Anda di halaman 1dari 3

Diskusi 1 Kriminologi

Soal :

Dalam perkembangannya ilmu tentang kriminologi tidak dapat berdiri


sendiri dan memerlukan ilmu lain salah satunya adalah sosiologi

Diskusikan:

Menurut saudara jelaskan hubungan/keterkaitan antara kriminologi


dengan sosiologi.

Jawaban :

Reaksi formal terhadap kejahatan adalah reaksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan
atas perbuatannya, yakni melanggar hukum pidana, oleh pihak-pihak yang diberi wewenang
atau kekuatan hukum untuk melakukan reaksi tersebut.
Penghukuman dan pemasyarakatan sebagai perwujudan reaksi sosial formal terhadap
kejahatan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam penghukuman dan pembinaan.
Ada 2 jenis pola pembinaan yang diterapkan dalam system pemasyarakatan dilihat dari
konteks sasaran subjeknya, yakni:
Pertama, pola yang menempatkan individu terpidana dalam fokus perhatiannya. Pola ini
disebut sebagai pola rehabilitasi atau pola resosialisasi. Kedua, pola yang menempatkan
individu terpidana dan masyarakat sebagai suatu kesatuan hubungan dalam fokus
perhatiannya. Pola ini disebut sebagai pola reintegrasi.

Dalam sebuah riset yang dilakukan oleh ICW pada 6 (enam) kota besar di Indonesia terkait
pola-pola korupsi di peradilan pada 2001, ditemukan paling sedikiit ada 5 (lima) pola korupsi
yang terjadi di LP atau Rutan, yaitu:
1. Pemberian dan perlakuan fasilitas khusus selama dalam tahanan.
2. Pemberian jasa keamanan
3. Pemberian izin keluar dari penjara.
4. Pemberian remisi.
5. Pungutan untuk tamu atau pengunjung

Pelaksanaan beberapa program kegiatan dan hak narapidana di dalam LP, khususnya bagi
narapidana koruptor, akan mengalami hambatan/kendala atau bahkan tidak berjalan sama
sekali.

Untuk menghindari atau paling tidak meminimalisir terjadi pengaruh negatif, para petugas LP
harus memiliki integritas, rasa kemanusiaan, kapasitas keahlian dan kesesuaian pribadi
petugas dengan pekerjaan (bahwa pekerjaannya itu merupakan panggilan hidupnya).
Namun dalam konteks Keindonesiaan dan kekinian, transformasi kebijakan pemasyarakatan
belum dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan. Pendidikan dan pelatihan bagi
calon petugas pemasyarakatan tidak terpogram sebagaimana mestinya.
Kemudian dalam menghadapi dilema mandulnya fungsi LP, khususnya terkait narapidana
koruptor, pihak LP harus dapat mengambil kebijakan atau terobosan. Narapidana koruptor
dapat diberdayakan sesuai dengan kemampuan atau keahliannya sehingga bermanfaat
bagi narapidana yang lain.

Sekian jawaban dari saya, terimakasih ��

Reaksi Sosial formal terhadap kejahatan adalah reaksi yang diberikan kepada pelaku
kejahatan atas perbuatannya, yakni melanggar hukum pidana, oleh pihak-pihak yang diberi
wewenang atau oleh kekuatanhukum untuk melakukan reaksi tersebut. Instruksi yang
berwenang memberikan reaksi (formal) tersebut adalah negara dalam hal ini pemerintah,
yang pada gilirannya mendelegasikan tugasnya kepada satu lembaga resmi penegak
hukum.
Para penegak hukum itu adalah Polisi, Jaksa, Hakim serta Petugas Lembaga
Pemasyarakatan.
Secara keseluruhan, dalam pandangan integralistik, administrasi peradilan pidana ini dikenal
sebagai Sistem Peradilan Pidana,
Dalam kenyataan sehari-hari, unit-unit yang beroperasi dalam tata peradilan pidana
bukanlah merupakan kesatuan bersifat yang interrelatif dan interdependensi, tidak juga
merupakan bagian-bagian dari suatu intergrated whole. Oleh karenanya , dapat dikatakan
bahwa sistem ini sebenarnya belumlah terwujud. Kedudukan secara organisatoris dalam
struktur aparatur kenegaraan dan perbedaan dari tugas pokok masing-masing unit
merupakan salah satu sebab utama terjadinya nonsistem ini.
Dalam kasus terpidana korupsi seperti Gayus Tambunan, Setya Novanto bisa dilihat para
penegak hukumnya tidak mempunyai kesatuan yang sama, misal Polisi, Jaksa, Hakim
sudah menjatuhkan hukuman yang sesuai dengan kejahatan yang dilakukan, akan tetapi
untuk petugas lembaga pemasyarakatan tidak demikian, mereka memberikan fasilitas yang
khusus untuk dua terpidana ini, disini bisa kita lihat ketidakharmonisan para penegak hukum
di negara kita ini.
Pemenjaraan yang pada mulanya tidak menjadi persoalan yang rumit, setelah berganti
peranannya menjadi sanksi pidana ternyata pelaksanaannya banyak sekali menimbulkan
masalah sehingga menuntut pemikiran yang lebih rinci dan teliti. Banyaknya masdalah dan
tuntutan pemikiran ini disebabkan oleh pelaksanaan dari pidana/hukuman penjara yang
memakan waktu lama, bahkan dapat berlangsung seumur hidup. Titik berat hukuman ini
ditekankan kepada penyekapan/pengurungan sebagai cara membatasi kebebasan bergerak
dan sekaligus sebagai pengamanan sementara. Pada dasarnya hukuman penjara ini
memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. harus lama
2. harus merupakan derita
3. harus berwujud suatu beban sebagai pengganti kerugian yang diderita masyarakat.

Hukuman penjara harus berlangsung dalam waktu yang lama, hal ini terutama dimaksudkan
sebagai contoh bagi mereka yang belum melakukan tindak pidana agar takut untuk
melakukannya. Dengan demikian hukuman juga berfungsi sebagai pencegahan umum.
Pemidanaan yang lama ini juga merupakan imbalan dari kepuasan-kepuasan ataupun
kesenangan-kesenangan yang diharapkan dari perbuatan melanggar hukum atau perbuatan
jahat.

alah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah korupsi ini adalah
menerapkan sanksi biaya sosial korupsi bagi koruptor. Koruptor harus membayar seluruh
biaya sosial yang diakibatkan dari tindakannya, sampai memiskinkan koruptor. Penerapan
pembebanan biaya sosial korupsi sangat dimungkinkan alasannya karena penanganan
tindak pidana korupsi diatur melalui perundang-undangan khusus, sesuai asas lex spesialis
derogate legi generali. Menurut asas tersebut, sepanjang memenuhi syarat, ketidaklaziman
atau bahkan kekurangsesuaian dengan asas-asas umum, memungkinkan dilakukan revisi.
Dengan cara ini, tidak ada lagi pelaku korupsi yang bisa hidup mewah dari hasil
kejahatannya selepas dari penjara. Hal ini sesuai dengan asas hukum asas malis non
expediat malos esse, yaitu pelaku kejahatan tidak boleh menikmati hasil kejahatannya.
Membebankan biaya sosial korupsi kepada koruptor, tidak hanya diharapkan bisa
mengganti kerugian negara tapi juga mengembalikan rasa keadilan di tengah masyarakat.
Cara ini juga akan memberikan efek jera, sehingga tidak ada lagi orang yang berani korupsi
dan memberikan rasa aman kepada masyarakat.

Sekian atas tanggapan yang saya sampaikan dalam forum diskusi ini, Wasalamualaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh.

Terimakasih mas mario atas jawbannya pada diskusi 4 ini, dan terus tingkatkan literasi
membacanya
Adanya oknum yang melakukan perbuatan yang tercela dengan memberikan hukuman
ringan terhadap koruptor, perbedaan perlakukan terhadap pelaku korupsi, memberi fasilitas
saung mewah terhadap pelaku korupsi kemudian berpelesirnya narapidana korupsi, seperti
Gayus Tambunan, Setya Novanto yang terjadi dan lainnya itu semua membuat masyarakat
menjadi kecewa atas pelaksanaan hukuman terhadap koruptor. Oleh karena itu, selain
dengan upaya hukum dan penjara, solusi yang ditawarkan juga perlu melibatkan aspek-
aspek pencegahan, seperti pendidikan etika, transparansi dalam pengelolaan keuangan
publik, dan penguatan sistem pengawasan dan pengendalian internal,memperkuat sistem
pengawasan dan pencegahan korupsi, meningkatkan transparansi dalam penggunaan
anggaran dan sumber daya publik, memberikan penghargaan bagi pegawai negeri dan
institusi yang mengungkap tindakan korupsi, serta memperbaiki kesejahteraan pegawai
negeri untuk mengurangi risiko terjadinya perbuatan korupsi.. Adanya pembinaan dapat
memberikan pandangan serta pembelajaran yang lebih baik terhadap para pelaku
kejahatan.
Solusi yang dapat dilakukan atas kejahatan korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, antara
lain
Membangun generasi muda yang paham tentang pentingnya mencegah tindak korupsi.
Membuat pusat layanan pengaduan tindak korupsi.
Memberikan hukuman yang dapat menimbulkan efek jera agar tidak korupsi tidak terulang
kembali pada masa yang akan datang.
Penguatan kapasitas badan penegak hukum atau komisi anti korupsi.

Anda mungkin juga menyukai