Anda di halaman 1dari 27

KONSTRUKSI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU :

Matematika dan Pendidikan Matematika

Dosen pengampu: Prof.Dr.Marsigit,M.A.

Disusun Oleh:

Riski Anan Tama (23031140057)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASACASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2023
PENDAHULUAN

Matematika bukan hanya merupakan kumpulan rumus dan aturan, tetapi juga mencakup
proses berpikir yang mendalam dan universal. Bagi banyak orang, belajar matematika tidak
hanya tentang memahami bagaimana memecahkan masalah tertentu, tetapi juga mengembangkan
kemampuan berpikir logis, analitis, dan kreatif. Pada bagian ini, filsafat ilmu menjadi selaras
dalam menjelaskan dan memahami landasan konseptual serta nilai-nilai yang mendasari mata
pelajaran matematika.

Filsafat ilmu memberikan pandangan tentang sifat ontologis matematika yang kemudian
menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai ide matematika seperti bilangan dan bentuk
geometri merupakan hal yang eksis secara bebas. Dengan pemahaman ini, kita dapat melihat
bahwa matematika tidak hanya sekadar alat pengukur, tetapi juga memiliki keberadaan yang
melebihi kenyataan fisik. Bagaimana konsep abstrak ini tercermin dalam pengajaran dan
pemahaman siswa terhadap matematika.

Selain itu, pemahaman filsafat ilmu dapat membantu mengatasi tantangan dalam
pembelajaran matematika yang sering kali dianggap sulit atau kurang menarik. Bagaimana kita
dapat mengintegrasikan pendekatan konstruktivis, di mana siswa diberdayakan untuk
membangun pemahaman mereka sendiri, dengan tetap merujuk pada proses berpikir matematika.
Bagaimana filsafat ilmu dapat memberikan pedoman dalam menciptakan lingkungan
pembelajaran yang merangsang minat dan apresiasi terhadap matematika.

Melalui pemahaman yang mendalam tentang konstruksi dan implementasi filsafat ilmu
dalam matematika dan pendidikan matematika, kita dapat memperkaya pengalaman belajar
siswa dan memperkuat kontribusi matematika sebagai bagian dari pengembangan pikiran
manusia.

I. FILSAFAT UMUM

Pada dasarnya ilmu memiliki hubungan yang erat dengan filsafat. Dalam posisinya ilmu
mengambil peran untuk menggambarkan sedang filsafat menjelaskan fenomena alam semesta.
Untuk kebenarannya, dapat ditemukan dengan proses pemikiran dengan menggunakan
pengalaman-pengalaman sebelumnya telah dialami. Sehingga bisa dikatakan bahwa
perkembangan ilmu secara tidak langsung memiliki posisi untuk memperkuat keberadaan filsafat
dimana tujuan dari berfilsafat itu sendiri bermuara pada kebenaran yang akan di capai.

Selain sebagai cara pandan hidup dan juga proses atau cara berpikir, filsafat dapat juga
dipandang sebagai ilmu. Tugas filsafat untuk menunjukkan tentang hakikat sesuatu hal sebagai
sebuah ilmu, dimana hal inti ini perlu di temukan dengan proses yang sangat mendalam oleh
pemikiran manusia. Filsafat ilmu dapat dikatakan sebagai dasar dalam proses kegiatan untuk
memperoleh ilmu secara ilmiah.
Jika berbicara tentang filsafat ilmu, maka perlu dipahami tiga aspek atau landasan
berpikir filsafat sebab ketiga aspek ini akan selalu ada dalam filsafat ilmu. Ketiga aspek
berfilsafat diantaranya ada ontologi, epistemologi dan aksiologi. Jika melihat ketiga landasan
tersebut, ilmu memiliki bagian-bagian tertentu. Di dalam ilmu ada objek, pernyataan, proposisi,
dan karakteristik dimana keempat aspek tersebut yang sebenarnya disoroti oleh tiga landasan
berpikir filsafat mengenai ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

A. Ontologi

Secara bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani yang asal katanya adalah “Ontos”
dan “Logos”. Ontos adalah “yang ada” sedangkan Logos adalah “ilmu”. Sederhananya, ontologi
merupakan ilmu yang berbicara tentang yang ada. Secara istilah, ontologi adalah cabang dari
ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakikat hidup tentang suatu keberadaan yang meliputi
keberadaan segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada (Mahfud, 2018). Sedangkan menurut
Saihu, S. (2019) Ontologi diartikan sebagai suatu cabang metafisika yang berhubungan dengan
kajian mengenai eksistensi itu sendiri. Ontologi mengkaji sesuai yang ada, sepanjang sesuatu itu
ada.

Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani.
Kajian tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh yunani yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis adalah Thales, Plato, dan Aristoteles. Thales,
misalnya, melalui perenungannya terhadap air yang ada di mana-mana, ia sampai pada
kesimpulan bahwa air merupakan “substansi terdalam” yang merupakan asal mula dari segala
sesuatu. Yang penting bagi kita sesungguhnya bukanlah ajarannya yang mengatakan air itulah
asal mula segala sesuatu, melainkan pendiriannya bahwa “mungkin sekali segala sesuatu berasal
dari satu substansi belaka.

Ontologi kerap kali diidentikkan dengan metafisika. Ontologi merupakan cabang ilmu
filsafat yang berhubungan dengan hakikat apa yang terjadi. Ontologi menjadi pembahasan yang
utama dalam filsafat, dimana membahas tentang realitas atau kenyataan. Pada dasarnya ontologi
berbicara asas-asas rasional dari yang ada atau disebut suatu kajian mengenai teori tentang “ada”,
karena membahas apa yang ingin diketahui dan seberapa jauh keingintahuan tersebut.

Adapun karakteristik dari ontologi ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut:
Pertama, ilmu berasal dari suatu penelitian. Kedua, adanya konsep pengetahuan empiris dan
tidak ada konsep wahyu. Ketiga, pengetahuan bersifat rasional, objektif, sistematik, metodologis,
observatif, dan netral. Keempat, menghargai asas verifikasi (pembuktian), eksplanatif
(penjelasan), keterbukaan dan dapat diulang kembali, skeptisisme yang radikal, dan berbagai
metode eksperimen. Kelima, melakukan pembuktian bentuk kausalitas (causality) dan terapan
ilmu menjadi teknologi. Ketujuh, mengakui pengetahuan dan konsep yang relatif serta logika-
logika ilmiah. Kedelapan, memiliki berbagai hipotesis dan teori-teori ilmiah. Kesembilan,
memiliki konsep tentang hukum-hukum alam yang telah dibuktikan.
Jika melihat dari uraian di atas maka ontologi ini perlu bagi setiap manusia yang
berkeinginan untuk mempelajari secara menyeluruh tentang alam semesta ini dan juga
merupakan hakikat apa yang dikaji atau ilmunya itu sendiri. Ontologi ialah konsep berkaitan
dengan makna dari suatu objek pengetahuan serta spesifikasi dari sebuah konseptual, dengan
kata lain ontologi merupakan penjelasan dari suatu konsep dan keterhubungannya dari ilmu
tersebut.

B. Epistemologi

Istilah epistemologi berasal dari bahasa Inggeris ‘epistemology’ yang merupakan


gabungan dua perkataan Yunani iaitu ‘episteme’ yang bermaksud “pengetahuan” dan ‘logos’
yang bermaksud “ilmu, sains, kajian, teori dan pembahasan”. Epistemologi merupakan salah satu
cabang filsafat yang membahas tentang suatu hakikat, makna, kandungan, sumber dan proses
ilmu. Jadi dapat dikatakan bahwa epistemologi itu berarti “pembahasan tentang ilmu
pengetahuan. Istilah epistemologi juga dikaitkan dengan konsep ilmu yaitu suatu pengetahuan
yang membawa kepada pemahaman kebenaran. Oleh karena itu pembahasan epistemologi
merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas asal-usul, struktur, metode dan keabsahan
ilmu.

Ketika ontologi berusaha mencari secara reflektif tentang yang ada, berbeda epistemologi
berupaya membahas tentang terjadinya dan kebenaran ilmu. Landasan epistemologi memiliki arti
yang sangat penting bagi bangunan pengetahuan, karena menjadi tempat berpijak dimana suatu
pengetahuan yang baik ialah yang memiliki landasan yang kuat.

Berikut adalah aliran-aliran dalam epistemologis:

1. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat semua pengetahuan bersumber dari akal pikiran atau rasio.
Tokohnya antara lain Rene Descartes (1596-1650), yang membedakan adanya tiga ide, yaitu
innate ideas (ide bawaan), sejak manusia lahir atau juga dikenal dengan adventitinous ideas,
yaitu ide yang berasal dari luar manusia, dan faktitinousideas, atau ide yang dihasilkan oleh
pikiran itu sendiri. Tokoh lain yaitu Spinoza (1632-1677), Leibniz (1666-1716).

2. Empirisme
Aliran ini berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui
pengalaman indra. Indra memperoleh pengalaman (kesan-kesan) dari alam empiris,
selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul dalam diri manusia menjadi pengalaman.
Tokohnya antara lain:
a. John Locke (1632-1704), berpendapat bahwa pengalaman dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu (1) pengalaman luar (sensation), yaitu pengalaman yang diperoleh
dari luar dan (2) pengalaman dalam, batin (reflexion). Kedua pengalaman tersebut
merupakan idea yang sederhana yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk
idea yang lebih kompleks.
b. David Hume (1711-1776), yang meneruskan tradisi empirisme. Hume berpendapat
bahwa ide yang sederhana adalah salinan (copy) dari sensasi-sensasi sederhana atau
ide-ide sederhana atau kesan-kesan yang kompleks. Aliran ini kemudian berkembang
dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan terutama pada abad 19 dan 20.
3. Realisme
Realisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek yang kita
serap lewat indra adalah nyata dalam diri objek tersebut. Objek-objek tersebut tidak
bergantung pada subjek yang mengetahui atau dengan kata lain tidak bergantung pada pikiran
subjek. Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi, tetapi interaksi tersebut memengaruhi sifat
dasar dunia tersebut. Dunia telah ada sebelum pikiran menyadari serta akan tetap ada setelah
pikiran berhenti menyadari. Tokoh aliran ini antara lain Aristoteles (384-322 SM), menurut
Aristoteles, realitas berada dalam benda-benda konkret atau dalam proses-proses
perkembangannya.
4. Positivisme
Positivisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa pengetahuan yang benar hanya
berasal dari ilmu alam dan tidak berkaitan dengan metafisika. Ini berarti bahwa hanya ada
sedikit perbedaan antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial
berjalan berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam. Ajaran positivisme pertama kali
dikembangkan oleh Isidore Auguste Comte. Menurut Comte, positivisme adalah cara pandang
dalam memahami dunia dengan berdasarkan ilmu sains.
5. Skeptisisme
Aliran skeptisisme adalah suatu pendekatan atau sikap mental yang menekankan pada
pemikiran kritis dan keraguan terhadap klaim-klaim atau keyakinan tanpa adanya bukti yang
kuat atau tanpa dasar rasional yang memadai. Skeptisisme melibatkan sikap yang hati-hati
terhadap menerima informasi atau keyakinan tanpa terlebih dahulu melakukan penelitian dan
evaluasi yang cermat

C. Aksiologi

Aksiologi berasal dari istilah Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar.
Sedangkan logos berari ilmu, akan tetapi aksiologi juga dapat disebut juga dengan teori nilai.
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan
itu sendiri dan bagaimana manusia menggunakan ilmu tersebut. Dalam hal ini yang ingin dicapai
oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan. Jadi aksiologi
di sini adalah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Dewasa ini, istilah axios = nilai dan
logos = teori istilah ini sebenarnya lebih akrab dipakai dalam istilah filosofi.48 Adapun aksiologi
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia; atau kajian tentang nilai, khususnya etika.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. lmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus di sesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan
moral suatu Masyarakat sehingga nilai kegunaan ilmu itu dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
usahanya meningkatkankesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan
bencana.

Ada dua kategori dasar aksiologis, yaitu (1) objektivisme dan (2) subjektivisme.
Keduanya beranjak dari pertanyaan yang sama, yaitu, apakah nilai itu bersifat bergantung atau
tidak bergantung pada manusia? Dari sini, muncul empat pendekatan etika, dua yang pertama
beraliran objektivisme dan dua berikutnya beraliran subjektivisme. Adapun yang dimaksud
adalah (1) teori nilai intuitif, (2) teori nilai rasional, (3) teori nilai alamiah dan (4) teori nilai
emotif.

1. Teori Nilai Intuitif


Menurut teori ini, sangat sukar jika tidak bisa dikatakan mustahil
untukmendefmisikan suatu perangkat nilai yang absolut. Bagaimana pun juga suatu
perangkat nilai yang absolut itu eksis dalam tatanan yang bersifat objektif. Nilai
ditemukan melalui intuisi, karena ada tatanan moral yang bersifat baku. Mereka
menegaskan bahwa nilai eksis sebagai piranti objek atau menyatu dalam hubungan
antar-objek, dan 1aliditas dari nilai tidak bergantung pada eksistensi atau perilaku
manusia. Sekali mengakui dan menemukan seseorang nilai itu melalui proses intuitif,
ia berkewajiban untuk mengatur perilaku individual atau sosialnya selaras dengan
preskripsi moralnya.

2. Teori nilai rasional


Menurut teori ini, janganlah percaya pada nilai yang bersifat obiektif dan murni
independen dari manusia. Nilai ini ditemukan sebagai hasil dari penalaran manusia.
Fakta bahwa seseorang melakukan sesuatu yang benar ketika ia tahu dengan nalarnya
bahwa itu benar, sebagai fakta bahwa hanya orang jahat atau yang lalat yang
melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak atau wahyu Tuhan. Jadi, dengan
nalar atau peran Tuhan nilai ultimo, objektif, absolut yang seharusnya mengarahkan
perilakunya.

3. Teori nilai alamiah


Menurut teori ini nilai, diciptakan manusia bersama dengan kebutuhan dan hasrat
yang dislaminya. Nilai yaitu produk biososial, artefak manusia yang diciptakan,
dipakai, diuji oleh individu dan masyarakat untuk melayani tujuan membimbing
perilaku manusia. Pendekatan naturalia mencakup teori nilai instrumental dimana
keputusan nilai tidak absolut tetapi bersifat relatif. Nilai secara umum hakikatnya
bersifat subjektif, bergantung pada kondisi manusia.
4. Teori nilai emotif.
Jika tiga aliran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka
teori ini memandang bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan 43 faktual
melainkan hanya merupakan ekspresi emosi dan tingkah laku. Nilai tidak lebih dari
suatu opini yang tidak bisa diverifikasi, sekalipun diakui bahwa penelitian menjadi
bagian penting dari tindakan manusia.

II. FILSAFAT ILMU

Pada prinsipnya posisi dari ilmu pengetahuan adalah untuk memudahkan segala aktifitas
maupun pekerjaan dalam kehidupan manusia. Matematika dengan status yang sama, juga
memiliki peran yang sama. Lahirnya matematika tak lain adalah untuk memberikan kemudahan
dan mengatasi berbagai persoalan hidup. Untuk mengetahui kedudukan dan peran matematika
secara jelas, maka filsafat yang dikatakan sebagai proses berpikir memperjelas makna dari
hadirnya matematika itu sendiri. Sebagai bagian dari ilmu, filsafat matematika juga memiliki
ruang lingkup bidang kajian. Ruang lingkup kajian matematika terdiri atas ontology matematika,
epsitemologi matematika, dan aksiologi matematika.

A. Ontologi Ilmu (Menuju Mat/PMat)

Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang yang ada. Kaitannya dengan
ilmu, ontology mempersoalkan obyek apa yang ditelaah oleh ilmu itu. Hubungan antara
pandangan ontologi dengan matematika cukup banyak menimbulkan persoalan-persoalan yang
dibahas oleh sebagian filsuf matematik. Dalam ontologi matematika dipersoalkan cakupan dari
pernyataan matematika (cakupannya suatu dunia yang nyata atau bukan). Pandangan realisme
empirik menjawab bahwa cakupan termaksud merupakan suatu realitas.

Ontologi matematika mengkaji mengenai sifat dasar dari apa yang nyata secara
fundamental dan cara berbeda di mana entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan dapat
dikatakan ada. Kajian dalam ontologi matematika adalah pada padangan realisme empirik
terhadap suatu realitas dan eksistensi dari entitas-entitas matematika.

Secara ontologis kedudukan dari matematika disoroti pada poin empirisme dan kebenaran
mutlak dari matematika. cakupan dari ontologi matematika yaitu : 1) Matematika sebagai alat
pikiran. 2) matematika sebagai Bahasa. 3) Matematika untuk Nature Science dan Social Science.
4) Matematika ruang dan waktu. 5) peranan matematika modern.
B. Epistemologi Ilmu(Menuju Mat/PMat)

Epistemologi atau teori pengetahuan membahas secara mendalam segenap proses yang
terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. The Liang Gie mengatakan bahwa
epistemologi matematika adalah teori pengetahuan yang sasaran penelaahannya ialah
pengetahuan matematika. Epistemologi sebagai salah satu bagian dari filsafat merupakan
pemikiran reflektif terhadap segi dari pengetahuan seperti kemungkinan, asal mula, sifat alami,
batas-batas, asumsi dan landasan, validitas dan reliabilitas sampai kebenaran pengetahuan.
Secara epistemologis kedudukan dari matematika disoroti pada keberadaanya yang berkaitan
dengan rasionalitas. Matematika yang pada tahap awal perkembangannya belum menemui titik
terang, dapat ditarik garis yang lebih jelas berdasarkan pandangan epistemologis.

Cakupan dalam epistemology matematika adalah : 1) Besaran pola dan bentuk dalam
matematika. 2) cabang ilmu matematika. 3) pengetahuan matematika modern. 4) matematika
bagian dari science. 5) symbol dan bilangan matematika. 6) abstraksi dalam matematika.

C. Aksiologi Ilmu (Menuju Mat/PMat)

Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai, layak, pantas, patut
dan Logos yang berarti teori, pemikiran. Jadi Aksiologi adalah "teori tentang nilai". Aksiologi
merupakan teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan
moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu
ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan (seni/estetika). Ketiga, sosio political life,
yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik. Jadi, aksiologi yaitu
teori tentang nilai-nilai ketiga aspek ini, yakni moral, keindahan, dan sosial politik.

Lebih lanjut aksiologi meliputi nilai-nilai parameter bagi apa yang disebut dengan
kebenaran atau kenyataan. Sebagaimana kehidupan yang kita jalani berbagai kawasan, seperti
kawasan sosial, kawasan fisik materi dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukkan
aspeknya sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus kita
perhatikan di dalam menjalankan ilmu praktis. Dalam pendekatan aksiologis ini ilmu harus
dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia dengan cara melihat berbagai aspek kehidupan yang
melingkupinya.

Ada dua kategori dasar aksiologis, yaitu (1) objektivisme dan (2) subjektivisme.
Keduanya beranjak dari pertanyaan yang sama, yaitu, apakah nilai itu bersifat bergantung atau
tidak bergantung pada manusia? Dari sini, muncul empat pendekatan etika, dua yang pertama
beraliran objektivisme dan dua berikutnya beraliran subjektivisme. Adapun yang dimaksud
adalah (1) teori nilai intuitif, (2) teori nilai rasional, (3) teori nilai alamiah dan (4) teori nilai
emotif.
III. MEMBANGUN FILSAFAT (Ilmu) : Dari realita/contoh menuju Idealita/Konsep

Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang mempertanyakan asal-usul, metode, dan
sifat ilmu pengetahuan. Filsafat ini bertujuan untuk membebaskan manusia dari cara pemahaman
yang picik dan dangkal, dan membimbing manusia untuk berpikir secara luas dan mendalam.
Filsafat ilmu juga terkait dengan perihal kebijaksanaan dan mempertanyakan bagaimana suatu
pengetahuan atau keilmuan dapat diperoleh manusia. Dalam membangun konsep ilmiah, realita
di sekitar kita menjadi landasan yang penting. Oleh karena itu, pemahaman tentang filsafat ilmu
dan peran realita dalam membangun konsep ilmiah sangatlah penting untuk dikaji lebih dalam.

A. Review Video Kuliah Filsafat


Manusia merupakan mahluk yang hidup dalam batasan yang terbagi pada batas
wilayahnya sebagai mahluk yang hidup bersosial sesamanya dan berada pada wilayah
kekuasaan Tuhan dimana ia hidup mengikuti keputusan Tuhannya. Pada kehidupan yang
manusia jalani, mereka memiliki pilihan yang dapat secara sadar mereka pilih untuk
memenuhi segala kebutuhan dan keinginan. Ada juga pilihan yang telah terpilih tanpa
memiliki kuasa untuk menentukan pilihan itu sesuai dengan kehendak mereka secara
sadar. Sebagai contoh seseorang bisa memilih jalan yang akan dia gunakan untuk menuju
ke kampusnya, namun untuk setiap kejadian dalam perjalanan yang ditempuh ia tidak
mampu mengatur kejadian apa saja yang akan menimpa dirinya.
Dunia manusia terbagi menjadi dua, ada yang idealism yang merupakan wilayah
pikiran dengan segala kelogikaannya dan realism atau wilayah kenyataan alam sekitarnya
dengan sifat keterhubungan pada hal apa saja yang ada. Pengetahuan manusia dapat
diperoleh pada berbagai hal yang terjadi melalui pengalaman atau peristiwa semasa
hidupnya. Terdapat pula pengetahuan yang terbentuk dari olah pikirannya dengan logika
yang dia peroleh. Dalam kenyataan tidak ada satu halpun yang memiliki kesamaan sebab
pada setiap waktu yang terlewati hal tersebut akan mengalami kebaruan. Sebagai contoh
sesorang yang bersin akan berbeda dengan dirinya yang sebelum bersin dan sesudah
bersin. Namun untuk dunia pikiran, kesamaan itu ada, sebab ia bersifat tetap pada
wilayah itu, tidak terpengaruh dengan kejadian diluar wilayahnya.
Manusia perlu paham wilayahnya, sebab saat berada pada ketidak sesuaian posisi
dengan perilakunya, maka ini yang menyebabkan sesorang menjadi masalah dengan
orang lain dikarenakan ketidakpahaman pada hal tersebut. Ia juga perlu menyadari bahwa
dirinya memiliki dua hal. Pribadi sebagai seorang hamba yang ber-Tuhan dan
mengharuskan kepatuhan yang baik pada-Nya dan juga sebagai pribadi yang bertempat di
kehidupan manusia yang lain sehingga perlu sadar akan segala perilaku untuk tidak
menyakiti sesamanya.

B. Review Buku CPR I Kant


Pada pikiran manausia terdapat banyak pertanyaan pertanyaan yang bahkan untuk
dirinya sendiri tidak memiliki kemampuan untuk dapat menemukan jawaban atas
pertanyaan itu, sehingga pada suatu keadaan pertanyaan itu akan menjadi kumpulan
misteri yang sulit terpecahkan. Selain itu manusia dalam upaya memahami lingkungan
sekitarnya mendapati pertanyaan mendasar seperti pertanyaan terkait kenyataan atau
keberadaan tuhan dan hakekat kehidupan akibatnya mereka masuk dalam kebingungan
dan kontradiksi sebab menggunakan prinsip yang mungkin saling bertentangan atau
melampaui pemahaman akal sehat. Ini dapat membuat mereka merasa ada kesalahan
dalam pemikiran mereka.
Waktu sebagai alat yang mampu mempengaruhi ilmu pengetahuan yang
mengubah dan memengaruhi arah perkembangannya. Waktu mengacu pada perubahan
dalam pandangan dan metode dalam sejarah pemikiran manusia. Sehingga bisa dikatakan
waktu memiliki control atas ilmu pengetahuan, ini menggambarkan bagaimana
pandangan dan pemahaman manusia terhadap dunia akan terus berubah seiring
berjalannhya waktu. Seiring berlalunya waktu ilmu pengetahuan juga mengalami
perubahan. Paragraf ini juga menginformasikan terkait perubahan dalam pemerintahan
ilmu pengetahuan dimana awalnya ilmu pengetahuan dianggap sebagai despotisme
absolut yahg mengacu pada otoritas sangat kuat. Dimana dalam sistem ini bentuk
pemerintahan dimana seseorang penguasa punya kekuasaan mutlak. Namun seiring
berkembangnya waktu penguasaan ilmu pengetahuan ini mulai pecah sebab terjadi
konflik internal. Di akhir paragraf tersirat bahwa setelah berbagai metode telah dicoba
dan dianggap sia-sia, ada perasaan kelelahan dan ketidakpedulian dalam upaya untuk
memahami dunia. Ini bisa merujuk pada ketidakpastian dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan pemikiran filosofis. Manusia tidak boleh acuh tak acuh terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa diabaikan dalam konteks kemanusiaan. Ini
menyoroti pentingnya berpikir dan merenung tentang pertanyaan-pertanyaan filosofis dan
moral dan juga Paragraf ini menyatakan pentingnya pemeriksaan diri yang cermat dan
pengadilan nalar murni. Ini mengajak pembaca untuk merenungkan dan memeriksa
keyakinan, pemahaman, dan pengetahuan mereka dengan cermat. Pengadilan ini
dimaksudkan untuk mencari pemahaman yang kuat dan rasional, sambil menolak klaim
dan pretensi yang tidak berdasar atau sewenang-wenang.
Bahwa manusia tidak boleh acuh tak acuh terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
tidak bisa diabaikan dalam konteks kemanusiaan. Ini menyoroti pentingnya berpikir dan
merenung tentang pertanyaan-pertanyaan filosofis dan moral kemudian juga bahwa
menyatakan pentingnya pemeriksaan diri yang cermat dan pengadilan nalar murni. Ini
mengajak pembaca untuk merenungkan dan memeriksa keyakinan, pemahaman, dan
pengetahuan mereka dengan cermat. Pengadilan ini dimaksudkan untuk mencari
pemahaman yang kuat dan rasional, sambil menolak klaim dan pretensi yang tidak
berdasar atau sewenang-wenang. Orang yang bersandar pada dasar-dasar ilmu seperti
matematika dan ilmu fisika tidak layak mendapat celaan. Ini karena dasar-dasar ini
memainkan peran penting dalam pemahaman ilmu pengetahuan yang lebih kompleks.
Namun, penulis menyatakan bahwa beberapa orang yang menguasai dasar-dasar ini
malah memilih untuk mempertahankan tradisi lama mereka daripada mengikuti
perkembangan ilmu yang lebih modern. Selain itu ia menyebutkan bahwa bahwa dalam
kurangnya keamanan terhadap dasar-dasar ilmu pengetahuan, sikap ketidakpedulian,
keraguan, dan akhirnya, kritik keras muncul. Ini adalah reaksi alami ketika orang
meragukan atau merasa tidak yakin terhadap dasar-dasar yang ada.
Penyelidikan mendalam terhadap masalah-masalah metafisik dan telah sampai
pada kesimpulan yang memuaskan. Ini menunjukkan komitmen penulis terhadap
penelitian yang cermat dan tekun dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan kompleks
tentang realitas dan pengetahuan. Penulis juga mengakui bahwa jika prinsip-prinsip akal
yang digunakan tidak cukup untuk memecahkan suatu masalah metafisik tertentu, maka
prinsip-prinsip tersebut harus ditolak. Ini mencerminkan pendekatan yang terbuka
terhadap kemungkinan keterbatasan dalam pemahaman manusia. Dan secara
Keseluruhannya, paragraf ini adalah pernyataan kuat tentang pentingnya pemikiran kritis,
penyelidikan yang cermat, dan penggunaan akal budi dalam mengatasi masalah-masalah
filosofis dan metafisik. Penulis merasa yakin bahwa akal murni memiliki kemampuan
untuk memberikan jawaban atau setidaknya kunci dalam memecahkan masalah-masalah
ini. Ada kritik pendekatan dogmatis yang menjanjikan untuk memperluas pengetahuan
manusia melampaui batas pengalaman yang mungkin. Ini mencerminkan penghormatan
penulis terhadap batasan pengetahuan manusia dan kemampuannya sendiri. ia juga
menyatakan bahwa ia tidak perlu mencari pengetahuan yang jauh-jauh, karena dia
percaya bahwa seluruh pengetahuannya ada dalam pikiannya sendiri. Ini menekankan
pentingnya pemikiran mandiri dalam upaya filosofisnya. Keseluruhannya, paragraf ini
merupakan pernyataan yang menggambarkan pendekatan filosofis penulis yang
berdasarkan pemikiran kritis, logika, dan pengetahuan yang terbentuk melalui refleksi
mandiri, sambil mengkritik pendekatan dogmatis yang lebih sombong dalam klaimnya
tentang pengetahuan metafisik. Terdapat pentingnya kelengkapan dan ketelitian dalam
melaksanakan suatu tugas, serta menunjukkan bahwa tujuan-tujuan yang ditetapkan
dalam tugas tersebut tidak ditentukan secara sembarangan, melainkan dipengaruhi oleh
sifat pemahaman manusia (kognisi).

C. Pergulatan Perebutan Kehidupan Dunia


Eksistensi manusia dalam dunia ini selalu membuat perjalanan panjang dan
kompleks. Dalam perjalanan ini, manusia sering kali terlibat dalam pergolakan yang
kompleks dan sulit untuk memperebutkan eksistensi mereka, ditambah lagi ketika mereka
memiliki beberapa hasrat kepentingan yang sangat perlu untuk dicapai yang kemudian
lahirlah segala bentuk upaya maupun cara-cara yang tidak hanya berada pada jalur sesuai
dengan norma kemanusiaan melainkan juga melampaui batas-batas norma tersebut
hingga menimbulkan pergolakan yang mencedrainya.
Pergolakan ini terjadi pada berbagai aspek dalam kehidupan manusia seperti
politik, sosial, ekonomi dan pendidikan. 1.) Pergolakan politik, merupakan suatu aspek
dari perjuangan manusia untuk eksistensinya. Konflik-konflik politik, perubahan
pemerintahan, dan ketidakstabilan politik dapat mengganggu harmonisnya kehidupan
sehari-hari manusia. Terutama di negara-negara yang sedang berkonflik, masyarakat
seringkali menjadi korban dari keputusan politik yang tidak stabil. Perjuangan untuk
memperjuangkan hak asasi manusia dan keadilan seringkali menjadi fokus dalam
pergolakan politik. 2.) Pergolakan sosial, aspek ini mencakup berbagai isu, mulai dari
diskriminasi hingga pada persoalan ketidaksetaraan gender. Sering kali manusia perlu
menampilkan perjuangan-perjuangan agar kemudian memperoleh pengakuan/validasi dan
keadilan dalam ruang lingkup masyarakat. Pergolakan ini juga mencakup isu-isu seperti
migrasi dan ketidaksetaraan sosial. Masyarakat yang berjuang untuk mendapatkan
eksistensi mereka sering kali terlibat dalam perubahan sosial yang penting. 3.)
Pergolakan Ekonomi, merupakan satu aspek utama dalam perjuangan manusia untuk
eksistensinya. Di seluruh dunia, manusia berjuang untuk memenuhi kebutuhan primer
mereka, seperti makanan, tempat tinggal, pendidikan, dan layanan kesehatan. Hal-hal
yang mencerminkan ketimpangan pada ekonomi, pekerjaan yang sulit ditemukan, dan
pengangguran seringkali memicu pergolakan ini terjadi. Manusia terpaksa bersaing untuk
mencari peluang ekonomi yang terbatas, yang mempengaruhi eksistensi mereka. 4.)
Pergolakan Pendidikan, Akses pada aspek pendidikan yang merata ini merupakan suatu
kunci untuk memastikan eksistensi manusia di dunia yang semakin kompleks. Namun,
kesenjangan maupun ketidaksetaraan pendidikan masih menjadi persoalan yang selalu
memiliki tempat di setiap negara meskipun negara dengan level sistem pendidikan
terbaikpun, dengan beberapa individu yang sulit untuk mengakses pendidikan
berkualitas. Pergolakan pada aspek ini cukup tampak dalam kesenjangan pendidikan
antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara negara maju dan berkembang.
Pergolakan manusia dalam memperebutkan eksistensi merupakan cerminan dari
dinamika yang kompleks yang mempengaruhi kehidupan manusia. Meskipun tantangan-
tantangan ini tampak menakutkan, manusia terus berjuang, berinovasi, dan bekerja sama
untuk mencari solusi terkait dengan persoalan-persoalan ini.

IV. MENERAPKAN FILSAFAT


Telah di paparkan pada pembahasan sebelumnya bahwa filsafat adalah sebuah ilmu yang
membahas segala fenomena yang ada di dunia ini, termasuk juga dalam bidang pendidikan.
Dalam menerapkan filsafat, seseorang harus memahami mulai dari sejarah bagaimana
perkembangan, teori maupun ideologi yang terkandung di dalamnya, serta mengaplikasikannya
berbagai pendekatan/paradigma dalam kehidupan proses pembelajaran sehari-hari. Misalnya,
dalam menerapkan filsafat pendidikan, seorang guru harus memahami konsep pendidikan yang
diinginkan dan mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran. Begitu juga dalam menerapkan
filsafat hukum, seseorang harus memahami konsep hukum yang diinginkan dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

A. Sjarah/Perkembangan Matematika

Matematika mulai muncul dan berkembang di Mesopotamia, Mesir Kuno, dan Yunani
Kuno. Manusia prasejarah telah berhasil mengetahui cara mencacah objek-objek fisik, mereka
juga mengenali cara mencacah besaran abstrak, seperti waktu — hari, musim, tahun. Manusia
zaman itu mengidentifikasi hal-hal atau kejadian-kejadian dari alam kemudian dilakukan
pengukuran, sehingga terciptalah produk-produk seperti jam air, jam pasir, dan jam matahari.
Mereka menggunakan hakikat alam yakni ruang dan waktu sehingga terbentuk ide dan konsep
menganai waktu.

Penggunaan terkuno matematika yang lain adalah dalam perdagangan, pengukuran


tanah, pelukisan, dan pola-pola penenunan berkembang luas sejak tahun 3000 SM ketika
orang Babilonia dan Mesir Kuno mulai menggunakan aritmetika, aljabar, dangeometri untuk
penghitungan pajak dan urusan keuangan lainnya, bangunan dan konstruksi, dan astronomi.
Penemuan-penemuan matematika dibuat sepanjang sejarah dan berlanjut hingga kini.

Banyak artefact-artefact matematika, produk matematika, ide dan konsep matematika


dari Zaman Archaic, Tibal, Tradisional, Feodal, hingga Zaman Modern, Pos Modern, dan
Kontemporer. Matematika Babilonia dan Matematika Mesir Kuno hidup pada Zaman Archaic
hingga Tradisional. Sedangkan Matematika Yunani Kuno pada Zaman Tradisional hingga
Feodal. Catatan-catatan matematika dalam bentuk artifact berasal dari Zaman Archaic hingga
Tribal, sedangakan Zaman Tradisona hingga Feodal sudah dalam bentuk buku.

Temuan-temuan matematika sejak zaman pra sejarah tentu memberikan pengaruh dan
manfaat yang sangat besar. Dibutuhkan proses yang sangat panjang hingga diperoleh ilmu
matematika seperti saat ini. Ilmu matematika adalah ilmu yang terus berkembang, seiring
kehidupan berjalan, masalah-masalah yang bermunculan, dan usaha memecahkannya.

B. Ideologi Pendidikan (P Ernest)


Menurut Paul Ernest (1991), ideologi Pendidikan dapat dibagi menjadi 5 kategori,
diantaranya: aliran Industrial Trainer, Technological Pragmatist, Old Humanist, Progressive
Educator dan Public Educator. Paradigma dari ideologi Pendidikan ini secara jelas dapat
dilihat melalui tabel 1 berikut:

Industri Technologi Old Humanism Progressive Public


al cal Educator Educator
Trainer Pragmatis
m
Politics Radical Conservati Conservative / Liberal Democrazy
right ve liberal
Science Body of Science of Structure of Process of Social activities
s/ knowled truth truth thinking
Knowle ge
dge
Moral Good vs Pragmatic Hierarkhy/ humanity Justice/freedom
Value bad al paternalistic
Theory Hierarkh Hierarkhy Hierarkhy Wellfare Need a reform
of y
Society /market
orientati
on
Theory Empty Empty Character Student Constructive
of vessel vessel building orintation
Studen
t
Theory Talent Talent Talent Need Heremeneutics
of and development
Ability effort
Aim of Back to certificatio Transfer of Creativity Construct their own live
Educati basic n knowledge
on
Theory Hardwo Thinking Understanding Exploration Heremeneutics
of rk, drill, and and aplication
Learnin memori practice
g ze
Theory Transfer External Expository Hermeneutics/ Heremeneutics/
of of motivation construct discussion/translation
Teachi knowled
ng ge
Resurc Board Teaching Visual teaching Various Social environment
es and aids aids resources/envir
chalk ontment
Evalua External External External test Portofolio Portofolio/social context
tion test test
Diversi monocul decentrali Competent Multiple hetereogonomous
ty ture zation based solution/local
curiculum culture
Tabel.1 Ideologi Pendidikan Menurut Paul Ernest.

Herianto & Marsigit (2023) menjelaskan kelima ideologi pendidikan sebagai


berikut :
1. Aliran industrial Trainer
Aliran ini secara konseptual merupakan alur pengajaran atau pemahaman yang
menekankan pada pendidikan atau pelatihan industri. Orientasi pelatihan ini menekankan
pada matematika dan keterkaitan antara pendidikan dengan dunia usaha dan industri.
Dalam konteks pembelajaran matematika atau di dalam pendidikan dasar, aliran
industrial trainer yang dimaksudkan yaitu suatu kegiatan pelatihan yang dilakukan
kepada siswa. Pelatihan tersebut misalnya metode latihan, hafalan, dan praktek. Pelatihan
ini merupakan bagian dari persiapan yang dilakukan guru untuk kehidupan siswa dalam
menghadapi dunia kerja (Hamidulloh, 2021). Dalam aliran ini status pendidikan tinggi
untuk para siswa yang akan diperoleh dimasa yang akan datang tidak menjadi bagian
penting untuk diperhatikan oleh para penganutnya.

2. Aliran technological pragmatis


Aliran ini adalah kelompok kontemporer yang diturunkan dari pendidik industri
yang misinya mempromosikan versi modern dari sebuah ideologi dengan tujuan
utilitarian, prinsip utilitas atau kemanfaatan. Secara konseptual, Technological Pragmatist
ini dapat digambarkan sebagai sikap atau perilaku ideologis, mazhab, atau politik yang
tidak mau mengubah sistem secara radikal. Sikap ini biasanya dipegang oleh mereka
yang memegang status atau kekuasaan khusus di dalam struktur, atau setidaknya mereka
yang merasa sangat diuntungkan dari sistem yang ada.

3. Aliran old humanist


Ketiga, aliran Old Humanist atau sering disebut sebagai "Alto-Humanist" atau
"Humani Lama". Aliran ini berpendapat bahwa sains murni hanya baik untuk dirinya
sendiri. Namun kenyataannya, matematikawan kuno memandang matematika sebagai
komoditas yang berharga dan elemen sentral dari budaya. Dalam matematika yang
membuktikan logika, ada nilai dalam struktur, abstraksi, dan penyederhanaan.
Berdasarkan nilai tersebut, maka tujuan pembelajaran matematika adalah untuk
mengajarkan matematika itu sendiri. Ideologi kelompok ini dibagi oleh relatif absolut.
Kelompok humanis kuno adalah kelompok yang menekankan perbaikan diri dengan
membangun kemanusiaan. Menurut ideologi ini, dalam pembelajaran matematika harus
dilakukan pembelajaran yang dapat membangun karakter siswa sehingga tidak hanya ahli
dalam bidang matematika, tetapi agar siswa dapat terus memiliki kepribadian yang baik
dalam kehidupannya. masa depan.

4. Aliran Progressive educator


Aliran Progressive Educator atau sering disebut sebagai aliran pendidikan
progresif. Dalam hal ini, pendidikan progresif didasarkan pada progresivisme, dan
pendidikan harus didasarkan pada sifat manusia sebagai makhluk sosial dan paling baik
dipelajari dalam situasi kehidupan nyata dengan orang lain. Progressive Educator
sebenarnya merupakan perpanjangan dari gagasan tentang pragmatisme pedagogis.
Ideologi ini memandang siswa sebagai makhluk sosial yang aktif. Dalam teori ini, belajar
bekerja paling baik ketika berhubungan dengan situasi kehidupan nyata siswa.
Pembelajaran juga harus berpusat pada siswa. Belajar ke arah ini sangat berbeda dengan
belajar oleh pelatih industri, pragmatis teknis, dan arus kemanusiaan kuno. Pembelajaran
pada aliran ini berpusat pada siswa (student centered), dalam arti bahwa subjek dari
kegiatan pembelajaran. Siswa tidak hanya menerima semua ilmu dari gurunya, tetapi
mencari atau membangun sendiri ilmunya.

5. Aliran Public educator


Aliran ini merupakan sekelompok atau orang-orang dengan ideologi demokrasi.
Di era sekarang ini, pendidikan bisa menjadi milik semua orang. Dengan kata lain,
pendidikan tidak memandang jenis kelamin, ras, jenis kelamin, status sosial, dan lain-
lain. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan ini disebut Pendidikan Inklusif,
Kesetaraan Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI). Menurut aliran ini,
matematika merupakan suatu kegiatan sosial yang didasarkan pada konsep-konsep
matematika. Ini bertujuan agar siswa dapat memiliki pengalaman dalam menemukan atau
memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi maupun sosial yang berkaitan dengan
matematika. Ideologi ini juga menekankan bahwa pendidikan tercapai bila anak terlibat
aktif dan terintegrasi dalam semua kegiatan sosial di lingkungannya. Orang tua tidak
mengisolasi anaknya di sekolah. Tujuan lain dari pendidik masyarakat ini adalah agar
masyarakat juga berperan sebagai pembimbing dan guru bagi anak-anak

C. Paradigma/Teori/Model/Pendekatan/Metode/Strategi/Praksis

Paradigma pembelajaran matematika telah mengalami pergeseran dari guru-sentris


menjadi siswa-sentris, di mana siswa dianggap sebagai manusia yang memiliki potensi untuk
belajar dan berkembang. Sebelumnya, pembelajaran matematika cenderung berpusat pada peran
guru sebagai sumber pengetahuan utama, sedangkan siswa lebih pasif dalam menerima
informasi. Namun, dengan pergeseran paradigma ini, pembelajaran matematika lebih
menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pemahaman matematika mereka sendiri.
Guru tidak lagi hanya menjadi pemberi informasi, tetapi juga fasilitator yang membantu siswa
dalam memahami konsep matematika secara lebih mendalam. Berikut beberpa contohnya, yang
di sajikan dalam tabel berikut :

No Paradigma/ Sintak Penilaian


Teori/Metode
Pendekatan/
Model/Strategi
1. Teori Behaviorism 1. Mengidentifikasi tujuan - Authentic
pembelajaran.
2. Melakukan analisis pembelajaran.
3. Mengidentifikasi karakteristik
dan kemampuan awal pembelajar.
4. Menentukan indikator-indikator
keberhasilan belajar.
5. Mengembangkan bahan ajar
(pokok bahasan, topik, dll)
6. Mengembangkan strategi
pembelajaran (kegiatan, metode,
media dan waktu).
7. Mengamati stimulus yang
mungkin dapat diberikan (latihan,
tugas, tes dan sejenisnya).
8. Mengamati dan menganalisis
respons pembelajar.
9. Memberikan penguatan
(reinfrocement) baik posistif
maupun negatif, serta
10.Merevisi kegiatan pembelajaran
2. Meaningful 1. Lead In melakukan kegiatan Penilaian tidak ada
Learning pembelajaran yang berkaitan yang spesifik.
dengan pengalaman, analasis
pengalaman dan konsep siswa/
2. Reconstruction, melakukan
fasilitas pengalaman belajar
dengan menggunakan media
audio, multimedia, internet, dan
teknologi terpadu
3. Production adanya ekspresi
apresiasi konsep belajar yang
dilandasi dengan kognotivisme
dan konstruktivisme.
3. Problem Solving Langkah-langkah: - Authentic (guru
1. Memahami masalah mengoreksi dan
2. Merencanakan pemecahannya menilai siswa
3. Menyelesaikan masalah sesuai selama proses
rencana pembelajaran, baik
4. Memeriksa kembali hasil yang dari kerjasama,
diperoleh keaktifan siswa,
serta hasil kerja
sama siswa. Guru
dapat memberikan
reward kepada
siswa/ kelompok
yang berprestasi.
- penilaian
Assesment
4 Konstruktivisme Langkah-langkah pembelajaran teori -
konstruktivisme menurut Suprijono
(2015):
1. Orientasi
2. Elistasi
3. Rekonstruksi ide
4. Aplikasi ide
Review
5. PJBL 1. Menentukan pertanyaan - Proyek
mendasar - Assesment
2. Menyusun desain perencanaan
proyek
3. Membuat jadwal aktivitas
4. Melakukan monitor pada
perkembangan kinerja peserta
didik
5. Menguji hasil kinerja peserta
didik
6. Mengevaluasi pengalaman
6. Realistic 1. Memotivasi siswa Penilaian
Mathematics (memfokuskan perhatian siswa) memperhatikan
Education (RME) karakteristik RME
2. Mengkomunikasikan tujuan
pembelajaran
3. Memulai pelajaran dengan
mengajukan masalah (soal)
yang “riil” bagi siswa sesuai
dengan pengalaman dan tingkat
pengetahuannya, sehingga siswa
segera terlibat dalam pelajaran
secara bermakna
4. Permasalahan yang diberikan
diarahkan sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai dalam
pelajaran tersebut
5. Siswa mengembangkan atau
menciptakan model-model
simbolik secara informal
terhadap persoalan/masalah
yang diajukan
Pengajaran berlangsung secara
interaktif, siswa bertanggung jawab
terhadap jawabannya, memahami
jawaban dari siswa lain,
menyatakan ketidaksetujuan,
mencari alternatif penyelesaian
lain; dan melakukan refleksi
terhadap hasil pelajaran.
7 Saintifik 1. Mengamati: Materi yang disajikan - Assessment
diawali dengan fenomena spesifik Authentic (guru
mengoreksi dan
seperti peristiwa, tempat, benda,
menilai siswa selama
rekaman, ataupun gambar yang proses pembelajaran,
dapat menjadi sumber observasi baik dari kerjasama,
keaktifan siswa, serta
bagi siswa
hasil kerja sama
2. Menanya: Kegiatan pembelajaran siswa. Guru dapat
yang dilakukan dengan cara memberikan reward
kepada siswa/
mengajukan pertanyaan suatu
kelompok yang
penjelasan yang belum dimengerti berprestasi.
dari yang diamati
3. Mencoba: Kegiatan pembelajaran
yang berupa perlakuan melalui
percobaan dalam mencari
informasi, seperti: membaca buku
teks atau website, melihat suatu
objek/ kejadian/aktivitas, dan
wawancara dengan narasumber.
4. Mengasosiasi/mengola informasi:
Kegiatan pembelajaran yang
berupa pengolahan informasi yang
sudah dikumpulkan dari hasil
kegiatan percobaan eksperimen
maupun hasil dari kegiatan
mengumpulkan informasi.
5. Mengkomunikasi:
Menyampaikan atau
mempresentasikan hasil
pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil pengamatan,
kesimpulan berdasarkan hasil
analisis secara lisan, tertulis
8 Activity Theory 1. Orientasi Awal 1. Evaluasi Proses :
2. Pembentukan dan Penugasan Keaktifan siswa di
Tim kelas
3. Eksplorasi Evaluasi Hasil : Test
4. Belajar Menjadi Tim Ahli Formatif & Sumatif
5. Re-Orientasi
6. Presentasi Tim dalam Kelas
7. Pengecekan Pemahaman
8. Refleksi dan Penyimpulan
Evaluasi Formatif
9 Pendekatan Deduktif 1. Memilih konsep, prinsip, Authentic Assesment
aturan yang akan disajikan.
2. Menyajikan aturan, prinsip
yang berifat umum, lengkap
dengan definisi dan buktinya.
3. Disajikan contoh-contoh
khusus agar peserta didik
dapat menyusun hubungan
antara keadaan khusus
dengan aturan prinsip umum.
4. Disajikan bukti-bukti untuk
menunjang atau menolak
kesimpulan bahwa keadaan
khusus itu merupakan
gambaran dari keadaan
umum.
10 Pendekatan Induktif 1. Memilih konsep, prinsip, aturan, Authentic Assesment
yang akan disajikan dengan
pendekatan induktif
2. Menyajikan contoh-contoh
khusus konsep, prinsip atau
aturan itu memungkinkan siswa
memperkirakan (hipotesis) sifat
umum yang terkandung dalam
contoh-contoh itu.
3. Disajikan bukti-bukti yang
berupa contoh tambahan untuk
menunjang atau menyangkal
perkiraan itu.
Disusun pernyataan mengenai sifat
umum yang telah terbukti
berdasarkan langkah-langkah yang
terdahulu.
11 Two Stay-Two Stray 1. Guru membagi siswa dalam - Authentic
kelompok yang heterogen, yang - Observasi
terdiri dari 4 orang siswa - Evaluasi
2. Guru memberikan materi Proses :
kepada masing-masing Keaktifan
kelompok untuk dibahas siswa di kelas
bersama kelompoknya masing- Evaluasi Hasil : Test
masing Formatif & Sumatif
3. Setelah selesai dibahas, dua
orang dari masing-masing
kelompok bertugas bertamu
kepada kelompok lain
sedangkan dua orang lagi
bertugas sebagai tuan rumah
yang memberikan informasi
kepada tamu.
4. Tamu Kembali ke kelompok
masing-masing untuk
melaporkan hasil temuannya
dari kelompok lain.
5. Masing-masing kelompok
mencocokkan dan membahas
hasil kerja mereka.
6. Kelompok mempresentasikan
hasil kerja mereka.
12 Auditory, 1. Siswa dibagi menjadi beberapa - Authentic
Intellectually, kelompok yang beranggotakan - Observasi
Repetition (AIR) 4-5 orang pada setiap kelompok. - Evaluasi
2. Auditory (Belajar dengan Proses :
Menyimak): Siswa Keaktifan
mendengarkan dan siswa di kelas
memperhatikan penjelasan dari - Evaluasi
guru. Setiap kelompok Hasil : Test
mendiskusikan materi yang Formatif &
mereka pelajari, kemudian Sumatif
menuliskan hasil diskusi yang
akan dipresentasikan (Auditory).
3. Intellectually (Belajar dengan
memecahkan masalah): Ketika
diskusi berlangsung, siswa
mendapatkan soal atau
permasalahan yang berkaitan
dengan materi. Masing-masing
kelompok memikirkan cara
menerapkan hasil diskusi dan
meningkatkan kemampuan
untuk menyelesaikan masalah
(Intellectually).
4. Repetition (Pengulangan agar
lebih efektif): Setelah diskusi
selesai, masing-masing siswa
mendapatkan pengulangan
materi melalui pengerjaan tugas
atau kuis secara individu
(Repetition).
13 Metacognition 1. Merencanakan - Instrument,
2. Memanajemen Info - Assessment
3. Mengontrol - Authentic
4. Merevisi
5. Mengevaluasi
14 Discovery Learning 1. Stimulation (memberi Assesment :
stimulus/rangsangan) - Sikap
- Pengetahuan
2. Problem Statement
- Keterampilan
(pernyataan atau identifikasi
masalah)
3. Data Collection
(mengumpulkan data)
4. Data Processing (mengolah
data)
5. Verification (memverifikasi /
pembuktian)
6. Generalization (menarik
kesimpulan)
15 Social Cognitive 1. Fokus utama pembelajaran -
adalah pengamatan dan
peniruan.
2. Tingkah laku model
(contoh) bisa dipelajari
melalui bahasa, teladan,
nilai, dan lain-lain.
3. Siswa bisa meniru suatu
kemampuan atau perilaku
dari kejadian yang dialami
orang lain atau dari hal
yang diperagakan oleh guru
sebagai model.
4. Siswa memperoleh
kemampuan jika
mendapatkan kepuasan dan
respon rangsangan yang
positif.
5. Proses pembelajaran
meliputi memperhatikan,
mengingat, dan meniru
tingkah laku atau timbal
balik yang sesuai, diakhiri
dengan respon rangsangan
positif.

V. PENDIDIKAN KONSTRUKTIF & PBM FILSAFAT


Konstruktivisme adalah suatu filsafat yang menganggap pengetahuan adalah hasil dari
konstruksi (bentukan) manusia sendiri. Manusia mengkonstruksikan pengetahuan melalui
interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan. Suatu pengetahuan dianggap
benar apabila pengetahuan itu dapat bermanfaat untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
yang sesuai. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari
seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh setiap orang. (Hanif,
2021)

Belajar konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan (kontruksi)


pengetahuan oleh peserta didik itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri seseorang yang sedang
mengetahui Dengan kata lain, karena pembentukan pengetahuan adalah peserta didik itu sendiri,
peserta didik harus aktif selama kegiatan pembelajaran, aktif berpikir, menyusun kosep, dan
memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari, tetapi yang paling menentukan
terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar peserta didik itu sendiri (Anonim, 2020).
Sementara peranan guru dalam belajar konstruktivistik adalah membantu agar proses
pengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik berjalan lancar. Guru tidak mentransfer
pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu peserta didik untuk membentuk
pengetahuannya sendiri dan dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang
peserta didik dalam belajar. Ciri-ciri belajar konstruktivisme yang dikemukakan oleh Driver dan
Oldhan (1994) adalah sebagai berikut:

a) Orientasi, yaitu peserta didik diberik kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam
mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.
b) Elitasi, yaitu peserta didik mengungkapkan idenya denegan jalan berdiskusi, menulis,
membuat poster, dan lain-lain.
c) Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru,
mengevaluasi ide baru.
d) Penggunaan ide baru dalam setiap situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah
terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.
e) Review, yaitu dalam mengapliasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi
dengan menambahkan atau mengubah.

Menurut perspektif konstruktivis, banyak sudut pandang dan interpretasi terhadap


realitas, konstruksi pengetahuan, dan kegiatan berbasis pengalaman lainnya benar-benar
didukung oleh lingkungan belajar. Hal ini menimbulkan pertanyaan dalam upaya mengevaluasi
pendidikan konstruktivis. Menurut perspektif konstruktivis, realitas dibayangkan oleh individu.
Orang-orang menggunakan pengalaman mereka untuk membangun dan memahaminya.
Konstruktivis berkonsentrasi pada proses di mana seseorang menciptakan pengetahuan dari
pengalaman, model mental, dan keyakinan untuk memahami berbagai hal dan situasi. Perspektif
konstruktivis mengakui bahwa pikiran adalah instrumen yang berharga untuk memahami
peristiwa, benda, dan perspektif di dunia nyata; pemahaman ini didasarkan pada pengetahuan
dasar seseorang.
Dalam proses pembelajaran filsafat ilmu yang penulis lakukan di kelas, beberapa cara
yang digunakan oleh dosen dalam kaitannya dengan proses konstruktif yakni dengan mengamati
dan menginterpretasikan video pembelajaran filsafat dalam kanal youtube. Video tersebut
memberikan gambaran tentang konsep-konsep filsafat ilmu yang cukup kompleks, Sehingga
kemudian memungkinkan mahasiswa untuk memahami secara individu topik yang di sajikan.
Selanjutnya, untuk memperdalam pemahaman, mahasiswa diajak untuk mencari makna dari
setiap kata yang ada dalam kuis. Hal ini menciptakan kesadaran terhadap relevansi setiap istilah
dalam konteks filsafat ilmu.

Selain itu, cara lainnya adalah melakukan kajian terhadap berbagai sumber bacaan yang
tersedia. Mahasiswa diberi kesempatan untuk menyelami pemikiran-pemikiran filsuf terkemuka
dan menggali lebih dalam konsep-konsep filosofis. Proses ini memberikan landasan teoritis yang
kuat untuk memahami filsafat ilmu secara menyeluruh. Di samping itu, refleksi terhadap
fenomena sekitar juga menjadi bagian integral dari pembelajaran ini. Mahasiswa diajak untuk
mempertimbangkan dan menganalisis fenomena-fenomena sehari-hari dalam kaitannya dengan
konsep-konsep filsafat yang telah dipelajari.

Terakhir, untuk membangun pemahaman individu yang kokoh, mahasiswa juga


terkadang diarahkan untuk memproses setiap bait materi yang disampaikan. Proses ini
melibatkan mempertanyakan dan mendalami materi, serta membangun keyakinan akan
kebenaran pengetahuan yang telah diperoleh melalui pertanyaan yang diajukan. Secara
keseluruhan, pendekatan ini memastikan bahwa mahasiswa tidak hanya menghafal konsep-
konsep filsafat ilmu, tetapi benar-benar memahami dan mengaitkannya dengan konteks
kehidupan sehari-hari.

Daftar Pustaka
Anonim, (2020). Bahan Teori Belajar Konstruktivisme.
https://lms.syam-ok.unm.ac.id/mod/book/view.php?id=25297&forceview=1. Diakses
14-11-2023.

Herianto & Marsigit (2023). Filsafat, Ideologi, Paradigma, Teori, Model dan Inovasi Pendidikan.
https://osf.io/e4ahb/download

Hanif, (2021). MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME PADA MATEMATIKA


UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA DI ERA
MERDEKABELAJAR.
https://proceeding.unikal.ac.id/index.php/sandika/article/view/548

Mahfud (2018). Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dalam Pendidikan Islam,


Cendekia: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 4, No.1, 2018, 84.

Saihu, S. (2019). RINTISAN PERADABAN PROFETIK UMAT MANUSIA MELALUI


PERISTIWA TURUNNYA ADAM AS KE-DUNIA. Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran
dan Keislaman, 3(2), 268-279.

Anda mungkin juga menyukai