Anda di halaman 1dari 3

Soal hukpid uts

1. Apa yang dimaksud dengan hukum pidana? Jelaskan


2. Apa yang dimaksud asas legalitas hukum pidana? Jelaskan
3. Apa yang dimaksud dengan alasan pembenar dalam hukum pidana? Berikan contoh
4. Sebutkan teori alasan dan maksud pemidanaan? Jelaskan
5. Sebutkan pidana pokok dalam pasal 65 KUHP UU NO 1 Tahun 2003

Jawab :

1. Hukum pidana adalah cabang hukum yang mengatur tentang tindakan kriminal atau tindakan
yang dianggap melanggar hukum dan dapat menimbulkan kerugian atau bahaya pada
masyarakat. Hukum pidana juga dikenal sebagai hukum kriminal atau hukum pelanggaran.
Tujuan dari hukum pidana adalah untuk melindungi masyarakat dari perilaku yang merugikan
dan menghukum pelaku yang melakukan tindakan melanggar hukum.

Hukum pidana mencakup berbagai macam tindakan yang dianggap sebagai pelanggaran
hukum, seperti pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, penipuan, dan lain-lain.
Pelanggaran-pelanggaran ini diklasifikasikan sebagai kejahatan atau pelanggaran ringan
tergantung pada tingkat keparahannya dan hukuman yang dijatuhkan atas pelaku.

Sanksi hukuman dalam hukum pidana dapat berupa pidana mati, penjara, denda, atau
hukuman lainnya yang ditentukan oleh undang-undang. Proses hukum pidana dimulai
dengan penyelidikan oleh aparat penegak hukum, kemudian diikuti oleh penuntutan oleh
jaksa, dan kemudian pengadilan akan memutuskan apakah pelaku bersalah atau tidak
bersalah dan memberikan hukuman yang pantas sesuai dengan undang-undang.

2. Asas legalitas dalam hukum pidana adalah prinsip yang menyatakan bahwa seseorang tidak
dapat dihukum kecuali telah melakukan perbuatan yang secara tegas diatur sebagai tindak
pidana oleh undang-undang yang berlaku pada saat perbuatan tersebut dilakukan. Asas ini
juga dikenal sebagai “nullum crimen, nulla poena sine lege” yang berarti tidak ada kejahatan
dan hukuman tanpa undang-undang.

Dalam konteks hukum pidana, asas legalitas memberikan perlindungan terhadap warga
negara dari penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa atau aparat penegak hukum. Asas ini
juga menjamin kepastian hukum dan keadilan, karena seseorang hanya dapat dihukum jika
telah melakukan perbuatan yang jelas-jelas melanggar hukum yang berlaku pada saat
perbuatan tersebut dilakukan.

Asas legalitas juga membatasi kemampuan pemerintah untuk membuat undang-undang


pidana yang retroaktif atau memperluas penafsiran hukum secara eks post facto (setelah
peristiwa terjadi). Dengan demikian, pemerintah tidak dapat secara sewenang-wenang
memperluas cakupan tindak pidana dan menghukum seseorang atas perbuatan yang
sebelumnya tidak dianggap sebagai kejahatan.

Dalam praktiknya, asas legalitas memiliki implikasi yang sangat penting dalam proses
peradilan pidana, dan para hakim harus memastikan bahwa tindak pidana yang didakwakan
memiliki dasar hukum yang kuat sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku pada
saat perbuatan tersebut dilakukan.
3. Alasan pembenar dalam hukum pidana adalah alasan yang dapat digunakan untuk
membenarkan tindakan yang seharusnya dianggap sebagai tindakan pidana. Alasan
pembenar ini diperbolehkan dalam situasi-situasi tertentu karena adanya suatu kepentingan
yang lebih besar yang dilindungi oleh hukum.

Contohnya, dalam hukum pidana, tindakan membunuh orang lain umumnya dianggap
sebagai tindakan pidana. Namun, jika seseorang membunuh orang lain dalam keadaan
membela diri, tindakan tersebut dapat dibenarkan. Ini berarti bahwa orang tersebut tidak
akan dituntut secara pidana karena tindakannya dilakukan dalam upaya untuk melindungi
dirinya sendiri.

Contoh lain dari alasan pembenar adalah tindakan seorang petugas kepolisian yang
menembak dan membunuh seseorang yang sedang melakukan perampokan bersenjata.
Meskipun tindakan membunuh itu pada dasarnya dianggap sebagai tindakan pidana, dalam
kasus ini tindakan tersebut dapat dibenarkan karena petugas tersebut bertindak untuk
melindungi masyarakat dari tindakan kriminal yang sedang berlangsung.

4. Teori alasan dan maksud pemidanaan adalah kerangka pemikiran yang digunakan oleh
sistem peradilan pidana untuk menentukan alasan dan tujuan di balik penerapan hukuman
pidana terhadap pelanggar hukum.

Terdapat beberapa teori alasan dan maksud pemidanaan yang berbeda, di antaranya:
a) Teori pemidanaan sebagai balas dendam (retribusi): Menurut teori ini, hukuman
pidana diberikan sebagai balas dendam atas tindakan kriminal yang telah dilakukan.
Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa pelaku kejahatan menerima
hukuman yang setimpal dengan kejahatannya.
b) Teori pemidanaan sebagai pencegahan (prevention): Teori ini menyatakan bahwa
tujuan dari hukuman pidana adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan di masa
depan. Terdapat dua jenis pencegahan, yaitu pencegahan umum (general
prevention) yang ditujukan untuk mencegah kejahatan secara umum dalam
masyarakat dan pencegahan khusus (special prevention) yang ditujukan untuk
mencegah pelaku kriminal tertentu untuk melakukan kejahatan lagi.
c) Teori pemidanaan sebagai rehabilitasi: Menurut teori ini, tujuan dari hukuman
pidana adalah untuk memperbaiki perilaku pelaku kejahatan agar kembali ke
masyarakat sebagai warga yang berguna. Pemidanaan diarahkan untuk memberikan
kesempatan kepada pelaku kejahatan untuk memperbaiki diri dan memperoleh
keterampilan serta pendidikan agar dapat menjadi warga yang berguna.
d) Teori pemidanaan sebagai restoratif: Teori ini menganggap hukuman pidana sebagai
suatu proses pemulihan hubungan antara pelaku kejahatan dan korban serta
masyarakat yang terdampak oleh kejahatan tersebut. Tujuannya adalah untuk
memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan pidana serta
memberikan korban kesempatan untuk menyampaikan rasa keadilan mereka.
e) Setiap teori memiliki pendekatan yang berbeda terhadap pemidanaan. Namun,
dalam praktiknya, sistem peradilan pidana sering menggunakan pendekatan yang
menggabungkan beberapa teori tersebut untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

5. Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 65 KUHP adalah mengenai


pengakumulasian/penggabungan tindak pidana yang dikenal dengan nama concursus realis.
Gabungan tindak pidana ini diartikan sebagai beberapa tindak pidana yang dilakukan dalam
waktu yang berbeda dan dilakukan oleh hanya satu orang. Concursus bisa dianggap sebagai
kebalikan dari penyertaan tindak pidana, yaitu keadaan ketika satu tindak pidana dilakukan
oleh beberapa orang.

Selengkapnya, Pasal 65 KUHP berbunyi sebagai berikut:


(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan
yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan
pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam
terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat
ditambah sepertiga.

Singkatnya, Pasal 65 KUHP mengatur mengenai gabungan beberapa tindak pidana dalam
beberapa perbuatan yang berdiri sendiri. Pasal ini tidak mengindikasikan apakah
perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang sejenis atau perbuatan yang berbeda,
hanya menyatakan bahwa perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan diancam dengan
pidana pokok yang sejenis.

Anda mungkin juga menyukai