Anda di halaman 1dari 5

SUBYEK HUKUM PIDANA

Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. budak bukan subyek hukum
karena hanya mempunyai kewajiban tanpa hak.
Yang dianggap subyek hukum dalam hukum pidana adalah manusia (naturlijhe
person), hewan dan bdan hukum (rechtsperson) bukan subyek dalam hukum pidana
(baca pasal 59 KUHP). Ajaran ini dianut oleh simons, vos, pompe dan hazewinkel
suringa, kecuali van hattum yang menyebutkan bahwa manusia dan badan hukum
(korporasi) dapat menjadi subyek hukum pidana. Dalam hukum pidana manusia dan
badan hukum dapat menajdi subyek hukum.
Manusia sebagai subyek hukum pidana, hal ini dapat dibuktikan dengan hal-hal
sebagai berikut:
1. Kata barang siapa dalam pasal-pasal di KUHP menunjukan manusia.
2. Jenis-jenis hukuman dalam pasal 10 KUHP diperuntukan untuk manusia.
3. Hukuman tersebut hanya untuk manusia (straf recht person) dan tidak dapat
diahlikan kepada yang lain karena yang dapat melakukan kesalahan hanyalah
manusia.

SANKSI DALAM HUKUM PIDANA


Sanksi dapat disebut juga dengan hukuman atau pidana dari ke 3 istilah tersebut yang
lebih baik untuk dipakai adalah “pidana” karena jika dipergunakan “pidana” berarti
hukuman yang diberikan adalah sebagai akibat melakukan tindak pidana.
Sanksi/hukuman/pidana dapat diartikan sebagai suatu penderitaan berupa nestapa atau
perasaan tidak enak yang dijatuhkan oleh negara kepada seseorang sebagai akibat
melanggar aturan hukum pidana.
Yang berhak memberikan sanksi/hukuman/pidana adalah negara karena negara
mempunyai kekuasaan fisik yang tidak dipunyai oleh organisasi lain. Yang dijadikan
dasar oleh negara untuk memberikan sanksi mengacu kepada 3 macam teori
penghukuman sebagai berikut:
1. Teori pembalasan (absolut/vergeldings teorien) menurut hari ini dasar
penjatuhan pidana dilihat dari perbuatan atau kesalahan si penjahat.
Kelemahan teori pembalasan:
 Berorientasi kebelakang.
 Hanya mementingkan si korban
Penganut teori pembalasan: immanuel karl, herbort, stahl, hegel dan jj.
Rovieaw.
2. Teori relatif atau tujuan (doel teorien)
Menurut teori ini dasar penjatuhan pidana harus dilihat dari tujuannya atau apa
yang akan dicapai dari pidana yang dijatuhkan.
Tujuannya:
 Untuk memperbaiki si penjahat
 Untuk menegak terjadinya kejahatan (pencegahan).
Kelemahan teori tujuan:
 Terlalu berorientasi ke depan tanpa melihat kebelakang.
 Terlalu memeperhatikan si penjahat sehingga larang memperhatikan si
korban.
Penganut teori tujuan: van hamtl, grolman.
3. Teori gabungan (vereniging teorien)
Menurut teori ini dasar penjatuhan pidana dilihat dari unsur pembalasan dan
juga untuk memperbaiki penjahatnya.
Penganut teori gabungan: zevenbergen, pompe dan hugo de groot.
Dasar dari penjatuhan pidana ini mempengaruhi pula adanya aliran dalam hukum
pidana yaitu:
1. Aliran klasik, falsafahnya “let the funishment fit the crime” artinya sesuaikan
hukuman dengan kejahatannya (falsafah pembalasan), aliran ini didasari oleh
teori pembalasan atau ven geldings teoriens.
2. Aliran modern, falsafahnya “let the funishment fit the criminal” artinya
sesuaikan hukuman dengan sipelakunya (adanya unsur pembinaan). Aliran ini
didasari oleh teori relatif atau teori tujuan (Doel Teorien).
3. Aliran neoklasik, falsafahnya “selain ada unsur pembinaan juga harus ada
unsur pembalasan”. Aliran ini didasari oleh teori gabungan atau vereniging
teorien.
Pada saat sekarang muncul aliran yang baru yang disebut aliran “abolisionism” yaitu
suatu aliran dalam hukum pidana yang menginginkan dihapuskannya hukuman dalam
KUHP. Maksudnya bukan untuk menghapuskan sama sekali tetapi diupayakan untuk
menciptakan jenis hukuman yang baru yang lebih manusiawi.
Jenis sanksi/hukuman/pidana
Jenis sanksi/hukuman/pidana diatur dalam pasal 10 KUHP yang meliputi:
a. Pidana pokok
 Pidana mati
 Pidana penjara
 Pidana kurungan
 Pidana denda
 Pidana tutupan
b. Pidana tambahan
 Peraturan hak-hak tertentu
 Perampasan barang-barang tertentu
 Pengumuman putusan hakim
Jenis pidana pokok menurut pasal 10 KUHP menentukan berat ringannya hukuman
artinya jenis pidana pokok yang disebutkan terlebih dahulu lebih berat dari jenis
pidana pokok yang selanjutnya. Hal ini dapat diketahui dari perumusan pasal 69
KUHP ayat 1 yang menyebutkan bahwa perbandingan beratnya pidana pokok yang
tidak sejenis ditentukan menurut urut-urutan dalam pasal 10 KUHP.
Mengenai urut-urutan dalam pidana pokok menimbulkan permasalahan apabila kita
lihat KUHP terjemahan resmi BPHN dan KUHP susunan DR. Andi Hamzah. SH
dimana dalam pidana tutupan diletakkan dalam urutan terakhir dari susunan pidana
pokok padahal pidana tutupan tersebut merupakan pengganti pidana penjara, jadi
kasusnya kalau pidana tutupan dimasukkan dalam KUHP urut-urutannya harus sejajar
dengan pidana penjara bukan dibawah pidana kurungan dan pidana denda.
Perbedaan pidana pokok dan pidana tambahan
1. Pidana pokok bersifat keharusan sedangkan pidana tambahan tidak.
2. Pidana pokok dapat berdiri sendiri sedangkan pidana tambahan dapat
dijatuhkan apabila telah dijatuhi pidana pokok.
Pidana mati artinya mencabut nyawa seseorang dan pelaksanaannya menurut pasal II
KUHP dilakukan ditiang gantungan yang dilakukan oleh seorang algojo. Sesudah
tahun 1964 pelaksanaan pidana mati dirubah dengan ditembak sampai mati. Dalam
rancangan KUHP baru pidana mati diatur secara tersendiri dan pelaksanaannya
dilakukan dengan cara ditembak.
Pidana penjara merupakan jenis pidana yang efektif ebab si terpidana selain dipidana
penjara harus pula dibina sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Terpidana penjara
dapat dipindahkan dan melakukan pekerjaan yang jauh lebih berat bila dibandingkan
dengan pidana kurungan.
Pidana kurungan merupakan jenis pidana pokok perampasan kemerdekaan yang
lamanya berkisar dari satu hari seperti satu tahun dna dapat dinaikkan menjadi 1 tahun
4 bulan bila ada pemberatan. Terpidana yang dijatuhi pidana kurungan tidak dapat
dipindahkan dan mempunyai hak “pistole” yaitu hak memperbaiki diri sendiri dengan
biaya sendiri.
Pidana denda merupakan jenis pidana perampasan harta kekayaan dalam pidana
benda, jika sekarang tidak mampu membayar denda yang ditentukan maka dapat
dikenakan pidana kurungan pengganti denda selama 6 bulan yang dapat dinaikkan
menjadi 8 bulan.
Pidana tutupan merupakan berdarakan UU no 90 tahun 1946 diciptakan satu jenis
pidana pokok yaitu pidana tutupan sebagai pengganti pidana penjara bagi orang-orang
yang melakukan delik politik karena terdorong oleh niat baik.
Pidana tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
Hak-hak yang dicabut diatur dalam KUHP yaitu dalam pasal 35 KUHP.
Pencabutan hak hanya dapat dijatuhkan oleh hakim apabila diancamkan dalam
tindak pidana yang bersangkutan dan itupun bukan merupakan kewajiban
untuk menjatuhkannya tergantung dari pertimbangan hakim.
2. Perampasan barang-barang tertentu.
Barang yang dapat dirampas adalah barang yang digunakan untuk melakukan
kejahatan ataupun barang hasil kejahatan. Apabila barang yang akan dirampas
tidak diserahkan dapat diganti pidana kurungan pengganti perampasan barang.
3. Pengumuman putusan hakim
Dimuat dalam masmedia yang tujuannya agar masyarakat berhati-hati
terhadap terpidana yang bersangkutan. Sebenarnya pengumuman putusan
hakim telah dilakukan pada waktu membacakan vonis sebab pada umumnya
sedang sidang terbuka untuk umum.
Tindakan/matregel
Tindakan/matregel merupakan sanksi atau pidana disamping pokok dan pidana
tambahan yang dikarenakan kepada anak dibawah umur/belum dewasa.
Matregel/tindakan ini tujuannya untuk mendidik dimana unsur penderitaannya
dihilangkan.
Tindakan/matregel ini meliputi:
1. Dikembalikan kepada orang tua tanpa dihukum
2. Dijadikan anak negara tanpa dihukum.
3. Dihukum tetapi dikurangi 1/3
Tindakan/matregel ini dalam KUHP diatur dalam pasal 45,46 dan 47 KUHP tetapi
setelah keluar UU no: 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak, pasal 45,46 dan 47
KUHP dinyatakan tidak berlaku lagi/dicabut.

Anda mungkin juga menyukai