Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengantar Filsafat Ilmu


Berpikir adalah ciri khas manusia. Selain ciri utama sebagai
mahluk berpikir (kognisi), manusia juga masih mempunyai potensi lain,
yakni perasaan (afeksi), kehendak (konasi), dan tindakan (aksi) atau sering
disebut cipta, rasa, karsa, dan karya. Deangan potensi itu manusia
mencipta, mengelola, dan mengubah lingkungan sekitarnya ke arah lebih
baik. Dengan beragam potensi inilah manusia mempertanyakan,
meragukan, dan menjawabnya. Manusia tidak merasa puas hanya
memperoleh jawaban – jawaban yang berasal dari adat – istiadat, tradisi,
dongeng – dongeng, mitos – mitos, legenda – legenda itu tidak sesuai
dengan aturan berpikir atau bertentangan dengan akal/rasio sehat manusia.
Lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan bermula dari aktivitas
berpikir. Karena inti dari berfilsafat adalah berpikir. Namun, tidak semua
aktivitas berpikir dapat disebut berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir yang
mempunyai tujuan. Tujuannya adalah memperoleh pengetahuan, yakni
pengetahuan yang menyangkut kebenaran. Sehingga dengan berfilsafat
manusia dapat sampai pada kebenaran.
Filsafat berasal dari bahasa Arab 'falsafah', yang berasal dari
bahasa Yunani, 'philosophia', artinya ialah 'philos'=cinta, suka (loving),
dan 'sophia'= pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi 'philosophia' berarti
cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya,
setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta
kepada pengetahuan disebut 'philosopher', dalam bahasa Arabnya
'failasuf". Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan
sebagai tujuan hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada
pengetahuan.
Dalam flssafat, kegiatan mencintai pengetahuan/kebijaksanaan itu
dilakukan dengan mempertanyakan sesuatu secara mendasar dan
menyeluruh. Filsafat dipahami ,dengan demikian, sebagai upaya terus-
menerus mencari pengetahuan dan kebenaranya. Karena itu, flsafat dengan
sendirinya identik dengan cara/metode befikir yang selalu
mempertanyakan segala sesuatu secara kritis dan medasar. Adapun
pertanyaan ittu muncul dari rasa ingin tahu manusia (homo curiosus)
terhadap dunia an dirinya. Pertanyaan itu biasa pula berkaitan dengan
pertanyaan-pertanyaan sederhana atau juga pertanyaan-pertanyaan serius
yang membutuhkan keseriusan untuk menjawabnya.
Ada beberapa pengertan yangdapat digakan untuk memahmi apa
itu filsafat. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Filsafat sebagai upaya spekulatif unntuk menyajikkan suatu pandangan


sistematik serta lengkap tenntang seluruh realitas. Herbert Spencer,
misalanya menyatakan filsafat sebagai “a completely unified knowledge”
(yang ia bedakan dengan science (ilmu) sebagai “partially unified
knowledge”). Berbada dengan ilmu-ilmu., filsafat berupaya untuk
mempersatukan ilmu-ilmu khusus menjadi system yng utuh. Filsafat
mencoba memberikan gambaran (pemetaan) tentang pemikiran manusia
yang bercerai-cerai menjaddi suatu keseluruhan (bukan tentang realitas
akan tetapi konseptual).
2. Filsafat sebagai upaya untuk melakukan untuk melukiskan hakikat realitas
paling akhir serta paling dassar yang diakui sebagai satu hal yg nyata.
Fisafat mencoba mencari sifat hakiki dari realitas, juga ciri hakiki dari
eksistensi manusia (berbeda dengan illmu pengetahuan yang hanya
meneliti aspek-aspek tertentu(khusus)dari realitas). Karena filsafat
mempertanyakan hakikat realitas (esensialis), maka pencarian filsafat ini
sering ini sering memasuki dimenssi kepercayaan, misalnya pada
kepercyaan adanya tuhan sebagai za yang menciptakan semua realitas di
alam semesta ini. (filsafat yang membahas realitas yang paling dasar atau
realitas yang paling akhir (ulitimate reality disebut metafisika).
3. Filssafat sebagai upaya untuk menentukan batas –batas dan jangkauan
pengetahuan: sumber pengetahuan, hakikat pengetahuan, keabsahan serta
nilai –nilanya. (Bidang filsafat yang membahas masalah pengetahuan
diissebut sebagai episstemologi).
4. Filsafat sebagai hasil suatu penelitian kritis atas pengadandaian-
pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan dari berbagai
bidang ilmu pengetahuan. Misalnya, fillsafat social, filsafat politik, filsafat
fundamental dalam ilmu pengetahuan dan gambaran umum tentang
pengalaman manusia dan tentang realitas, tetap berada di wiilayah fissafat,
karena masalahnya tersebut tidak dapat dideterminasi oleh metode-metode
ilmiah mana pun.
5. Filsafat sebagai disiiplin ilmu yg berupaya untuk membantu anda (kita)
untuk menyatakan apa yang anda katakana dan mengataka apa yang anda
lihat (Bagus, 1992: 242). (Bidang filsafat seperti ini disebut filsafat
analitik (filsafat bahasa model positivism logis) yang berupaya untuk
menciptakan bahasa yang lugas dan bebas dari kekaburan ambiguitas
makna)

B. Dari Mitos ke Logos


Bertanya dan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan
telah dilakukan oleh para filsuf sepanjang sejarah pemikiran selama ribuan
tahun. Pertanyaan-pertanyaan itu seperti dari manakah asal-mula alam;
apakah alam ini (termasuk manusia) terjadi dari materi belaka atau justru
diciptakan oleh Tuhan sebagai Perancang Agung alam semesta; apakah
manusia itu secara prinsip sama dengan binatang (sekedar hasil evolusi)
ataukah ia justru makhluk rasional yang diciptakan Tuhan dan
bertanggung jawab atas tindakan dan pilihan hidupnya; dan pertanyaan-
pertanyaan lainnya.
Adapun pertanyaan-pertanyaan filosofis itu muncul saat manusia
sudah mulai menyadari bahwa dirinya berbeda dengan alam. Pada alam
pikiran mistis (pra-logis), manusia, alam, tumbuhan, dan binatang
digolongkan dalam satu kelas. Maksudnya, tidak ada perbedaan antara
manusia dengan objek lain. Alam dianggap memiliki kekuatan (jiwa) yang
disebut anima. Pandangan pra-logis (mistis) ini disebut dengan
hylozoisme. Pandangan ini lantas berganti dengan pandangan dunia logis
yang melihat adanya perbedaan antara manusia dengan alam (ontologis).
Pada tahap ini, manusia mulai mencoba untuk mempertanyakan asal mula
alam. Di sinilah filsafat muncul musabab ketidakpuasan para filsuf atas
penjelasan mitos ihwal berbagai hal yang tidak dapat dijustifikasi baik
oleh rasio maupun pengalaman.
C. Pemetaan Cabang Filsafat Ilmu
Pembidangan atau percabangan filsafat terkait juga dengan
perkembangan sejarah serta prinsip pembagian yang dilakukan oleh para
filsuf. Aristoteles umpamanya, memasukkan ke dalam bidang filsafat
diantaranya yaitu logika, estetika, psikologi, filsafat politik, fisika, dan
matematika. Ia mengelompokkan bidang filsafat ini pada tiga bagian yakni
(1) filsafat spekulatif/ilmu-ilmu teoretis (2) filsafat praktis/ilmu-ilmu
praktis, dan (3) filsafat/ilmu produktif (Bagus, 1992).
Secara umum, pembagian atau pemetaan bidang filsafat tersebut
dalam kajian filsafat bias dikelompokkan menjadi tiga bidang.Tiga bidang
tersebut yakni (1) ontology, (2) epistemology dan (3) aksiologi. Ontologi
adalah cabang filsafat yang membahas atau membicarakan masalah
“ada”/”realitas”. Adapun yang dibahas adlaah “ada” dalam pengertian
secara umum dan bukan “ada” yang bersifat khusus. Salah satu sub-cabang
ontology adalah metafisika. Istilah metafisika ini dikemukakan pertama
kali oleh Andronikos yang mencoba mengelompokkan tulisan-tulisan
Aristoteteles. Dia mengelompokkan tulisan Aristoteteles tersebut menjadi
dua kelompok. Kelompok pertama yaitu tulisan-tulisan Aristoteteles yang
berkatain dengan fisika atau objek fisis yang dapat diamati. Kelompok
kedua yakni tulisan-tulisan Aristotetles yang dia sebut metaphisyca atau
berada/mengatasi yang fisik. Dalam bidang filsafat ini, yakni
epistemology, di dalamnya terkait pembahasan tentang logika, filsafat
ilmu dan metodologi.

D. Epistemologi
Istilah Epistemologi pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada
tahun 1854 untuk membedakannya dengan cabang filsafat lainnya atau
ontology (Hunnex, 1986 : 3). Secara kebahasaan (Etimologi ), istilah
epistemology berasal dari bahasa yunani yakni episteme dan logos. Jika
kata yang pertama disebutkan berarti pengetahuan (Knowledge), maka
kata yang belakangan disebutkan berarti ilmu atau teori (theory). Jadi jika
melihat dari silsilah kebahasaan tersebut, Epistemology dapat dimengerti
sebagai teori pengetahuan (theory of knowledge).
Adapun secara terminologis, kita dapat meminjam pendapat dari
beberapa pakar terkait pengertian epistemology ini. Milton D. Hunnex
misalnya menyebutkan bahwa epistemology adalah cabang filsafat yang
membahas sifat dasar, sumber, dan validitas pengetahuan. Pengertian yang
dikemukakan Hunnex tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut. Yaknik,
bahwa focus pembahasaaan epistemology meliputi pokok-pokok persoalan
seperti: Dari mana manusia memperoleh pengetahuan atau apa sumber
pengetahuan itu. Jadi, dari situ secara singkat, kita dapat memahami bahwa
epistemology pada dasarnya merupakan salah satu upaya evaluative dan
kritis tentang pengetahuan (knowledge) manusia.

E. Sumber Pengetahuan
Sumber pengetahuan ialah apa yang menjadi titik-tolak atau apa
yang merupakan objek pengetahuan itu sendiri. Sumber itu dapat bersifat
atau berasal dari “dunia eksternal” atau juga terkait dan berasal dari “dunia
internal” atau kemampuan subjek. R. John Hospers (1967) mengemukakan
enam sumber pengetahuan diantaranya yakni sense experience
(pengalaman indrawi), reason (akal-budi), authority (otoritas), intuition
(intuisi), revelation (wahyu), dan faith (keyakinan). Selanjutnya akan
diterangkan sebisa mungkin menyangkut sumber-sumber pengetahuan
yang dicantumkan tersebut.
Perception, yakni hasil tanggapan indrawi terhadap fenomena
alam. Memory, pengalaman langsung maupun tidak langsung harus
didukung oleh ingatan. Reason, pikiran atau penalaran adalah hal yang
paling mendasar bagi kemungkinan adanya pengetahuan. Introspection,
pengenalan atau pemahaman terhadap dirinya. Intuition, pengenalan
terhadap sesuatu secara langsung. Authority, individu atau kelompok
yang dianggap memiliki pengetahuan sahih dan memiliki legitimasi
sebagai sumber pengetahuan. Precognition, kemampuan untuk
mengetahui sesuatu peristiwa yang akan terjadi. Clairvoyance,
kemampuan mempersepsi suatu peristiwa tanpa menggunakan indera.
Telepathy, kemampuan berkomunikasi tanpa menggunakan suara ataupun
simbolik lain.
F. Struktur pengetahuan
1. Objektivisme
Pendukung objektiveme berpendapat bahwa objek-objek fisis
yang diobservasi/teliti bersifat independen di hadapan subjek yang
meniliti atau / mengetahui. Realitas, data, sensasi adalah sama atau
satu.
2. Subjektivisme
Subjektivisme adalah pandangan yang menekankan peran
unsur/ dimensi subjek dalam menghasilkan pengetahuan.
3. Skeptisisme
Skeptisisme adalah paham yang menyatakan
ketidakmungkinan untuk mencapai kebenaran objektif (akhir, final)
pengetahuan.
4. Relativisme
Relativisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa
kebenaran tidak bersifat absolut atau universal.
5. Fenomenalisme

Fenomenalisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa


kita hanya mengetahui gejala-gejala yang diindari atau gejala
sebagaimana lewat pengamatan.

6. Teori Kebenaran
Dalam epistemologi dan filsafat ilmu pengetahuan dikenal
sejumlah teori kebenaran, yaitu : teori kebenaran korespondensi, teori
kebenaran koherensi, teori kebenaran pragmatis, teori kebenaran
performatif dan teori kebenaran paradigmatik. Berikut akan dijelaskan
secara ringkas teori-teori kebenaran tersebut.
Teori kebenaran korespondensi, menyatakan bahwa satu
teori/proposisi benar bila proposisi atau teori itu sesuai dengan fakta
(kenyataan). Kebenaran adalah kesetiaan pada realitas objektif. Aristoteles
menyebut ini dengan teori penggambaran/cermin.
Teori kebenaran koherensi, Dalam teori konsistensi atau
koherensi, kebenaran adalah apabila adanya saling hubungan antar
putusan-putusan atau kesesuaian/ketaat asasan dengan kesepakatan atau
pengetahuan yang telah dimiliki.
Teori kebenaran Pragmatis, Pragmatisme adalah aliran filsafat
yang lahir di Amerika Serikat akhir abad ke-19, yang menekankan
pentingnya akal budi (rasio) sebagai sarana pemecahan masalah (problem
solving) dalam kehidupan manusia baik masalah yang bersifat teoritis atau
praktis.
Teori Kebenaran Peformatif, Teori kebenaran ini berasal dari
John Langshaw Austin (1911–1960), seorang filsuf inggris yang
mengemukakan teori tindak bahasa (speech-acts), Austin tidak begitu
tertarik membicarakan bahasa sebagai pemaparan realitas (fakta atomik).
Teori kebenaran formatif yang disebut juga “tindak bahasa” mengaitkan
kebenaran satu satu tindakan yang dihubungkan dengan satu pernyataan.
Tuturan formatif, menurut Austin, tidak dinyatakan benar atau salah, akan
tetapi berhasil atau gagal.
Teori kebenaran Paragdimatik, Teori ini dapat juga diturunkan
dari konsep paradigm Thomas Samuel Kuhn. Menurut Kuhn, ilmu
pengetahuan dikonstruksi atas paradgima tertentu. Dalam dunia ilmiah ada
sekelompok ilmuwan (komunitas ilmuwan) yang mendukung paradigm
tertentu (misalnya dalam psikologi terdapat paradigma psikoanalisa,
paradigma behaviorisme, paradigma humanistik, dan lain-lain). Ada
kriteria yang berbeda antara satu paradigma dengan paradigma lain,
sehingga kebenaran tergantung pada paradigm yang digunakan
(paradigmatic).

Anda mungkin juga menyukai