Anda di halaman 1dari 22

HUKUM PENINTENSIER

Pengantar

KUHP terdiri dari 3 buku yaitu :

1.     Ketentuan umum

2.     Kejahatan

3.     Pelanggaran

Pada buku ke-2 dan ke-3 pada dasarnya ada 2 norma :

1.     Norma yang harus dipenuhi gar sesuatu tindakan itu dapat disebut sebagai tindak
pidana.

2.     Norma yang berkenaan dengan ancaman pidana

KUHP secara terperinci berisi :

1.     Kapan suatu pidana itu dapat dijatuhkan bagi seorang pelaku.

2.     Jenis pidana bagaimanakah yang dapat dijatuhkan bagi pelaku tersebut.

3.     Untuk berapa lama pidana itu dijatuhkan/berapa besar pidana denda yang dapat
dijatuhkan.

4.     Dengan cara yang bagaimana pidana itu harus dilaksanakan

Hukum Penintensier

Hukum penintensier adalah hukum yang berkenaan dengan tujuan daya kerja dan
organisasi dari lembaga-lembaga pemidanaan.

Secara harfiah hukum penintensier itu dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan dari
norma-norma yang mengatur masalah pidana dan pemidanaan.

Menurut Bemmelan, pemidanaan itu tidak semata-mata membicarakan pidana dan


pemidanaan tetapi juga membicarakan lembaga pemidanaan.

Tujuannya adalah apa yang ingin dicapai orang dengan pemidanaannya itu yaitu
melalui suatu organisasi.

Peraturan-peraturan Perundang-undangan yang mengandung norma-norma sebagai


keseluruhan yang disebut sebagai hukum penintensier adalah :
1.     Buku I dan II KUHP

2.     Ordonantie 27 Desember 1917 yaitu tentang ketentuan pembebasan bersyarat.

3.     Ordonantie 6 November 1926

4.     STBL No 4/1987 tentang peraturan pelaksanaan pemidanaan bersyarat

Hukum Penintensier yaitu bahagian dari hukum pidana yang mengatur/memberi aturan
tentang sistem sanksi dalam hukum pidana.

Aturan-aturan tersebut meliputi tentang ketentuan pemberian pidana tindakan serta


eksekusi sanksi pidana. Ketentuan-ketentuan pidana itu meliputi :

1.     Jenis-jenis sanksi pidana

2.     Ukuran pemidanaan

3.     Bentuk dan cara pemidanaan

Tujuan Pemidanaan

Ada 3 teori yaitu :

1.     Tujuan absolut (pembalasan)

Setiap kejahatan harus dibalas dengan kejahatan

2.     Tujuan preventie

Tujuan hukum preventie terbagi atas 2 yaitu :

a.      Preventie umum

Supaya orang lain tidak melakukan pembuatan serupa

b.      Preventie khusus

Supaya dia sendiri (pelaku tindak pidana) tidak mengulangi perbuatan yang sama.

3.     Gemende theory

Teori ini bertujuan sebagai pembalasan untuk mendidik sehingga istilah penjara diganti
dengan tempat

Tujuan  Hukum Penintensier
Tujuan dari hukum penintensier adalah agar yang berhubungan dengan hukuman
seseorang dapat dilaksanakan dengan baik. Hukuman penintensier baru dapat
dilaksanakan apabila sudah ada putusan dari hakim.

Di dalam hukum pidana terkandung ada 3 konsep yang dapat dianggap sebagai
konsep-konsep dasar dalam hukum pidana, ketiga konsep itu meliputi :

1.     Tindak pidana/perbuatan pidana (criminal oppense)

2.     Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan (criminal responsibility)

3.     Pemidanaan (Punishment)

Ketiga konsep dasar ini adalah oleh “HERBERT” dianggap sebagai Resionde Hukum
Pidana, sebab ketiganya akan tergambar adanya 3 permasalahan pokok dalam hukum
pidana.

Konsep yang pertama (1) yaitu tindak pidana akan menggambarkan permasalahan
pokok mengenai apa ukuran yang menentukan suatu perbuatan sebagai tindak pidana.

Konsep yang kedua (2) yaitu menyangkut ukuran apa yang dapat digunakan untuk
menentukan pertanggungjawaban pidana seseorang yang dinyatakan sebagai pelaku
tindak pidana.

Konsep ketiga (3) yaitu menggambarkan permasalahan pokok menyangkut bentuk


sanksi yang bagaimanakah yang dapat ditimpakan kepada seseorang yang terbukti
telah melakukan suatu tindak pidana.

Selama ini boleh dikatakan bahwa perhatian ahli hukum pidana dan kriminologi lebih
banyak tertuju hanya kepada permasalahan yang tergambar pada konsep pertama (1)
dan yang kedua (2) saja. Sementara masalah pidana dan pemidanaan itu lebih
berkesan dan seolah-olah hanya dianggap sebagai anak tiri dalam hukum pidana.
Anggapan seperti ini tidak dapat dibenarkan karena pidana dan pemidanaan itu
memiliki fungsi dan kedudukan yang strategis dalam pemidanaan. Sebab tanpa adanya
pidana dan pemidanaan itu tidak akan mungkin dinamakan hukum pidana apabila tidak
ada unsur pidana didalamnya.

Pada pasal 10 KUHP mengatur tentang :

1.     Hukum pokok yaitu :

a.      Hukuman mati

b.      Hukuman penjara, terbagi atas 2 yaitu

1)     Sementara
Hukum yang diberikan kepada seseorang dan ditentukan tempatnya dan dalam jangka
waktu tertentu.

2)     Seumur hidup

Hukum yang diberikan kepada seseorang sampai dengan akhirnya nyawa seseorang
itu.

c.      Denda

d.      Kurungan

Tujuan dari hukuman :

a.      Absolut

Hukuman yang diberikan kepada seorang penjahat yang berfungsi sebagai


pembalasan.

b.      Preventie, terbagi atas 2 :

1)     Preventie umum

Hukuman yang diberikan kepada seseorang agar tidak dilakukan oleh orang lain (untuk
membuat efek jera).

2)     Preventie khusus

Suatu hukuman yang diberikan kepada seorang penjahat agar dia tidak mengulangi
perbuatan yang sama.

c.      Gemende theory

Suatu hukuman yang diberikan kepada seseorang penjahat sebagai suatu pembalasan
atas kejahatan, dan sebagai merupakan untuk mendidik.

Kapan seseorang itu dikatakan penjahat/melakukan kejahatan adalah apabila sudah


ada keputusan hakim dan sudah inarche (sudah mempunyai kekuatan hukum pasti).

Hak pistole adalah hak keistimewaan pada saat dia sudah dihukum.

2.     Hukum tambahan

a.      Tidak berhak/dicabutnya hak seseorang dalam hal dipilih dan milih.


b.      Dicabutnya hak dia dalam berprofesi

c.      Dicabut SIM dalam hal lalu lintas.

Faktor yang mempengaruhi anak-anak melakukan kejahatan adalah :

1.     Faktor keturunan

2.     Faktor lingkungan

PIDANA DAN PEMIDANAAN

A.     Pengertian

Istilah pidana dalam hukum pidana disebut dengan “straft/hukuman”. Istilah


hukuman/dapat juga disebut dengan istilah hukum berasal dari perkataan “wordt
sestraft”.

1.     Menurut Mulyatno

Perkataan straft disebut dengan ancaman. Dengan ancaman pidana maka dengan
demikian kata STRAFT RECHT dapat diartikan sebagai hukuman-hukuman dan kata
dihukum diartikan dengan diterapi hukum.

2.     Menurut Soedarto

Penghukuman yang berasal dari kata hukum dapat diartikan sebagai menerapkan
hukum/memutuskan tentang hukumnya.

Menetapkan hukuman disebut sebagai suatu peristiwa tidak hanya di bidang hukum
pidana saja tetapi juga dalam bidang hukum perdata. Oleh karena itu istilah
penghukuman dipersempit artinya yakni penghukuman dalam perkara pidana.

Berdasarkan pendapat Mulyatno dan Soedarto tersebut istilah hukuman mengandung


pengertian umum sebagai sanksi yang dengan sengaja ditimpakan kepada seseorang
yang telah melakukan pelanggaran hukum baik hukum pidana maupun perdata.
Sedangkan istilah pidana merupakan suatu pengertian yang khusus yang berkaitan
dengan hukuman pidana artinya dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-
ketentuan pidana maka para pelaku dapat diberikan sanksi.

Jadi untuk menyebutkan hukuman pidana lebih tepat dipergunakan istilah pidana
seperti :

a.     Pidana mati
b.     Pidana penjara

c.      Pidana denda

d.     Dan sebagainya

Meskipun pengertian hukuman dan pidana dibedakan, namun keduanya mempunyai


sifat yang sama yaitu sama-sama berlatar belakang tata niat masyarakat. Nilai-nilai
tersebut adalah :

a.     Mengenai baik dan tidak baik

b.     Bersusila dan tidak bersusila

c.      Diperbolehkan dan yang dilarang

d.     Dan sebagainya.

3.     Menurut Van Hammel

Mengartikan pidana menurut hukum positif sebagai suatu penderitaan yang bersifat
khusus. Penderitaan tersebut  dijadikan oleh kekuasaan yang berwenang untuk
menjatuhkan pidana oleh nama negara sebagai penanggung jawab ketertiban hukum
umum bagi seorang pelanggar.

Penderitaan itu dikenakan semata-mata dengan orang tersebut setelah melanggar.

4.     Menurut Simons

Mengartikan pidana sebagai suatu penderitaan yang oleh UU dikaitkan dengan telah
terjadinya pelanggaran tetapi suatu norma yang dengan putusan hakim telah dijatuhkan
bagi orang yang berbuat salah.

Jadi menurut V. Hammel dan Simons ini pengertian pidana pada hakekatnya adalah
suatu penderitaan yang penderitaan tersebut bukanlah suatu  tujuan melainkan hanya
semata-mata alat yang digunakan oleh negara untuk  mengingatkan  agar orang tidak
melakukan kejahatan.

5.     Menurut  Roeslan Shaleh

Pengertian pidana sebagai reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang
dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik tersebut.

Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, Prof. Muladi mengambil suatu kesimpulan


tentang unsur-unsur/ciri-ciri yang terkandung dalam pidana yaitu :
a.     Pidana itu merupakan suatu pengenaan penderitaan/nestapa atau akibat-akibat
lain yang tidak menyenangkan.

b.     Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang/badan yang mempunyai


kekuasaan.

c.      Pidana itu diberikan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana
menurut UU

Akhirnya semua sarjana tersebut di atas menyetujui pendapat bahwa hakikat pidana
antara lain pemberian nestapa atau pelimpahan.

Misal : Pidana itu adalah sebagai seruan untuk tertib yang memiliki dua tujuan utama
yakni : Untuk mempengaruhi tingkah laku dan menyelesaikan konflik. Penyelesaian
konflik tersebut terdiri dari perbaikan kerugian yang dialami/ pengembalian kepercayaan
antara sesama manusia.

6.     Pemidanaan menurut Soedarto

Sinonim dengan istilah penghukuman/menetapkan hukum atau memutuskan dengan


hukumnya. Pemidanaan dapat diartikan sebagai penjatuhan pidana oleh hakim yang
merupakan konkritisasi/realisasi dari ketentuan pidana dalam UU yang merupakan
sesuatu yang abstrak. Misal : Dalam UU tercantum barangsiapa mencuri dipidana
dengan pidana max 5 tahun penjara, maka rumusan ini masih merupakan hal yang
abstrak. Artinya : Apakah ada orang yang mencuri, apakah jika ada orang yang mencuri
benar-benar dipidana. Hal tersebut tentu belum dapat dipastikan, artinya orang  tidak
dapat memastikan berapa lamakah seorang pencuri akan dijatuhi pidana.

Oleh hakim karena sistem ancaman pidana akan bercorak dari ancaman maximal ke
minimal sekali. Hakim mempunyai kekuasaan dalam memilih dan menentukan berapa
lama pidana penjara yang dijatuhkan kepada seseorang terdakwa pidana tertentu
dalam kasus konkrit. Hakim memang harus mempertimbangkan tuntutan penuntut
umum namun sama sekali tidak terikat dengan tuntutan tersebut.

B.    Sejarah

Pada zaman dahulu kala bentuk pemidanaan yang dijatuhkan kepada suatu
masyarakat yang teratur kepada seorang penjahat adalah dalam bentuk :

1.     Menyingkirkan/melumpuhkannya sehingga penjahat itu tidak lagi mengganggu


masyarakat pada masa yang akan datang. Penyingkiran itu dapat dilakukan dengan
bermacam-macam cara.

Misalnya : Membuang/mengirim si penjahat ke seberang lautan. Pidana berupa


pembuangan ini mencapai puncaknya di Inggris pada abad pertengahan dan akhir.
Dimana banyak orang Inggris yang melakukan kejahatan diasingkan ke Australia. Di
Indonesia terutama pada zaman Hindia Belanda pidana ini banyak juga dilakukan pada
orang-orang politik.

2.     Kerja paksa

Misalnya : Kerja paksa mendayung kapal yang banyak dilakukan pada abad ke-17.
Cara-cara kerja paksa seperti itu lama kelamaan menjadi hilang di Eropa. Pidana kerja
paksa ini pernah juga dilakukan dalam bentuk paksaan untuk memutar roda yang
sangat banyak menguras tenaga para napi sehingga mereka tidak memiliki kesempatan
untuk memberontak. Di Hindia Belanda kerja paksa dalam bentuk pembuatan jalan
raya/membuat lubang-lubang dalam benteng pertahanan di zaman Jepang.

3.     Pidana mati

Di deretan panjang jenis-jenis sanksi pidana dalam sejarah pemidanaan sanksi yang
terberat adalah menghabisi nyawa si penjahat yang disebut dengan pidana mati.

Cara-cara pidana mati pada zaman dahulu adalah sebagai kegiatan dengan ditarik
kereta ke jurusan berlawanan. Ada pula yang dikubur hidup-hidup, digoreng dengan
minyak, ditenggelamkan ke laut, jantungnya dicopet atau dirajam sampai mati.

Pidana mati seperti yang tersebut di atas lama kelamaan dilakukan dengan
memberikan perhatian terhadap kemanusiaan sehingga akhirnya dikenal dengan
pidana mati dengan cara dipotong, penggantungan di tiang gantungan, ditembak mati,
disentrum dan sebagainya.

Di Indonesia menurut sistem KUHP pidana mati dilaksanakan dengan cara digantung.

Jenis Pidana Dalam KUHP

Jenis-jenis KUHP yang menentukan bahwa perbuatan pidana atau hukuman dapat
dipahami sebagai suatu penderitaan atau nestapa yang dengan sengaja ditimpakan
oleh negara kepada setiap orang yang terbukti telah melanggar aturan-aturan pidana
yang terdapat dalam UU. Penderitaan berupa pidana yang dapat ditimpakan itu
haruslah sesuatu yang secara eksplisit ditentukan dalam UU. Artinya orang tidak dapat
dikatakan sanksi berupa pidana diluar dari apa yang telah ditentukan di dalam UU. Oleh
karena itu dalam hal penjatuhan pidana hakim tidak terikat pada jenis-jenis sanksi
pidana yang telah ditetapkan oleh UU.

Ini sudah merupakan pendirian dari Mahkamah Agung RI yang secara tegas


menentukan dalam putusan MA RI tanggal 11 Maret 1970 No. 59K/KR/1969 dan
putusan MA RI tanggal 13 Agustus 1974 No. 61 K/KR/1973 yang menentukan bahwa :
Perbuatan menambah jenis-jenis pidana yang telah ditentukan dalam pasal 10 KUHP
dengan lain-lain jenis pidana adalah terlarang.
Hukum pidana Indonesia menentukan jenis-jenis pidana itu atas pidana pokok dan
pidana tambahan. Hal tersebut disebutkan secara tegas pada pasal 10 KUHP yang
berbunyi :

Pidana terdiri atas :

1.     Pidana pokok

a.      Pidana mati

b.      Pidana penjara

c.      Pidana kurungan

d.      Pidana denda

2.     Pidana tambahan

a.      Pencabutan hak-hak tertentu

b.      Perampasan barang-barang tertentu

c.      Pengumuman putusan hakim

Kemudian pada tahun 1946 dengan UU No. 20 tahun 1946 hukum pidana Indonesia
mengenal suatu jenis pidana pokok yang baru yaitu :

1.     Pidana tutupan

Pidana tutupan ini pada hakekatnya adalah pidana penjara, namun dalam hal mengadili
orang yang melakukan kejahatan yang diancam dengan pidana penjara karena
terdorong oleh maksud yang patut dihormati maka hakim boleh menjatuhkan pidana
tutupan.

Sehubungan dengan jenis-jenis sanksi pidana di atas, ada beberapa hal yang harus
diketahui dan patut dicatat sebagai suatu yang sangat penting dalam soal pemidanaan
yaitu :

1.     KUHP tidak mengenal suatu kumulasi (campuran) dari pidana pokok yang
diancamkan bagi suatu tindak pidana tertentu khususnya pidana penjara dan pidana
denda. Artinya hakim tidak dibenarkan untuk menjatuhkan dua jenis pidana pokok
secara bersama-sama terhadap seorang terdakwa.

a.      Menurut Memory van Tulijkting


Penjatuhan dari 2 jenis pidana pokok secara bersama-sama bagi seorang yang telah
melakukan tindak pidana tertentu tidak dapat dibenarkan dengan alasan : Bahwa
pidana berupa perampasan kemerdekaan dengan pidana berupa denda mempunyai
sifat dna tujuan yang sama.

Meskipun demikian di dalam UU Pidana Khusus (UU pidana di luar KUHP) telah terjadi
perkembangan baru yang memungkinkan untuk menerapkan kumulasi pidana.

Pertanyaan :

Apakah penjatuhan pidana kumulasi tersebut diperkenankan/tidak ?

b.      Menurut Prof. Simons

Penjatuhan dari 2 macam pidana pokok pada suatu saat yang sama bagi seorang
yang  telah terbukti melakukan suatu tindak pidana tertentu dapat dibenarkan
khususnya apabila tindak pidana tersebut telah dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan suatu keuntungan. Ex : UU anti korupsi.

Dengan dianutnya kumulasi-kumulasi pidana dalam waktu tersebut maka hakim


diperkenankan untuk menjatuhkan 2 jenis pidana sekaligus yaitu :

a.      Pidana penjara

b.      Pidana denda

Dalam arti kata dalam kasus tindak pidana korupsi hakim diberi oleh UU
kekuasaan/alternatif untuk menjatuhkan pidana penjara saja/pidana denda saja/kedua-
duanya.

2.     Pidana tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan selalu hanya
dapat dijatuhkan bersama-sama dengan penjatuhan pidana pokok. Artinya : Pidana
tambahan akan tergantung pada pidana pokok sehingga hakim tidak dapat
menjatuhkan pidana tambahan saja tanpa pidana pokok.

Di samping menurut sistem pemidanaan yang dianut hakim pidana kita penjatuhan
pidana tambahan itu sendiri sifatnya addat fakultatif maksudnya : Hakim tidaklah selalu
harus menjatuhkan suatu pidana tambahan pada waktu ia menjatuhkan pidana pokok
pada seorang terdakwa. Hal itu sepenuhnya diserahkan pada pertimbangan hakim,
sehingga ia bebas menentukan besarnya pidana tambahan.

Pidana Pokok

1.     Hukum Mati (Pidana Mati)


Buku ke I KUHP pada pasal 11 nya mengatur masalah pidana mati. Menurut ketentuan
pasal 11 KUHP pidana mati dijalankan oleh algojo pada tempat gantungan dengan
menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana dan kemudian
menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.

Akan tetapi pelaksanaan pidana mati di tiang gantungan dirubah dengan cara lain yaitu
dengan cara ditembak sampai mati sehingga ketentuan pasal 11 KUHP tidak berlaku
lagi. Perubahan itu dilakukan atas dasar penetapan Presiden No. 2 tahun 1964
tanggal 27 April 1964. Penetapan itu kemudian dengan UU No. 5 tahun 1969 ditetapkan
menjadi UU sehingga itu dikenal dengan UU No. 2 PNPS/tahun 1964.

Tentang pelaksanaan pidana mati dalam lingkungan pidana umum diatur pada pasal 2
– pasal 15 UU PNPS/64 yang pada prinsipnya menentukan hal-hal sebagai berikut :

a.     Dalam jangka waktu 3x 24 jam sebelum saat pidana mati itu dilaksanakan jaksa
tinggi/yang bersangkutan harus memberitahukan terpidana akan dilaksanakannya
pidana mati tersebut.

Apabila terpidana bermaksud mengemukakan sesuatu maka keterangan diterima oleh


jaksa tinggi/jaksa tersebut.

b.     Apabila terpidana seorang wanita yang sedang hamil maka pelaksanaan pidana
mati sampai anak yang dikandungnya lahir.

c.      Tempat pelaksanaan pidana mati ditentukan oleh menteri kehakiman yakni di


daerah hukum pengadilan tingkat I yang telah memutuskan pidana mati tingkat I.

d.     Kepala Polisi daerah bersangkutan bertanggung jawab mengenai pidana mati


tersebut setelah mendengar nasehat dari jaksa/jaksa tinggi yang telah melakukan
penuntutan pada pengadilan tingkat I.

e.     Pelaksanaan pidana mati itu dilakukan oleh satu regu penembak polisi di bawah
pimpinan dari seorang perwira polisi.

f.       Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan (perwira yang ditunjuk) harus
menghadiri pelaksanaan pidana mati tersebut, sedangkan pembela dari terpidana atas
permintaannya sendiri atau permintaan terpidana dapat menghadirinya.

g.     Pelaksanaan pidana mati tidak boleh dilakukan di muka umum.

h.     Penguburan jenazah diserahkan pada keluarga/pada sahabat-sahabat terpidana


dan harus dicegah pelaksanaan penguburan yang bersifat demonstratif kecuali demi
kepentingan umum maka jaksa tinggi/jaksa bersangkutan dapat menentukan lain.
i.       Setelah selesai dikerjakan maka jaksa tinggi/bersangkutan harus membuat berita
acara mengenai pelaksanaan pidana mati dimana isi dan berita acara tersebut harus
dicantumkan di dalam surat keputusan dari pengadilan yang bersangkutan.

2.     Pidana Penjara

Bentuk pidana penjara ini berbentuk batasan bergerak yang dilakukan dengan
menutup/menempatkan terpidana dalam sebuah lembaga pemasyarakatan dengan
mewajibkannya untuk mentaati semua peraturan dan tata tertib yang berlaku di dalam
lembaga pemasyarakatan tersebut.

Dalam soal pidana penjara ini diatur pada pasal 12 KUHP yang terdiri dari :

a.     Penjara seumur hidup

b.     Penjara sementara

Terdiri dari :

1)     15 hari sampai dengan 15 tahun

2)     Tidak boleh lebih dari 20 tahun

Yang boleh dijatuhi 20 tahun adalah :

1)     Adanya penggabungan pidana

2)     Terpidana dihukum mati

3)     Terpidana dihukum seumur hidup

Pidana penjara mulai dilakukan apabila dilakukan penahanan sementara sejak


penahanan dilakukan. Apabila penahanan tidak dilakukan maka :

1)     Pelaksanaan pidana penjara sejak pidana dilakukan

2)     Pelaksanaan pidana penjara sejak putusan ditetapkan.

Setelah putusan dilakukan dengan menempatkan terpidana di lembaga


pemasyarakatan maka terpidana di lembaga pemasyarakatan tersebut terikat dengan
ketentuan-ketentuan tentang lembaga pemasyarakatan.

3.     Pidana Kurungan

Pidana ini terdiri dari 2 bentuk yaitu


a.     Pidana kurungan principal

Aturannya yaitu 1 hari sampai 1 tahun dan dapat ditambah jadi 1 tahun 4 bulan apabila
terjadi penggabungan tindak pidana/pengulangan tindak pidana.

b.     Pidana kurungan subsider (pidana kurungan pengganti denda)

Ancaman hukumannya : 1 hari s/d 6 bulan.

Pidana ini ditujukan kepada seseorang yang dijatuhi pidana denda tapi tidak mampu
membayar denda yang seharusnya dibayar.

Persamaan dan perbedaan antara pidana penjara dengan pidana kurungan yaitu :

a.     Persamaan

1)     Sama-sama merupakan perampasan kemerdekaan

2)     Sama-sama mengenal batas minimum dan batas maximum serta batas maximum
khusus dan maximum umum.

b.     Perbedaan

1)     Pidana penjara dapat dilakukan di lembaga pemasyarakatan dimana saja.

Pidana kurungan tidak dapat dilakukan diluar daerah dimana ia bertempat


tinggal/berdiam waktu pidana itu dijatuhkan.

2)     Pekerjaan terpidana penjara lebih berat dari terpidana kurungan.

3)     Terpidana kurungan memiliki hak pistole yaitu hak untuk memperbaiki haknya di
dalam rumah tahanan penjara, sedangkan terpidana penjara tidak memiliki hak
tersebut.

4.     Pidana Denda

Pidana denda ditujukan kepada harta benda orang yang biasanya merupakan ancaman
dari tindak pidana ringan. Tindak pidana denda dapat dibekukan oleh orang lain. Pidana
denda menurut pasal 30 KUHP memiliki kriteria sebagai berikut :

a.     Memiliki sedikitnya nilai uang Rp. 3.75 atau 375 sen

b.     Dapat diganti dengan pidana kurungan lamanya paling sedikit 1 hari dan paling
lama 6 bulan

c.      Nilainya Rp. 3.75 atau 375 sen sama dengan satu hari.
d.     Jika pemberatan; peringanan kurungan pengganti paling lama 6 bulan.

Berdasarkan kriteria ini pasal 30 KUHP dapat diambil pemahamannya yaitu :

a.     Tidak mengenal batas maximum pidana denda

b.     Hanya ada batas minimum umum

c.      Batas minimum khusus hanya ditentukan dalam pasal-pasal KUHP yang memuat
urusan tindak pidana.

Pasal 31 KUHP menentukan :

a.     Terpidana denda dapat menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu


batas waktu pembayaran denda.

b.     Setiap waktu dia berhak dilepaskan dari kurungan pengganti jika ia membayar
dendanya.

c.      Pembayaran sebagian dari pidana denda baik sebelum maupun sesudah


menjalani pidana menyebabkan pidana sebagian kurungan yang seimbang dengan
denda yang dibayarkan.

Dengan demikian pasal 31 KUHP dapat dipahami terpidana denda bebas memilih akan
dibayar/tidak membayar juga dapat dicicil.

Pidana Tambahan

1.     Pencabutan Hak-Hak Tertentu

Merupakan pidana tambahan yang diatur dalam pasal 35 ayat (1) KUHP. Hak-hak yang
dapat dicabut itu antara lain :

a.     Hak untuk mendapat segala jabatan/jabatan yang tertentu dengan maksud dengan
jabatan itu yaitu :

1)     Tugas kepala negara/bagian-bagian dari negara

2)     Hak untuk angkatan bersenjata

3)     Hak ilmu aktif dan pasif anggota DPR

4)     Hak untuk menjadi penasehat, wali dan lain-lain

5)     Hak kuasa bapak dan sebagainya


6)     Hak untuk melakukan pekerjaan yang tertentu yaitu segala pekerjaan yang bukan
pegawai negeri.

Pencabutan beberapa hak tertentu ini diberikan apabila/kepada :

a.     Menyuruh melakukan dan mengeluarkan surat palsu kepada pembesar


negeri/pejabat pemerintah (dilihat pasal 317 KUHP)

b.     Perbuatan memfitnah sehingga orang lain melakukan tindak pidana (pasal 318
KUHP)

c.      Karena kekhilafan melakukan penahanan (pasal 334 KUHP)

d.     Menggugurkan kandungan baik dengan izin/tanpa izin wanita yang hamil tersebut
(pasal 347 dan 348 KUHP)

e.     Melakukan pembunuhan

f.       Melakukan pencurian baik yang biasa/memberatkan/pencurian dengan


kekerasan/ancamannya berakibat luka/mati (pasal 362, 363, 365 KUHP)

g.     Tindak pidana penggelapan

h.     Tindak pidana penggelapan karena jabatan

i.       Tindak pidana penggelapan karena keberadaannya berada pada suatu organisasi


(pasal 375 KUHP)

2.     Perampasan Barang-Barang Tertentu

Menurut pasal 39 KUHP ada 2 jenis barang yang dapat dirampas yaitu :

a.     Barang yang dirampas dari suatu kejahatan.

Misal : Uang palsu yang diperoleh karena kejahatan.

Barang-barang ini disebut dengan Corpora Deliari

b.     Barang yang digunakan untuk suatu kejahatan

Misal : Pisau/senpi yang digunakan untuk membunuh.

Barang-barang ini disebut dengan Intrumenta Deliari

Dengan demikian pasal 39 KUHP ini memiliki 3 petunjuk data yaitu :


a.     Yang dapat dirampas adalah barang yang diperoleh dari kejahatan dan barang
yang digunakan untuk kejahatan.

b.     Hanya untuk kejahatan saja tidak untuk pelanggaran

c.      Barang yang dirampas milik yang terpidana saja

Pidana kurungan pengganti ada 2 bentuk yaitu :

a.     Pidana kurungan pengganti denda

b.     Pidana kurungan pengganti barang-barang

Seorang terpidana dibebaskan dari terpidana kurungan apabila pidana kurungan


pengganti perampasan barang dimana pembayaran sejumlah uang yang ditetapkan
yang besarnya sama dengan nilai yang dirampas.

Pidana kurungan pengganti denda. Hanya dapat dibebaskan dengan membayar denda
yang ditetapkan dengan putusan hakim. Pidana kurungan ini dapat diperpanjang paling
lama 6 bulan. Sedangkan pidana kurungan pengganti barang tidak dapat diperpanjang
dari batas maximum 6 bulan.

3.     Pengumuman Putusan Pidana Oleh Hakim

Senantiasa diucapkan dimuka umum, akan tetapi bila dianggap perlu di samping
sebagai pidana tambahan putusan tersebut akan langsung disiarkan sejelas-jelasnya
dengan cara yang ditentukan oleh hakim, misalnya :

a.     Melalui televisi

b.     Melalui radio

c.      Melalui surat kabar dan lain-lain

Semuanya itu atas ongkos orang yang dihukum yang dapat dipandang sebagai suatu
pengecualian karena pada umumnya penyelenggaraan hukuman itu harus dipikul oleh
negara.

1.     Pidana Bersyarat

Pidana bersyarat terdapat pada pasal 14 KUHP. Pidana bersyarat adalah : Suatu
pemidanaan yang pelaksanaannya oleh hakim digantungkan pada syarat-syarat
tertentu yang telah ditetapkan dalam putusan hakim.

Ketentuan tentang pidana bersyarat itu terdapat pada pasal 14 c – 14 f  KUHP.


Pasal 14 c KUHP menyatakan : Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama
atau pidana kurungan maka dalam putusannya hakim dapat memerintahkan bahwa
pidana tidak usah dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang
memang lain disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum
masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis atau karena
terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang ditentukan
dalam perintah itu.

Pidana bersyarat juga dapat diberikan karena pidana denda apabila hakim yakin bahwa
pembayaran denda betul-betul dirasakan berat oleh terpidana.

Berdasarkan pasal 14 c ayat (1) di atas pidana bersyarat dapat diadakan apabila :
Hakim menjatuhkan pidana paling lama 1 tahun/pidana kurungan.

Jadi yang menentukan bukanlah pidana penjara yang diancamkan melainkan pidana
penjara yang dijatuhkan pada terdakwa. Terpidana yang diberikan pidana bersyarat
haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu :

a.     Syarat umum

Sebagaimana yang diatur dalam pasal 14 c KUHP yaitu terpidana tidak akan
melakukan tindak pidana.

b.     Syarat khusus

Bahwa terpidana dalam waktu yang lebih pendek daripada masa percobaannya harus
mengganti segala/sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan pidananya.

Disamping itu juga dapat ditentukan syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku
terpidana yang harus dipenuhi dimana masa percobaan/selama sebagian masa
percobaan.

Bilamana syarat umum dan khusus tidak dipenuhi maka berdasarkan pasal 14 f ayat (1)
KUHP hakim atas usul pejabat yang berwenang menyuruh menjalankan putusan dapat
diperintahkan supaya putusan pidana dapat dijalankan/ memerintahkan supaya atas
namanya diberikan peringatan kepada terpidana.

Masa percobaan dimulai sejak putusan tersebut mulai ditetapkan dan telah
diberitahukan kepada terpidana menurut tata cara yang ditentukan oleh UU.

Berdasarkan pasal 14 b (2) KUHP yang di atas :

Berdasarkan pasal 14 b (3) KUHP : Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana
berada pada tahanan sementara.

2.     Ukuran-Ukuran Dalam Penjatuhan Pidana


Faktor-faktor yang dapat dijelaskan pedoman di dalam penjatuhan pidana bersyarat
yaitu :

a.     Sebelum melakukan tindak pidana tersebut dia :

1)     Belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya

2)     Terdakwa masih sangat muda

3)     Tindak pidana yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar

4)     Terdakwa tidak menduga bahwa tindak pidana yang dilakukannya akan


menimbulkan kerugian besar

5)     Terdakwa melakukan tindak pidana disebabkan atas hasutan orang lain yang
dilakukan dengan intensitas yang besar

6)     Terdapat alasan-alasan yang cukup kuat yang cenderung untuk dapat dijadikan
dasar memaafkan perbuatannya

7)     Korban tindak pidana mendorong terjadinya tindak pidana tersebut

8)     Terdakwa telah membayar ganti rugi/akan membayar ganti rugi kepada si korban
atas kerugian-kerugian/penderitaan-penderitaan akibat perbuatannya

9)     Tindak pidana tersebut merupakan akibat dari keadaan-keadaan yang tidak


mungkin terulang lagi

10)  Kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan


tindak pidana lain

11)  Pidana perampasan kemerdekaan akan menimbulkan penderitaan yang berat baik


bagi terdakwa atau keluarga.

12)  Terdakwa diperkirakan dapat menanggapi dengan baik pembinaan yang bersifat


non konstitusional

13)  Tindak pidana terjadi pada pihak keluarga

14)  Tindak pidana terjadi karena kealfaan

15)  Terdakwa sudah sangat tua

16)  Terdakwa adalah pelajar/mahasiswa


17)  Khusus terdakwa di bawah umur hakim kurang yakin dengan kemampuan orang
tua untuk mendidik

Tindakan

Pemidanaan pada dasarnya merupakan suatu kesengajaan untuk memberikan


semacam penderitaan kepada suatu tindak pidana. Sedangkan suatu penegakan
muncul kesengajaan untuk menjatuhkan semacam penderitaan tidak ada sama sekali.

1.     Menurut Alf Ross

Pemidanaan bertolak pada 2 (dua) syarat yaitu :

a.     Pidana ditujukan kepada pembinaan, penderitaan terhadap orang yang


bersangkutan

b.     Pidana itu suatu pernyataan pencelaan terhadap perbuatan sesuatu.

Perbedaan antara pidana dan tindakan mudah didapatkan pada ada/tidaknya terdapat
unsur penderitaan, akan tetapi harus didasarkan pada ada/ tidaknya unsur pencelaan.

2.     Menurut L. Packer

Perbedaan antara pidana dan tindakan harus dilihat dari tujuannya yaitu tujuan utama
ialah untuk memberikan keuntungan/untuk memperbaiki perilaku kejahatan.

Dasar tindakan dari pemidanaan adalah bahwa orang yang bersangkutan akan/makin
menjadi lebih baik, sedangkan tujuan/dasar dari pemidanaan adalah untuk mencegah
terjadinya kejahatan.

Sedangkan tujuan dasar dari pemidanaan adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan
dan untuk mengenakan penderitaan pada si pelanggar.

3.     Menurut Satochio Kartanegara

Menerangkan bahwa di dalam hukum pidana juga ada sanksi yang juga bukan bersifat
siksaan yaitu apa yang disebut dengan tindakan (Matrecel)

4.     Menurut Soedarto

Dalam sanksi pidana adanya penekanan, penderitaan yang sengaja dibebankan


kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang
juga meliputi apa yang disebut dengan tindakan tata tertib.
Sanksi pidana adalah pembalasan terhadap kesalahan si pembuat. Tindakan adalah
untuk perlindungan masyarakat dan untuk pembinaan/perawatan si pembuat/si pelaku
terhadap si pelaku kejahatan.

5.     Menurut Andi Hamzah

Sanksi pidana bertitik berat pada pengenaan sanksi pada suatu pelaku kejahatan/ si
pembuat.

Sedangkan sanksi tindakan bertujuan untuk melindungi masyarakat.

6.     Menurut Uterecht

Melihat sanksi pidana dari tujuannya, maka sanksi pidana bertujuan untuk memberi
penderitaan istimewa kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya.

Sedangkan sanksi tindakan tujuannya adalah lebih bersifat mendidik.

Sanksi tindakan yang bila ditinjau dari teori-teori pemidanaan merupakan sanksi yang
tidak membalas melainkan semata-mata ditujukan pada prefensi khusus. Sanksi
tindakan itu meliputi masyarakat terhadap pola-pola yang berbahaya yang mungkin
akan melakukan delik-delik yang akan merugikan masyarakat.

7.     Menurut J.E. Jonker

Sanksi pidana dititikberatkan pada pidana yang ditetapkan untuk kejahatan yang
dilakukan. Sanksi tindakan mempunyai tujuan yang bersifat sosial.

Dari beberapa konsep tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa antara sanksi pidana
dan tindakan penekanannya terletak pada apa dan bagaimana tujuan ditetapkannya
sanksi dalam hukum pidana itu untuk calon terpidana.

Sanski pidana berorientasi pada pertanyaan : Mengapa diadakan sanksi pemidanaan ?


Atau dengan kata lain sanksi pidana bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan yang
dikualifikasikan sebagai tindak pidana.

Sanksi tindakan lebih berorientasi pada pertanyaan : Untuk apa diadakan


pemidanaan ? Atau dengan kata lain sanksi tindakan lebih bersifat antipatif terhadap
pelaku kejahatan.

Bentuk Tindakan Dalam Hukum Pidana

Bentuk-bentuk tersebut yaitu :


1.     Penempatan seseorang di bawah pengawasan pemerintah

2.     Penyerahan seorang anak kepada sebuah lembaga untuk dididik sesuai dengan
keinginan pemerintah sampai anak itu menjadi dewasa

3.     Pengembalian seorang anak kepada orang tua atau walinya.

Menurut ketentuan pasal 45 KUHP ada 3 kemungkinan yang dapat dilakukan hakim
dalam memberikan sanksi terhadap seorang anak di bawah umur yang terbukti
melakukan tindak pidana yaitu :

1.     Memerintahkan supaya yang bersangkutan dikembalikan kepada orang


tuanya/walinya/pemeliharanya tanpa dipidana apapun.

2.     Memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa


dipidana apapun

3.     Menjatuhkan pidana

Khusus tentang sanksi yang dikenakan kepada anak yang melakukan kejahatan di
dalam UU No. 3 tahun 1997 tentang peradilan anak terhadap anak yang berumur 8
tahun – 12 tahun hanya diberikan tindakan.

Pasal 24 (1) menyatakan : Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah :

a.     Mengembalikan kepada orang tua/wali/orang tua asuh

b.     Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan


kerja

c.      Menyerahkan kepada Departemen Sosial (organisasi sosial kemasyarakatan)


yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.

Sedangkan pada anak yagn telah mencapai umur 12 tahun – 18 tahun dijatuhkan
pidana. Pidana yang dijatuhkan berupa pidana pokok dan pidana tambahan.

a.     Pidana pokok yang dapat dikenakan adalah

1)     Pidana penjara

2)     Pidana kurungan

3)     Pidana denda
4)     Pidana pengawasan

b.     Pidana tambahannya adalah

1)     Pidana perampasan barang-barang tertentu

Pidana pembaya

Anda mungkin juga menyukai