Anda di halaman 1dari 8

Nama : Mohammad Firstyan Khoirussidqi Aziz

NIM : E97218079

Mata Kuliyah/Kelas : Filsafat Akhlak/F3

Prodi/Fakultas : Tasawuf dan Psikoterapi/Ushuluddin dan Filsafat

Profil Resume
Judul : Biografi Tokoh Filsafat Akhlak: Ibn Miskawaih

Volume : Topik 11 (Sebelas)

Tahun Terbit : 2021 (Dua Ribu Dua Puluh Satu)

Penulis : Mohammad Firstyan Khoirussidqi Aziz, Nisrina Ainiyah Salsabila,


Nurul Innayatul Maghfiroh.

Reviewer : Mohammad Firstyan khoirussidqi Aziz

Tanggal Review : Selasa, 30 November 2021

Latar Belakang
Penyusunan Resume dari penulis untuk memenuhi tugas oleh Dr. H. Mukhlisin Saad,
MA pengampu mata kuliyah Filsafat Akhlak semester 3 (tiga) pada Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat.

Tujuan Penulisan
Penulisan paper ini di buat bertujuan untuk mendalamkan pemahaman mahasiswa perihal
Biografi Tokoh Filsafat Akhlak: Ibn Miskawaih.

Metode Penelitian

Paper ini menggunakan metode penelitian kualitatif jika di fokuskan lagi akan
ditemukan metode phenomenological research, grounded theory, ethnography, case study
dan narrative research sebagai teknik pencarian datanya.

Hasil
1. Biografi Ibn Miskawaih

Nama lengkapnya adalah Abu Ali Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’kub Ibn
Miskawaih. Ia lahir di kota Ray (Iran) pada tahun 320 H (932 M) dan wafat di Asfahan pada
tanggal, 9 Safar 421 H (16 Februari 1030 M). Ia belajar sejarah kepada Abu Bakar Ahmad
ibn Kamil al-Qadhi (350/960) tentang buku Tarikh al-Thabari, dan belajar filsafat kepada Ibn
al-Khammar, seorang komentator terkenal mengenai filsafat Aristoteles.
Perihal kemajuannya, sebelum Islam, banyak dipersoalkan oleh pengarang, Jurji
Zaidan misalnya ada pendapat bahwa ia adalah Majusi, lalu memeluk Islam. Sedangkan
Yaqut dan pengarang Dairah al-Ma’arif al-Islamiyah kurang setuju dengan pendapat itu.
Menurut mereka, neneknyalah yang Majusi, kemudian memeluk Islam Artinya Ibn
Miskawaih sendiri terlahir dalam keluarga Islam, sebagai terlihat dari nama Bapaknya,
Muhammad.
Ia juga diduga beraliran Syi’ah, karena sebagian besar usianya dihabiskan untuk
mengabdi kepada pemerintah dinasti Buwaihi. Ketika muda, ia mengabdi pada al-Muhallabi,
wazirnya pangeran Buwaihi yang bernama Mu’iz al-Daulah di Baghdad. Setelah wafatnya al-
Muhallabi pada tahun 352 H (963 M), dia berupaya dan akhirnya diterima oleh Ibn Al-Amid,
wazirnya saudara Mu’iz al-Daulah yang bernama Rukn al-Daulah yang berkedudukan di Ray.
Setelah Miskawaih meninggalkan Ray menuju Baghdad dan mengabdi kepada istana
Pangeran Buwaiki, ‘Adhud al-daulah. Miskawaih mengabdi kepada pangeran ini sebagai
Bendahawan dan juga memegang jabatan-jabatan lain.
Pendidikan Ibnu Miskawaih tidak diketahui secara pasti. Para penulis tidak
memberikan informasi yang jelas tentang latar belakang pendidikannya.
Sebagian penulis lain, menjelaskan bahwa pendidikan Miskawaih tidak berbeda
dengan kebiasaan anak-anak yang menuntut ilmu pengetahuan. Ahmad Amin menjelaskan
bahwa pendidikan anak-anak pada zaman Abbasiyah pada umumnya anak-anak memulai
menuntut ilmu pengetahuan dengan belajar membaca, menulis, mempelajari al-Qur’an dan
dasar dari bahsa arab (nahwu) dan ilmu membaca serta membuat syair-syair. Mata pelajaran
tersbut diberikan di surau-surau dikalangan keluarga yang berada dan mereka mendatangkan
kerumah masing-masing untuk memberikan les privat kepada anak-anak mereka. setelah ilmu
dasar itu diselesaikan kemudian dilanjutkan dengan mempelajari ilmu Fiqhi. Sejarah dan
matematika. selain dari pada pelajaran tersebut pendidikan waktu itu diberikan ilmu peraktis
sperti ilmu musik, bermain catur dan furusiah (semacam kemiliteran).
Adapun keterangan yang pasti bahwa ibnu Miskawaih belajar sejarah kepada Abu
Bakar Ahmad Ibnu al-Khamar seorang komentator kenamaan atas karya-karya Aristoteles. ia
juga belajar ilmu kimia bersama dengan Abu al-Thayeb al- Rasi seorang ahli kimia pada
wakti itu.
Dengan dasar ilmu yang telah diperolehnya itu ia mengembangkan sendiri terutama
karena propesinya sebagai pustakawan diman sejak tahun 963 M. ia tinggal bersama dengan
Abu Fadhl Ibnu al-Amid dan bekerja sebagai pustakawannya. Setelah itu, Abu Fadhl al-Amid
wafat. ia meneruskan pengabdiannya kepada putranya. Abu al-fatth Ali ibn al-Amid dan juga
bekerja sehingga banyak memberi pengaruh kepada sulthan’ Adud al-Daulah.
Selain itu, pengetahuan ibnu Miskawaih yang sangat menonjol dari hasil banyak
membaca buku-buku seperti filsafat. sejarah, sastra sehingga sekarangini ibnu Miskawaih
masih sangat terkenal, terutama dalam keahliannya sebagai sejarawan dan filosof. Miskawaih
diberi gelar sebagai Bapak dari “Etika Islam“, karena ia yang pertama mengembangkan teori
etika dan sekaligus menulis buku tentang etikat.
2. Konsep Pemikiran Ibn Miskawaih
a. Konsep Manusia dan Keutamaannya

Menurut Ibn Miskawaih, manusia memiliki kemiripan dengan alam semesta. Daya
berpikir ini dapat berhubungan dengan akal aktif guna mengetahui hal-hal Ilahi. Menurut Ibn
Miskawaih, pada diri manusia terdapat tubuh dan jiwa. Jiwa tidak dapat menjadi sebuah
fungsi dari materi.
Pertama, suatu benda yang berbeda-beda bentuk dan keadaannya, dengan sendirinya
tidak bisa menjadi salah satu dari bentuk-bentuk dan keadaan-keadaan itu. Menurutnya, jiwa
bukan bagian dari tubuh dan bukan aksiden tubuh. Pada wujudnya, jiwa tidak butuh kekuatan
tubuh. Jiwa merupakan substansi sederhana dan tidak dapat ditangkap oleh panca indra.
Antara jiwa dan hidup itu tidak sama. Jiwa itu suatu esensi yang hidup dan kekal,
serta bisa mencapai kesempurnaan hidup di dunia. Selanjutnya, menurutnya, perbedaan
antara jiwa manusia dari jiwa binatang adalah potensi akal. Jiwa manusia memiliki potensi
akal.
Secara lengkap, Ibn Miskawaih menuliskan pemikirannya tentang jiwa di dalam
bukunya yang berjudulTahdzîb al-Akhlâq. Dalam buku ini, Ibn Miskawaih menulis bahwa
manusia terdiri atas dua unsur yakni tubuh dan jiwa. Kesempurnaan eksistensi tubuh manusia
terkait erat dengan hal-hal seperti itu. Sementara itu, jiwa itu bukan tubuh, bukan bagian dari
tubuh, serta bukan pula materi.
Jiwa manusia ini tidak cocok dengan hal-hal jasadi. Ketika jiwa dapat menjauhi hal-
hal jasadi, maka jiwa akan semakin sempurna. Jiwa memiliki kecenderungan kepada selain
hal-hal jasadi. Jiwa ingin mengetahui realitas ilahiah.
Jiwa pun sangat mendambakan sesuatu hal yang lebih mulia dari hal-hal jasmaniah.
Jiwa ingin menjauhkan diri dari kenikmatan jasmani, dan berharap mendapatkan kenikmatan
akal. Dari aspek ini, jelas jiwa lebih mulia dari pada benda-benda jasadi. Ibn Miskawaih
menjelaskan tentang kebajikan jiwa.
Menurutnya, keutamaan atau kebajikan jiwa terletak pada kecenderungan jiwa kepada
dirinya sendiri, yakni ilmu pengetahuan, sembari tidak cenderung kepada tingkah laku tubuh.
Kebajikan jiwa diukur dari sejauh mana jiwa mengupayakan kebajikan dan
mendambakannya. Keutamaan ini akan terus meningkat ketika jiwa memperhatikan dirinya
sendiri serta berusaha keras menyingkirkan segala rintangan bagi pencapaian tingkat
keutamaan seperti ini. Kendala ini tidak lain segala hal bersifat badani, indrawi, serta segala
hal yang berhubungan dengan keduanya.
Ketika kendala ini berhasil dihadapi oleh jiwa, dan jiwa itu suci dari segala perbuatan
keji , maka keutamaan-keutamaan itu akan tercapai. Dengan kata lain, keutamaan jiwa lahir
ketika jiwa suci dari nafsu badani dan nafsu hewani. Secara umum, Ibn Miskawaih membagi
kekuatan jiwa menjadi tiga macam, yakni al-quwwah al-nathiqah, al-quwwah al-syahwiyyah,
dan al-quwwah al-ghadabiyyah. Alquwwah al-nathiqah adalah sebuah fakultas yang
berkaitan dengan berpikir, melihat, dan mempertimbangkan segala sesuatu.
Sementara al-quwwah al-syahwiyyah adalah sebuah fakultas yang berkaitan dengan
marah, berani, berani menghadapi bahaya, ingin berkuasa, menghargai diri, dan
menginginkan bermacam-macam kehormatan. Terakhir, alquwwah al-ghadabiyyah adalah
sebagai sebuah fakultas yang berkenaan dengan nafsu syahwat dan makan, keinginan pada
nikmatnya makanan, minuman, senggama, dan kenikmatan indrawi lainnya. Ketigas fakultas
ini berbeda antara satu dengan lainnya. Menurut Ibn Miskawaih, ketika aktivitas jiwa
kebinatangan dikendalikan oleh jiwa berpikir, dan jiwa itu tidak tenggelam dalam memenuhi
keinginannya sendiri, maka jiwa ini akan mencapai kebajikan sikap sederhana yang diiringi
kebajikan dermawan.
Sementara itu, ketika jiwa amarah memadai dan mematuhi segala aturan yang
ditetapkan oleh jiwa berpikir serta tidak bangkit pada waktu yang tidak tepat, maka jiwa ini
akan mencapai kebajikan sikap sabar yang diiringi kebajikan sikap berani. Kebajikan sikap
adil ini berhubungan dengan tepat antara kebajikan satu dengan kebajikan lainnya. Keempat
sifat ini dapat dikatakan sebagai penyakit jiwa dan menimbulkan banyak kepedihan seperti
perasaan takut, sedih, marah, berjenis-jenis cinta dan keinginan, dan karakter buruk lainnya.
Menurutnya, kebaikan merupakan hal yang dapat dicapai oleh manusia dengan melaksanakan
kemauannya dan dengan berupaya dan dengan hal yang berkaitan dengan tujuan
diciptakannya manusia.
Ayat-ayat tersebut memperlihatkan bahwa sikap pertengahan merupakan sikap yang
sejalan dengan ajaran Islam. Karena itu, sungguhpun Ibn Miskawaih tidak menggunakan
dalil-dalil ayat al-Qur’an dan hadis untuk menguatkan ajarannya, namun konsep tersebut
sejalan dengan ajaran Islam. Bagi Ibn Miskawaih, kebajikan hanya dapat dicapai seseorang,
jika orang tersebut bergaul dengan masyarakat. Menurutnya, manusia tidak akan pernah
dapat mencapai kesempurnaan dengan hidup menyendiri.
Seorang manusia harus bersahabat dengan manusia lain dan harus menyayanginya
secara tulus. Tanpa bergaul dengan masyarakat, maka manusia itu tidak akan dapat
menggapai kebajikan. Pembahasan ini memiliki kaitan erat dengan pembahasan akhlak.
Sementara kebahagiaan diartikan sebagai kebaikan dalam kaitannya dengan pemiliknya dan
kesempurnaan bagi pemiliknya.
Dengan kata lain, kebahagian itu bagian dari kebaikan. Menurut Ibn Miskawaih,
karena manusia terdiri atas dua unsur yakni tubuh dan jiwa, maka kebahagiaan itu meliputi
keduanya.
b. Konsep Pendidikan

Sebagai filsuf akhlak, Ibn Miskawaih memberikan perhatian serius terhadap


pendidikan akhlak anak-anak. Menurut Ibn Miskawaih, jiwa seorang anak itu diibaratkan
sebagai mata rantai antara jiwa binatang dan jiwa manusia berakal. Pada jiwa anak-anak ini,
jiwa binatang berakhir sementara jiwa manusia mulai muncul. Menurutnya, anak-anak harus
dididik mulai dengan menyesuaikan rencana-rencananya dengan urutan daya-daya yang ada
pada anak-anak, yakni daya keinginan, daya marah, dan daya berpikir.
Dengan daya keinginan, anak-anak dididik dalam hal adab makan, minum,
berpakaian, dan lainnya. Kehidupan utama anak-anak memerlukan dua syarat, yakni syarat
kejiwaan dan syarat sosial. Hal ini dapat dilakukan dengan mudah pada anak yang berbakat
baik. Bagi anak-anak tidak berbakat, maka hal ini bisa dilakukan dengan cara latihan
membiasakan diri agar cenderung kepada kebaikan.
Syarat kedua dapat dicapai dengan cara memilihkan teman-teman yang baik,
menjauhkan anak dari pergaulan dengan temantemannya yang berakhlak buruk,
menumbuhkan rasa percaya diri pada dirinya, dan menjauhkan anak-anak dari lingkungan
keluarganya pada saat-saat tertentu, serta memasukkan mereka ke tempat kondusif. Dalam
konteks anak-anak, Ibn Miskawaih menyebutkan bahwa akhlak atau karakter mereka muncul
sejak awal pertumbuhan mereka. Anak-anak tidak menutup-nutupi dengan sengaja dan sadar,
sebagaimana dilakukan orang dewasa. Seorang anak terkadang merasa enggan untuk
memperbaiki karakternya.
Terkadang karakter anak-anak itu baik, terkadang pula buruk seperti kikir, keras
kepala, dengki, dan seterusnya. Keberadaan berbagai karakter anak ini menjadi bukti bahwa
anak-anak tidak memiliki tingkatan karakter yang sama.
Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, Ibn Miskawaih menyebutkan
beberapa materi yang perlu dipelajari, diajarkan atau dipraktikkan. Sesuai dengan konsepnya
tentang manusia, secara umum Ibn Miskawaih menghendaki agar semua sisi kemanusiaan
mendapatkan materi pendidikan yang memberi jalan bagi tercapainya tujuan pendidikan
akhlak.
Seiring dengan itu, Ibn Miskawaih menyebutkan tiga hal pokok yang dapat dipahami
sebagai materi pendidikan akhlak, yaitu:
hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh manusia,
hal-hal yang wajib bagi jiwa, dan
hal-hal yang wajib bagi hubungannya dengan sesama manusia. Ketiga pokok materi
tersebut menurut Ibn Miskawaih dapat diperoleh dari ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan pemikiran (al-‘ulum al-fikriyah) dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan indra
(al-‘ulum al-hissiyat).
Dalam kesempatan lain, Ibn Miskawaih berpendapat bahwa tugas manusia di dunia
adalah untuk mengabdi kepada Tuhan. Karena itu, menurutnya semua materi-materi ilmu
asalkan bertujuan untuk pengabdian kepada Tuhan atau memperlancar proses pelaksanaan
pengabdian kepada Tuhan, boleh dan dapat diajarkan kepada manusia.

3. Karya-karya Ibnu Miskawaih

Seluruh karya Ibnu Miskawaih tidak lepas dari kepentingan filsafat akhlak, sehingga tidak
mengherankan jika Ibnu Miskawaih dikenal sebagai moralis. Adapun karya Miskawaih
selengkapnya adalah:
Karya Ibnu Miskawaih yang telah dicetak:
1. Tahdzib al- Akhlaq wa Tathhir al-A’raq

Membahas tentang kesempurnaan etika


2. Tartib al- Sa’adat
Membahas tentang etika dan politik terutama mengenai pemeritahan Bani Abbas dan Bani
Buwaih
3. Al-Hikmat al-Khaidat
4. Al-Fauz al-Asghar fi Ushul al-Diyanat
Membahas tentang metafisika, yaitu ketuahanan jiwa dan kenabian
5. Maqalat fi al- Nafs wa al-‘Aql (1 halaman)
6. Risalah fi al- Ladzdat wa al- A’lam
Membahas tentang masalah yang berhubungan dengan perasaan yang dapat membahagiakan
dan menyengsarakan jiwa manusia. (6 Halaman)
7. Risalat fi Manhiyyat al- ‘Adl
8. Al- ‘Aql wa al- Ma’qul (16 halaman)
9. Washiyyat Ibnu Miskawaih
10. Tajarib al- Umam
Membahas tentang pengalaman bangsa-bangsa mengenai sejarah, diantara isinya sejarah
tentang banjir besar, yang ditulis tahun 369H/979M
11. Risalah al-Ajwibah wa al-As’ilah fi an-Nafs al-‘Aql

Membahas tentang Etika dan aturan hidup


12. Jawidzan Khirad

Membahas tentang masalah yang berhubungan dengan pemerintah dan hukum terutama
menyangkut empat negara, yaitu Persia, Arab, India, dan Roma
13. Laghz Qabis
14. Risalah Yaruddu biha ‘ala Risalat Badi’ al-Zaman al- Hamadzani
Waashiyyat li Thalib al-Hikmah

Karya Ibnu Miskawaih Berupa Manuskrip Ada 8 yaitu:


Risalah fi Thabi’iyyah
Membahas tentang ilmu yang berhubungan dengan alam semesta (1 halaman)
Risalah fi al-Jauhar al-Nafs
Membahas tentang masalah yang berhubungan dengan imu jiwa (2 halaman)
Fi Ishbat al-Shuwar al-Ruhaniyah al-Lati la Hayula LahaBerjumlah 3 halaman
TA’rif al- Dahr wa al- Zaman Berjumlah 1 halaman
Al- Jawab fi al- Masail al-Tsalats
Membahas tentang jawaban tiga masalah
Thaharat al-Nafs
Membahas tentang etika dan peraturan hidup
Majmu’at Rasail Tantawi ‘ala Hukm Falasufat al-Syarqi wa al- Yunani
Al- Washaya al-Dzahabiyah li Phitagoras

Karya Ibnu Maskawaih yang dinyatakan hilang ada 18 karya yaitu :


Al-Mushtofa
Berisi tentang syair-syair pilihan
Uns al-Farid
Berisi tentang antologi cerpen, koleksi anekdot, syair, peribahasa, dan kata-kata hikmah
Al-Adawiyah al-Mufridah
Membahas tentang kimia dan obat-obatan
Tarkib al-Bijah min al-Ath’imah
Membahas tentang kaidah dan seni memasak
Al-Fauz al-Akbar
Membahas tentang etika dan peraturan hidup
Al-Jami’
Membahas tentang ketabiban
Al-Siyar
Membahas tentang tingkah laku dan kehidupan
Maqalah fi al- Hikmah wa al-Riyadhah
‘Ala al- Daulat al-Dailani
Kitab al-Siyasat
Kitab al-‘Asyribah Tentang minuman
Adab al-Dunya wa al-Din
Al-‘Udain fi Ilmi al-‘Awamil
Ta’aliq Hawasyi Mantiq
Faqr Ah al-Kutub
16 Al-Mukhtashar fi Shima’at al-Adab
17 Haqaiq al-Nufus
18 Ahwal al-Salaf wa Shifat Ba’dl al-Anbiyat al-Sabiqin
Ibnu Miskawaih dikenal sebagai seorang pemikir yang produktif. Ia telah banyak
melahirkan karya tulis, tapi hanya sebagian kecil yang sekarang masih ada 18 Jumlah
buku dan artikel yang berhasil ditulis oleh Ibnu Miskawaih ada 41 buah. Menurut
Ahmad Amin, semua karya Ibnu Miskwaih tersebut tidak luput dari kepentingan
filsafat etika. Oleh sebab itu maka wajarlah jika beliau disebut sebagai moralis yang
pemikirannya dipengaruhi oleh filsafat Yunani. Meski demikian beliau termasuk sosok
filsuf Muslim yang berhasil. Keberhasilan Ibnu Miskawaih ini dibuktikan dengan
banyaknya buku yang ditulis.

Kesimpulan
kebahagian itu bagian dari kebaikan. Menurut Ibn Miskawaih, karena manusia terdiri
atas dua unsur yakni tubuh dan jiwa, maka kebahagiaan itu meliputi keduanya.
Ibn Miskawaih berpendapat bahwa tugas manusia di dunia adalah untuk mengabdi kepada
Tuhan. Karena itu, menurutnya semua materi-materi ilmu asalkan bertujuan untuk pengabdian
kepada Tuhan atau memperlancar proses pelaksanaan pengabdian kepada Tuhan, boleh dan dapat
diajarkan kepada manusia.

Ibnu Miskawaih dikenal sebagai seorang pemikir yang produktif. Ia telah banyak melahirkan
karya tulis, tapi hanya sebagian kecil yang sekarang masih ada 18 Jumlah buku dan artikel yang
berhasil ditulis oleh Ibnu Miskawaih ada 41 buah. Menurut Ahmad Amin, semua karya Ibnu
Miskwaih tersebut tidak luput dari kepentingan filsafat etika. Oleh sebab itu maka wajarlah jika
beliau disebut sebagai moralis yang pemikirannya dipengaruhi oleh filsafat Yunani. Meski demikian
beliau termasuk sosok filsuf Muslim yang berhasil. Keberhasilan Ibnu Miskawaih ini dibuktikan
dengan banyaknya buku yang ditulis.

Kelebihan dan Kekurangan


1. Kelebihan
Memaparkan materi-materi perihal akhlak secara rinci dan mampu menarik
argument-argumentasi yang telah di ambil baik dari hal mendasar maupun umum,

2. Kekurangan
Penulis tidak menyediakan materi secara langsung tanpa ada parafrase
sehingga terdeteksi banyak plagiarime pada papernya, kurangnya pratinjau sehingga
masih banyak typo, dan penyusunan karya tulis tidak sesuai kaidah kepenulisan, EYD
dan sistematis yang populer atau dipakai saat ini.

Anda mungkin juga menyukai