MAKALAH
Tazmuji
Oleh :
Mohammad Firstyan Khoirussidqi Aziz (E97218079)
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan Makalah dengan judul
“Mengenal Konsep Ketuhanan dan Cara Ritual Budaya Lokal (Ajaran Aliran Kepercayaan
dan Kebatinan Bratakesawa)”.
Adapun maksud dari penyusunan Makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas oleh
pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafa di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Dimana masih mengingat kekurangan dalam pengetahuan dan keterbatasan dalam
kelompok ini, sehingga dalam pengerjaan Makalah ini tidak sedikit memerlukan bantuan baik
dari sumber maupun informasi dari pihak yang telah membantu dalam pengerjaan makalah,
saya atas nama kelompok mengucapkan banyak terima kasih.
i
DAFTAR ISI
MAKALAH............................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB 1...................................................................................................................................................1
1. 1. Latar Belakang.......................................................................................................................1
1. 2. Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1. 3. Tujuan Penulisan...................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
2. 1. Sejarah Kemunculan Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Bratakesawa.................................3
2. 2. Konsep Ketuhanan dalam Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Bratakesawa.........................4
1. Zat Tuhan...............................................................................................................................4
2. Sifat-sifat Tuhan.....................................................................................................................5
2. 3. Cara Ritual Kepercayaan dan Kebatinan Bratakesawa..........................................................5
1. Awang-awang yakni ruang angkasa yang ada dalam ruang daya tarik bumi.........................5
2. Uwung-uwung yakni angkasa luar, yang berada di luar daya tarik bumi...............................5
3. Bumi yakni dunia yang didiami oleh manusia, binatang, dan tetumbuhan seperti sekarang
ini, dimana hidup dan kehidupan segala sesuatunya berkembang baik secara turun-temurun....6
4. Langit yakni alam berwana biru yang membentang luas di angkasa yang tidak bertepi
berterbangan bintang, bulan dan matahari serta benda-benda langit lainnya yang tak terhingga
banyaknya.....................................................................................................................................6
1. Maha Kuasa: kekuasaan Tuhan mutlak meliputi segala sesuatu yang ada. Ketika memegang
api, maka akan terbakar; memegang air, maka akan basah; sehingga mendorong makhluk-nya
untuk mencari kenikmatan dan keselamatan hidup......................................................................6
2. Maha Kersa: kersa-nya tersebutagar dunia dan segala isinya bisa bermanfaat atau
dimanfaatkan demi kesejahteraan hidup jasaniah dan rohamiah oleh semua makhluknya. Oleh
sebab itu, manusia yang di sempurnakannya sedemikian rupa dengan di berkahi budi pekerti
supaya bisa mengatur dunia seisinya sesuai hukum hanyakra manggilingan secara lestari dan
seimbang.......................................................................................................................................6
3. Maha Uninga/Maha Mengetahui: ilmunya meliputi segala kesadaran/kejadian dan
peristiwa yang pernah ada, yang tengah ada, dan yang akan di kemudian hari. Tuhan tidak
terbatas oleh tempat, ruang dan waktu........................................................................................6
4. Maha Hidup: hidupnya Tuhan tidak memerlukan nafas, namun dia justru menghidupkan
semua makhluknya sepanjang zaman dan peristiwa secara turun-temurun/berkesinambungan.6
5. Maha Mendengar: dengarnya Tuhan tidak memakai telinga, namun bisa mendengar
semua gerak hati dan i’tikad semua makluknya sehingga oleh kuasa Tuhan yang Maha Esa yang
ii
ada pada diri umat dan makhluknya bisa mencapai/mewujudkan i’tikad, perbuatan dan
kemampuannya masing-masing. Oleh sebab itu, segala sesuatu terdeteksi secara jelas tanpa
ada penghalang sedikitpun............................................................................................................6
6. Maha Melihat: lihatnya tidak memakai mata, namun di hadapan Tuhan semua makhluk
tidak dapat menyembunyikan rahasia apapun, sehingga semua tidak akan terlepas dari hukum
akibat dari segala perbuatan dengan dosa dan pahalanya masing-masing...................................7
7. Maha Mengucap: ucapnya tidak memakai mulut, namun dengan segala kenyataan yang
ada pada setiap saat dan bentuk keadaan, baik yang wadag maupun yang halus, yang bisa di
saksikan dan di rasakan merupakan manifestasi ucapan Tuhan....................................................7
BAB III..................................................................................................................................................8
3. 1. Kesimpulan............................................................................................................................8
3. 2. Saran......................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................11
iii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Paham kebatinan telah lama ada di tengah masyarakat Indonesia. Akan tetapi
sejak kapan persisnya paham tersebut muncul belum diketahui secara pasti. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya literature tertulis yang mencatat tentang sejarah awal
timbulnya kebatinan Jawa. Namun, dewasa ini kejawen bercampur baur dengan
Islam, Hindu, Buddha (pengaruh Brahmanisme dan Budhisme), dan juga bercampur
dengan agama Kristen.1
2. Rumusan Masalah
1
Ma’ruf Al payamani, Islam dan Kebatinan, Studi Keitis tentang Perbandingan Filsafat Jawad an Tasawwuf
(Solo: CV. Ramadhani, 1992), hlm 219.
2
Kamil Kartappradja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan Indonesia (Jakarta: Yayasan Masagung, 1985), hlm 58.
3
Mark R. Woodward, Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, (Yogyakarta: LkiS, 1999), hlm 347.)
3. Tujuan Penulisan
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
4. Zat Tuhan
Seperti halnya dengan agama Islam zat (esensi) Tuhan tidak dapat
digambarkan bagaimana dan tidak bisa diukur bagaimana.Yang bisa
digambarkan hanyalah Tuhan Allah ialah Tuhan Yang Esa dan zat Yang
Maha Esa, zat Mutlak Yang Tunggal, yang tidak bisa digambarkan
bagaimana dan tidak dapat diketahui tempatnya.6
Oleh karena itu, secara umum terdapat persamaan kebatinan secara
umum dengan agama, khususnya Islam, yang didasarkan pada pandangan
ketidakmampuan manusia menggambarkan Tuhan secara riil. Dalam kitab
suci kebatinan Serat Sesangka Jati, Tuhan digambarkan sebagai mengatasi
segala pengetahuan, meliputi segala sesuatu, tidak maut dan tidak hidup,
bukan lelaki dan bukan perempuanbaginya tiada bentuk, tiada warna sebab
ia halus, tidak nampak, kekal, tidak terikat waktu dan tempat dan tanpa
awal dan akhir. Akhirnya, ia tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan.7
Pandangan ketuhanan di atas walau secara langsung dijelaskan
dalam kitab Serat Sesangka Jati sebagai kitab suci aliran lainnya, namun
secara umum dapat diakui di dalam aliran lainnya, yang tentu interpretasi
yang sedikit berbeda atau ada interpretasi tambahan. Dari kutipan di atas
dapat disimpulkan bahwa ketuhanan bersifat mutlak. Dalam menafsirkan
4
Fakir Abdul Haq Bratakesawa,Kuntji Suwarga, cetakan V, jilid II (Keluarga Bratakesawa: Jogyakarta, 1955),hal
6.
5
Hadiwijono, Kebatinan, hal. 47
6
Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, BPK Gunung Mulia, Jakarta, hal. 46.
7
Ibid., hal. 123.
4
yang mutlak ini para tokoh aliran kebatinan yang lainnya memberikan
penafsirannya masing-masing.
5. Sifat-sifat Tuhan
Dari uraian tentang zat Tuhan di atas secara tidak langsung telah
tergambar sifat-sifat Tuhan tersebut seperti Pencipta, yang awal, yang
akhir, tidak beranak, tidak diperanakkan, tidak mempunyai jenis (laki-laki
maupun perempuan) dan sebagainya, yang apabila diteliti lebih jauh
mempunyai kesamaan dengan sifat-sifat ketuhanan Allah dalam Islam.
Sifat yang empat ini menurut aliran lain tidak mencukupi
mengingat kesempurnaan Tuhan. Karena itu Bratakesawa mensifatinya
dengan dua puluh sifat, yang dibagi kepada sifat nafsiah, sifat salbiah, sifat
ma‘ani, dan sifat ma‘nawiyah. Sifat nafsiah dianggap sebagai tubuh, sifat
salbiyah adalah sifat yang menolak lawannya, sifat ma‘ani sifat yang
menempatkan sifat nafsiah, dan sifat ma‘nawiah dianggap sebagai sifat
yang ditempati sifat ma‘ani.
Di samping itu, Bratakesawa menggolongkan lagi sifat Tuhan
kepada sifat jalal, yang berarti Maha Agung, dan dianggap sama dengan
sifat nafsiah, sifat jamal yang berarti Maha Indah, sifat kamal yang berarti
Maha Kuasa. Penggolongan ini agaknya diambil dari teori “sifat dua
puluh”, karya Imam Subuki, yang demikian populer di kalangan dunia
Islam. Namun demikian, semua aliran kebatinan sepakat bahwa Tuhan
mempunyai sifat-sifat keutamaan dan keagungan yang menyebabkannya
berbeda dengan manusia.
2. 3. Cara Ritual Kepercayaan dan Kebatinan Bratakesawa
1. Awang-awang yakni ruang angkasa yang ada dalam ruang daya tarik
bumi.
5
3. Bumi yakni dunia yang didiami oleh manusia, binatang, dan
tetumbuhan seperti sekarang ini, dimana hidup dan kehidupan segala
sesuatunya berkembang baik secara turun-temurun.
8
Prof. Dr.H.M. rasjidi, Islam dan Kebatinan, (Jakarta: Jajaran Islam Studi Club Indonesia, 1967) hlm 75
6
5. Maha Mendengar: dengarnya Tuhan tidak memakai telinga, namun
bisa mendengar semua gerak hati dan i’tikad semua makluknya
sehingga oleh kuasa Tuhan yang Maha Esa yang ada pada diri umat
dan makhluknya bisa mencapai/mewujudkan i’tikad, perbuatan dan
kemampuannya masing-masing. Oleh sebab itu, segala sesuatu
terdeteksi secara jelas tanpa ada penghalang sedikitpun.
9
Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Masagung, 1985),
hlm. 112
10
Almenak yang dimaksud berisi tentang cara menghitung konversi antara sistem kalender Maehi, Arab, dan
Jawa. Lihat bratakesawa. Almenak Atusan Tuhan. (panjebar semangat, Surabaya, 1968)
7
8
BAB III
PENUTUP
3. 1. Kesimpulan
3. 2. Saran
Perlu adanya metode penelitian lebih lanjut akan usaha untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas makalah kami, sebagai bahan untuk berdiskusi kepada
mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat dan salah satu
cara untuk memaksimalkan potensi literasi dalam memperluas prespektif dari Matkul
AKK.
9
10
11
DAFTAR PUSTAKA
Bratakesawa, Almenak. “Almenak utusan Tuhan.” Oleh Almenak Bratakesawa. Surabaya: Panjebar
Semangat, 1968.
Bratakesawa, Fakir Abdul Haq. “Kuntji Suwarga.” Oleh Fakir Abdul Haq Bratakesawa. Yogyakarta:
Keluarga Bratakesawa, 1995.
Hadiwijono, Harun. “Kebatinan dan Injil.” Oleh Harun Hadiwijono. Jakarta: BPK Gunung Mulia, t.thn.
Kamil, Kartappradja. “Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia.” Oleh Kartappradja. Jakarta:
Yayasan Masagung, 1985.
Kartapradja, Kamil. “Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia.” Oleh Kamil Kartapradja.
Jakarta: Yayasan masagung, 1985.
Ma’ruf, Al payamani. “Islam dan kebatinan, Studi Kritis Tentang Perbandingan Filsafat Jawa dan
Tasawwuf.” Oleh Al payamani. Solo: CV. Ramadhani, 1992.
rasjidi, Prof. Dr.H.M. “Islam dan Kebatinan.” Oleh Prof. Dr.H.M. rasjidi. Jakarta: Jajaran Islam Studi
Indonesia, 1967.
Woodward, Mark R. “Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan.” Oleh Mark R. Woodward.
Yogyakarta: LkiS, 1999.