itu.
c. Denda
d. Kurungan
a. Absolut
1) Preventie umum
Hukuman yang diberikan kepada seseorang agar tidak dilakukan oleh orang lain (untuk
membuat efek jera).
2) Preventie khusus
Suatu hukuman yang diberikan kepada seorang penjahat agar dia tidak mengulangi
perbuatan yang sama.
c. Gemende theory
Suatu hukuman yang diberikan kepada seseorang penjahat sebagai suatu pembalasan
atas kejahatan, dan sebagai merupakan untuk mendidik.
Hak pistole adalah hak keistimewaan pada saat dia sudah dihukum.
2. Hukum tambahan
1. Faktor keturunan
2. Faktor lingkungan
A. Pengertian
1. Menurut Mulyatno
Perkataan straft disebut dengan ancaman. Dengan ancaman pidana maka dengan
demikian kata STRAFT RECHT dapat diartikan sebagai hukuman-hukuman dan kata
dihukum diartikan dengan diterapi hukum.
2. Menurut Soedarto
Penghukuman yang berasal dari kata hukum dapat diartikan sebagai menerapkan
hukum/memutuskan tentang hukumnya.
Menetapkan hukuman disebut sebagai suatu peristiwa tidak hanya di bidang hukum
pidana saja tetapi juga dalam bidang hukum perdata. Oleh karena itu istilah
penghukuman dipersempit artinya yakni penghukuman dalam perkara pidana.
Jadi untuk menyebutkan hukuman pidana lebih tepat dipergunakan istilah pidana
seperti :
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Pidana denda
d. Dan sebagainya
d. Dan sebagainya.
Mengartikan pidana menurut hukum positif sebagai suatu penderitaan yang bersifat
khusus. Penderitaan tersebut dijadikan oleh kekuasaan yang berwenang untuk
menjatuhkan pidana oleh nama negara sebagai penanggung jawab ketertiban hukum
umum bagi seorang pelanggar.
4. Menurut Simons
Mengartikan pidana sebagai suatu penderitaan yang oleh UU dikaitkan dengan telah
terjadinya pelanggaran tetapi suatu norma yang dengan putusan hakim telah dijatuhkan
bagi orang yang berbuat salah.
Jadi menurut V. Hammel dan Simons ini pengertian pidana pada hakekatnya adalah
suatu penderitaan yang penderitaan tersebut bukanlah suatu tujuan melainkan hanya
semata-mata alat yang digunakan oleh negara untuk mengingatkan agar orang tidak
melakukan kejahatan.
5. Menurut Roeslan Shaleh
Pengertian pidana sebagai reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang
dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik tersebut.
c. Pidana itu diberikan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana
menurut UU
Akhirnya semua sarjana tersebut di atas menyetujui pendapat bahwa hakikat pidana
antara lain pemberian nestapa atau pelimpahan.
Misal : Pidana itu adalah sebagai seruan untuk tertib yang memiliki dua tujuan utama
yakni : Untuk mempengaruhi tingkah laku dan menyelesaikan konflik. Penyelesaian
konflik tersebut terdiri dari perbaikan kerugian yang dialami/ pengembalian kepercayaan
antara sesama manusia.
Oleh hakim karena sistem ancaman pidana akan bercorak dari ancaman maximal ke
minimal sekali. Hakim mempunyai kekuasaan dalam memilih dan menentukan berapa
lama pidana penjara yang dijatuhkan kepada seseorang terdakwa pidana tertentu
dalam kasus konkrit. Hakim memang harus mempertimbangkan tuntutan penuntut
umum namun sama sekali tidak terikat dengan tuntutan tersebut.
B. Sejarah
Pada zaman dahulu kala bentuk pemidanaan yang dijatuhkan kepada suatu
masyarakat yang teratur kepada seorang penjahat adalah dalam bentuk :
2. Kerja paksa
Misalnya : Kerja paksa mendayung kapal yang banyak dilakukan pada abad ke-17.
Cara-cara kerja paksa seperti itu lama kelamaan menjadi hilang di Eropa. Pidana kerja
paksa ini pernah juga dilakukan dalam bentuk paksaan untuk memutar roda yang
sangat banyak menguras tenaga para napi sehingga mereka tidak memiliki kesempatan
untuk memberontak. Di Hindia Belanda kerja paksa dalam bentuk pembuatan jalan
raya/membuat lubang-lubang dalam benteng pertahanan di zaman Jepang.
3. Pidana mati
Di deretan panjang jenis-jenis sanksi pidana dalam sejarah pemidanaan sanksi yang
terberat adalah menghabisi nyawa si penjahat yang disebut dengan pidana mati.
Cara-cara pidana mati pada zaman dahulu adalah sebagai kegiatan dengan ditarik
kereta ke jurusan berlawanan. Ada pula yang dikubur hidup-hidup, digoreng dengan
minyak, ditenggelamkan ke laut, jantungnya dicopet atau dirajam sampai mati.
Pidana mati seperti yang tersebut di atas lama kelamaan dilakukan dengan
memberikan perhatian terhadap kemanusiaan sehingga akhirnya dikenal dengan
pidana mati dengan cara dipotong, penggantungan di tiang gantungan, ditembak mati,
disentrum dan sebagainya.
Di Indonesia menurut sistem KUHP pidana mati dilaksanakan dengan cara digantung.
Jenis-jenis KUHP yang menentukan bahwa perbuatan pidana atau hukuman dapat
dipahami sebagai suatu penderitaan atau nestapa yang dengan sengaja ditimpakan
oleh negara kepada setiap orang yang terbukti telah melanggar aturan-aturan pidana
yang terdapat dalam UU. Penderitaan berupa pidana yang dapat ditimpakan itu
haruslah sesuatu yang secara eksplisit ditentukan dalam UU. Artinya orang tidak dapat
dikatakan sanksi berupa pidana diluar dari apa yang telah ditentukan di dalam UU. Oleh
karena itu dalam hal penjatuhan pidana hakim tidak terikat pada jenis-jenis sanksi
pidana yang telah ditetapkan oleh UU.
1. Pidana pokok
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Pidana kurungan
d. Pidana denda
2. Pidana tambahan
Kemudian pada tahun 1946 dengan UU No. 20 tahun 1946 hukum pidana Indonesia
mengenal suatu jenis pidana pokok yang baru yaitu :
1. Pidana tutupan
Pidana tutupan ini pada hakekatnya adalah pidana penjara, namun dalam hal mengadili
orang yang melakukan kejahatan yang diancam dengan pidana penjara karena
terdorong oleh maksud yang patut dihormati maka hakim boleh menjatuhkan pidana
tutupan.
Sehubungan dengan jenis-jenis sanksi pidana di atas, ada beberapa hal yang harus
diketahui dan patut dicatat sebagai suatu yang sangat penting dalam soal pemidanaan
yaitu :
1. KUHP tidak mengenal suatu kumulasi (campuran) dari pidana pokok yang
diancamkan bagi suatu tindak pidana tertentu khususnya pidana penjara dan pidana
denda. Artinya hakim tidak dibenarkan untuk menjatuhkan dua jenis pidana pokok
secara bersama-sama terhadap seorang terdakwa.
Meskipun demikian di dalam UU Pidana Khusus (UU pidana di luar KUHP) telah terjadi
perkembangan baru yang memungkinkan untuk menerapkan kumulasi pidana.
Pertanyaan :
Penjatuhan dari 2 macam pidana pokok pada suatu saat yang sama bagi seorang
yang telah terbukti melakukan suatu tindak pidana tertentu dapat dibenarkan
khususnya apabila tindak pidana tersebut telah dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan suatu keuntungan. Ex : UU anti korupsi.
a. Pidana penjara
b. Pidana denda
Dalam arti kata dalam kasus tindak pidana korupsi hakim diberi oleh UU
kekuasaan/alternatif untuk menjatuhkan pidana penjara saja/pidana denda saja/kedua-
duanya.
2. Pidana tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan selalu hanya
dapat dijatuhkan bersama-sama dengan penjatuhan pidana pokok. Artinya : Pidana
tambahan akan tergantung pada pidana pokok sehingga hakim tidak dapat
menjatuhkan pidana tambahan saja tanpa pidana pokok.
Di samping menurut sistem pemidanaan yang dianut hakim pidana kita penjatuhan
pidana tambahan itu sendiri sifatnya addat fakultatif maksudnya : Hakim tidaklah selalu
harus menjatuhkan suatu pidana tambahan pada waktu ia menjatuhkan pidana pokok
pada seorang terdakwa. Hal itu sepenuhnya diserahkan pada pertimbangan hakim,
sehingga ia bebas menentukan besarnya pidana tambahan.
Pidana Pokok
Akan tetapi pelaksanaan pidana mati di tiang gantungan dirubah dengan cara lain yaitu
dengan cara ditembak sampai mati sehingga ketentuan pasal 11 KUHP tidak berlaku
lagi. Perubahan itu dilakukan atas dasar penetapan Presiden No. 2 tahun 1964
tanggal 27 April 1964. Penetapan itu kemudian dengan UU No. 5 tahun 1969 ditetapkan
menjadi UU sehingga itu dikenal dengan UU No. 2 PNPS/tahun 1964.
Tentang pelaksanaan pidana mati dalam lingkungan pidana umum diatur pada pasal 2
– pasal 15 UU PNPS/64 yang pada prinsipnya menentukan hal-hal sebagai berikut :
a. Dalam jangka waktu 3x 24 jam sebelum saat pidana mati itu dilaksanakan jaksa
tinggi/yang bersangkutan harus memberitahukan terpidana akan dilaksanakannya
pidana mati tersebut.
b. Apabila terpidana seorang wanita yang sedang hamil maka pelaksanaan pidana
mati sampai anak yang dikandungnya lahir.
e. Pelaksanaan pidana mati itu dilakukan oleh satu regu penembak polisi di bawah
pimpinan dari seorang perwira polisi.
f. Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan (perwira yang ditunjuk) harus
menghadiri pelaksanaan pidana mati tersebut, sedangkan pembela dari terpidana atas
permintaannya sendiri atau permintaan terpidana dapat menghadirinya.
2. Pidana Penjara
Bentuk pidana penjara ini berbentuk batasan bergerak yang dilakukan dengan
menutup/menempatkan terpidana dalam sebuah lembaga pemasyarakatan dengan
mewajibkannya untuk mentaati semua peraturan dan tata tertib yang berlaku di dalam
lembaga pemasyarakatan tersebut.
Dalam soal pidana penjara ini diatur pada pasal 12 KUHP yang terdiri dari :
b. Penjara sementara
Terdiri dari :
3. Pidana Kurungan
Aturannya yaitu 1 hari sampai 1 tahun dan dapat ditambah jadi 1 tahun 4 bulan apabila
terjadi penggabungan tindak pidana/pengulangan tindak pidana.
Pidana ini ditujukan kepada seseorang yang dijatuhi pidana denda tapi tidak mampu
membayar denda yang seharusnya dibayar.
Persamaan dan perbedaan antara pidana penjara dengan pidana kurungan yaitu :
a. Persamaan
2) Sama-sama mengenal batas minimum dan batas maximum serta batas maximum
khusus dan maximum umum.
b. Perbedaan
3) Terpidana kurungan memiliki hak pistole yaitu hak untuk memperbaiki haknya di
dalam rumah tahanan penjara, sedangkan terpidana penjara tidak memiliki hak
tersebut.
4. Pidana Denda
Pidana denda ditujukan kepada harta benda orang yang biasanya merupakan ancaman
dari tindak pidana ringan. Tindak pidana denda dapat dibekukan oleh orang lain. Pidana
denda menurut pasal 30 KUHP memiliki kriteria sebagai berikut :
b. Dapat diganti dengan pidana kurungan lamanya paling sedikit 1 hari dan paling
lama 6 bulan
c. Nilainya Rp. 3.75 atau 375 sen sama dengan satu hari.
d. Jika pemberatan; peringanan kurungan pengganti paling lama 6 bulan.
c. Batas minimum khusus hanya ditentukan dalam pasal-pasal KUHP yang memuat
urusan tindak pidana.
b. Setiap waktu dia berhak dilepaskan dari kurungan pengganti jika ia membayar
dendanya.
Dengan demikian pasal 31 KUHP dapat dipahami terpidana denda bebas memilih akan
dibayar/tidak membayar juga dapat dicicil.
Pidana Tambahan
Merupakan pidana tambahan yang diatur dalam pasal 35 ayat (1) KUHP. Hak-hak yang
dapat dicabut itu antara lain :
a. Hak untuk mendapat segala jabatan/jabatan yang tertentu dengan maksud dengan
jabatan itu yaitu :
b. Perbuatan memfitnah sehingga orang lain melakukan tindak pidana (pasal 318
KUHP)
d. Menggugurkan kandungan baik dengan izin/tanpa izin wanita yang hamil tersebut
(pasal 347 dan 348 KUHP)
e. Melakukan pembunuhan
Menurut pasal 39 KUHP ada 2 jenis barang yang dapat dirampas yaitu :
Pidana kurungan pengganti denda. Hanya dapat dibebaskan dengan membayar denda
yang ditetapkan dengan putusan hakim. Pidana kurungan ini dapat diperpanjang paling
lama 6 bulan. Sedangkan pidana kurungan pengganti barang tidak dapat diperpanjang
dari batas maximum 6 bulan.
Senantiasa diucapkan dimuka umum, akan tetapi bila dianggap perlu di samping
sebagai pidana tambahan putusan tersebut akan langsung disiarkan sejelas-jelasnya
dengan cara yang ditentukan oleh hakim, misalnya :
a. Melalui televisi
b. Melalui radio
Semuanya itu atas ongkos orang yang dihukum yang dapat dipandang sebagai suatu
pengecualian karena pada umumnya penyelenggaraan hukuman itu harus dipikul oleh
negara.
1. Pidana Bersyarat
Pidana bersyarat terdapat pada pasal 14 KUHP. Pidana bersyarat adalah : Suatu
pemidanaan yang pelaksanaannya oleh hakim digantungkan pada syarat-syarat
tertentu yang telah ditetapkan dalam putusan hakim.
Pidana bersyarat juga dapat diberikan karena pidana denda apabila hakim yakin bahwa
pembayaran denda betul-betul dirasakan berat oleh terpidana.
Berdasarkan pasal 14 c ayat (1) di atas pidana bersyarat dapat diadakan apabila :
Hakim menjatuhkan pidana paling lama 1 tahun/pidana kurungan.
Jadi yang menentukan bukanlah pidana penjara yang diancamkan melainkan pidana
penjara yang dijatuhkan pada terdakwa. Terpidana yang diberikan pidana bersyarat
haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu :
a. Syarat umum
Sebagaimana yang diatur dalam pasal 14 c KUHP yaitu terpidana tidak akan
melakukan tindak pidana.
b. Syarat khusus
Bahwa terpidana dalam waktu yang lebih pendek daripada masa percobaannya harus
mengganti segala/sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan pidananya.
Disamping itu juga dapat ditentukan syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku
terpidana yang harus dipenuhi dimana masa percobaan/selama sebagian masa
percobaan.
Bilamana syarat umum dan khusus tidak dipenuhi maka berdasarkan pasal 14 f ayat (1)
KUHP hakim atas usul pejabat yang berwenang menyuruh menjalankan putusan dapat
diperintahkan supaya putusan pidana dapat dijalankan/ memerintahkan supaya atas
namanya diberikan peringatan kepada terpidana.
Masa percobaan dimulai sejak putusan tersebut mulai ditetapkan dan telah
diberitahukan kepada terpidana menurut tata cara yang ditentukan oleh UU.
Berdasarkan pasal 14 b (3) KUHP : Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana
berada pada tahanan sementara.
3) Tindak pidana yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar
5) Terdakwa melakukan tindak pidana disebabkan atas hasutan orang lain yang
dilakukan dengan intensitas yang besar
6) Terdapat alasan-alasan yang cukup kuat yang cenderung untuk dapat dijadikan
dasar memaafkan perbuatannya
8) Terdakwa telah membayar ganti rugi/akan membayar ganti rugi kepada si korban
atas kerugian-kerugian/penderitaan-penderitaan akibat perbuatannya
Tindakan
Perbedaan antara pidana dan tindakan mudah didapatkan pada ada/tidaknya terdapat
unsur penderitaan, akan tetapi harus didasarkan pada ada/ tidaknya unsur pencelaan.
2. Menurut L. Packer
Perbedaan antara pidana dan tindakan harus dilihat dari tujuannya yaitu tujuan utama
ialah untuk memberikan keuntungan/untuk memperbaiki perilaku kejahatan.
Dasar tindakan dari pemidanaan adalah bahwa orang yang bersangkutan akan/makin
menjadi lebih baik, sedangkan tujuan/dasar dari pemidanaan adalah untuk mencegah
terjadinya kejahatan.
Sedangkan tujuan dasar dari pemidanaan adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan
dan untuk mengenakan penderitaan pada si pelanggar.
Menerangkan bahwa di dalam hukum pidana juga ada sanksi yang juga bukan bersifat
siksaan yaitu apa yang disebut dengan tindakan (Matrecel)
4. Menurut Soedarto
Sanksi pidana bertitik berat pada pengenaan sanksi pada suatu pelaku kejahatan/ si
pembuat.
6. Menurut Uterecht
Melihat sanksi pidana dari tujuannya, maka sanksi pidana bertujuan untuk memberi
penderitaan istimewa kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya.
Sanksi tindakan yang bila ditinjau dari teori-teori pemidanaan merupakan sanksi yang
tidak membalas melainkan semata-mata ditujukan pada prefensi khusus. Sanksi
tindakan itu meliputi masyarakat terhadap pola-pola yang berbahaya yang mungkin
akan melakukan delik-delik yang akan merugikan masyarakat.
Sanksi pidana dititikberatkan pada pidana yang ditetapkan untuk kejahatan yang
dilakukan. Sanksi tindakan mempunyai tujuan yang bersifat sosial.
Dari beberapa konsep tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa antara sanksi pidana
dan tindakan penekanannya terletak pada apa dan bagaimana tujuan ditetapkannya
sanksi dalam hukum pidana itu untuk calon terpidana.
2. Penyerahan seorang anak kepada sebuah lembaga untuk dididik sesuai dengan
keinginan pemerintah sampai anak itu menjadi dewasa
Menurut ketentuan pasal 45 KUHP ada 3 kemungkinan yang dapat dilakukan hakim
dalam memberikan sanksi terhadap seorang anak di bawah umur yang terbukti
melakukan tindak pidana yaitu :
3. Menjatuhkan pidana
Khusus tentang sanksi yang dikenakan kepada anak yang melakukan kejahatan di
dalam UU No. 3 tahun 1997 tentang peradilan anak terhadap anak yang berumur 8
tahun – 12 tahun hanya diberikan tindakan.
Pasal 24 (1) menyatakan : Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah :
Sedangkan pada anak yagn telah mencapai umur 12 tahun – 18 tahun dijatuhkan
pidana. Pidana yang dijatuhkan berupa pidana pokok dan pidana tambahan.
1) Pidana penjara
2) Pidana kurungan
3) Pidana denda
4) Pidana pengawasan
Pidana pembaya