Anda di halaman 1dari 7

TUGAS INDIVIDU

FILSAFAT ILMU

TENTANG

“Metafisika dan Logika”

Dosen Pembina Mata Kuliah:

Prof. Sufyarma Marsidin, M.Pd.


Prof. Nurhizrah Gistituati, M.Ed., Ed.D

OLEH

RAHAYU DEWANY

NIM : 21151024

PROGRAM STUDI S2 BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
A. Metafisika
1. Pengertian Metafisika

Metafisika adalah cabang filsafat yang membahas persoalan tentang keberadaan


(being) atau eksistensi (existence). Istilah metafisika berasal dari kata Yunani meta ta
physika yang dapat diartikan sesuatu yang ada di balik atau di belakang benda-benda
fisik. Alistoteles tidak memakai istilah metafisika melainkan proto philosophia (filsafat
pertama). Filsafat pertama ini memuat uraian tentang sesuatu yang ada di belakang
gejala-gejala fisik seperti bergerak, berubah, hidup, mati. Metafisika dapat didefinisikan
sebagai studi atau pemikiran tentang sifat yang terdalam (ultimate nature) dari kenyataan
atau keberadaan.

Atistoteles menyebut beberapa istilah yang maknanya setara dengan metafisika,


yaitu: filsafat Pertama (First Philosophy), pengetahuan tentang sebab (knowledge of
Clillse), Studi tentang Ada sebagai Ada (the study ofBeing as Being), Studi tentang usia
(Being), studi tentang hal-hal abadi dan yang tidak dapat bergerak (the study of the
eternal and immovable), dan Theology (Alan R. White, 1987:31)

Selanjutnya menurut Suriasumantri (1990), Metafisika merupakan tempat


berpijak dari setiap telaah filsafati termasuk pemikiran ilmiah. Ia selanjutnya,
mengibaratkan pikiran sebagai roket yang meluncur ke bintang- bintang, menembus ke
galaksi dan awan, maka metafisika adalah landasan peluncurannya. Dunia yang sepintas
lalu kelihatan sangat nyata ini, menurutnya, menimbulkan berbagai spekulasi filsafati
tentang hakikatnya

Jadi dapat diketahui metafisika merupakan cabang filsafat yang membahas


tentang suatu keberadaan benda, sebab adaanya benda serta gejala-gelaja fisik seperti
bergerak, berubah, hidup dan mati yang hal tersebut merupakan hasil buah pemikiran
ilmiah yang bersifat mendalam.

Pada umumnya persoalan-persoalan metafisika dapat diklasifikasikan ke dalam


tiga bagian, yaitu ontologi (metafisika umum), kosmologi, dan antropologi. (a) Persoalan
Ontologi misalnya: Apa yang dimaksud dengan keberadaan atau eksistensi itu?
Bagaimanakah penggolongan keberadaan atau eksistensi? (b) Persoalan-persoalan
kosmologis (alam), persoalan yang bertalian dengan asal-mula, perkembangan dan
struktur alam Misalnya: Jenis keteraturan apa yang ada dalam alam? Apa hakikat
hubungan sebab dan akibat? Apakah ruang dan waktu itu? (c) Persoalan-persoalan
antropologi (manusia) misalnya: Bagaimana hubungan antara badan dan jiwa? Apakah
manusia itu memiliki kebebasan kehendak atau tidak?

Inilah persoalan-persoalan didalam metafisika dan para filsuf mengkaji dan


mencari jawaban atas persoalan-persoalan yang ada didalam metafisika tersebut.
Sehingga dari persoalan didalam metafisika ini menimbulkan beberapa aliran, Ada yang
melihat persoalan keberadaan itu dari segi kualitas dan kuantitas. Aliran metafisika yang
melihat Keberadaan dati segi kualitas yaitu: Matetialisme dan Spilitualisme. Aliran
metafisika yang melihat Keberadaan dari segi kuantitas adalah Monisme, Dualisme, dan
pluralisme. Adapun penjelasan kelima aliran tersebut adalah sebagai berikut:

Aliran metafisika yang melihat dari segi kualitas meliputi :

a. Materialisme

Suatu pandangan metafisik yang menganggap bahwa tidak ada hal yang nyata
selain materi. Bahkan pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan dati materi dan
dapat dikembalikan pada unsur-unsur fisik. Materi adalah sesuatu hal yang kelihatan,
dapat diraba, berbentuk, menempati mango Hal-hal yang bersifat kerohanian seperti
fikiran, jiwa, keyakinan, rasa sedih dan rasa senang, hanyalah ungkapan proses
kebendaan.
b. Spiritualisme
Suatu pandangan metafisika yang menganggap bahwa kenyataan yang terdalam
adalah roh (Pneuma, Nous, Reason, Logos) yaitu roh yang mengisi dan mendasari
seluruh alam.
Aliran metafisika yang melihat dari segi kuantitas meliputi :
c. Monisme
Aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental.
Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi lainnya tidak
dapat diketahui. Monisme ini berasal dari kata monas - adis, padanan kata dari
monade yang artinya kesatuan (Prent, 1969: 544)
d. Dualisme
Aliran yang menganggap adanya dua substansi yang masing-masing berdiri
sendiri. Tokoh-tokoh yang termasuk aliran ini adalah Plato (428-348 SM), Immanuel
Kant, Descartes.
e. Pluralisme
Aliran yang tidak mengakui adanya satu substansi atau dua substansi
melainkan banyak substansi. Dagobert D. Runes (1979: 221) menyatakan bahwa
pluralisme merupakan suatu teoti yang menganggap bahwa kenyataan itu tidak terdiri
dari satu substansi. Teoti-teori yang dapat dimasukkan dalam pluralisme diantaranya
teori para filsuf Yunani Kuno yang menganggap kenyataan terdiri dari udara, tanah,
api dan air, dalam upaya mencari Arkhe atau asalusul alam semesta tingkatan monade
dalam filsafat Leibniz; pandangan Herbart tentang banyak benda dalam dirinya
sendiri teori pragmatisme William James tentang "yang banyak yang dapat diker
Berdasarkan uraian dari kelima aliran metafisika diatas yang mana dari kelima
aliran ini dibagi menjadi dua, yaitu aliran metafisika yang memandang dari segi
kualitas (Materialisme dan Spiritualisme) dan aliran metafisika yang memandang dari
segi kuantitas (Monisme, Dualisme dan pluralism) kelima aliran ini memiliki
pandangan yang berbeda-beda pada aliran materialism memandang bahwa tidak ada
keberadaan itu selain materi yaitu sesuatu yang dapat dilihat dan diraba. Sedangkan
spiritualisme memandang bahwa kenyataan itu adalah roh yang mendasari seluruh
alam, selanjutnya aliran Monisme yakin bahwa hanya satu kenyataan yang
fundamental yaitu jiwa materi dan Tuhan, kemudian aliran Dualisme memandang
bahwa ada dua substansi yang masing-maisng berdiri sendiri, seorang tokoh yang
beranama Plato pada aliran ini membedakan dua subtansi tersebut dengan dua dunia
yaitu dunia indera dan dunia ide maksudnya segala sesuatu yang berubah itu dikenal
melalui pengamatan sedangkan sesuatu benda yang tidak berubah itu dikenal oleh
akal.
B. Logika
1. Pengertian Logika

Menurut Poedjawijatana, logika adalah “filsafat berpikir”. Yang berpikir itu manusia
dan berpikir itu merupakan tindakan manusia. Tindakan ini mempunyai tujuan, yaitu untuk
tahu (Poedjawijatana, 1992: 9). Menurut K. Bertens dalam Suraijaya mengatakan bahwa
Logika adalah ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita (Suraijaya, 2005: 23).
Dalam buku Logic and Language of Education, Logika disebut sebagai penyelidikan tentang
dasar-dasar dan metode-metode berpikir (George. Kneller: 1996: 13).

Logika merupakan bagian dari filsafat yang memperbicangkan hakikat ketepatan,


cara meyusun pikiran yang dapat menggambarkan ketepatan pengetahuan. Logika tidak
mempersoalkan kebenaran sesuatu yang dipikirkan tetapi membatasi diri pada ketetapan
susunan berpikir menyangkut pengetahuan. Jadi, Logika mempersyaratkan kebenaran, bukan
wacana kebenarannya. Dan bidang perhatian dan tugas logika adalah menyelidiki penalaran
yang tepat, lurus, dan semestinya sehingga dapat dibedakan dari penalaran yang tidak tepat.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa logika merupakan filsafat berpikir.
Berpikir itu dilakukan oleh manusia dengan tujuan tertentu yaitu untuk mengetahui suatu hal
yang ingin diketahui, logika juga sebagai penyelidik tentang dasar-dasar dan metode-metode
berpikir sehingga menghasilkan sebuah pengetahuan yang benar. Setiap ilmu pengetahuan
pasti mempunyai objek.

Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan atau sasaran dari penelitian atau
pembentukan pengetahuan. Dilihat dari segi objeknya, objek logika ada dua yaitu objek
material (Mantiq Al-Maddi) dan objek formal (Mantiq As-Suwari). Objek material adalah
suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan, yang
diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Sedangkan objek formal adalah
sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu,
atau dari sudut pandang apa objek materia itu disoroti (Surajiyo, 1005: 11).

Jadi, objek logika adalah suatu bahan yang dijadikan sebagai pembentukkan
pengetahuan yang diselidiki dan dipandang oleh suatu didisiplin ilmu berdasarkan sudut
pandangnya.
2. Pembagian logika
a. Logika dilihat dari jenisnya

Dalam jenisnya, logika terbagi menjadi dua macam, yaitu logika formal dan
logika material. Mungkin sama dalam pembagian pada objek logika, namun terdapat
perbedaan dalam pengertiannya.

1) Logika Formal, logika yang mempelajari azas-azas, aturan-aturan atau


hukum-hukum berpikir yang harus ditaati agar orang dapat berpikir dengan
benar dan mencapai kebenaran.
2) Logika Material, logika yang mempelajari langsung pekerjaan akal serta
menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan-
kenyataan praktis yang sesungguhnya (Hasbulllah Bakry, 1970: 17).
b. Logika dilihat dari metodenya

Dalam pembagian ini didasarkan pada pola berpikir ilmiah manusia yaitu berpikir
logika tradisional dan berpikir logika modern.

1) Logika Tradisional (al-mantiq al-qadim), logika Aristoteles yang bersifat


deduktif, artinya berpikir dari keputusan yang bersifat umum untuk
mendapatkan kesimpulan yang bersifat khusus.
2) Logika Modern (al-mantiq al-hadis), logika yang bersifat induksi, artinya
berpikir dari berangkat dari peristiwa yang bersifat khusus untuk mendapatkan
kesimpulan yang bersifat umum.
c. Logika dilihat dari kualitasnya
Bila dilihat dari aspek kualitas kemampuan orang berpikir, maka logika itu dapat
dikelompokkan menjadi dua tingkatan, yaitu logika naturalis dan logika artifisialis atau
logika ilmiah.
1) Logika Naturalis (al-mantiq al-fitri), logika yang berdasarkan kemampuan
akal pikiran bawaan manusia sejak lahir. Akal manusia yang normal dapat
berkerja secara spontan sesuai dengan hukum-hukum logika dasar.
Bagaimanapun rendahnya intelegensi seseorang, ia pasti dapat membedakan
sesuatu itu adalah berbeda dengan sesuatu lain, dan bahwa dua kenyataan
yang bertentangan tidaklah sama. Kemampuan berlogika naturalis pad tiap-
tiap orang berbeda-beda tergantung dari tingkatan pengetahuannya.
2) Logika Artifisialis atau Ilmiah (al-mantiq al-shuri), logika yang bertugas
membantu al-mantiq al-fitri dan mengatasi kenyataan yang tidak dapat
ditanggulangi al-mantiq al-fitri guna menyusun hukum, patokan dan rumus
berpikir lurus. Logika ini memperluas, memperhalus, mempertajam serta
menunjukkan jalan pemikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti, efisien,
mudah dan aman. Logika ini yang menjadi pembahasan logika sekarang ini
(Mundiri, 1993:13-14).

Berdasarkan pembagian logika diatas terdapat beberapa jenis yang telah


menguraikan penjelasan mengenasi jenis-jenis logika berdasarkan sudut pandang, yang
mana dapat diketahui dari semua jenis logika menjelaskan bahwa logika adalah suatu
kegiatan cara berpikir untuk mengetahui suatu kebenaran melalui kemampuan-
kemampuan berpikir seseorang tersebut.

Daftar Referensi

Mundiri. 2000. Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rizal Muntasyir. 1997. Jurnal filsafat (31657-73996-1-SM.pdf). diakses pada tanggal 30


oktober 2021, pukul 17.55 WIB

Surajiya, dkk. 2006. Dasar-Dasar Logika. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Udi Mufrodi Mawardi. Dialektika, Logika, Metafisika, Metode Ilmiah, Dan Ijtihad
Dalam Tradisi Skolastik Islam. Jurnal. Vol. 25, No. 3 (september-desember 2008)

Anda mungkin juga menyukai