Anda di halaman 1dari 9

FILSAFAT JAWA

Abstrak
Artikel ini berjudul Filsafat Jawa. Selama ini orang hanya mengenal pembedaan filsafat
Barat dan filsafat Timur. Filsafat Timur menunjuk ke India dan Cina. Sementara itu, filsafat
Jawa belum mendapat tempat pada bada bagian dari filsafat Timur. Dalam pembedaan
filsafat Barat dan Timur ini, seharusnya filsafat Jawa menjadi bagian dari filsafat Timur.
Beberapa buku dan artikel tentang filsafat Jawa telah dihasilkan, seperti artikel Bambang
Kusbandrijo yang menulis “Pokok-pokok Filsafat Jawa” yang menjadi bagian dari buku
Menggali Filsafat dan Budaya Jawa. Dalam buku yang sama, Koesnoe menulis dua artikel,
yaitu “Pandangan Hidup Orang Jawa” dan “Sangkan Paraning Dumadi”. Abdullah
Citroprawiro menulis buku “Filsafat Jawa”. Artikel dan buku tentang filsafat Jawa yang
telah ada menjadi pijakan penulisan dalam Artikel ini, di samping buku-buku filsafat umum.

Kata Kunci : Pemikiran, Filsafat, Jawa

A. PENDAHULUAN
Pertanyaan yang menggelithik ketika akan menulis artikel jurnal berjudul Filsafat Jawa ini
adalah adakah Filsafat Jawa itu? Mengapa ada pertanyaan itu, karena selama ini kita hanya
mengenal bahwa pembicaraan filsafat selalu dibedakan Filsafat Barat dan Timur. Filsafat
Barat mulai dari Yunani, Inggris, Jerman, Perancis, dan juga Amerika. Sementara Filsafat
Timur menunjuk ke India dan Cina. Dalam konteks ini timbul pertanyaan berikutnya, yaitu
apakah ada Filsafat Jawa? Di mana kedudukan Filsafat Jawa di antara Filsafat Barat dan
Timur? Jika dilihat dari pembagian tersebut, karena wilayah geografis Pulau Jawa berada di
belahan Timur, Filsafat Jawa merupakan bagian dari Filsafat Timur.

Untuk menjawab pertanyaan “adakah Filsafat Jawa?”, kita dapat melihat historis orang
Jawa yang telah tumbuh dan berkembang sejak jaman dulu, ketika orang Jawa menggunakan
bahasa Jawa Kuno. Dalam zaman itu, tradisi sastra telah berkembang amat pesat. Kita telah
mengenal pujangga Empu Kanwa yang mengarang Kakawin Arjuna Wiwaha, Empu
Prapanca yang menulis Negara Kertagama, Empu Tantular yang menulis Kakawin
Sutasoma, dan sebagainya. Dalam karya sastra Jawa Kuno itu di dalamnya terkandung
berbagai kebijaksanaan hidup yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Jawa, dan di
situlah sumber utama Filsafat Jawa. Demikian juga, dalam kesusasteraan baru, kita kenal
Serat Centhini yang ditulis oleh Paku Buwono V pada abad delapan belas, Serat
Wedhatama, Serat Wulangreh, dan karya satra Jawa baru lainnya. Dalam berbagai karya

1
sastra Jawa baru itu terkandung nilai-nilai kebijaksanaan hidup yang merupakan bagian dari
Filsafat Jawa. Jadi, terhadap pertanyaan adakah Filsafat Jawa? Maka, jawabannya adalah
ada.
Kusbandrijo menjelaskan filsafat India dan Cina mempengaruhi filsafat Jawa, namun
sesudah Islam masuk, banyak konsep India dan Cina yang diubah sesuai ajaran Islam. Mirip
dengan filsfat India, filsafat Jawa juga menekankan pentingnya kesempurnaan hidup.
Manusia berfikir dan merenungi dirinya dalam rangka menemukan integritas dirinya dalam
kaitannya dengan Tuhan. Dimensi ini adalah karakteristik yang dominan dan tidak dapat
dilepaskan dengan kecenderungan hidup manusia Jawa. Pemikiran-pemikiran Jawa
merupakan suatu usaha untuk mencapai ksempurnaan hidup.1

B. PENGERTIAN FILSAFAT JAWA


Filsafat Jawa adalah ilmu yang mempelajari tentang filsafat yang bertumpu pada
pemikiran-pemikiran yang berakar pada budaya jawa. Filsafat Jawa sebenarnya juga
tergolong pada filsafat timur, yang umumnya berdasarkan pada pemikiran para filsuf di
India dan Tiongkok, meskipun saat ini filsafat Jawa belum diakui sebagai bagian dari filsafat
Timur tetapi pada dasarnya filsafat Jawa memiliki kesamaan dengan prinsip-prinsip yang
terdapat dalam filsafat India. 2
Filsafat Jawa seperti halnya filsafat lainnya, pada dasarnya bersifat Universal. Jadi filsafat
Jawa meskipun dilahirkan dari hasil kebudayaan Jawa tetapi sebenarnya bisa berguna bagi
orang-orang di luar Jawa juga.3 Meski bersifat Universal, filsafat Jawa atau filsafat Timur
pada umumnya memiliki perbedaan dengan filsafat Barat. Dalam filsafat Timur,termasuk
juga filsafat jawa tujuannya adalah untuk mencapai kesempurnaan, sementara filsafat Barat
tujuannya adalah kebijaksanaan.4

C. PENDAPAT PARA AHLI TENTANG FILSAFAT JAWA


Filsafat Jawa menurut Kusbandriyo dalam tulisannya “Pokok-pokok Filsafat Jawa”,
dimaknai sebagai filsafat yang menekankan pentingnya kesempurnaan hidup. Manusia
berfikir dan merenungi dirinya dalam rangka menemukan integritas dirinya dalam kaitan

1
Bambang Kusbandrijo,2007.Pokok-pokok Filsafat Jawa dalam Menggali Filsafat dan
Budaya Jawa, Surabaya: Lembaga Javanologi Surabaya. Hal.1
2
Sutrisna Wibawa, filsafat Jawa, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta,2013. Hal. 1-2
3
Mohammad Safii, Filosofi Jawa,Surabaya: Universitas Airlangga,2011. Hal. 1
4
Sutrina Wibawa, Filsafat Jawa. Hal. 54
2
dengan Tuhan. Dimensi ini adalah karakteristik yang dominan dan tidak dapat dilepaskan
dengan kecenderungan hidup manusia Jawa.5
Ciptoprawiro menjelaskan di dalam filsafat Jawa dapat dinyatakan bahwa manusia itu
selalu berada dalam hubungan dengan lingkungannya, yaitu Tuhan dan alam semesta serta
meyakini kesatuannya. Manusia menurut filsafat Jawa adalah manusia dalam hubungan.
Manusia dalam mempergunakan kodrat kemampuannya selalu diusahakan kesatuan cipta-
rasakarsa.
Ciptoprawiro juga menegaskan bahwa berfilsafat dalam arti luas, di dalam kebudayaan
Jawa berarti ngudi kasampurnan. Manusia mencurahkan seluruh eksistensinya, baik jasmani
maupun rohani, untuk mencapai tujuan. 6

D. SEJARAH FILSAFAT JAWA


Kemunculan Filsafat Jawa juga tidak dapat dilepaskan dari adanya pengaruh ajaran Hindu
dan Buddha, oleh karenanya filsafat jawa tidak dapat dipisahkan dari filsafat India.7
Filsafat Jawa tumbuh seiring dengan kemunculan Aksara Jawa atau yang juga dikenal
sebagai Hanacaraka. Kemunculan hanacaraka membuat kesusastraan Jawa juga semakin
berkembang. Pada masa-masa itu muncul berbagai pujangga-pujangga hebat seperti Empu
Kanwa yang menulis Kakawin Arjunawiwaha, Empu Prapanca yang menulis Kakawin
Nagarakertagama, Empu Tantular yang menulis tentang Kakawin Sutasoma, dan masih
banyak lagi.8

Sejarah Hanacaraka muncul dan terkait dengan kisah Aji Saka dan kedatangannya dari
Hindustan. Oleh karena itu maka tidak mengherankan bila ditemukan adanya nama- nama
tempan atau nama orang Jawa yang mirip dengan nama-nama tempat atau nama orang India.
Kisah Aji Saka ini sampai sekarang masih dipegang teguh oleh suku Jawa dan menjadi
inspirasi bagi kehidupan batin dan rohani orang jawa.9

5
Bambang Kusbandriyo,2007.Pokok-pokok Filsafat Jawa dalam Menggali Filsafat dan
Budaya Jawa. Surabaya: Lembaga Javanologi Surabaya. Hal.4.
6
Abdullah Ciptoprawiro, 1986. Filsafat Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
7
Fatkur Rohman Nur Awalin, “ Dunia Batin Jawa: Aksara Jawa sebagai filosofi Dalam
Memahami Konsep Ketuhanan”, Jurnal Kontemplasi IAIN Tulungagung, Vol. 05 No. 02.
Desember 2017. Hal. 290.
8
Sutrisna Wibawa, Filsafat jawa, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta,2013. Hal. 1-2
9
Fatkur Rohman Nur Awakin, “Dunia batin jawa: Aksara Jawa Sebagai Filosofi dalam
memahami konsep Ketuhanan” Hal. 293.
3
E. PERBEDAAN FILSAFAT JAWA
Ngudi Kesempurnaan atau filsafat Jawa bertolak pada tiga landasan yaitu Ketuhanan,
Kesadaran akan semesta, dan Keberadaan manusia.
Filsafat jawa memiliki perbedaan pokok dengan filsafat Barat (yang bersumber pada filsafat
yunani). Perbedaan pokok itu antara lain :
1. Filsafat jawa selalu berpusat pada landasan ketuhanan sehingga tidak mungkin
ajaran filsafat Jawa bisa melahirkan sikap atheis.
2. Filsafat Jawa tidak pernah melepaskan keberadaan manusia dengan semesta.
Harmonisasi manusia dan semesta menjadi salah satu pandangan penting yang
mengisyaratkan keberadaan manusia tak bisa dilepaskan dari semesta.
3. Filsafat Jawa lebih mengedepankan rasa atau rahsa sedangkan Filsafat barat
mengedepankan Logika, sehingga orang Jawa mengatakan “Dirasakne”
(Dirasakan) bukan Dipikir. Filsafat Jawa meletakkan rasa (emosi, sikap batin)
lebih penting dibandingkan nalar.
Ciptoprawiro menyatakan terdapat perbedaan yang dalam antara sistem filsafat Barat
dengan ungkapan-ungkapan filsafat Jawa yang sering bersifat fragmentaris dan kurang
nampak adanya hubungan yang jelas. Perbedaan utama antara filsafat Barat dan filsafat
Timur, dalam filsafat Timur bukan menciptakan filsafat untuk filsafat itu sendiri, melainkan
tentang pengetahuan yang senantiasa hanya merupakan sarana untuk mencapai
kesempurnaan, suatu langkah ke jalan menuju kelepasan atau untuk sampai kepada tujuan
akhirnya. 10

Dalam filsafat Barat, tidak didapatkan pertentangan antara filsafat dan pengetahuan
tentang Tuhan. Justru didapatkan dalam filsafat Timur bahwa kearifan tertinggi, yang
merupakan puncak filsafat adalah pengetahuan tentang Tuhan, tentang yang Mutlak dan
hubungannya dengan manusia.

Dalam filsafat Barat (Yunani), filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia yang
berarti cinta kearifan, sedangkan filsafat Jawa, pengetahuan (filsafat) senantiasa hanya
merupakan sarana untuk mencapai kesempurnaan, dapatlah dirumuskan bahwa di Jawa,
filsafat berarti cinta kesempurnaan.

10
Ciptoprawiro, Abdullah, 1986. Filsafat Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
4
Dalam bahasa Jawa, filsafat Jawa adalah ngudi kasampurnan (berusaha mencari
kesempurnaan), sedangkan filsafat Barat adalah ngudi kawicaksanan (mencari
kebijaksanaan). 11
Uraian tentang pemikiran filsafat, baik dalam ngudi kasampurnan maupun dalam ngudi
kawicaksanan mempergunakan lima huruf pertama dalam abjad Jawa, yaitu hanacaraka.
a. Ha : hurip, urip = hidup (Suatu sifat zat Yang Maha Esa)
b. Na : (1) hana = ada
- Ada semesta = ontologi
- Alam semestra = kosmologi
(2) manungsa = manusia = antropologi filsafat
c. Caraka: (1) Utusan
(2) Tulisan:
- Ca: cipta = pikir = nalar—akal (thinking)
- Ra: rasa = perasaan (feeling)
- Ka: karsa = kehendak (willing)
Manusia adalah utusan Tuhan dan merupakan tulisannya dalam bentuk kodrat
kemampuannya: Cipta Rasa Karsa. Hanacaraka merupakan suatu kesatuan, ada semesta,
Yang Mutlak, Yang Esa, Tuhan dengan Alam Semesta dan manusia merupakan suatu
kesatuan, seperti rumusan Romo Zoetmulder kesatuan kosmos dan saling berhubungan
semua di dalamya. Dalam filsafat Jawa dapat dinyatakan bahwa manusia itu selalu berada
dalam hubungan dengan lingkungannya, yaitu Tuhan dan Alam Semesta serta menyadari
kesatuannya. Maka, bagi filsafat Jawa, manusia adalah: manusia dalam hubungan,
demikian dalam mempergunakan kodrat kemampuannya selalu diusahakan kesatuan cipta-
rasa-karsa.
Berbeda dengan filsafat Barat, di mana cipta dilepaskan dari hubungan dengan
lingkungannya, sehingga terjadi jarak antara manusia dengan lingkungannya. Kebudayaan
Barat mengidentifikasi aku (ego) manusia dengan ciptanya (rasio, akal). Maka, dapatlah
dikatakan bahwa filsafat Barat menggambarkan manusia sebagai: manusia lepas hubungan.
Bilamana Socrates menyebut manusia sebagai animal rationale, filsafat Timur umumnya
beranggapan bahwa di dalam diri mauia terdapat sifat-sifat illahi. 12

11
Timur, Soenarto, 2007.Percikan Perenungan Filsafat Jawa: Hidup Berselaras‖ dalam
Menggali Filsafat dan Budaya Jawa. Surabaya: Lembaga Javanologi Surabaya
12
Mudhofir, Ali, 2001. Kamus Istilah Filsafat dan Ilmu. Yogyakarta: Gadjah Mada University,
2008. Kamus Etika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
5
F. DIMENSI FILSAFAT JAWA
Seperti halnya Filsafat pada umumnya, filsafat Jawa juga memiliki dimensi-dimensi yang
meliputinya, antara lain Dimensi Metafisika, Dimensi Ontologi, Dimensi Epistemologi, dan
Dimensi Aksiologi. Penggolongan dari setiap dimensi filsafat tersebut disesuaikan dengan
cabang-cabang dalam ilmu filsafat, yakni tentang ilmu pengetahuan, tentang materi, tentang
norma-norma.13
1. Dimensi Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan proses analitis atas
hakikat fundamental mengenai keberadaan dan realitas yang memyertainya.
Metafisika dapat didefinisikan sebagai bagian pengetahuan manusia yang
bersangkutan dengan pertanyaan mengenai hakikat yang ada yang terdalam. 14
2. Dimensi Ontologi
Ontologi merupakan bagian dari filsafat yang paling umum yang
mempersoalkan adanya segala sesuatu yang ada secara nyata atau sesungguhnya
dan tidak membicarakan sesuatu hal yang terjadi atau kemungkinan yang terjadi.15
3. Dimensi Epistemologi
Epistemologi merupakan bagian atau cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian dan dasar-dasarnya serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Epistemologi Filsafat Jawa berkaitan dengan Proses untuk memperoleh
pengetahuan.16
4. Dimensi Aksiologi
Aksiologi dalam ruang lingkup filsafat Jawa berkaitan dengan estetika, etika,
dan nilai. Produk-produk kebudayaan jawa, baik yang bersifat kebendaan maupun
nonbenda menjadi kajian aksiologi sehingga semua produk kedudayaan Jawa
dianggap memiliki nilai filosofi yang berkaitan dengan estetitka, etika dan nilai. 17

13
Sutrisna Wibawa, Filsafat Jawa, Hal. 56-57
14
Palmer, Richard E., 2005. Hermeneutika (terjemahan dari buku Hermeneutica oleh Musnur
Hery dan Damanhuri Muhammad). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
15
Peursen, C.A. van, 1988. Strategi Kebudayaan, diterjemahkan dari Culture in
Stroomvernelling
oleh Dick Hartoko. Yogyakarta: Kanisius
16
Wiramihardja, A., Sutarjo, 2007. Pengantar Filsafat (Sistematika Filsafat, Sejarah Filsafat,
Logika dan Filsafat Ilmu ‘Epistemologi’, Metafisika dan Filsafat Manusia, dan
Aksiologi). Bandung: Aditama
17
Wahana, Paulus, 2004. Nilai Etika Aksiologis Max Scheler. Yogyakarta: Kanisius
6
G. NILAI-NILAI FILSAFAT JAWA
Dikarenakan filsafat Jawa bertujuan pada kesempurnaan hidup, maka memiliki nilai-nilai
yang terkandung didalamnya. Nilai-nilai yang terkandang dalam filsafat Jawa tidak hanya
sebagai ilmu pengetahuan semata, tetapi juga menjadi filosofi dan falsafah dalam menjalani
kehidupan. Berikut nilai yang terkandung dalam filsafat Jawa.18
1. Aja rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa, maknanya jangan sombong, harus
berempati dan memahami orang lain.
2. Migunani tumraping liyan, maknanya berbuat baik kepada orang lain, nanti orang lain
akan berbuat baik kepada kita.
3. Eling sangkan paraning dumadi, maknanya selalu ingat asal-usul dan cita-cita dalam
hidup
4. Urip iku urup, maknanya hendaknya memberi manfaat pada lingkungan sekitar kita.
5. Ngluruk tanpa bala, menang tanpo ngasorake, sekti tanpo aji-aji, sugih tanpa bandha,
maknanya jangan besar kepala jika sudah beruntung atau menanag.
6. Aja gumunan, aja getunan, aja kagetan, aja aleman, maknanaya jangan terkejut tetap
tenang.
7. Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti, maknanya setiap keburukan pasti akan
kalah dengan kebaikan.
8. Datan serik lamun ketaman, datan susah lamun kelangan, maknanya jangan mudah
tersinggung.

H. PENUTUP
Filsafat Jawa dimaknai sebagai filsafat yang menekankan pentingnya kesempurnaan hidup.
Berfilsafat dalam kebudayaan Jawa berarti ngudi kasampurnan. (mencarikesempurnaan).
Manusia mencurahkan seluruh eksistensinya, baik jasmani maupun rohani, untuk mencapai
tujuan kesempurnaan hidup. Filsafat Jawa disebut juga filsafat sangkan paraning dumadi
(filsafat asal dan arahnya yang ada) yaitu suatu ajaran yang menunjukkan ulah daya hidup
bergerak menuju dan bersatu dalam kesempurnaan. Sangkan paraning dumadi juga dimaknai
suatu ajaran yang menangani gerak rohani untuk menyatu di dalam arus kehidupan secara
benar-benar hidup sebagai kenyataan hidup sejati.

18
Sutrisna Wibawa, Filsafat Jawa, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta,2013. Hal.1-2
7
Ajaran-ajaran kesempurnaan hidup dan asal dan arahnya yang ada, yang tercermin dalam
metafisika, ontologi, epistimologi, dan aksiologi Jawa. Metafisika Jawa yang merupakan
hubungan antara Tuhan, manusia dan alam semesta, yang mempunyai karakteristik
pengakuan tentang kemutlakan Tuhan, Tuhan yang transenden imanen di alam dan pada
manusia, dan alam semesta dan manusia merupakan satu kesatuan yang bisa disebut kesatuan
makrokosmos dan mikrokosmos. Ontologi Jawa tercermin dari segala ilmu pengetahuan Jawa
yang merupakan realitas kehidupan masyarakat Jawa hingga kini. Epistemologi menyatakan
bahwa pengetahuan Jawa berdasarkan pandangan bahwa semua berada dalam kesatuan antara
manusia, Tuhan, dan alam semesta, yang secara epistemologis bersumber dari inderawi,
otoritas, dan wahyu. Aksiologi Jawa pedoman kehidupan orang Jawa lahir dan
batin.Tercermin dalam nilai kesempurnaan hidup dan asal arahnya yang ada menjadi
pedoman kehidupan orang Jawa lahir dan batin.

8
DAFTAR PUSTAKA

Bambang, Kusbandrijo. 2007. Pokok-pokok Filsafat Jawa dalam Menggali Filsafat dan
Budaya Jawa. Surabaya : Lembaga Javanologi Surabaya.

Wibawa Sutrisna, filsafat Jawa, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta,2013.

Safii Mohammad, Filosofi Jawa,Surabaya: Universitas Airlangga,2011.

Ciptoprawiro Abdullah, 1986. Filsafat Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Nur Awalin Fatkur Rohman, “ Dunia Batin Jawa: Aksara Jawa sebagai filosofi Dalam
Memahami Konsep Ketuhanan”, Jurnal Kontemplasi IAIN Tulungagung
Abdullah Ciptoprawiro, 1986. Filsafat Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Soenarto Timur, 2007.Percikan Perenungan Filsafat Jawa: Hidup Berselaras‖ dalam


Menggali Filsafat dan Budaya Jawa. Surabaya: Lembaga Javanologi Surabaya

Ali Mudhofir, 2001. Kamus Istilah Filsafat dan Ilmu. Yogyakarta: Gadjah Mada University,
2008. Kamus Etika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Richard E Palmer, 2005. Hermeneutika: Terjemahan dari buku Hermeneutica oleh Musnur
Hery dan Damanhuri Muhammad.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

C.A. van Peursen,1988. Strategi Kebudayaan, diterjemahkan dari Culture in


Stroomvernelling oleh Dick Hartoko.Yogyakarta: Kanisius

A., Sutarjo Wiramihardja, 2007. Pengantar Filsafat: Sistematika Filsafat, Sejarah


Filsafat,Logika dan Filsafat Ilmu ‘Epistemologi’, Metafisika dan Filsafat Manusia, dan
Aksiologi. Bandung: Aditama.

Paulus Wahana,2004. Nilai Etika Aksiologis Max Scheler. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai