Anda di halaman 1dari 13

KONSEP DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN

I.PENGERTIAN FILSAFAT

ristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi


kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik, dan estetika. Socrates menyebutkan bahwa filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk
memahami hakikat alam dan realitas ada dengan mengandalkan akal budi

Menurut Al-Farabi, filsafat adalah ilmu mengenai yang ada, yang tidak bertentangan
dengan agama, bahkan sama-sama bertujuan mencari kebenaran. Rene Descartes menjelaskan
bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang hakikat bagaimana alam maujud yang
sebenarnya

Menurut Immanuel Kant, filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan tentang Tuhan,
alam, dan segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup masalah epistemologi (teori
pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat diketahui.

Immanuel Kant menjelaskan, filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup didalamnya empat persoalan yaitu:

 Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika).


 Apakah yang boleh kita kerjakan? (dijawab oleh agama).
 Sampai dimanakah pengharapan kita? (dijawab oleh etika).
 Apakah yang dinamakan manusia? (dijawab oleh filsafat antropolog).

Sidi Gazalba dalam Sistematika Filsafat menjelaskan bahwa filsafat adalah hasil kegiatan
berpikir yang radikal, sistematis, universal. Kata “radikal” berasal dari bahasa Latin radix yang
artinya akar.

Filsafat bersifat radikal, artinya permasalahan yang dikaji, pertanyaan-pertanyaan yang


diajukan dan jawaban yang diberikan bersifat mendalam sampai ke akar-akarnya. Mengutip
Buku Ajar Filsafat Pendidikan, Harold H. Titus mengemukakan pengertian filsafat dalam arti
sempit maupun dalam arti luas. Dalam arti sempit, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berkaitan
dengan metodologi atau analisis bahasa secara logis dan analisis makna-makna.
Filsafat diartikan sebagai “science of science” yang bertugas memberi analisis secara
kritis terhadap asumsi-asumsi dan konsep-konsep ilmu, serta mengadakan sistematisasi atau
pengorganisasian pengetahuan. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba
mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan
yang komprehensif tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup. Ada beberapa definisi
filsafat yang dikemukakan Harold Titus, yaitu:

 Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta.


 Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif dan penelitian penalaran.
 Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah.
 Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir.

Definisi filsafat berbeda bagi setiap orang, tergantung pandangan, analisis, dan keyakinan.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang bertujuan mencari kebenaran yang sedalam-dalamnya sesuai kemampuan
akal budi manusia. BACA JUGA Pengertian Demokratis dalam Kehidupan dan Kenegaraan serta
Contohnya Metode Filsafat Bersumber dari buku Pengantar Filsafat Ilmu, metode digunakan
sebagai alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf masing-
masing. Adapun metode filsafat dijelaskan sebagai berikut.

II.CABANG FILSAFAT

a. Ontologi

Ontologi atau seringkali disebut dengan istilah metafisika merupakan salah satu cabang
ilmu filsafat yang menjelaskan mengenai hakikat segala sesuatu yang ada dan membahas
mengenai watak yang sangat mendasar atau ultimate dari benda ataupun realitas yang ada di
belakang pengalaman yang langsung. Pada dasarnya, ontologi menjelaskan mengenai segala hal
yang ada, pertanyaan yang akan dibongkar tidak terbatas, misalnya saja apa hakikat ruang dan
waktu, materi, gerak, dan perubahan tersebut? Apa asal mula alam jagad raya ini? dan
pertanyaan lainnya. Kaitannya dengan pendidikan, ontologi ilmu pendidikan membahas
mengenai hakikat substansi dan juga pola organisasi ilmu pendidikan.

b. Epistemologi

Epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengamati tentang asal mula,
metode-metode, susunan, dan sahnya sebuah pengetahuan. Pertanyaan yang paling mendasar
yaitu Apa itu mengetahui? Apa asal mula pengetahuan kita? Bagaimana cara kita mengetahui
bahwa kita memiliki pengetahuan? Bagaimana cara kita mendapatkan pengetahuan? Dan
pertanyaan lainnya. Dengan begitu, epistemologi membahas mengenai hakikat objek formal
dan juga material ilmu pendidikan.
c. Aksiologi

Aksiologi umumnya berbicara mengenai nilai dan kegunaan dari segala sesuatu yang
berkaitan dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu pengetahuan yang
didapatkan. Misalnya saja, aksiologi pendidikan membahas mengenai hakikat nilai fungsi
teoritis dan praktis ilmu pendidikan.

d. Logika

Logika adalah salah satu cabang filsafat yang berbicara mengenai aturan berpikir supaya
dengan adanya aturan tersebut bisa diambil kesimpulan yang benar. Dengan kata lain, logika
merupakan pengkajian yang sistematis mengenai aturan untuk menguatkan premis atau sebab
tentang konklusi aturan tersebut. Sehingga bisa kita gunakan untuk membedakan argumen
yang baik dan argumen yang tidak baik.

III.ALIRAN FILSAFAT

1. Idealisme

Idealisme adalah aliran yang menganggap bahwa kenyataan atau realistis tersusun dari
jiwa dan juga ide. Istilah idealisme berasal dari kata “idea” yang memiliki arti sesuatu yang hadir
di dalam jiwa. Aliran tersebut menjadi sebuah awal yang sangat penting untuk perkembangan
cara berpikir manusia. Pemikiran dasar dari aliran ini ternyata juga pernah dijelaskan oleh Plato.
Menurutnya, realitas yang paling dasar adalah sebuah ide. Sementara realitas yang bisa dilihat
oleh manusia adalah bayangan dari ide itu sendiri.

Pemikiran tersebut pastinya memandang realitas yang terlihat sebagai sesuatu yang
tidak begitu penting. Mereka hanya akan menerimanya jika realitas tersebut dihubungkan
dengan ide-ide. Walaupun begitu, pemikiran idealisme ini adalah pemikiran yang paling bisa
diterima oleh para tokoh ataupun filsuf, salah satunya yaitu Descartes. Ia sepakat bahwa unsur
yang berhubungan dengan jiwa adalah unsur yang lebih penting dibanding sebuah kebendaan
yang tampak.
2. Rasionalisme

Aliran rasionalisme adalah suatu aliran yang mengedepankan ala sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan yang bisa dipercaya. Untuk para tokohnya, akal adalah suatu aset yang
paling penting yang dimiliki oleh manusia untuk memperoleh, menemukan, dan menguji suatu
pengetahuan. Mereka juga menganggap bahwa akal mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang ada di dalam hidup. Semua permasalahan
bisa diselesaikan dan dipecahkan menggunakan akal. Adapun tokoh yang terkenal di dalam
aliran rasionalisme adalah Rene Descartes. Ia mempunyai julukan sebagai bapak filsafat
modern.

Aliran tersebut muncul karena satu pertanyaan darinya “Apakah metode dasar yang
akan digunakan manusia untuk melakukan refleksi?” Dari pertanyaan tersebut lah Ia
menemukan akal sebagai salah satu hal yang paling mendasar yang digunakan manusia untuk
melakukan refleksi pada sesuatu. Apabila ditarik aliran tersebut ke masa sekarang, apakah
masih relate? Apakah kamu termasuk ke dalam golongan orang-orang rasionalisme, yang selalu
menggunakan akal dalam menyelesaikan segala macam permasalahan yang muncul di dalam
hidup? Atau mungkin saja kamu termasuk ke dalam aliran yang lain?

3. Empirisme

Aliran ini lebih berfokus pada pengalaman yang dimiliki oleh seseorang sebagai sumber
dari pengetahuan. Kata empirisme berasal dari Bahasa Yunani yang artinya pengalaman
inderawi atau pengalaman observasi melalui panca indera. Empirisme adalah suatu aliran yang
sangat bertentangan dengan rasionalisme. Menurut para tokoh yang ada di dalamnya,
pengetahuan itu berasal dari pengalaman. Sehingga panca indera adalah sumber utama yang
paling jelas dan pasti daripada akal. Semua hal yang diketahui oleh manusia itu tergantung pada
bagaimana mereka menggunakan panca inderanya, mulai dari mendengar, melihat, menyentuh
yang mereka miliki, dan berbicara.
IV.PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Pengertian filsafat Pendidikan dapat diartikan sebagai ilmu yang menalaah pertanyaan
yang muncul, kemudian dicari jawabannya, solusi dan hikmah. Dipandang dari landasan
filosofisnya, filsafat Pendidikan ilmu yang menjiwai landasan filosofis. Tidak semua orang
memahami jika landasan dasar filosofis menelaah secara komprehensif, konseptual tentang
religi sampai menelaah secara radikal

Itu sebabnya banyak masyarakat umum yang memandang pengertian filsafat


Pendidikan sebagai ilmu yang menyesatkan. Menurut hemat saya bukan menyesatkan.
Melainkan perspektif dan pemahaman yang berbeda. Sehingga, ketika membicarakan sebuah
topik dan issu tertentu, perlu dilihat pemirsa yang menyaksikan. Apakah mereka masyarakat
umum, atau akademisi yang memang jurusan filsafat.

Filsafat Pendidikan memiliki tekanan pemahaman di dunia Pendidikan. Dimana


bertujuan dalam mengembangkan potensi dan kemampuan peserta didik dalam banyak hal.
Mulai dari mengembangkan potensi fisik, cipta dan karya. Tentu saja tujuan akhirnya
membantu dalam mewujudkan pribadi yang seimbang dan mempu mewujudkan cita-cita yang
dimiliki.

Singkatnya, filsafat Pendidikan adalah ilmu yang akan mempelajari ilmu di dunia
Pendidikan. Pada dasarnya filsafat Pendidikan memiliki tinjauan luas. tidak hanya meninjau
mengenai realita, tetapi juga meninjau sudut pandang terhadap dunia dan sudut pandang
hidup seseorang.

Pengertian filsafat Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari sekaligus bisa melahirkan
pengetahuan baru, sains dan melahirkan cabang ilmu baru. Dilihat dari proses kerjanya, filsafat
Pendidikan sebagai proses berfikir manusia yang bertujuan untuk memperoleh kearifan dan
kebijakan.

Konteks filsafat Pendidikan menurut Brubacher adalah ilmu yang mencari hakikat ilmu
dengan pertanyaan yang bersumber pada dunia Pendidikan. Secara singkat, pengertian filsafat
Pendidikan sebagai penerapan Analisa filosofis di lapangan Pendidikan.
V.HUBUNGAN FILSAFAT DAN PENDIDIKAN

Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan sangatlah penting sebab ia menjadi
dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Menurut Jalaludin & Idi (2007: 32) filsafat
pendidikan merupakan aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya
untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan serta menerangkan
nilai-nilai dan tujuan yang ingin di capai. Menurut Jalaludin & Idi (2007: 32) hubungan
fungsional antara filsafat dan teori pendidikan adalah:

1. Filsafat merupakan suatu cara pendekatan yang dipakai untuk memecahkan problematika
pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan.

2. Filsafat berfungsi memberi arah terhadap teori pendidikan yang memiliki relevansi dengan
kehidupan yang nyata.

3. Filsafat, dalam hal ini fisafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan
arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.

Hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan
objeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja

2. Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendiidkan atau pemahaman yang lebih


mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam

3. Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan
mengkoordinasikannya

4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut
pandangannya berlainan.

Dalam menerapkan filsafat pendidikan, seorang guru sebagai pendidik dia


mengharapkan dan mempunyai hak bahwa ahli-ahli filsafat pendidikan menunjukkan dirinya
pada masalah pendiidkan pada umumnya serta bagaimana masalah itu mengganggu pada
penyekolahan yang menyangkut masalah perumusan tujuan, kurkulum, organisasi sekolah dan
sebagainya. Dan para pendidik juga mengahrapkan dari ahli filsafat pendiidkan suatu klasifikasi
dari uraian lebih lanjut dari konsep, argumen dirinya literatur pendidikan terutama dalam
kotraversi pendidikan sistem-sistem, pengujian kopetensi minimal dan kesamaan kesepakatan
pendidikan.
Brubacher (1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat
pendidikan, dalam hal ini pendidikan bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau
pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat merupakan kegiatan
berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan. Sedangkan filsafat
pendidikan merupakan ilmu yang pada hakekantya jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yagn
timbul dalam lapangan pendidkan. Oleh karena bersifat filosofis, dengan sendirinya filsafat
pendidikan ini hakekatnya adalah penerapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan
pendidikan.

Jadi, antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat
sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam
sistem pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-
usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem
pendidikan.

VI.HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Dalam kehidupan sehari-hari, tingkah laku manusia secara sadar maupun tidak adalah
merupakan bentukan dari budaya yang ada di sekitarnya. Karena ruang lingkup kebudayaan
sangat luas (mencakup segala aspek kehidupan manusia), maka pendidikan juga merupakan
salah satu aspeknya. Pendidikan yang terlepas dari kebudayaan akan menyebabkan alienasi dari
subjek yang dididik dan menyebabkan matinya kebudayaan itu sendiri. Perubahan kebudayaan
akan merubah pendidikan dan begitu pula sebaliknya. Pendidikan adalah suatu proses
membuat seseorang termasuki oleh budaya dan membuatnya berperilaku mengikuti budaya
tersebut.

Sebagai suatu proses yang kompleks, tentunya diperlukan sebuah sistem yang dapat
mendukung tercapainya tujuan dari pendidikan itu sendiri. Dalam perwujudannya, sebagai
negara yang memiliki budaya yang beraneka ragam, tentunya tujuan dan sistem pendidikan di
Indonesia harus berlandaskan pada budaya.
Peranan Pendidikan Formal dalam Proses Pembudayaan (Enkulturasi).

Sekolah atau pendidikan formal adalah salah satu saluran atau media dari proses
pembudayaan Media lainnya adalah keluarga dan institusi lainnya yang ada di masyarakat.
Dalam konteks inilah pendidikan disebut sebagai proses untuk “memanusiakan manusia”.
Sejalan dengan itu, kalangan antropolog dan ilmuwan sosial lainnya melihat bahwa pendidikan
merupakan upaya untuk membudayakan dan mensosialisasikan manusia sebagaimana yang
kita kenal dengan proses enkulturasi (pembudayaan) dan sosialisasi (proses membentuk
kepribadian dan perilaku seorang anak menjadi anggota masyarakat sehingga anak tersebut
diakui keberadaanya oleh masyarakat yang bersangkutan). Dalam pengertian ini, pendidikan
bertujuan membentuk agar manusia dapat menunjukkan perilakunya sebagai makhluk yang
berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup, baik secara pribadi, kelompok,
maupun masyarakat secara keseluruhan.

Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan, karena pendidikan adalah upaya


memberikan pengetahuan dasar sebagai bekal hidup. Pengetahuan dasar untuk bekal hidup
yang dimaksudkan di sini adalah kebudayaan. Dikatakan demikian karena kehidupan adalah
keseluruhan dari keadaan diri kita, totalitas dari apa yang kita lakukan sebagai manusia, yaitu
sikap, usaha, dan kerja yang harus dilakukan oleh setiap orang, menetapkan suatu pendirian
dalam tatanan kehidupan bermasyarakat yang menjadi ciri kehidupan manusia sebagai
makhluk bio-sosial.

Proses pembudayaan (enkulturasi) adalah upaya membentuk perilaku dan sikap


seseorang yang didasari oleh ilmu pengetahuan dan keterampilan sehingga setiap individu
dapat memainkan perannya masing-masing. Dengan demikian, ukuran keberhasilan
pembelajaran dalam konsep enkulturasi adalah perubahan perilaku siswa. Hal ini sejalan
dengan 4 (empat) pilar pendidikan yang dikemukakan oleh Unesco, Belajar bukan hanya untuk
tahu (to know), tetapi juga menggiring siswa untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan yang
diperoleh secara langsung dalam kehidupan nyata (to do), belajar untuk membangun jati diri
(to be), dan membentuk sikap hidup dalam kebersamaan yang harmoni (to live together).
Untuk itu, pembelajaran berlangsung secara konstruktivis (developmental) yang didasari oleh
pemikiran bahwa setiap individu peserta didik merupakan bibit potensial yang mampu
berkembang secara mandiri.
Tugas pendidikan adalah memotivasi agar setiap anak mengenali potensinya sedini
mungkin dan menyediakan pelayanan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki serta
mengarahkan pada persiapan menghadapi tantangan ke depan. Pendidikan mengarah pada
pembentukan karakter, performa yang konkrit (observable) dan terukur (measurable) yang
berkembang dalam tiga ranah kemampuan, yaitu: kognitif, psikomotor, dan afektif.
Pengembangan kemampuan pada ketiga ranah tersebut dilihat sebagai suatu kesatuan yang
saling melengkapi.

Untuk menjamin kekonsistenan antara tujuan pendidikan dengan pembentukan


manusia yang berbudaya (enkulturasi), perlu dirancang desain pembelajaran di sekolah yang
tidak terlepas dari kondisi kehidupan nyata. Antara dunia pendidikan dan dunia nyata terkait
dengan hubungan sinergis. Dengan demikian, antara nilai-nilai yang ditanamkan dengan
pengetahuan akademis terikat dengan hubungan yang kontinum. Tidak satupun dari komponen
ilmu pengetahuan yang terlepas dari nilai dan norma budaya. Pendidikan adalah upaya
menanamkan sikap dan keterampilan pada anggota masyarakat agar mereka kelak mampu
memainkan peranan sesuai dengan kedudukan dan peran sosial masing-masing dalam
masyarakat. Secara tidak langsung, pola ini menjadi proses melestarikan suatu kebudayaan.

Melalui pendidikan kita bisa membentuk suatu tatanan kehidupan bermasyarakat yang
maju, modern, tentram dan damai berdasarkan nilai-nilai dan norma budaya. Sejalan dengan
ini, dari konsep agama, pendidikan dipandang sebagai upaya untuk hijrah dari sifat-sifat negatif
(kebodohan, iri, dengki, sombong, congkak, boros, tidak efisien, emosional, dsb) menuju pada
sifat-sifat yang positif seperti (cerdas, tenggang rasa, teliti, efisien, berpikiran maju dan
bertindak atas dua dasar aturan yaitu hubungan dengan sesama manusia dan hubungan
dengan Tuhan).

Semua sifat positif yang diharapkan tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku yang
religius, cekatan, terampil, dapat membedakan yang baik dan yang buruk, yang salah dan
benar, menghargai semua hal yang menjadi bahagian kehidupan di alam ini termasuk segala
bentuk perbedaan di antara kita sesama manusia. Memiliki kemampuan untuk mengambil
keputusan yang tepat pada saat yang tepat, serta mampu mengembangkan potensi diri dalam
upaya meningkatkan kualitas pribadi, keluarga, kelompok, agama, bangsa dan negara. Semua
ini merupakan unsur pokok dalam proses pembentukan masyarakat yang sejahtera, survive,
adil, makmur, dan penuh kedamaian.
Untuk mewujudkan hal tersebut, para penyelenggara pendidikan harus yakin bahwa
program dan proses pembelajaran dapat menggiring siswa agar mampu menggunakan segala
apa yang telah dimilikinya –yang diperoleh selama proses belajar– sehingga bermanfaat dalam
kehidupan selanjutnya, baik kehidupan secara akademis maupun kehidupan sehari-hari. Perlu
juga ditekankan di sini bahwa dalam dunia kehidupan nyata, antara kehidupan akademis dan
non akademis adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Untuk itu seharusnya, program dan
proses pembelajaran tidak membuat dikotomi (memisahkan secara tegas) di antara keduanya.
Semua ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah upaya membangun budaya suatu
masyarakat sehingga tercipta kehidupan yang modern, maju, dan harmoni yang didasari oleh
nilai-nilai budaya yang diyakini bersama oleh suatu masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai