Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

KELOMPOK 3:

1. ADEK TIWI WUCIKA BEMI (19029064)


2. AGIL HAMDA (19029067)
3. ANDIKA (19087003)
4. INDRA MYRALDI (19031084)
5. INTAN DWI PUTRI CAHYANI (19031141)
6. MARDLIYATUS SHOLIHAH (19031144)
7. RAHMATUSSYIFA (19031101)
8. RAYHANNA FADIDILLAH S (19031102)

DOSEN PENGAMPU:

RIKA FEBRIANI, S. Hum., M. Fils.

PENDIDIKAN PANCASILA

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1. Konsep Pancasila sebagai Sitem Filsafat


Sistem filsafat adalah kumpulan ajaran yang terkoordinasi dengan ciri-ciri
tertentu yang berbeda dengan sistem lain, misalnya sistem ilmiah. Suatu sistem fiIsafat
harus komprehensif, daIam arti tidak ada sesuatu hal yang di luar jangkauannya. Kalau
tidak demikian maka hanya memandang realitas dari satu sisi atau tidak memadai.
Suatu sistem filsafat dikatakan memadai kalau mencakup suatu penjelasan terhadap
semua gejala (Kattsoff, 1964).

a. Pengertian Sistem
Pengertian tentang sistem dapat mengacu pada benda-benda konkrit
maupun benda-benda abstrak. Menurut Fowler (1964) yang dimaksud dengan
sistem adalah complex whole, set of connected things or parts, organized body
ofmaterial or immaterial things. Artinya keseluruhan kompleks, kumpulan hal atau
bagian yang saling berhubungan, benda-benda material atau tidak material yang
terorganisasi.

Kemudian dalam The Concise Oxford Dictionary of Current English yang


dimaksud sistem filsafat adalah Set of coordinate doctrines atau kumpulan dari
ajaran-ajaran yang terkoordinasilian.

Berdasar pada uraian di atas dapatlah disimpulkan hal-hal yang


bersangkutan dengan suatu sistem.
1. Dalam suatu sistem termuat adanya sejumlah unsur atau bagian. Dalam suatu
sistem abstrak unsur ini berwujud pandangan dan ajaran tentang sesuatu hal.
2. Unsur-unsur yang termuat dalam sistem saling berhubungan sehingga
merupakan kesatuan yang menyeluruh.
3. Hubungan diantara unsur-unsur tersebut bersifat tetap.
4. Dalam suatu sistem termuat adanya maksud atau tujuan yang ingin dicapai.

b. Filsafat sebagai Proses dan Hasil


Salah satu hasil dari kegiatan berfikirakal manusia ialah apayang dinamakan
fllsafat. Filsafat merupakan kreasi akalmanusia sebagai jawaban atas
pesoalanpersoalan atau pun rahasia-rahasia alam semesta.Kedudukan dan tugas
ilmu filsafat menurut Mulder adalah bahwa ilmu· filsafat adalahsuatu ilmu yang
tidak sedikit pentingnya.Tugasnya dapat dirumuskanilmu filsafat ialah pemikiran
teoritis tentang· susunan kenyataansebagai keseluruhan (Mulder, 1964).
G.E. Moore memberikan deskripsi yang mirip yaitu “..... the most important
and interestingthing which philosopher have tried to do isno less than this namely:
To give a generaldescription of the who-Ie of the Universe (MQOre, 1953)”.
Artinya ..... hal yang paling penting dan paling menarik yang telah dicoba para filsuf
yaitu memberikan suatu deskripsi yang umum dari keseluruhan alam semesta.
Pendapat di atas ada kemiripan dengan pendapat yang dikemukakan
Montague, hanya ada penambahan tentang status manusia dalam alam. Philosophy
is the attempt to give a reasonedconception of the universe and ofman's place in it
(Montague, 1956). Artinya filsafat adalah usaha untuk memberikan suatu konsepsi
yang beralasan tentang alam semesta dan tentang tempat manusia di dalamnya.
Leighton memberikan deskripsi tentang filsafat yang lengkap yaitu dengan
menyatakan bahwa “A complete philosophy includes a worldview, or reasoned
conception of the wholecosmos, and a life view, or doctrine of thevalues, meanings,
andpurpose ofhuman life (Leighton, 1967)”. Artinya suatu filsafat yang lengkap
mencakup suatu pandangan dunia, atau konsepsi yang berat tentang keseluruhan
kosmos, dan suatu pandangan hidup atau ajaran tentang nilai-nilai, makna-makna
dan tujuan hidup manusia. Secara singkat, perenungan kefilsafatan berusaha untuk
memahami semua kenyataan dengan menyusun suatu pandangan dunia (kata
Jerman biasanya dipakai Weltanschauung yang menerangkan dunia dan semua
yang ada di dalamnya).
Berdasar pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat sebagai
proses dan produk berfikir manusia merupakan pemikiran teoritis tentang Tuhan,
alam semesta secara keseluruhan yang mencakup hidup manusia yang ada di
dalamnya untuk kemudian bagi manusia pemikiranteoritis tersebut dipergunakan
sebagaipandangan dunia (World view, Weltanschauung).
Suatu pandangan dunia merupakan realisasi atau pelaksanaan lebih lanjut
dari sistem filsafat. Perlu dibedakan antara sistem filsafat dengan Weltanschauung.
Perbedaannya adalah bahwa filsafat memberikan tekanan pada aspek pengetahuan
semata-mata aspek teoritis sedangkan Weltanschauung merupakan pelaksanaan
lebih lanjut dari filsafat.
Manusia akan berpikir tentang realitanya sendiri. Jadi dia akan terdorong
untuk mengambil sikap, untuk menetapkan pendirinya. Dia akan terdorong untuk
berkata: demikianlah realitaku dalam semesta realita itu harus kuterima jadi aku
terima juga dan akan kujalankan. Dengan demikian pengertianya yang abstrak
(ialah filsafat) beralih menjadi pandangan atau lebih baik pendirian hidup. Itulah
yang dalam istilah Jerman disebut Weltanschauung" (Drijarkara, 1959).
Dari pandangan dunia seseorang dapat diturunkan filsafat hidupnya. Suatu
filsafat hidup dapat difikirkan sebagai kumpulan nilai-nilai atau asas-asas yang
membimbing tingkah laku seseorang dalam kehidupanya sehari-hari. Dengan
memiliki pemikiran kefilsafatan, yang kemudian menjadi pandangan dunia dan
kemudian menjadi filsafat hidup manusia dapat menentukan sikapnya atau
menetapkan pendiriannya. Hasil-hasil pemikiran kefilsafatan yang bersifat teoritis,
memperkuat serta memberikan arah, tujuan setiap perbuatan manusia. Perbuatan
yang tidak didasarkan atas teori yang sebat akan menjadi perbuatan yang tanpa arah
dan sesat.

c. Sistem Filsafat
Pada uraian di atas dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sistem filsafat
adalah kumpulan ajaran yang terkordinasikan. Suatu sistem filsafat haruslah
memiliki ciri-ciri tertentu yang berbeda dengan sistem lain misalnya sistem ilmiah.
Suatu sistem filsafat harus komprehensive, dalam arti tidak ada sesuatu hal yang di
luar jangkauannya. Kalau tidak demikian maka hanya memandang realitas dari satu
samping atau tidak memadai.
Suatu sistem filsafat dikatakan memadai kalau mencakup suatu penjelasan
terhadap semua gejala (Kattso£t, 1964) .Realitas yang dihadapi manusia sangat
luas, mencakup segala sesuatu baik hal-hal yang dapat ditangkap dengan indera
manusiawi yang dapat ditangkap dengan akal.
Sebagai mahluk yang berakal, manusia dapat melampaui pengalamannya
sehingga dapat menangkap kenyataan yang di luar pengalaman. Realitas yang
bersifat spiritual (kerokhanian), misalnya hakikat atau esensi sesuatu hal tidak
dapat ditangkap dengan indra akan tetapi hanya dapat dimengerti atau dipahami
dengan perantaraan akal. Karena sedemikian luas jangkauan filsafat, maka sesuatu
sistem fllsafat dengan sendirinya mencakup pemikiran teoritis tentang realitas baik
itu tentang Tuhan, alam, maupun manusia itu sendiri.
Sejalan dengan pengertian sistem sebagaimana dikemukakan di depan,
maka unsur-unsur atau ajaran tentang realitas tersebut, haruslah saling-
berhubungan satu dengan yang lain dalam hubungan yang menyeluruh
(komprehensif). Dalam suatu sistem filsafat ada hubungan antara pemikiran teoritis
tentang Tuhan, alam, dan manusia.Yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa
suatu sistem filsafat mengandung maksud atau tujuan tertentu sebagaimana yang
diharapkan oleh mereka yang mempercayainya bahwa sistem filsafat yang
dianutnya itu sudah merupakan kebenaran yang mutlak.

d. Sistematik Filsafat
Cara mempelajari filsafat dibedakan menjadi dua yaitu secara historis dan
secara sistematik. Yang pertama mempelajari sejarah perkembangan pemikiran
filsafat sejak awal pemunculannya sampai sekarang. Yang kedua mempelajari isi,
yaitu mempelajari pembagian bidang persoalannnya. Masalah-masalah filsafat di
samping dapat dideskripsikan ciri-cirinya, juga dapat dibagi menurut jenis-jenisnya
Jenis-jenis masalah filsafat ini bersesuaian dengan cabang-cabang filsafat.
Ada tiga jenis masalah kefilsafatan yang utama yaitu keberadaan,
pengetahuan dan nilai-nilai.
(1) Masalah-masalah keberadaan (being) atau eksistensi (ezistence).
Masalah ini bersangkutan dengan cabang filsafatmetafisika. Masalah metafisis
dibedakan menjadi tiga yaitu masalah ontologis, masalah kosmologis dan
masalah antrapologis.
(2) Masalah-masalah pengetahuan (knowledge) maupun kebenaran (truth).
Pengetahuan kebenaran ditinjau dari segi isinya bersangkutan dengan cabang
filsafat epistemologi. Pengetahuan kebenaran ditinjau dari segi bentuknya
bersangkutan dengan cabang filsafatlogika.
(3) Masalah-masalah nilai-nilai(values).
Nilai-nilai dapat dibedakan menjadi dua, nilai-nilai kebaikan dan nilai-
nilaikeindahan. Nilai-nilai kebaikan tingkah laku bertalian dengan cabang
filsafat etika. Nilai-nilai keindahan bertalian dengan cabang filsafat estetika.
Cara pembagian yang lebih sederhana, tiga masalah kefilsafatan tersebut
jugadapat dikaitkan secaraberurutan dengantiga cabang filsafat yaitu:
metaflsika, epistemoogi, dan aksiologi. Dalam metafisika, pertanyaan
pokoknya adalah apakah ada itu?, dalam epistemologi, pertanyaan pokoknya
adalah apakah yang dapat saya ketahui?, sedang dalam aksiologi pertanyaan
pokoknya adalah bagaimanakah seharuanya saya berbuat?. Dalam kaitannya
dengan tilsafat Pancasila tiga persoalan metafisis, epistemologisdan aksiologis
tersebut harus dapat dijawab. Dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai
sistem kefilsafatan, tiga masalah tersebut baru dapat dijawab baik secara
teoritis maupun secara normatif.

e. Pancasila Sebagai Sistem Kefilsafatan


Manusia merupakan mahluk yangselalu bertanya la menanyakan
segalasesuatuyang dijumpainya, yang belum dimengerti. Jawaban atas pertanyaan
tersebut dapat diperoleh dengan berfikir sendiri (refleksi) atau ditanyakan kepada
orang lain. Pertanyaan kefilsafatan bertalian dengan pertanyaan yang mendalam
yang mengacu pada hakikat sesuatu yang dipertanyakan baik tentang Tuhan, alam
maupun manusia sendiri.
Jawaban atas pertanyaan kefilsafatan menghasilkan suatu sistem pemikira
kefilsafatan. Pemikiran kefilsafatan kemudian dijelmakan menjadi pandangan
kefilsafatan. Dengan demikian pandangan kefilsafatan seseorang, berarti juga
merupakan pandangan seseorang terhadap Tuhan, alam dan manusia. Dari
pandangan kefilsafatan seseorang dapat diketahui bagaimanaia berfikir, bersikap,
dan berbuat.
Pancasila terdiri dari lima sila yang masing-masing sila merupakan ajaran
yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemausiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan YangDipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Setiap sila dari Pancasila tidak dapat dipisahkan dari kesatuan keseluruhannya.
Pada dasarnya yang menjad subjek atau pendukung dari ini isi sila-sila
Pancasila adalah manusia Indonesia sebagai manusia. Manusia yang terdiri dari
sejumlah unsur mutlak yang semua unsur tersebut menduduki dan menjalankan
fungsinya secara mutlak, artinya tidak dapat digantikan fungsinya oleh unsur yang
lain. Adapun inti isi masing-masing sila Pancasila adalah penjelmaan atau realisasi
yang sesuai dengan unsur-unsur hakikat manusia sehingga setiap sila harus
menempati kedudukandan menjalankan fungsinya secara mutlakdalam susunan
kesatuan Pancasila.
Prof. Notonagoro menyatakan bahwa sila-sila Pancasila merupakan
kesatuan yang bersifat organis, yaitu terdiri atasbagian-bagian yang tidak
terpisahkan. Didalam kesatuan ini, tiap-tiap bagian menempati kedudukan sendiri
dan berfungsi sendiri. Meskipun tiap-tiap sila itu berbeda-beda namun tidak saling
bertentangan malahan saling melengkapi.
Konsekuensi dari konsepsi ini adalah bahwa tidak dapat salah satu sila itu
dihilangkan. Muhammad Yamin juga menegaskan sifat kesatuan dari sila-sila
Pancasila. Jadi, tidaklah benar bahwa ajaran limasila itu hanya satu kumpulan
barang yangbaik-baik belaka ,dan bercerai berai seperti pasir ditepi pantai.
Tidaklah begitu saudara-saudara, semuanya kelima sila itu adalah tersusun dalam
suatu perumusan pikiran filosofi yang harmonis (Yamin, 1958).
Terbentuknya sistem kefilsafatan ini juga dipengaruhi oleh lingkungan
fisik, sosial dan spiritual tempat bangsa ini hidup. Pancasila merupakan
pencerminan pandangan Bangsa Indonesia dalam menghadapi realitas. Secara
tegas dalam Pancasila tercermin pandangan Bangsa Indonesia mengenai "Tuhan",
"manusia", "satu", "rakyat" dan "adil".

B. Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pendidikan Pancasila sangat diperlukan untuk membentuk karakter manusia yang


profesional dan bermoral. Hal tersebut dikarenakan perubahan dan infiltrasi budaya asing
yang bertubi-tubi mendatangi masyarakat Indonesia bukan hanya terjadi dalam masalah
pengetahuan dan teknologi, melainkan juga berbagai aliran dalam berbagai kehidupan
bangsa. Oleh karena itu pendidikan Pancasila diselenggarakan agar masyarakat tercabut
dari akar budaya yang menjadi identitas suatu bangsa dan sekaligus menjadi pembeda
antara satu bangsa dan bangsa lainnya.
Selain itu dekadensi moralyang terus melanda bangsa indonesia yang ditandai
dengan mulai mengendurnya ketaatan masyarakat terhadap norma-norma sosial yang
hidup di masyarakat, menunjukkan pentingnya penanaman nilai-nilai ideologi melalui
pendidikan Pancasila.
Dalam kehidupan politik, para elit politik mulai meninggalkan dan mengabaikan
budaya politik yang santun, kurang menghormati, dan kering jiwa kenegarawanan. Bahkan
banyak politikus yang terjerat kasus korupsi yang sangat merugikan keuangan negara.
Selain itu, penyalahgunaan narkoba yang melibatkan generasi dari berbagai lapisan
menggerus nilai-nilai moral anak bangsa. Korupsi sangat merugikan keuangan negara
yang dananya berasal dari pajak masyarakat.
Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya Pancasila diselenggarakan di
perguruan tinggi untuk menenemkan nilai-nilai moral Pancasila kepada generasi penerus
cita-cita bangsa. Dengan demikian, pendidikan pancasila diharapkan dapat memperkokoh
modalitas akademik mahasiswa dalam berperan serta membangun pemahaman
masyarakat, antara lain:
1. Kesadaran gaya hidup sederhana dan cinta produk dalam negeri.
2. Kesadaran pentingnya kelangsungan hidup generasi mendatang.
3. Kesadaran pentingnya semangat persatuan dan kesatua nasional.
4. Kesadaran pentingnya norma-norma dalam pergaulan.
5. Kesadaran pentingnya mental bangsa.
6. Kesadaran pentingnya penegakan hukum.
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem
Filsafat

1. Sumber Historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pada 12 Agustus 1928, Soekarno pernah menulis di Suluh Indonesia yang


menyebutkan bahwa nasionalisme adalah nasionalisme yang membuat manusia
menjadi perkakasnya Tuhan dan membuat manusia hidup dalam roh. Pembahasan sila-
sila Pancasila sebagai sistem filsafat dapat ditelusuri dalam sejarah masyarakat
Indonesia sebagai beriku.

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang kemerdekaan negara
Indonesia, masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-
agama lokal, yaitu sekitar 14 abad pengaruh Hindu dan Buddha, 7 abad pengaruh
Islam, dan 4 abad pengaruh Kristen. Tuhan telah menyejarah dalam ruang publik
Nusantara. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih berlangsungnya sistem
penyembahan dari berbagai kepercayaan dalam agama-agama yang hidup di
Indonesia.

b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


Nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat Indonesia dilahirkan dari
perpaduan pengalaman bangsa Indonesia dalam menyejarah. Bangsa Indonesia
sejak dahulu dikenal sebagai bangsa maritim telah menjelajah keberbagai penjuru
Nusantara, bahkan dunia. Hasil pengembaraan itu membentuk karakter bangsa
Indonesia yang kemudian oleh Soekarno disebut dengan istilah Internasionalisme
atau Perikemanusiaan. Kemanjuran konsepsi internasionalisme yang berwawasan
kemanusiaan yang adil dan beradab menemukan ruang pembuktiannya segera
setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

c. Sila Persatuan Indonesia.


Kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu kesatuan dalam keragaman serta
kebaruan dan kesilaman. Indonesia adalah bangsa majemuk paripurna yang
menakjubkan karena kemajemukan sosial, kultural, dan teritorial dapat menyatu
dalam suatu komunitas politik kebangsaan Indonesia.

d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan.
Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat memang merupakan fenomena baru di Indonesia, yang muncul sebagai
ikutan formasi negara republik Indonesia merdeka. Sejarah menunjukkan bahwa
kerajaan-kerajaan pra-Indonesia adalah kerajaan feodal yang dikuasai oleh raja-raja
autokrat.
e. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagiaan yang telah
berkobar ratusan tahun lamanya dalam dada keyakinan bangsa Indonesia. Impian
kebahagiaan itu terpahat dalam ungkapan “Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem
kerta raharja”. Demi impian masyarakat yang adil dan makmur itu, para pejuang
bangsa telah mengorbankan dirinya untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Sejarah
mencatat bahwa bangsa Indonesia dahulunya adalah bangsa yang hidup dalam
keadilan dan kemakmuran, keadaan ini kemudian dirampas oleh kolonialisme.

2. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke
dalam 2 kelompok. Kelompok pertama, masyarakat awam yang memahami Pancasila
sebagai sistem filsafat yang sudah dikenal masyarakat Indonesia dalam bentuk
pandangan hidup, Way of life yang terdapat dalam agama, adat istiadat, dan budaya
berbagai suku bangsa di Indonesia. Kelompok kedua, masyarakat ilmiah-akademis
yang memahami Pancasila sebagai sistem filsafat dengan teori-teori yang bersifat
akademis. Pancasila sebagai sistem filsafat, menurut Notonagoro merupakan satu
kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya, sila-sila Pancasila
merupakan suatu kesatuan utuh yang saling terkait dan saling berhubungan secara
koherenyang di gambarkan dalam bentuk piramida bertingkat lima, sila Ketuhanan
Yang Maha Esa berada di puncak piramida dan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia sebagai alas piramida.

Rumusan hierarkis piramida sebagai berikut.

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjiwai dan meliputi sila Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, menjiwai dan meliputi sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
c. Sila Persatuan Indonesia dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menjiwai dan meliputi sila Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, menjiwai dan
meliputi, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dijiwai dan diliputi oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.

3. Sumber Politis Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pada awalnya, Pancasila merupakan konsensus politik yang kemudian
berkembang menjadi sistem filsafat. Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat
dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama, meliputi wacana
politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat pada sidang BPUPKI, sidang PPKI, dan
kuliah umum Soekarno antara tahun 1958 dan1959, tentang pembahasan sila-sila
Pancasila secara filosofis. Kelompok kedua, mencakup berbagai argumen politis
tentang Pancasila sebagai sistem filsafat yang disuarakan kembali di era reformasi
dalam pidato politik Habibie 1 Juni 2011 yang menyuarakan kembali pentingnya
Pancasila bagi kehidupan bangsa Indonesia setelah dilupakan dalam rentang waktu
yang cukup panjang sekitar satu dasawarsa pada eforia politik di awal reformasi. Pidato
Habibie dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Pernyataan Habibie tentang kedudukan Pancasila sebagai dasar filosofis bangsa
Indonesia dalam dinamika sejarah sistem politik sejak Orde Lama hingga era
reformasi.
b. Pernyataan Habibie tentang faktor-faktor perubahan yang menimbulkan pergeseran
nilai dalam kehidupan bangsa Indonesia sehingga diperlukan reaktualisasi Pancasila.
Habibie menyatakan hal itu sebagai berikut:“Beberapa perubahan yang kita alami
antara lain:

(1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;

(2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbangi dengan
kewajiban asasi manusia

(3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi


menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tetapi
juga yang rentan terhadap "manipulasi" informasi dengan segala dampaknya.

Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang


dialami bangsa Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat pada
umumnya, termasuk dalam corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang
terjadi saat ini.

D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem


Filsafat

1. Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pada era Soekarno, Pancasila sebagai system filsafat dikenal dengan
“Philosofische Grondslag”. Soekarno mengatakan kalau gagasan tentang Pancasila
timbul seperti ilham setelah beliau melalukan perenungan. Perenungan yang dilakukan
oleh soekarno merupakan berguna untuk mencari jawaban dari pertanyaan Ketua
BPUPKI, tentang dasar negara Indonesia. Lima dasar yang beliau ajukan tersebut
dinamakan dengan Philosofische Grondslag. Namun, belum diuraikan secara rinci, dan
lebih ke arah adagium politik. Soekarno lebih menekankan Pancasila sebagai filsafat
asli yang berasal dari bangsa Indonesia.
Pada masa orde baru yaitu masa Soeharto, Pancasila berkembang ke arah yang
lebih praktis. Maksudnya, filsafat dari Pancasila tidak hanya semata-mata mencari
kebenaran dan kebijaksanaan, tapi juga dipergunakan dalam pedoman dalam
melaksanakan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal itulah Soeharto mengembangkan
P-4. Bukan hanya itu, penerapan Pancasila pada masa orde baru juga lebih pada
kepentingan pemerintah, yaitu sebagai alat hegemoni untuk mengekang kebebasan dan
melegitimasi kekuasaan.
Pada era Habibie atau era reformasi, Pancasila kurang bergelora lagi. Pancasila
ibaratkan hanya diam tanpa bergeming dalam masa reformasi sehingga
dilaksanakannya Pendidikan adalah salah datu jalan agar Pancasila dapat diestafetkan
dari generasi ke generasi.

2. Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Bentuk-bentuk tantangan terhadap Pancasila sebagai system filsafat muncul
sebagai berikut.
a. Kapitalisme, yaitu kebebasan individual untk meraih unutng terbesarnya untuk
kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Bentuk tantangan dari
kapitalisme terhadap Pancasila adalah terlalu berlebih dalam kebebasan
individual, sehingga mengakibatkan dampak buruk.
b. Komunisme, memiliki pengertian bahwa negara menguasai segalanya untuk
kepentingan masyarakat dan memakmurkannya. Paham ini erat dengan
Marxisme. Hal ini jelas bertentangan dengan negara Indonesia, karena pada
komunisme kekuasaan negara sangatlah besar.

E. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1. Esensi atau Hakikat Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


a. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan
sebagai prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk.
b. Hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis.
c. Hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan.
d. Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah.
e. Hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif, legal dan
komutatif.

2. Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


a. Meletakkan pancasila sebagai sistem filsafat dapat memulihkan harga diri bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dalam politik,yuridis,dan juga merdeka
dalam mengemukakan ide-ide pemikiranya untuk kemajuan bangsa,baik secara
materil maupun spiritual.
b. Pancasila sebagai sistem filsafat membangun alam pemikiran yang berakar dari
nilai nilai budaya bangsa Indonesia sendiri sehingga mampu dalam menghadapi
berbagai ideology dunia.
c. Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi dasar pijakan untuk menghadapi
tantangan globalisasi yang dapat melunturkan semangat kebangsaan dan
melemahkan sendi-sendi perekonomian yang berorientasi pada kesejahteraan
rakyat banyak.
d. Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi way of life sekaligus way of
thinking bangsa Indonesia untuk menjaga keseimbangan dan konsistensi antara
tindakan dan pemikiran.

F. Rangkuman tentang Pengertian dan Pentingnya Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Adanya pancasila sebagai sistem filsafat memberikan kontribusi positifbterhadap


perkembangan pemikiran bangsa indonesia saat ini. Terbentuknya sila-sila yang berasal
dari buah pikir para pejuang bangsa indonesia menjadikan ciri khas tersendiri bagi bangsa
indonesia. Pencetusan pancasila sebagai landasan merupakan hal yang sangat cocok
dengan karakter bangsa indonesia yang terdri dari kemajemukan suku,ada dan budaya.
Kecocokan ini disebabkan oleh adanya keterkaitan, saling mengisi dan melengkapi
pada setiap sila-sila pancasila sehingga terciptalah rasa solidaritas terhadap sesama bangsa
indonesia tanpa membedakan suku, agama, adat, dan budaya. Hal ini dikarenakan moto
dari bangsa indonesia itu sendiri yang sampai sekarang masih tertanam abadi “BHINEKA
TUNGGAL IKA” yang mempunyai makna walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu juga.
Hal ini sesuai dengan pidato Ir. Soekarno tanggal 1 juni 1945 yang menegaskan
bahwa maksud pancasila adalah philosiphschegrondslag itulah fundamental
filsafah,pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung “Indonesia
Merdeka Yang Kekal dan Abadi” . oleh karena itu sebagai generasi penerus maka sudah
seharusnya kita tetap menjaga rasa persatuan dan kesatuan bangsa indonesia dengan
berlandaskan pancasila dan UUD 1945.

G. Projek Belajar Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat

Pancasila sebagai Sistem Filsafat adalah kesatuan dari berbagai unsur yang
memiliki fungsi tersendiri, tujuan yang sama, saling keterikatan dan ketergantungan.
Filsafat adalah upaya manusia mencari kebijaksanaan hidup dalam membangun peradaban
manusia. Pancasila adalah ideologi dasar dalam kehidupan bernegara Indonesia. Pancasila
dalam filsafat digunakan sebagai objek dan subjek. Objek untuk dicari landasan filosofi
nya dan subjek untuk mengkritisi aliran filsafat yang berkembang. Maka dari itu Pancasila
harus menjadi orientasi pelaksanaan sistem politik dan pembangunan nasional.

Kita sebagai warga negara Indonesia seharusnya mempelajari betul apa makna
landasan filosofi Pancasila dan juga mengkritisi prinsip-prinsip kehidupan kita dengan
melihat Pancasila, bukan ketika ada prinsip hidup kita yang berlawanan dengan Pancasila
kita malah ingin mengganti ideologi Pancasila tersebut.
Pancasila memiliki 3 landasan pijak filosofis yaitu Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis. Ontologis dalam filsafat adalah tentang hakikat yang paling mendalam dan
paling umum(mendasar). Epistemologis adalah tentang sifat dasar pengetahuan.
Aksiologis adalah tentang penelitian tentang nilai-nilai. Landasan Ontologis Pancasila
adalah pemikiran filosofis atas sila-sila Pancasila sebagai dasar filosofis negara Indonesia.
Menurut Sephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, ontology bergadapan dengan sifat
makhluk hidup, dimana ada 3 mainstream utama yaitu determinisme, pragmatism, dan
kompromisme.

Pancasila sebagai dasar filosofis negara Indonesia sebagai Ontologi adalah sebagai
brikut.

a. Hal kebebasan beragama dan menghormati satu sama lain.


b. Setiap orang memiliki martabat, HAM, keadilan yang sama.
c. Ada perbedaan tapi tetap satu (rasa kebangsaan Indonesia).
d. Sistem demokrasi melalui musyawarah demi tercapainya mufakat untuk
menghindari dikotomi mayoritas dan minoritas.
e. Seharusnya, tidak ada kemiskinan dalam negara merdeka (adil secara social)

Landasan Epistemologis Pancasila artinya nilai-nilai Pancasila digali dari


pengalaman bangsa Indonesia yang kemudian disintesiskan melalui pandangan
komprehensif kegidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menurut Littlejohn
dan Foss, pengetahuan muncul melalui rasionalisme dan atau empirisme, yang memiliki 2
tingkatan yaitu pengetahuan mutlak dan pengetahuan relative.

Berdasarkan Epistemologi (pengetahuan), Filosofi Pancasila sebagai berikut.

a. Pengalaman kehidupan beragama bangsa Indonesia.


b. Pengalaman ditindas penjajah selama berabad-abad.
c. Pengalaman terpecahbelahnya bangsa atas adu domba Belanda melaluit politik
Devide et Impera.
d. Pengalaman budaya turun menurun bangsa Indonesia dalam bermusyawarah
mufakat.
e. Pengalaman budaya turun menurun bangsa Indonesia dalam bergotong royong.

Landasan Aksiologis Pancasila artinya nilai atau kualitas yang terkandung dalam
sila-sila Pancasila. Pancasila mengandung spiritualitas, kemanusiaan, solidaritas,
musyawarah, dan keadilan. Pancasila merupakan sumber nilai untuk memahami hidup
berbangsa dan bernegara secara utuh.

Nilai-nilai dari Pancasila berdasarkan filosofinya yaitu sebagai berikut.

1. Kualitas monoteis, spiritual, kekudusan, dan sakral.


2. Martabat, harga diri, kebebasan, dan tanggung jawab.
3. Solidaritas dan kesetiakawanan.
4. Demokrasi, musyawarah, mufakat, dan berjiwa besar.
5. Kepedulian dan gotong royong.
DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, W Agustinus. 2017. Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa ini. Yogyakarta: PT


Kanisius.

Slamet Sutrisno. 2006. Filsafat Dan Ideologi Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Syam, Mohammad Nor. 1980. Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan

Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional

Fuadi, Ariza. 2015. Negara Kesejahteraan (Welfarestate) dalam Pandangan Islam dan

Kapitalisme. Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia Volume 5 Nomor 1 Halaman 14-20.

Yakub, Muhammad Mubarok. 2017. Problem Teologis Ideologi Komunisme. Jurnal

Peradaban Islam Volume 13 Nomor 1 Halaman 49-50.

Kristiono, Nata. 2017. Harmony. Jurnal Pembelajaran IPS dan PKN Volume 2 Nomor 2

Halaman 1-5.

Nurardani, Paristiyanti dkk. 2016. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:

Ristekdikti.

Drijarkara, N. 1959. Pantjaaila and Religion. Jakarta: Ministry of Information Republic of

Indonesia.

Fowler, W.H. 1964. The Concise Oxford Dictionary of Current English. Inggris: Oxford.

Homby, A.S. 1973. The Advanced Learnber'a Dictionary of Current English. Inggris:
Oxford.

Mulder, D.C. 1966. Pembimbing ke dalam Rmu Filsafat. Jakarta: Badan Penerbit Kristen.

Notonagoro. 1971. Pancasila secara Rmiah Populer. Jakarta: Pancuran Tujuh.

Sprague, Elmer and Paul W. Taylor. 1959. Knowledge and Values, NewYork: Horcourt

Barce World Inc.

Yamin, Muhammad. 195. Sistema Filsafat Pantjaaila, Kementerian PeneranganR.I. Jakarta.

http://www.academia.edu/36288604/PANCASILA_SEBAGAI_SISTEM_FILSAFAT
diakses pada tanggal 3 Oktober 2019 pukul 15. 50 WIB.

https://www.kompasiana.com/brianjohanes7627/5ceb56e195760e301c7e64f2/pancasila-
sebagai-sistem-filsafat?page=all diakses pada tanggal 3 Oktober 2019 pukul 16. 38 WIB.

Anda mungkin juga menyukai