Anda di halaman 1dari 16

Mengenal Konsep Ketuhanan dan Cara Ritual Budaya Lokal

(Ajaran Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Bratakesawa)

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


AKK (F3)
Dosen Pembimbing:

Tazmuji

Oleh :
Mohammad Firstyan Khoirussidqi Aziz (E97218079)

TASAWUF DAN PSIKOTERAPI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVESITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
S U R A B A Y A 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan Makalah dengan judul
“Mengenal Konsep Ketuhanan dan Cara Ritual Budaya Lokal (Ajaran Aliran Kepercayaan
dan Kebatinan Bratakesawa)”.
Adapun maksud dari penyusunan Makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas oleh
pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafa di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Dimana masih mengingat kekurangan dalam pengetahuan dan keterbatasan dalam
kelompok ini, sehingga dalam pengerjaan Makalah ini tidak sedikit memerlukan bantuan baik
dari sumber maupun informasi dari pihak yang telah membantu dalam pengerjaan makalah,
saya atas nama kelompok mengucapkan banyak terima kasih.

i
DAFTAR ISI

MAKALAH............................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB 1...................................................................................................................................................1
1. 1. Latar Belakang.......................................................................................................................1
1. 2. Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1. 3. Tujuan Penulisan...................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
2. 1. Sejarah Kemunculan Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Bratakesawa.................................3
2. 2. Konsep Ketuhanan dalam Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Bratakesawa.........................4
1. Zat Tuhan...............................................................................................................................4
2. Sifat-sifat Tuhan.....................................................................................................................5
2. 3. Cara Ritual Kepercayaan dan Kebatinan Bratakesawa..........................................................5
1. Awang-awang yakni ruang angkasa yang ada dalam ruang daya tarik bumi.........................5
2. Uwung-uwung yakni angkasa luar, yang berada di luar daya tarik bumi...............................5
3. Bumi yakni dunia yang didiami oleh manusia, binatang, dan tetumbuhan seperti sekarang
ini, dimana hidup dan kehidupan segala sesuatunya berkembang baik secara turun-temurun....6
4. Langit yakni alam berwana biru yang membentang luas di angkasa yang tidak bertepi
berterbangan bintang, bulan dan matahari serta benda-benda langit lainnya yang tak terhingga
banyaknya.....................................................................................................................................6
1. Maha Kuasa: kekuasaan Tuhan mutlak meliputi segala sesuatu yang ada. Ketika memegang
api, maka akan terbakar; memegang air, maka akan basah; sehingga mendorong makhluk-nya
untuk mencari kenikmatan dan keselamatan hidup......................................................................6
2. Maha Kersa: kersa-nya tersebutagar dunia dan segala isinya bisa bermanfaat atau
dimanfaatkan demi kesejahteraan hidup jasaniah dan rohamiah oleh semua makhluknya. Oleh
sebab itu, manusia yang di sempurnakannya sedemikian rupa dengan di berkahi budi pekerti
supaya bisa mengatur dunia seisinya sesuai hukum hanyakra manggilingan secara lestari dan
seimbang.......................................................................................................................................6
3. Maha Uninga/Maha Mengetahui: ilmunya meliputi segala kesadaran/kejadian dan
peristiwa yang pernah ada, yang tengah ada, dan yang akan di kemudian hari. Tuhan tidak
terbatas oleh tempat, ruang dan waktu........................................................................................6
4. Maha Hidup: hidupnya Tuhan tidak memerlukan nafas, namun dia justru menghidupkan
semua makhluknya sepanjang zaman dan peristiwa secara turun-temurun/berkesinambungan.6
5. Maha Mendengar: dengarnya Tuhan tidak memakai telinga, namun bisa mendengar
semua gerak hati dan i’tikad semua makluknya sehingga oleh kuasa Tuhan yang Maha Esa yang

ii
ada pada diri umat dan makhluknya bisa mencapai/mewujudkan i’tikad, perbuatan dan
kemampuannya masing-masing. Oleh sebab itu, segala sesuatu terdeteksi secara jelas tanpa
ada penghalang sedikitpun............................................................................................................6
6. Maha Melihat: lihatnya tidak memakai mata, namun di hadapan Tuhan semua makhluk
tidak dapat menyembunyikan rahasia apapun, sehingga semua tidak akan terlepas dari hukum
akibat dari segala perbuatan dengan dosa dan pahalanya masing-masing...................................7
7. Maha Mengucap: ucapnya tidak memakai mulut, namun dengan segala kenyataan yang
ada pada setiap saat dan bentuk keadaan, baik yang wadag maupun yang halus, yang bisa di
saksikan dan di rasakan merupakan manifestasi ucapan Tuhan....................................................7
BAB III..................................................................................................................................................8
3. 1. Kesimpulan............................................................................................................................8
3. 2. Saran......................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................11

iii
1

BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Paham kebatinan telah lama ada di tengah masyarakat Indonesia. Akan tetapi
sejak kapan persisnya paham tersebut muncul belum diketahui secara pasti. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya literature tertulis yang mencatat tentang sejarah awal
timbulnya kebatinan Jawa. Namun, dewasa ini kejawen bercampur baur dengan
Islam, Hindu, Buddha (pengaruh Brahmanisme dan Budhisme), dan juga bercampur
dengan agama Kristen.1

Islam sebagai Agama Di Indonesia Khususnya di pulau Jawa bila diselidiki


lebih mendalam hanya merupakan warna. Sebab yang taat menjalankan ibdah Islam
sebenarnya hanya sedikit apalagi di Jawa Tengah. Sehingga dengan terang-terangan
mengaku Islam abangan, artinya Islam hanya pengakuan tetapi baik mereka yang
mengaku abangan atau santri (priyai/kaum rajin ibadah) pada umumnya masih banyak
yang mengikuti naluri (menjalankan tradisi ) leluhur seperti membakan kemenyan
waktu mengadakan upacara agama Islam, membuat saji-sajian di tempat yang angke
(bertuah) termasuk perkuburan yang dianggap keramat dan sebagainya, sehingga
hidup dalam suasana Jawa Islam yang demikian oleh kaum umum disebut Kejawen.2

Pada saat ini organisasi-organisasi kebatinan (kejawen) masih tetap


menunjukkan perkembangannya dengan berbagai bentuk ajaran dan praktik ritual
masing-masing. Meski bentuk dan cara laku batun beraneka ragam, dan masing-
masing gerakan kebatinan mengembangkan dogma dan ritual mereka secara khas dan
berbeda-beda, namun pada hakikatnya apa yang mereka lakukan merupakan bentuk
tindakan mistis yang berakar pada nilai budaya kejawen yang sama.3

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah kemunculan aliran kebatinan dan kepercayaan Bratakesawa?


2. Apa konsep kepercayaan dan kebatinan dalam aliran Bratakesawa?
3. Bagaimana cara ritual kepercayaan dan kebatinan Bratakesawa?

1
Ma’ruf Al payamani, Islam dan Kebatinan, Studi Keitis tentang Perbandingan Filsafat Jawad an Tasawwuf
(Solo: CV. Ramadhani, 1992), hlm 219.
2
Kamil Kartappradja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan Indonesia (Jakarta: Yayasan Masagung, 1985), hlm 58.
3
Mark R. Woodward, Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, (Yogyakarta: LkiS, 1999), hlm 347.)
3. Tujuan Penulisan

Makalah ini di buat bertujuan untuk mendalamkan pemahaman mahasiswa


tetang pengertian, objek kajian serta sejarah dari Mata Kuliah AKK.

2
3

BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. Sejarah Kemunculan Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Bratakesawa

Aliran Bratakesawa merupakan salah satu aliran kebatinan masyarakat


Jawa, melalui aliran kebatinan ini masyarakat Jawa akan menemukan
keselarasan dengan lingkungan dan hati nuraninya. Bratakesawa sendiri
sebenarnya merupakan nama orang. Bratakesawa merupakan nama dari
seorang pensiunan wartawan, bratakesawa juga seorang shufi Islam yang
mensistemkan ajarannya dengan memadukan dalil naqli yang berdasarkan
Alquran dan al-Hadits, dan juga dalil aqli yang berdasarkan jalan pikirannya
sendiri, atau kalau ia mendapatkan pengetahuan mistis maka pengetahuan
yang didapatnya tersebut dipadu dengan pengetahuan mistiknya sendiri.
Walaupun Bratakesawa tidak mendirikan tarekatnya sendiri atau sesuatu
organisasi Aliran Kebatinan tersendiri semacam Pangestu dan lain sebagainya,
tetapi aliran bratakesawa ini banyak peminatnya. selama hidupnya
bratakesawa tinggal di kota Yogyakarta. Dan pada tahun 1952 ia menulis buku
yang diberi judul “Kunci Swarga”, buku ini ditulis dengan maksud dan tujuan
untuk menyumbangkan pemikirannya bagi pembangunan akhlak bangsa
Indonesia yang telah bebas dari penjajahan.

Buku-buku ciptaan Bratakesawa sangatlah berbeda dengan buku-buku


kebatinan pada umumnya yang lebih menekankan kepada hal-hal yang berbau
klenik, tidak berdasarkan ilmu yang masuk akal, dan bahkan sering kali hanya
omong kosong. Buku-buku ciptaan Bratakesawa sangat menarik perhatian
para pembaca. bukan karena kesukarannya, tetapi karena cara beliau
menguraikan pemikirannya, pemilihan kata-katanya, serta keindahan
kalimatnya yang membuat orang menjadi tertarik untuk membacanya.

Ajaran Bratakesawa bukanlah ajaran yang sengaja diajarkan


Bratakesawa kepada masyarakat Jawa, seperti yang sudah kami jelaskan di
awal. Pada khususnya Ajaran Bratakesawa adalah pemikiran-pemikiran
Bratakesawa (tentang Allah, tentang manusia, dan tentang kelepasan) yang
beliau tuangkan melalui tulisan lalu dari tulisan terebut dijadikan sebuah buku
dikarenakan beliau merasa prihatin dengan keadaaan masyarakat sekitar yang
perbuatannya menyimpang dari ajaran agama yang dibawa Rasul Allah
sehingga merugikan masyarakat dan negara.

2. 2. Konsep Ketuhanan dalam Aliran Kepercayaan dan Kebatinan


Bratakesawa

Dalam ajaran Bratakesawa, keberadaan Tuhan terdapat dalam kitabnya


"Kunci Suwarga", antara lain disebutkan bahwa sifat-sifat Tuhan (pangeran)
yang wajib ada 20; sifat mustahil 20, dan sifat jaiz (wenang) 1.4 Kemudian
Bratakesawa menegaskan: Tuhan dapat dibedakan sebagai Tuhan Individu
(Ikheid = Rabbi = Purusha) dan Tuhan Umum (orang banyak) yang disebut
Iswara. Perbedaan antara keduanya dapat dijelaskan dengan analogi
(perumpamaan), terkadang Purusha diibaratkan seperti matahari yang tampak
di air. Sedangkan Iswara digambarkan sebagai matahari yang bayangannya
tampak dalam air di tempayan . Terkait hal ini, Harun Hadiwijono menyatakan
bahwa ajaran Bratakesawa tentang Allah dekat dengan ajaran Tuhan sebagai
pribadi; hal ini terlihat dari penekanannya bahwa Allah tidak termasuk
golongan makhluk.5
Kajian ketuhanan merupakan kajian penting dalam aliran kebatinan.
Dalam uraian ini akan dibatasi pada dua hal, yaitu zat dan sifat tuhan.

4. Zat Tuhan

Seperti halnya dengan agama Islam zat (esensi) Tuhan tidak dapat
digambarkan bagaimana dan tidak bisa diukur bagaimana.Yang bisa
digambarkan hanyalah Tuhan Allah ialah Tuhan Yang Esa dan zat Yang
Maha Esa, zat Mutlak Yang Tunggal, yang tidak bisa digambarkan
bagaimana dan tidak dapat diketahui tempatnya.6
Oleh karena itu, secara umum terdapat persamaan kebatinan secara
umum dengan agama, khususnya Islam, yang didasarkan pada pandangan
ketidakmampuan manusia menggambarkan Tuhan secara riil. Dalam kitab
suci kebatinan Serat Sesangka Jati, Tuhan digambarkan sebagai mengatasi
segala pengetahuan, meliputi segala sesuatu, tidak maut dan tidak hidup,
bukan lelaki dan bukan perempuanbaginya tiada bentuk, tiada warna sebab
ia halus, tidak nampak, kekal, tidak terikat waktu dan tempat dan tanpa
awal dan akhir. Akhirnya, ia tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan.7
Pandangan ketuhanan di atas walau secara langsung dijelaskan
dalam kitab Serat Sesangka Jati sebagai kitab suci aliran lainnya, namun
secara umum dapat diakui di dalam aliran lainnya, yang tentu interpretasi
yang sedikit berbeda atau ada interpretasi tambahan. Dari kutipan di atas
dapat disimpulkan bahwa ketuhanan bersifat mutlak. Dalam menafsirkan
4
Fakir Abdul Haq Bratakesawa,Kuntji Suwarga, cetakan V, jilid II (Keluarga Bratakesawa: Jogyakarta, 1955),hal
6.
5
Hadiwijono, Kebatinan, hal. 47
6
Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, BPK Gunung Mulia, Jakarta, hal. 46.
7
Ibid., hal. 123.

4
yang mutlak ini para tokoh aliran kebatinan yang lainnya memberikan
penafsirannya masing-masing.

5. Sifat-sifat Tuhan

Dari uraian tentang zat Tuhan di atas secara tidak langsung telah
tergambar sifat-sifat Tuhan tersebut seperti Pencipta, yang awal, yang
akhir, tidak beranak, tidak diperanakkan, tidak mempunyai jenis (laki-laki
maupun perempuan) dan sebagainya, yang apabila diteliti lebih jauh
mempunyai kesamaan dengan sifat-sifat ketuhanan Allah dalam Islam.
Sifat yang empat ini menurut aliran lain tidak mencukupi
mengingat kesempurnaan Tuhan. Karena itu Bratakesawa mensifatinya
dengan dua puluh sifat, yang dibagi kepada sifat nafsiah, sifat salbiah, sifat
ma‘ani, dan sifat ma‘nawiyah. Sifat nafsiah dianggap sebagai tubuh, sifat
salbiyah adalah sifat yang menolak lawannya, sifat ma‘ani sifat yang
menempatkan sifat nafsiah, dan sifat ma‘nawiah dianggap sebagai sifat
yang ditempati sifat ma‘ani.
Di samping itu, Bratakesawa menggolongkan lagi sifat Tuhan
kepada sifat jalal, yang berarti Maha Agung, dan dianggap sama dengan
sifat nafsiah, sifat jamal yang berarti Maha Indah, sifat kamal yang berarti
Maha Kuasa. Penggolongan ini agaknya diambil dari teori “sifat dua
puluh”, karya Imam Subuki, yang demikian populer di kalangan dunia
Islam. Namun demikian, semua aliran kebatinan sepakat bahwa Tuhan
mempunyai sifat-sifat keutamaan dan keagungan yang menyebabkannya
berbeda dengan manusia.
2. 3. Cara Ritual Kepercayaan dan Kebatinan Bratakesawa

Kejawen yang merupakan sebuah produk percampuran dari berbagai


agama, sudah mentradisi dan melekat dalam sebuah kepercayaan baru,
khususnya bagi orang Jawa, atau orang luar Jawa yang hidup di sekitar pulau
Jawa. Kejawen yang di sebut oleh seorang ahli antropologi Amerika Serikat,
Clifford Geertz “the religion of Java” aliran kepercayaan, namun khususnya
bagi orang Jawa, kejawen merupakan gaya hidup dan sebuah aturan norma
yang sakral.
Bukti bahwa aliran ini sebagai berikut:

1. Awang-awang yakni ruang angkasa yang ada dalam ruang daya tarik
bumi.

2. Uwung-uwung yakni angkasa luar, yang berada di luar daya tarik


bumi.

5
3. Bumi yakni dunia yang didiami oleh manusia, binatang, dan
tetumbuhan seperti sekarang ini, dimana hidup dan kehidupan segala
sesuatunya berkembang baik secara turun-temurun.

4. Langit yakni alam berwana biru yang membentang luas di angkasa


yang tidak bertepi berterbangan bintang, bulan dan matahari serta
benda-benda langit lainnya yang tak terhingga banyaknya.8

Selanjutnya aliran kebatinan perjalanan meyakini bahwa Tuhan


yang Maha Esa itu memiliki sifat sebagaimana yang ada dalam ajaran agama
Islam. Menurut aliran ini, sifat-sifatnya Tuhan jumlahnya tidak terbatas,
namun yang dibakukan dan dituliskan dalam buku Budaya Spiritual hanya 7
sifat, yakni:

1. Maha Kuasa: kekuasaan Tuhan mutlak meliputi segala sesuatu yang


ada. Ketika memegang api, maka akan terbakar; memegang air, maka
akan basah; sehingga mendorong makhluk-nya untuk mencari
kenikmatan dan keselamatan hidup.

2. Maha Kersa: kersa-nya tersebutagar dunia dan segala isinya bisa


bermanfaat atau dimanfaatkan demi kesejahteraan hidup jasaniah dan
rohamiah oleh semua makhluknya. Oleh sebab itu, manusia yang di
sempurnakannya sedemikian rupa dengan di berkahi budi pekerti
supaya bisa mengatur dunia seisinya sesuai hukum hanyakra
manggilingan secara lestari dan seimbang.

3. Maha Uninga/Maha Mengetahui: ilmunya meliputi segala


kesadaran/kejadian dan peristiwa yang pernah ada, yang tengah ada,
dan yang akan di kemudian hari. Tuhan tidak terbatas oleh tempat,
ruang dan waktu.

4. Maha Hidup: hidupnya Tuhan tidak memerlukan nafas, namun dia


justru menghidupkan semua makhluknya sepanjang zaman dan
peristiwa secara turun-temurun/berkesinambungan.

8
Prof. Dr.H.M. rasjidi, Islam dan Kebatinan, (Jakarta: Jajaran Islam Studi Club Indonesia, 1967) hlm 75

6
5. Maha Mendengar: dengarnya Tuhan tidak memakai telinga, namun
bisa mendengar semua gerak hati dan i’tikad semua makluknya
sehingga oleh kuasa Tuhan yang Maha Esa yang ada pada diri umat
dan makhluknya bisa mencapai/mewujudkan i’tikad, perbuatan dan
kemampuannya masing-masing. Oleh sebab itu, segala sesuatu
terdeteksi secara jelas tanpa ada penghalang sedikitpun.

6. Maha Melihat: lihatnya tidak memakai mata, namun di hadapan Tuhan


semua makhluk tidak dapat menyembunyikan rahasia apapun,
sehingga semua tidak akan terlepas dari hukum akibat dari segala
perbuatan dengan dosa dan pahalanya masing-masing.

7. Maha Mengucap: ucapnya tidak memakai mulut, namun dengan segala


kenyataan yang ada pada setiap saat dan bentuk keadaan, baik yang
wadag maupun yang halus, yang bisa di saksikan dan di rasakan
merupakan manifestasi ucapan Tuhan.9

Pada makna “kebatinan” itu sendiri pada dasarnya masih debatable,


apalagi jika harus memasukkan ajaran Bratakesawa sebagai salah satu
variannya. Hal yang paling nampak dari karya-karyanya Bratakesawa
menunjukkan bahwa ia merupakan sosok yang mencoba mempertahankan dan
menempuh jalur “orthodoksi” Islam.10

9
Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Masagung, 1985),
hlm. 112
10
Almenak yang dimaksud berisi tentang cara menghitung konversi antara sistem kalender Maehi, Arab, dan
Jawa. Lihat bratakesawa. Almenak Atusan Tuhan. (panjebar semangat, Surabaya, 1968)

7
8

BAB III
PENUTUP

3. 1. Kesimpulan

Aliran Bratakesawa merupakan salah satu aliran kebatinan masyarakat


Jawa, melalui aliran kebatinan ini masyarakat Jawa akan menemukan
keselarasan dengan lingkungan dan hati nuraninya. Bratakesawa sendiri
sebenarnya merupakan nama orang. Bratakesawa merupakan nama dari
seorang pensiunan wartawan, bratakesawa juga seorang shufi Islam yang
mensistemkan ajarannya dengan memadukan dalil naqli yang berdasarkan
Alquran dan al-Hadits, dan juga dalil aqli yang berdasarkan jalan pikirannya
sendiri, atau kalau ia mendapatkan pengetahuan mistis maka pengetahuan
yang didapatnya tersebut dipadu dengan pengetahuan mistiknya sendiri.
Walaupun Bratakesawa tidak mendirikan tarekatnya sendiri atau sesuatu
organisasi Aliran Kebatinan tersendiri semacam Pangestu dan lain sebagainya,
tetapi aliran bratakesawa ini banyak peminatnya. selama hidupnya
bratakesawa tinggal di kota Yogyakarta. Dan pada tahun 1952 ia menulis buku
yang diberi judul “Kunci Swarga”, buku ini ditulis dengan maksud dan tujuan
untuk menyumbangkan pemikirannya bagi pembangunan akhlak bangsa
Indonesia yang telah bebas dari penjajahan.

Dalam ajaran Bratakesawa, keberadaan Tuhan terdapat dalam kitabnya


"Kunci Suwarga", antara lain disebutkan bahwa sifat-sifat Tuhan (pangeran)
yang wajib ada 20; sifat mustahil 20, dan sifat jaiz (wenang) 1. Kemudian
Bratakesawa menegaskan: Tuhan dapat dibedakan sebagai Tuhan Individu
(Ikheid = Rabbi = Purusha) dan Tuhan Umum (orang banyak) yang disebut
Iswara. Perbedaan antara keduanya dapat dijelaskan dengan analogi
(perumpamaan), terkadang Purusha diibaratkan seperti matahari yang tampak
di air. Sedangkan Iswara digambarkan sebagai matahari yang bayangannya
tampak dalam air di tempayan . Terkait hal ini, Harun Hadiwijono menyatakan
bahwa ajaran Bratakesawa tentang Allah dekat dengan ajaran Tuhan sebagai
Kejawen yang merupakan sebuah produk percampuran dari berbagai agama,
sudah mentradisi dan melekat dalam sebuah kepercayaan baru, khususnya bagi
orang Jawa, atau orang luar Jawa yang hidup di sekitar pulau Jawa. Kejawen
yang di sebut oleh seorang ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz
“the religion of Java” aliran kepercayaan, namun khususnya bagi orang Jawa,
kejawen merupakan gaya hidup dan sebuah aturan norma yang sakral.
Kejawen yang merupakan sebuah produk percampuran dari berbagai
agama, sudah mentradisi dan melekat dalam sebuah kepercayaan baru,
khususnya bagi orang Jawa, atau orang luar Jawa yang hidup di sekitar pulau
Jawa. Kejawen yang di sebut oleh seorang ahli antropologi Amerika Serikat,
Clifford Geertz “the religion of Java” aliran kepercayaan, namun khususnya
bagi orang Jawa, kejawen merupakan gaya hidup dan sebuah aturan norma
yang sakral.

3. 2. Saran

Perlu adanya metode penelitian lebih lanjut akan usaha untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas makalah kami, sebagai bahan untuk berdiskusi kepada
mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat dan salah satu
cara untuk memaksimalkan potensi literasi dalam memperluas prespektif dari Matkul
AKK.

9
10
11

DAFTAR PUSTAKA

Bratakesawa, Almenak. “Almenak utusan Tuhan.” Oleh Almenak Bratakesawa. Surabaya: Panjebar
Semangat, 1968.

Bratakesawa, Fakir Abdul Haq. “Kuntji Suwarga.” Oleh Fakir Abdul Haq Bratakesawa. Yogyakarta:
Keluarga Bratakesawa, 1995.

Hadiwijono. “Kebatinan.” Oleh Hadiwijono. t.thn.

Hadiwijono, Harun. “Kebatinan dan Injil.” Oleh Harun Hadiwijono. Jakarta: BPK Gunung Mulia, t.thn.

Kamil, Kartappradja. “Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia.” Oleh Kartappradja. Jakarta:
Yayasan Masagung, 1985.

Kartapradja, Kamil. “Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia.” Oleh Kamil Kartapradja.
Jakarta: Yayasan masagung, 1985.

Ma’ruf, Al payamani. “Islam dan kebatinan, Studi Kritis Tentang Perbandingan Filsafat Jawa dan
Tasawwuf.” Oleh Al payamani. Solo: CV. Ramadhani, 1992.

rasjidi, Prof. Dr.H.M. “Islam dan Kebatinan.” Oleh Prof. Dr.H.M. rasjidi. Jakarta: Jajaran Islam Studi
Indonesia, 1967.

Woodward, Mark R. “Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan.” Oleh Mark R. Woodward.
Yogyakarta: LkiS, 1999.

Anda mungkin juga menyukai