Anda di halaman 1dari 20

Diskursus

Kriminalisasi di
Indonesia
Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH. MH
Criminalization dan Decriminalization

Criminalization adalah proses penetapan suatu


perbuatan yang tadinya dipandang legal menjadi suatu
tindak pidana

Decriminalization adalah proses penetapan suatu


perbuatan yang tadinya sebagai tindak pidana menjadi
suatu perbuatan yang legal.
Trend of Criminalization
Criminalization berpangkal tolak dari berbagai persoalan:
1. Perobahan yang terjadi dalam organisasi sosial dan ekonomi.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknogi
3. Harmonisasi perundang-undangan dengan negara-negara satu
kawasan atau seluruh dunia.
4. Perlindungan lingkungan global sebagai wujud perencanaan
kelangsungan di bumi.
5. Penyempitan dan Perluasan Pemidanaan
Over Criminalization
Over Criminalization adalah keadaan dimana perbuatan-perbuatan tertentu yang telah dipandang
sebagai “perbuatan biasa” oleh masyarakat, tetapi masih dinyatakan sebagai tindak pidana

Over Criminalization boleh jadi timbul karena perubahan cara padang masyarakat tentang suatu
perbuatan, misalnya dari “kejahatan” menjadi “perilaku menyimpang” (deviation behaviour)
sehingga dipandang perlu pendekatan-pendekatan baru untuk menanggulanginya selain dengan
hukum pidana atau perlu “treatment” baru selain bentuk-bentuk pemidanaan yang ada

Over Criminalization dapat pula terjadi karena perobahan masyarakat tentang sifat tercelanya
suatu perbuatan, sehingga jika menurut pandangan lama merupakan sesuatu yang “kriminal”
sedangkan menurut pendekatan baru justru bersifat “legal”, sehingga perlu dikeluarkan dari ruang
lingkup hukum pidana
Over Criminalization...
Over Criminalization dapat juga sebagai lanjutan dari perubahan kebijakan negara,
sehubungan dengan perubahan bentuk negara (federatif kepada negara kesatuan atau
sebaliknya), perubahan pola hubungan pusat-daerah (sentralistis kepada otonomi daerah)
perubahan sistem pemerintahan (otoriter kepada demokratis), atau perubahan kebijakan
perekonomian negara (ekonomi tertutup menuju ekonomi pasar).

Over Criminalization dapat juga timbul karena perubahan atau kecenderungan global atau
perkembangan dalam masyarakat internasional, baik dibidang politik, ekonomi, sosial
budaya dan pertahanan/keamanan
Konfigurasi Kebijakan Hukum Pidana
Dan Pemidanaan di Indonesia
Hukum pidana Indonesia sejak kemerdekaan ditandai dengan tiga tahapan
perkembangan hukum pidana dan pemidanaan, yaitu:
1)mempertahankan hukum pidana yang berlaku pada masa kolonial dengan beberapa
penyesuaian sebagai hukum yang diberlakukan di negara Indonesia yang sudah
merdeka;
2)menempatkan KUHP sebagai hukum pidana nasional dan mencegah terjadinya
pengembangan hukum pidana di luar KUHP, kecuali hukum pidana di bidang hukum
administrasi; dan
3)mengembangkan hukum pidana di luar KUHP dan membentuk sistem norma hukum
pidana dan pemidanaan sendiri dan menyimpangi atau melepaskan diri dari asas-asas
umum hukum nasional sebagaimana yang dimuat dalam Buku I KUHP.
Lanjutan..
• Perkembangan ketiga ini yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana dan
pemidanaan hingga sekarang. Pengaturan norma hukum pidana dan pemidanaan
dalam undang-undang di luar KUHP sampai sekarang telah membentuk sistem
hukum pidana dan sistem pemidanaan sendiri.
• Perkembangan tersebut akhirnya terjadi sistem ganda dalam hukum pidana dan
pemidnaan, yaitu sistem hukum pidana dan pemidanaan dalam KUHP dan sistem
hukum pidana pemidanaan dalam undang-undang yang tersebar di luar KUHP.
• Adanya sistem ganda tersebut menyebabkan terjadinya duplikasi norma hukum
pidana yang terpilah-pilah dan tidak terintegrasi dalam suatu sistem norma hukum
pidana. Keadaan norma hukum pidana yang demikian ini berimbas kepada sistem
perumusan ancaman sanksi pidananya yang tidak dibentuk berdasarkan standar
norma pemidanaan dalam suatu sistem pemidanaan atau perumusan ancaman
sanksi pidana.
Lanjutan..
• Sistem perumusan ancaman sanksi pidana menjadi tidak konsisten dan bahkan
mengembangkan ancaman pidana minimum khusus dari perhitungan hari, bulan,
dan tahun yang apabila dihubungankan dengan norma hukum pidana (delik) tidak
memiliki standar pengancaman sanksi pidana yang jelas atau sistematik.
• Pengembangan norma hukum pidana dan sanksi pidana yang menyimpangi dari
ketentuan umum hukum pidana dalam KUHP tersebut berlajut sampai sekarang.
• Hal ini dibuktikan dengan adanya draf rancangan undang-undang dan rancangan
undang-undang yang memuat ketentuan pidana memasukkan rumusan norma
hukum pidana dan rumusan ancaman sanksi pidana yang tidak mengikuti pola
perumusan norma hukum pidana dan pengancaman sanksi pidana yang standar
sebagaimana dimuat Buku I KUHP yaitu ketentuan umum hukum pidana.
Filosofi Sanksi Pidana?
• Sejatinya, sanksi pidana dipandang sebagai solusi yang efektif
dalam menanggulangi masalah kejahatan.
• Sementara itu, Sanksi pidana merupakan wujud tanggung jawab
negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban serta upaya
perlindungan hukum bagi warganya.
• Harapannya bahwa, hukum pidana selalu diposisikan sebagai
upaya/cara terakhir (ultimum remedium) namun kenyataan saat
ini justru Hukum pidana menjadi upaya/cara pertama (primum
remedium).
Lanjutan..
• Sanksi Pidana merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa
yang diancamkan atau dikenakan terhadap perbuatan atau pelaku
perbuatan pidana atau tindak pidana yang dapat menggangu atau
membahayakan kepentingan hukum.
• Sanksi pidana pada dasarnya merupakan suatu penjamin untuk
merehabilitasi perilaku dari pelaku kejahatan tersebut, namun
tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan sebagai suatu
ancaman dari kebebasan manusia itu sendiri.
Pidana?
• Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan kepada orang yang
melakukan perbuatan yang memenuhi unsur syarat-syarat tertentu, sedangkan
Roeslan Saleh menegaskan bahwa: “pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud
suatu nestapa yang dengan sengaja dilimpahkan Negara kepada pembuat delik”.
• Hugo De Groot “malim pasisionis propter malum actionis” yaitu penderitaan jahat
menimpa dikarenakan oleh perbuatan jahat.
• Tujuan pengenaan sanksi pidana dipengaruhi oleh alasan yang dijadikan dasar
pengancaman dan penjatuhan pidana, dalam konteks ini alasan pemidanaan adalah
pembalasan, kemanfaatan, dan gabungan antara pembalasan yang memiliki tujuan
atau pembalasan yang diberikan kepada pelaku dengan maksud dan tujuan tertentu.
Capaian Pidana?
• Dalam merumuskan norma hukum pidana dan merumuskan ancaman pidana, paling
tidak terdapat 3(tiga) hal yang ingin dicapai dengan pemberlakuan hukum pidana di
dalam masyarakat, yaitu:
a. Membentuk atau mencapai cita kehidupan masyarakat yang ideal atau masyarakat
yang dicitakan;
b. Mempertahankan dan menegakkan nilai-nilai luhur dalam masyarakat;
c. Mempertahankan sesuatu yang dinilai baik (ideal) dan diikuti oleh masyarakat
dengan teknik perumusan norma yang negatif.
Pemidanaan ?
Penjatuhan Pidana/sentencing :
• Upaya yang sah;
• Yang dilandasi oleh hukum;
• Untuk mengenakan nestapa penderitaan;
• Pada seseorang yang melalui proses peradilan pidana;
• Terbukti secara sah dan meyakinkan;
• Bersalah melakukan suatu tindak pidana.
Teori-Teori Pemidanaan/
Tujuan Pemidanaan menurut doktrin

A. Teori Absolut/Retributif/Pembalasan
(lex talionis):
• Hukuman adalah sesuatu yang harus ada
sebagai konsekwensi dilakukannya kejahatan;
• Orang yang salah harus dihukum
(E. Kant, Hegel, Leo Polak).
B. Teori Relatif/Tujuan (utilitarian)
• Menjatuhkan hukuman untuk tujuan tertentu, bukan
hanya sekedar sebagai pembalasan:
• Hukuman pd umumnya bersifat menakutkan, o.k.i,
seyogyanya : Hukuman bersifat
memperbaiki/merehabilitasi  orang yang “sakit
moral” harus diobati.
• Tekanan pada treatment/pembinaan.
• Rehabilitasi, individualisasi pemidanaan.
• Anti punishment, model medis.
Prevensi:
Hukuman dijatuhkan utk pencegahan

Prevensi Umum :
• sebagai contoh pada masyarakat secara luas agar tidak meniru
perbuatan/kejahatan yang telah dilakukan.
Prevensi Khusus:
• Ditujukan bagi pelaku sendiri, supaya jera/kapok, tidak
mengulangi perbuatan/kejahatan serupa; atau kejahatan lain.
• Deterrence : menakut/nakuti – serupa dengan prevensi
• Perlindungan: agar orang lain/masyarakat pada umumnya
terlindungi, tidak disakiti, tidak merasa takut dan tidak
mengalami kejahatan
C. Teori Gabungan :

• Berdasarkan hukuman pada tujuan (multifungsi)


retributive/pembalasan dan relative/tujuan.
• Berdasarkan teori gabungan maka pidana ditujukan
untuk:
• Pembalasan, membuat pelaku menderita
• Upaya Prevensi, mencegah terjadinya tindak
pidana
• Merehabilitasi Pelaku
• Melindungi Masyarakat.
Tujuan Pemidaanaan Dalam KUHP
• Dalam teori-teori yang termasuk dalam golongan teori tujuan telah
membenarkan perlindungan kepada masyarakat atau pencegahan untuk dapat
terjadinya suatu tindak pidana. Dan bagi pelaku tindak pidana tidak akan lagi
mengulangi perbuatannya.
• Pencegahan terjadinya suatu tindak pidana dilakukan dengan mencantumkannya
ancaman pidana dengan batas minimal dan maksimal yang diancamkan bagi
pelaku tindak pidana, yang berupa hukuman kurungan dan atau denda.
• Kondisi demikian akan relatif efektif apabila, normanya dipahami oleh
masyarakat secara luas. Pemahaman ini sangat diperlukan dengan dukungan
kemampuan untuk melakukan sosialisasi atas peraturan perundangan yang ada.
Lanjutan..
• Pemikiran sosiologis juga menjadi bagian yang sangat
penting, sehingga masyarakat secara umum tidak dirugikan
dengan kehadiran peraturan perundang-undangan yang ada,
bukan perlindungan hukum yang akan diperoleh, melainkan
akibat yang akan ditanggungnya atas efektivitas peraturan
perundang-undangan, disisi lain masyarakat kurang
memahami setiap rumusan norma yang terkandung dalam
peraturan perundang-undangan.
Restorative Justice
Adapun yang menjadi prinsip-prinsip restorative justice adalah
(Marshall, 1999):
•Membuat ruang bagi keterlibatan personal bagi mereka-mereka
yang memiliki kepedulian (khususnya pelaku, korban, juga keluarga
mereka dan komunitas secara keseluruhan).
•Melihat masalah kejahatan dalam konteks sosialnya.
•Merupakan upaya penyelesaian masalah kejahatan yang melihat ke
depan(preventif).
•Fleksibilitas dalam praktek (kreatifitas)

Anda mungkin juga menyukai