Disusun Oleh:
PROGRAM PASACASARJANA
2023
PENDAHULUAN
Matematika bukan hanya merupakan kumpulan rumus dan aturan, tetapi juga mencakup
proses berpikir yang mendalam dan universal. Bagi banyak orang, belajar matematika tidak
hanya tentang memahami bagaimana memecahkan masalah tertentu, tetapi juga mengembangkan
kemampuan berpikir logis, analitis, dan kreatif. Pada bagian ini, filsafat ilmu menjadi selaras
dalam menjelaskan dan memahami landasan konseptual serta nilai-nilai yang mendasari mata
pelajaran matematika.
Filsafat ilmu memberikan pandangan tentang sifat ontologis matematika yang kemudian
menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai ide matematika seperti bilangan dan bentuk
geometri merupakan hal yang eksis secara bebas. Dengan pemahaman ini, kita dapat melihat
bahwa matematika tidak hanya sekadar alat pengukur, tetapi juga memiliki keberadaan yang
melebihi kenyataan fisik. Bagaimana konsep abstrak ini tercermin dalam pengajaran dan
pemahaman siswa terhadap matematika.
Selain itu, pemahaman filsafat ilmu dapat membantu mengatasi tantangan dalam
pembelajaran matematika yang sering kali dianggap sulit atau kurang menarik. Bagaimana kita
dapat mengintegrasikan pendekatan konstruktivis, di mana siswa diberdayakan untuk
membangun pemahaman mereka sendiri, dengan tetap merujuk pada proses berpikir matematika.
Bagaimana filsafat ilmu dapat memberikan pedoman dalam menciptakan lingkungan
pembelajaran yang merangsang minat dan apresiasi terhadap matematika.
Melalui pemahaman yang mendalam tentang konstruksi dan implementasi filsafat ilmu
dalam matematika dan pendidikan matematika, kita dapat memperkaya pengalaman belajar
siswa dan memperkuat kontribusi matematika sebagai bagian dari pengembangan pikiran
manusia.
I. FILSAFAT UMUM
Pada dasarnya ilmu memiliki hubungan yang erat dengan filsafat. Dalam posisinya ilmu
mengambil peran untuk menggambarkan sedang filsafat menjelaskan fenomena alam semesta.
Untuk kebenarannya, dapat ditemukan dengan proses pemikiran dengan menggunakan
pengalaman-pengalaman sebelumnya telah dialami. Sehingga bisa dikatakan bahwa
perkembangan ilmu secara tidak langsung memiliki posisi untuk memperkuat keberadaan filsafat
dimana tujuan dari berfilsafat itu sendiri bermuara pada kebenaran yang akan di capai.
Selain sebagai cara pandan hidup dan juga proses atau cara berpikir, filsafat dapat juga
dipandang sebagai ilmu. Tugas filsafat untuk menunjukkan tentang hakikat sesuatu hal sebagai
sebuah ilmu, dimana hal inti ini perlu di temukan dengan proses yang sangat mendalam oleh
pemikiran manusia. Filsafat ilmu dapat dikatakan sebagai dasar dalam proses kegiatan untuk
memperoleh ilmu secara ilmiah.
Jika berbicara tentang filsafat ilmu, maka perlu dipahami tiga aspek atau landasan
berpikir filsafat sebab ketiga aspek ini akan selalu ada dalam filsafat ilmu. Ketiga aspek
berfilsafat diantaranya ada ontologi, epistemologi dan aksiologi. Jika melihat ketiga landasan
tersebut, ilmu memiliki bagian-bagian tertentu. Di dalam ilmu ada objek, pernyataan, proposisi,
dan karakteristik dimana keempat aspek tersebut yang sebenarnya disoroti oleh tiga landasan
berpikir filsafat mengenai ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
A. Ontologi
Secara bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani yang asal katanya adalah “Ontos”
dan “Logos”. Ontos adalah “yang ada” sedangkan Logos adalah “ilmu”. Sederhananya, ontologi
merupakan ilmu yang berbicara tentang yang ada. Secara istilah, ontologi adalah cabang dari
ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakikat hidup tentang suatu keberadaan yang meliputi
keberadaan segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada (Mahfud, 2018). Sedangkan menurut
Saihu, S. (2019) Ontologi diartikan sebagai suatu cabang metafisika yang berhubungan dengan
kajian mengenai eksistensi itu sendiri. Ontologi mengkaji sesuai yang ada, sepanjang sesuatu itu
ada.
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani.
Kajian tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh yunani yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis adalah Thales, Plato, dan Aristoteles. Thales,
misalnya, melalui perenungannya terhadap air yang ada di mana-mana, ia sampai pada
kesimpulan bahwa air merupakan “substansi terdalam” yang merupakan asal mula dari segala
sesuatu. Yang penting bagi kita sesungguhnya bukanlah ajarannya yang mengatakan air itulah
asal mula segala sesuatu, melainkan pendiriannya bahwa “mungkin sekali segala sesuatu berasal
dari satu substansi belaka.
Ontologi kerap kali diidentikkan dengan metafisika. Ontologi merupakan cabang ilmu
filsafat yang berhubungan dengan hakikat apa yang terjadi. Ontologi menjadi pembahasan yang
utama dalam filsafat, dimana membahas tentang realitas atau kenyataan. Pada dasarnya ontologi
berbicara asas-asas rasional dari yang ada atau disebut suatu kajian mengenai teori tentang “ada”,
karena membahas apa yang ingin diketahui dan seberapa jauh keingintahuan tersebut.
Adapun karakteristik dari ontologi ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut:
Pertama, ilmu berasal dari suatu penelitian. Kedua, adanya konsep pengetahuan empiris dan
tidak ada konsep wahyu. Ketiga, pengetahuan bersifat rasional, objektif, sistematik, metodologis,
observatif, dan netral. Keempat, menghargai asas verifikasi (pembuktian), eksplanatif
(penjelasan), keterbukaan dan dapat diulang kembali, skeptisisme yang radikal, dan berbagai
metode eksperimen. Kelima, melakukan pembuktian bentuk kausalitas (causality) dan terapan
ilmu menjadi teknologi. Ketujuh, mengakui pengetahuan dan konsep yang relatif serta logika-
logika ilmiah. Kedelapan, memiliki berbagai hipotesis dan teori-teori ilmiah. Kesembilan,
memiliki konsep tentang hukum-hukum alam yang telah dibuktikan.
Jika melihat dari uraian di atas maka ontologi ini perlu bagi setiap manusia yang
berkeinginan untuk mempelajari secara menyeluruh tentang alam semesta ini dan juga
merupakan hakikat apa yang dikaji atau ilmunya itu sendiri. Ontologi ialah konsep berkaitan
dengan makna dari suatu objek pengetahuan serta spesifikasi dari sebuah konseptual, dengan
kata lain ontologi merupakan penjelasan dari suatu konsep dan keterhubungannya dari ilmu
tersebut.
B. Epistemologi
Ketika ontologi berusaha mencari secara reflektif tentang yang ada, berbeda epistemologi
berupaya membahas tentang terjadinya dan kebenaran ilmu. Landasan epistemologi memiliki arti
yang sangat penting bagi bangunan pengetahuan, karena menjadi tempat berpijak dimana suatu
pengetahuan yang baik ialah yang memiliki landasan yang kuat.
1. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat semua pengetahuan bersumber dari akal pikiran atau rasio.
Tokohnya antara lain Rene Descartes (1596-1650), yang membedakan adanya tiga ide, yaitu
innate ideas (ide bawaan), sejak manusia lahir atau juga dikenal dengan adventitinous ideas,
yaitu ide yang berasal dari luar manusia, dan faktitinousideas, atau ide yang dihasilkan oleh
pikiran itu sendiri. Tokoh lain yaitu Spinoza (1632-1677), Leibniz (1666-1716).
2. Empirisme
Aliran ini berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui
pengalaman indra. Indra memperoleh pengalaman (kesan-kesan) dari alam empiris,
selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul dalam diri manusia menjadi pengalaman.
Tokohnya antara lain:
a. John Locke (1632-1704), berpendapat bahwa pengalaman dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu (1) pengalaman luar (sensation), yaitu pengalaman yang diperoleh
dari luar dan (2) pengalaman dalam, batin (reflexion). Kedua pengalaman tersebut
merupakan idea yang sederhana yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk
idea yang lebih kompleks.
b. David Hume (1711-1776), yang meneruskan tradisi empirisme. Hume berpendapat
bahwa ide yang sederhana adalah salinan (copy) dari sensasi-sensasi sederhana atau
ide-ide sederhana atau kesan-kesan yang kompleks. Aliran ini kemudian berkembang
dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan terutama pada abad 19 dan 20.
3. Realisme
Realisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek yang kita
serap lewat indra adalah nyata dalam diri objek tersebut. Objek-objek tersebut tidak
bergantung pada subjek yang mengetahui atau dengan kata lain tidak bergantung pada pikiran
subjek. Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi, tetapi interaksi tersebut memengaruhi sifat
dasar dunia tersebut. Dunia telah ada sebelum pikiran menyadari serta akan tetap ada setelah
pikiran berhenti menyadari. Tokoh aliran ini antara lain Aristoteles (384-322 SM), menurut
Aristoteles, realitas berada dalam benda-benda konkret atau dalam proses-proses
perkembangannya.
4. Positivisme
Positivisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa pengetahuan yang benar hanya
berasal dari ilmu alam dan tidak berkaitan dengan metafisika. Ini berarti bahwa hanya ada
sedikit perbedaan antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial
berjalan berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam. Ajaran positivisme pertama kali
dikembangkan oleh Isidore Auguste Comte. Menurut Comte, positivisme adalah cara pandang
dalam memahami dunia dengan berdasarkan ilmu sains.
5. Skeptisisme
Aliran skeptisisme adalah suatu pendekatan atau sikap mental yang menekankan pada
pemikiran kritis dan keraguan terhadap klaim-klaim atau keyakinan tanpa adanya bukti yang
kuat atau tanpa dasar rasional yang memadai. Skeptisisme melibatkan sikap yang hati-hati
terhadap menerima informasi atau keyakinan tanpa terlebih dahulu melakukan penelitian dan
evaluasi yang cermat
C. Aksiologi
Aksiologi berasal dari istilah Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar.
Sedangkan logos berari ilmu, akan tetapi aksiologi juga dapat disebut juga dengan teori nilai.
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan
itu sendiri dan bagaimana manusia menggunakan ilmu tersebut. Dalam hal ini yang ingin dicapai
oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan. Jadi aksiologi
di sini adalah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Dewasa ini, istilah axios = nilai dan
logos = teori istilah ini sebenarnya lebih akrab dipakai dalam istilah filosofi.48 Adapun aksiologi
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia; atau kajian tentang nilai, khususnya etika.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. lmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus di sesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan
moral suatu Masyarakat sehingga nilai kegunaan ilmu itu dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
usahanya meningkatkankesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan
bencana.
Ada dua kategori dasar aksiologis, yaitu (1) objektivisme dan (2) subjektivisme.
Keduanya beranjak dari pertanyaan yang sama, yaitu, apakah nilai itu bersifat bergantung atau
tidak bergantung pada manusia? Dari sini, muncul empat pendekatan etika, dua yang pertama
beraliran objektivisme dan dua berikutnya beraliran subjektivisme. Adapun yang dimaksud
adalah (1) teori nilai intuitif, (2) teori nilai rasional, (3) teori nilai alamiah dan (4) teori nilai
emotif.
Pada prinsipnya posisi dari ilmu pengetahuan adalah untuk memudahkan segala aktifitas
maupun pekerjaan dalam kehidupan manusia. Matematika dengan status yang sama, juga
memiliki peran yang sama. Lahirnya matematika tak lain adalah untuk memberikan kemudahan
dan mengatasi berbagai persoalan hidup. Untuk mengetahui kedudukan dan peran matematika
secara jelas, maka filsafat yang dikatakan sebagai proses berpikir memperjelas makna dari
hadirnya matematika itu sendiri. Sebagai bagian dari ilmu, filsafat matematika juga memiliki
ruang lingkup bidang kajian. Ruang lingkup kajian matematika terdiri atas ontology matematika,
epsitemologi matematika, dan aksiologi matematika.
Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang yang ada. Kaitannya dengan
ilmu, ontology mempersoalkan obyek apa yang ditelaah oleh ilmu itu. Hubungan antara
pandangan ontologi dengan matematika cukup banyak menimbulkan persoalan-persoalan yang
dibahas oleh sebagian filsuf matematik. Dalam ontologi matematika dipersoalkan cakupan dari
pernyataan matematika (cakupannya suatu dunia yang nyata atau bukan). Pandangan realisme
empirik menjawab bahwa cakupan termaksud merupakan suatu realitas.
Ontologi matematika mengkaji mengenai sifat dasar dari apa yang nyata secara
fundamental dan cara berbeda di mana entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan dapat
dikatakan ada. Kajian dalam ontologi matematika adalah pada padangan realisme empirik
terhadap suatu realitas dan eksistensi dari entitas-entitas matematika.
Secara ontologis kedudukan dari matematika disoroti pada poin empirisme dan kebenaran
mutlak dari matematika. cakupan dari ontologi matematika yaitu : 1) Matematika sebagai alat
pikiran. 2) matematika sebagai Bahasa. 3) Matematika untuk Nature Science dan Social Science.
4) Matematika ruang dan waktu. 5) peranan matematika modern.
B. Epistemologi Ilmu(Menuju Mat/PMat)
Epistemologi atau teori pengetahuan membahas secara mendalam segenap proses yang
terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. The Liang Gie mengatakan bahwa
epistemologi matematika adalah teori pengetahuan yang sasaran penelaahannya ialah
pengetahuan matematika. Epistemologi sebagai salah satu bagian dari filsafat merupakan
pemikiran reflektif terhadap segi dari pengetahuan seperti kemungkinan, asal mula, sifat alami,
batas-batas, asumsi dan landasan, validitas dan reliabilitas sampai kebenaran pengetahuan.
Secara epistemologis kedudukan dari matematika disoroti pada keberadaanya yang berkaitan
dengan rasionalitas. Matematika yang pada tahap awal perkembangannya belum menemui titik
terang, dapat ditarik garis yang lebih jelas berdasarkan pandangan epistemologis.
Cakupan dalam epistemology matematika adalah : 1) Besaran pola dan bentuk dalam
matematika. 2) cabang ilmu matematika. 3) pengetahuan matematika modern. 4) matematika
bagian dari science. 5) symbol dan bilangan matematika. 6) abstraksi dalam matematika.
Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai, layak, pantas, patut
dan Logos yang berarti teori, pemikiran. Jadi Aksiologi adalah "teori tentang nilai". Aksiologi
merupakan teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan
moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu
ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan (seni/estetika). Ketiga, sosio political life,
yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik. Jadi, aksiologi yaitu
teori tentang nilai-nilai ketiga aspek ini, yakni moral, keindahan, dan sosial politik.
Lebih lanjut aksiologi meliputi nilai-nilai parameter bagi apa yang disebut dengan
kebenaran atau kenyataan. Sebagaimana kehidupan yang kita jalani berbagai kawasan, seperti
kawasan sosial, kawasan fisik materi dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukkan
aspeknya sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus kita
perhatikan di dalam menjalankan ilmu praktis. Dalam pendekatan aksiologis ini ilmu harus
dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia dengan cara melihat berbagai aspek kehidupan yang
melingkupinya.
Ada dua kategori dasar aksiologis, yaitu (1) objektivisme dan (2) subjektivisme.
Keduanya beranjak dari pertanyaan yang sama, yaitu, apakah nilai itu bersifat bergantung atau
tidak bergantung pada manusia? Dari sini, muncul empat pendekatan etika, dua yang pertama
beraliran objektivisme dan dua berikutnya beraliran subjektivisme. Adapun yang dimaksud
adalah (1) teori nilai intuitif, (2) teori nilai rasional, (3) teori nilai alamiah dan (4) teori nilai
emotif.
III. MEMBANGUN FILSAFAT (Ilmu) : Dari realita/contoh menuju Idealita/Konsep
Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang mempertanyakan asal-usul, metode, dan
sifat ilmu pengetahuan. Filsafat ini bertujuan untuk membebaskan manusia dari cara pemahaman
yang picik dan dangkal, dan membimbing manusia untuk berpikir secara luas dan mendalam.
Filsafat ilmu juga terkait dengan perihal kebijaksanaan dan mempertanyakan bagaimana suatu
pengetahuan atau keilmuan dapat diperoleh manusia. Dalam membangun konsep ilmiah, realita
di sekitar kita menjadi landasan yang penting. Oleh karena itu, pemahaman tentang filsafat ilmu
dan peran realita dalam membangun konsep ilmiah sangatlah penting untuk dikaji lebih dalam.
A. Sjarah/Perkembangan Matematika
Matematika mulai muncul dan berkembang di Mesopotamia, Mesir Kuno, dan Yunani
Kuno. Manusia prasejarah telah berhasil mengetahui cara mencacah objek-objek fisik, mereka
juga mengenali cara mencacah besaran abstrak, seperti waktu — hari, musim, tahun. Manusia
zaman itu mengidentifikasi hal-hal atau kejadian-kejadian dari alam kemudian dilakukan
pengukuran, sehingga terciptalah produk-produk seperti jam air, jam pasir, dan jam matahari.
Mereka menggunakan hakikat alam yakni ruang dan waktu sehingga terbentuk ide dan konsep
menganai waktu.
Temuan-temuan matematika sejak zaman pra sejarah tentu memberikan pengaruh dan
manfaat yang sangat besar. Dibutuhkan proses yang sangat panjang hingga diperoleh ilmu
matematika seperti saat ini. Ilmu matematika adalah ilmu yang terus berkembang, seiring
kehidupan berjalan, masalah-masalah yang bermunculan, dan usaha memecahkannya.
C. Paradigma/Teori/Model/Pendekatan/Metode/Strategi/Praksis
a) Orientasi, yaitu peserta didik diberik kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam
mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.
b) Elitasi, yaitu peserta didik mengungkapkan idenya denegan jalan berdiskusi, menulis,
membuat poster, dan lain-lain.
c) Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru,
mengevaluasi ide baru.
d) Penggunaan ide baru dalam setiap situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah
terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.
e) Review, yaitu dalam mengapliasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi
dengan menambahkan atau mengubah.
Selain itu, cara lainnya adalah melakukan kajian terhadap berbagai sumber bacaan yang
tersedia. Mahasiswa diberi kesempatan untuk menyelami pemikiran-pemikiran filsuf terkemuka
dan menggali lebih dalam konsep-konsep filosofis. Proses ini memberikan landasan teoritis yang
kuat untuk memahami filsafat ilmu secara menyeluruh. Di samping itu, refleksi terhadap
fenomena sekitar juga menjadi bagian integral dari pembelajaran ini. Mahasiswa diajak untuk
mempertimbangkan dan menganalisis fenomena-fenomena sehari-hari dalam kaitannya dengan
konsep-konsep filsafat yang telah dipelajari.
Daftar Pustaka
Anonim, (2020). Bahan Teori Belajar Konstruktivisme.
https://lms.syam-ok.unm.ac.id/mod/book/view.php?id=25297&forceview=1. Diakses
14-11-2023.
Herianto & Marsigit (2023). Filsafat, Ideologi, Paradigma, Teori, Model dan Inovasi Pendidikan.
https://osf.io/e4ahb/download