Anda di halaman 1dari 3

SISTEM PERADILAN PIDANA (SPP)

1. Tujuan Sistem Peradilan Pidana selaras dengan tujuan hukum yakni kepastian,
keadilan, dan kebermanfaatan bagi masyarakat. Agaknya, tujuan utama dari
keberlangsungan Sistem Peradilan Pidana adalah kepastian hukum dimana dalam
Sistem Peradilan Pidana, segala tahapan hukum pidana dikaji dan diatur. Keempat
tahapan Sistem Peradilan Pidana memiliki hubungan yang saling terkait, hal ini
menunjukkan dari setiap tahapan tersebut wajib dijalankan sesuai dengan hukum yang
berlaku. Tercermin dari tiga komponen utama Sistem Peradilan Pidana yakni struktur
hukum, substansi hukum, dan kultur hukum berarti tidak hanya penegak hukum,
tetapi masyarakat juga sepatutnya mengerti dan memahami sistem peradilan pidana.
Hal ini bertujuan untuk terjadinya kesepahaman antara penegak hukum dan
masyarakat serta menjamin kepastian hukum dan penegakan HAM.

2. Menurut Hagan;
 Criminal Justice Process : Setiap tahap dari suatu putusan yang menghadapkan
seorang tersangka ke dalam proses yang membawanya pada ketentuan pidana
baginya.
 Criminal Justice System : Interkoneksi antara setiap keputusan dari setiap instansi
yang terlibat dalam proses peradilan pidana.
Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa Criminal Justice Process adalah setiap
tahapan dalam Sistem Peradilan Pidana yang meliputi penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, peradilan, hingga pelaksanaan putusan pengadilan. Sedangkan, Criminal
Justice System adalah suatu sistem yang menunjukan adanya hubngan keterkaitan
antara setiap tahapan dalam Sisterm Peradilan Pidana. Hal ini menunjukkan kerusakan
dalam suatu tahapan menyebabkan kerusakan pada keseluruhan sistem tersebut.
Contohnya, oknum polisi yang korup dalam tahap penyelidikan akan menyebabkan
ketidak pastian hukum dalam tahapan-tahapan selanjutnya.

3. Model-model Sistem Peradilan Pidana:


 Crime Control Model : Model ini berorientasi pada keberadaan peradilan pidana
semata-mata untuk menindas pelaku kriminal. Model ini menerapkan zero
tolerance terhadap pelaku tindak pidana. Model ini berlandaskan pada presumption
of guilt.
 Due Process Model : Model ini berorientasi pada penegakan hukum yang
diselaraskan dengan penegakan HAM. Pelaku tindak pidana memang harus
ditindak sesuai hukum yang berlaku, namun harus tetap menjunjung tinggi HAM,
dalam hal ini hak-hak tersangka dilindungi. Model ini berlandaskan asas
presumption of innocence yang berarti seseorang dianggap bersalah ketika sudah
dinyatakan bersalah oleh putusan pengadilan.
 Family Model : Model ini berpandangan bahwa pelaku tindak pidana diibaratkan
sebagai anggot keluarga, pelaku sepatutnya ditindak secara hukum dan diberikan
sanksi pidana, namun disatu sisi pelaku tindak pidana juga harus tetap diterima
keberadaannya dalam masyarakat setelah dijatuhi hukuman pidana tersebut.
 Medical Model : Model ini berpandangan bahwa sistem peradilan pidana
merupakan “terapi” bagi pelaku tindak pidana dengan harapan setelah melalui
peradilan pidana, pelaku dapat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang
normal. Model ini juga mengedepankan sistem rehabilitasi masyarakat.
 Justice Model : Model ini memberikan perhatian khusus pada sanksi pidana, moral,
dan sanksi sosial untuk mencapai pencegahan dan perlindungan masyarakat dari
suatu tindak pidana.
 Just Desert Model : Model ini menekankan pada kesesuian antara sanksi pidana
dengan perbuatan pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Skala dan
tingkatan jenis tindak pidana wajib diberlakukan sehingga pelaku tindak pidana
mendapatkan hukuman yang sepantasnya dan memberikan ganti rugi kepada
korban.
 Integrated Criminal Justice System Model : Model ini menunut adanya keselarasan
dalam setiap tahapan sistem peradilan pidana, menghukum pelaku tindak pidana
sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan menegakkan the rule of law serta
supremasi hukum demi menjaga kepastian hukum dan ketertiban dalam
masyarakat. Model inilah yang kemudian diterapkan di dalam sistem peradilan
pidana yang berlaku di Indonesia.

4. Kultur hukum adalah salah satu komponen dalam sistem peradilan pidana di
Indonesia bersama dengan struktur dan subtansi hukum. Secara garis besar,
kultur/budaya hukum merupakan bagaimana implementasi hukum yang tumbuh dan
hidup dalam kehidupan masyarakat. Dalam sistem peradilan pidana, kultur hukum
berarti nilai-nilai atau sikap dari aparat penegak hukum dan dari masyarakat itu
sendiri. Kultur hukum menjaid motor penggerak berlakunya hukum dalam masyarakt
karena keberadaan hukum adalah untuk mengatur dan menertibkan tata kehidupan
masyarakat. Sebaik apapun peraturan perundang-undangan yang berlaku dan lembaga
hukumnya, jika kultur hukumnya tidak baik maka permasalahan hukum di Indonesia
tidak akan pernah selesai. Contohnya, selama masih ada praktisi hukum (ex: Polisi,
Jaksa, Hakim) yang tidak jujur dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum,
maka tujuan hukum tidak akan tercapai, justru malah menimbulkan konflik dan
kerusakan dalam tata hidup masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai