Serta Kattsoff berpendapat bahwa hakikat hukum tergantung dari orang yang
membunyikannya, “jika sebuah pohon tumbang di hutan dan tidak ada
mendengarkannya, adakah bunyinya?”. Syahdan, harus ada yang membunyikannya
dengan makna. Apakah makna tersebut dalam wujud makna asosiasi, yang artinya
hukum sama dengan undang-undang, apakah dalam bentuk makna matter (esensi),
yang artinya hukum sama dengan masyarakat, apakah dalam makna operasi, yang
artinya hukum mempunyai makna bila dapat dioperasionalkan, ataupun dalam bentuk
makna pengalaman, yang artinya hukum terbentuk karena pengalaman dan akal.
Adanya hukum mengikat manusia sejak lahir. Hukum kasih sayang adalah
hukum yang berlaku. seseorang ibu yang rela mengalami kesulitan selama sembilan
bulan untuk melahirkan anaknya. Akan menyusui dan menjaga bayi setelah
melahirkan. Itu tentang kasih sayang, bukan rasio atau logika. Seorang wanita
profesional pasti akan meninggalkan karirnya dan memberikan tanggung jawab
melahirkan kepada orang lain jika orang yang dapat diwakilkan melakukannya.
Artinya, hukum yang berlaku bagi manusia diciptakan ketika kita memahami
hubungan antara rasa dan rasio, antara jiwa dan raga. Ada hukum yang mengaturnya
karena terlahir dari hubungan kasih sayang pernikahan atau di luar pernikahan. Ada
hukum yang mengatur harta yang dimiliki anak, dan catatan kelahiran
menentukannya. Jadi, setiap kejadian atau fenomena yang berlaku terhadap diri
manusia ada hukum yang mengaturnya.
Ontologi adalah teori atau studi tentang being atau wujud seperti
karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ini sinonim dengan metafisika,
yang merupakan studi filosofis yang bertujuan untuk menentukan sifat
asli atau sifat asli dari suatu benda untuk menentukan arti, struktur, dan
prinsipnya. (Pada abad ke-4 SM, Aristoteles mendefinisikan filosofi
ini).
Ontologi adalah ide tentang sesuatu yang mungkin ada karena orang
lain atau karena dirinya sendiri.
Di antara berbagai ideologi hukum yang berbicara tentang hakikat hukum, yang
paling umum adalah bahwa arti dari "ada" hukum adalah bahwa ada "kesempatan"
untuk mengakui adanya hukum. memengaruhi sejarah Indonesia. Penulis
menyebutnya sebagai kesempatan.