Anda di halaman 1dari 25

SISTEM PERADILAN

PIDANA
Sejarah
Frank Remington adalah orang pertama di Amerika Serikat yang
memperkenalkan rekayasa administrasi peradilan pidana melalui pendekatan
sistem (system approach) dan gagasan mengenai ini terdapat pada laporan
pilot proyek tahun 1958. Gagasan ini kemudian diletakkan pada mekanisme
administrsi peradilan pidana dan diberi nama “Criminal Justice System”. Istilah
ini kemudian diperkenalkan dan disebarluaskan oleh “The President’s Crime
Commision”. Dalam kurun waktu akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970,
Criminal Justice sebagai disiplin studi tersendiri telah muncul menggantikan
istilah “Law Enforcement” atau “Police Studies”, Perkembangan sistem ini di
Amerika Serikat dan di beberapa Negara Eropa menjadi model yang dominan
dengan menitikberatkan pada “The Administrasi of Justice” serta memberikan
perhatian yang sama terhadapp semua komponen dalam penegakan hukum.
Pengertian
Sistem peradilan pidana merupakan sebuah rangkaian mekanisme hukum yang
diselenggarakan oleh badan dan lembaga pemeerintah dengan tujuan antara lain
untuk rehabilitasi pelaku, mencegah kejahatan lain, dan memberikan dukungan moral
bagi korban.
• Jika ditelaah dari isi ketentuan UU No.8 Tahun 1981 maka Criminal Justice System di
Indonesia terdiri dari komponen kepolisian, kejaksaan, pengadilan negeri dan
lembaga pemasyarakatan sebagai aparat penegak hukum.
• Sebelum lahirnya UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP sistem peradilan pidana di
Indonesia dilandaskan pada Het Herziene Inlandsch Reglemen (Stbl.1941 No.44). HIR
menganut sistem campuran (the mixed type), bukan menganut inkusitur.
• Proses inkusitur dalam perkara pidana melarang dilakukannya penyikasaan
memperoleh pengakuan.
• KUHAP terdiri dari 22 Bab disertai penjelasan.
Pengertian Menurut Para Ahli
Romli Atmasasmita mengemukakan bahwa :
“Sistem peradilan pidana sebagai suatu penegakan hukum atau law enforcement, maka
didalamnya terkandung aspek hukum yang menitik beratkan kepada operasionalisasi peraturan
perundang-undangan dalam upaya menanggulangi kejahatan dan bertujuan mencapai
kepastian hukum.”
Remington dan Ohlin mengartikan bahwa : “Criminal Justice System sebagai pemakaian
pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan, dan peradilan pidana sebagai
suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan, praktik
administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu sendiri mengandung
implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efesien untuk
memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasannya.”
Mardjono memberikan batasan bahwa yang dimaksud sistem peradilan pidana adalah sistem
pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan
pemasyarakatan terpidana.
Komponen sistem peradilan pidana
Komponen sistem peradilan pidana yang lazim diakui, baik dalam
pengetahuan mengenai kebijakan pidana (criminal policy) maupun
dalam lingkup praktik penegakan hukum, terdiri atas unsur:
• Kepolisian;
• Kejaksaan;
• Pengadilan;
• lembaga pemasyarakatan
• Pengacara.
Kepolisian:
tugas utama:
• menerima laporan dan pengaduan dari publik bila terjadi tindak
pidana;
• melakukan penyidikan, melakukan penyeringan terhadap kasus-kasus
yang memenuhi syarat untuk diajukan ke Kejaksaan;
• melaporkan hasil penyidikan kepada kejaksaan dan memastikan
dilindunginya para pihak yg terlibat dalam proses peradilan pidana.
Kejaksaan:
• menyaring kasus yang layak diajukan kepengadilan;
• mempersiapkan berkas penuntutan;
• melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan.
Pengadilan yg berkewajiban untuk;
• menegakan hukum dan keadilan;
• melindungi hak-hak terdakwa, saksi dan korban dalam proses pradilan
pidana;
• melakukan pemeriksaan kaus-kasus secara efesien dan efektif;
memberikan putusan yg adil dan berdasarkan hukum; dan
• menyiapkan arena publik untuk persidangan sehingga publik dapat
berprtisipasi dan melakukan penilaian terhadap proses peradilan di
tingkat ini.
Lembaga pemasyarakatan
• berfungsi sebagai wadah menjalankan putusan pengadilan yg
berkekuataan hukum tetap;
• pemenjaraan dengan konsep pembinaan menuju reintegrasi sosial;
perlindungan HAM;
• upaya-upaya memperbaiki narapidana dan mempersiapkan napi
kembali kemasyarakat
Pengacara: melakukan pembelaan bagi klien dan menjaga hak-hak klien
dipenuhi dalam proses peradilan pidana.
Tujuan
Tujuan dari sistem peradilan pidana telah dikemukakan oleh Mardjono,
sebagai berikut:
• Mencegah masyarakyat menjadi korban kejahatan;
• Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakyat
puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana;
dan
• Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak
mengulangi kejahatannya lagi.
Bentuk Pendekatan Dalam Sistem Peradilan
Pidana
• Pendekatan normatif;
• Pendekatan administratif;
• Pendekatan social;
Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif memandang keempat aparatur penegak hukum
(kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan)
sebagai institusi pelaksana peraturan perundang-undangan yang
berlaku sehingga keempat aparatur tersebut merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem penegakan hukum.
Pendekatan Administratif
Pendekatan administratif memandang keempat aparatur penegak
hukum sebagai suatu organisasi manajemen yang memiliki mekanisme
kerja, baik hubungan yang bersifat horizontal maupun yang bersifat
vertikal sesuai dengan struktur organisasi yang berlaku dalam
organisasi tersebut.
Pendekatan sosial
Pendekatan sosial memandang keempat aparatur penegak hukum
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial
sehingga masyarakyat secara keseluruhan ikut bertanggung jawab atas
keberhasilan atau ketidakberhasilan dari keempat aparatur penegak
hukum dalam melaksanakan tugasnya.
Model-model Peradilan Pidana
Hebert Packer, The Limits of the Criminal Sanction membedakan
pendekatan normatif tersebut kedalam dua model yaitu: crime control
model dan due process model, dimana pembedaan tersebut sesuai
dengan kondisi sosial, budaya, dan struktural masyarakat Amerika
Serikat.
crime control model
Nilai-nilai yang melandasi crime control model adalah :
• Tindakan represif terhadap suatu tindakan kriminal merupakan fungsi terpenting dari suatu proses
peradilan;
• Perhatian utama harus ditujukan pada efisiensi penegakan hukum untuk menyeleksi tersangka,
menetapkan kesalahannya dan menjamin atau melindungi hak tersangka dalam proses peradilannya;
• Proses kriminal penegakan hukum harus dilaksanakan berlandaskan prinsip cepat (speedy) dan tuntas
(finality) dan model yang dapat mendukung proses penegakan hukum tersebut adalah harus model
admnistratif dan menyerupai model manajerial;
• “Asas praduga bersalah” atau “presumption of guilt” akan
• menyebabkan sistem ini dilaksanakan secara efesien; dan
• Proses penegakan hukum harus menitikberatkan kepada kualitas temuan-temuan fakta administratif,
karena temuan-temuan fakta administratif, karena temuan tersebut akan membawa ke arah:
• pembebasan seorang tersangka dari penuntutan, atau
• kesediaan tersangka menyatakan dirinya bersalah atau “plead of guilty”.
due process model
Nilai-nilai yang melandasi due process model adalah:
• Kemungkinan adanya faktor “kelalaian yang sifatnya manusiawi” atau “human error” menyebabkan model ini menolak “informal
factfinding process” sebagai cara untuk menetapkan secara defnitif “factual guilt” seseorang;
• Model ini hanya mengutamakan, “formal adjudicative dan adversary fact-findings”. Hal ini berarti dalam setiap kasus tersangka
harus diajukan ke muka pengadilan yang tidak memihak dan diperiksa sesudah tersangka memperoleh hak yang penuh untuk
mengajukan pembelaannya;
• Model ini menekankan kepada pencegahan (preventive measures) dan menghapus sejauh mungkin kesalahan mekanisme
administrasi peradilan;
• Model ini beranggapan bahwa menempatkan individu secara utuh dan utama di dalam proses peradilan dan konsep pembatasan
wewenang formal, sangat memerhatikan kombinasi stigma dan kehilangan kemerdekaan yang dianggap merupakan pencabutan
hak asasi seseorang yang hanya dapat dilakukan oleh negara. Proses peradilan dipandang sebagai coercive (menekan), restricting
(membatasi), dan merendahkan martabat (demeaning). Proses peradilan harus dikendalikan agar dapat dicegah penggunaanya
sampai pada titik optimum karena kekuasaan cenderung disalahgunakan atau memiliki potensi untuk menempatkan individu pada
kekuasaan yang koersif dari negara;
• Model ini bertitik tolak dari nilai yang bersifat anti terhadap kekuasaan sehingga model ini memegang teguh doktrin: legal-guilt;
• Gagasan persamaan di muka hukum atau “equality before the law” lebih diutamakan; berarti pemerintah harus menyediakan
fasilitas yang sama untuk setiap orang yang berurusan dengan hukum;
• Due process model lebih mengutamakan kesusilaan dan kegunaan sanksi pidana (criminal sanction).
Perbedaan dari crime control model dan due process model terletak
pada mekanisme dan tipologi model yang dianutnya. Crime control
model merupakan tipe “affirmative model” sedangkan due process
model merupakan “negative model”. Affirmative model selalu
menekankan pada eksistensi dan penggunaan kekuasaan pada setiap
sudut dari proses peradilan pidana, dan dalam model ini kekuasaan
legislative sangat dominan. Sedangkan negative model selalu
menekankan pembatasan kekuasaan formal dan modifikasi dari
penggunaan kekuasaan tersebut. Kekuasaan yang dominan dalam
model ini adalah kekuasaan yudikatif dan selalu mengacu pada
konstitusi.
Ajaran Packer kemudian dilengkapi oleh King yang mengemukakan
beberapa model dalam sistem peradilan pidana. Selain crime control
model dan due porocess model, M. King menambahkan empat model
lainnya yaitu
• medical model;
• bureaucratic model;
• status pasage model dan
• power model.
medical model:
Dalam medical model proses acara pidana diibaratkan seperti
mengobati orang sakit. Sebagaimana yang diungkapkan oleh M. King.
bureaucratic model:
Bureaucratic model memandang sistem peradilan pidana sebagai
konflik antara negara dan terdakwa. Hukum acara pidana dinilai
diskriminatif terhadap individu atau kelompok tertentu. Dikatakan
demikian karena dengan aturan yang terbatas dalam beracara dan
pembuktian, negara bebas memilih untuk membuat putusan
kendatipun terkadang meniadakan kejadian yang sesunggunya.
Status passage model:
Model ini memandang sistem peradilan pidana sebagai suatu proses
penerimaan status bagi si terpidana oleh masyarakat yang diwakili
pengadilan.
Power model:
Berdasarkan power model, sistem peradilan pidana adalah instrumen
dari (ruling class) golongan yang berkuasa yang melakukan diskriminasi
terhadap kelompok-kelompok tertentu termasuk di dalamnya
kelompok etnis minoritas. Sistem peradilan pidana adalah untuk
melindungi golongan yang berkuasa kendatipun terdapat perbedaan
antara das sllen dan das sein. Hal ini disebabkan golongan yang
berkuasa dapat mengontrol dan menginterpretasi aturan dengan
diskriminasi dan represif.
sumber
• M. King, 1981, A Framework Of Criminal Justice, Croom Helm, London, hlm. 20
• Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kepada Kejahatan Dan Penegakan Hukum
Dalam Batas – Batas Toleransi), Fakultas Hukum Unversitas Indonesia, 1993, Hlm. 1
• Setiadi, H. E., & SH, M. (2017). Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Sistem Penegakan Hukum di Indonesia.
Prenada Media.
• Putranto, W. D. (2019). ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEGUNAAN EKSAMINASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
DALAM MENUNJANG SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA (Doctoral dissertation, Fakultas Hukum Unpas).
• Satria, H. (2018). Restorative Justice: Paradigma Baru Peradilan Pidana. Jurnal Media Hukum, 25(1), 111-123.
• Yesmil Anwar & Adang, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen & Pelaksanaannya dalam Pengakan Hukum di
Indonesia), Widya Padjadjaran, Bandung, 2011 hlm. 32.
• Wulandari, S. (2016). Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Terhadap Tujuan
Pemidanaan. Jurnal Ilmiah Hukum Dan Dinamika Masyarakat, 9(2).
•  https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_peradilan_pidana dikases tanggal 13 Maret 2023
• https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/slims/pnjakartaselatan/index.php?p=show_detail&id=1923&keywor
ds
= diakses tanggal 13 Maret 2023

Anda mungkin juga menyukai