Oleh Kelompok I:
Hairunnisa :220101020213
Andhini Nabilah H. :220101020553
Alviannoor :220101020570
Nur Sukma Setia N. :220101020582
1
Al-Kindi
Abu Yusuf Yaqub bin Ishaq Al-Kindi atau sering dikenal dengan nama Al-
Kindi. Al-Kindi lahir pada 801 di Kufah, Irak, dari keluarga bangsawan Suku
Kinda, yang masih keturunan dari kepala suku al-Ash'ath ibn Qays, yang
hidup sezaman dengan Nabi Muhammad. Ayah Al-Kindi, Ishaq, merupakan
Gubernur Kufah, yang membimbingnya sejak pendidikan pertamanya di
Kufah. Ia kemudian melanjutkan studinya di Bagdad, di bawah naungan
Khalifah Abbasiyah, Al-Ma'mun (813-833) dan Al-Mu'tasim (833-842).
Berkat bakatnya yang menonjol saat belajar di Bagdad, Al-Kindi dipekerjakan
oleh khalifah Al Ma'mum di House of Wisdom, yaitu pusat penerjemahan
teks-teks filosofis dan ilmiah dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Selain itu,
Al-Kindi diangkat sebagai guru putra Khalifah Al-Mu'tasim, yang
menggantikan Al-Ma'mum.
Menurut Al-Kindi filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran.
Al-Kindi sebagai filosof Yunani percaya bahwa kebenaran itu bersifat abadi
dan jauh berbeda diatas pengalaman.engan kebenaran. Batasan filsafat dalam
risalahnya tentang filsafat awal, berbunyi demikian:”Filsafat adalah
pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batasan-batasan
kemampuan manusia, karena tujuan para filsuf dalam berteori adalah
mencapai kebenaran, dan dalam berpraktek, ialah menyesuaikan d Al-Kindi
mempertemukan agama dengan filsafat atas pertimbangan bahwa keduanya
sama-sama merupakan ilmu tentang kebenaran, sehingga diantara keduanya
tidak ada perbedaan. Karena itu, falsafah dan agama memiliki persamaan
karena tujuan agama sebagaimana filsafat adalah menerangkan apa yang benar
dan apa yang baik, dan untuk melaksanakan tugas perintah tersebut, baik
agama maupun filsafat sama-sama menggunakan akal.
Dengan demikian, Al-Kindi memandang keselarasan filsafat dan agama dari
3 sudut:
1. Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat
2. Kebenaran wahyu dan kebenaran filsafat saling bersesuaian
3. Menuntut ilmu secara logika diperintahkan.
Karena itu, Al-Kindi mendefinisikan filsafat sebagai penegetahuan tentang
hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia. Menurut Al-Kindi
tujuan filosof dalam berteori adalah mencari kebenaran dan dalam berpraktek
ialah menyesuaikan dengan kebenaran itu.
Selain itu Al-Kindi memiliki karya-karya dibeberapa bidang yaitu: Bidang
Astronomi, Meteorologi, Ramalan, Magnitude (besaran), Ilmu Pengobatan,
Geometri, Ilmu Hitung (matematika), Logika, Filsafat Ketuhanan. Karya-karya
dan karangan-karangan Al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan bahwa ketelitian
adanya kecermatannya dalam terminology ilmu filsafat.
2
Melihat hasil karya-karya beliau serta penjelasan tersebut maka dapat
dikatakan bahwa Al-Kindi adalah orang pertama yang meneliti tentang proses
serta pola adaptasi pemikiran filsafat kedalam ruang kebudayaan Arab dan karya
serta karangan-karangan Al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan bahwa
ketelitian adanya kecermatannya dalam terminology ilmu filsafat. Oleh karena itu
beliau disebut sebagai Bapak filosof dalam Islam atau penemu ilmu filsuf
pertama dalam Islam.
Al-Farabi
Nama aslinya Abu Nasr Muhammad Bin Muhammad Bin Lharkhan
ibn Uzalagh Al-Farabi, lahir di kota Wesij tahun 259H/872, selisih satu
tahun setelah wafatnya filosof muslim pertama yaitu al-Kindi. Ayahnya
dari Iran menikah dengan wanita Turki kemudian ia menjadi perwira
tentara Turki. Atas dasar itulah al-Farabi dinasabkan sebagai orang Turki.
Karir pemikiran filsafatnya dalam menjembatani pemikiran Yunani dan
Islam terutama dalam ilmu logika (manthiq) dan filsafat sangat gemilang,
sehingga gelar sebagai guru kedua (al-mu’allim tsāni), layak disematkan.
Diriwayatkan telah belajar logika di Baghdad dari para sarjana Kristen
Yuhanna ibn Hailan (w. 910 M) dan Abu Bisyr Matta (w.940 M), perlu
segera dicatat bahwa, Baghdad saat itu termasuk pewaris utama tradisi
filsafat dan kedokteran di Alexandria. Pertemuan dan pergumulan
pemikiran di Baghdad nantinya menjadi konektor pemikiran al-Farabi
yang meramu filsafat Islam dengan filsafat Yunani Neo-Platonis, Al-
Farabi dalam perkembangannya juga tercatat sebagai guru Yahya ibn Adi
(w. 974 M), seorang penerjemah Kristen Nestorian sebagai tokoh logika
Ibn al-Sarraj. Karir pendidikannya cukup panjang hingga pada tahun
330/941 M. AlFarabi meninggalkan Baghdad menuju Aleppo kemudian ke
Kairo dan menghembuskan nafas terakhirnya di Damaskus, tepatnya pada
bulan Rajab pada tahun 339 H atau Desember 950 M.
1. akal dibagi menjadi tiga yaitu: Allah sebagai akal, akal-akal dalam
filsafat emanasi satu sampai sepuluh, dan akal yang terdapat pada
diri manusia.
3
3. mengartikan filsafat sebagai ilmu tentang sifat yang mencoba
untuk mengetahui sifat sebenarnya dari kebenaran.
Pemikiran Al-Farabi
Al-Farabi mengatakan bahwa filsafat tentang logika adalah
penggunaan akal pikiran secara luas adalah lebih dahulu daripada
keberadaan agama, baik ditinjau dari sudut waktu (temporal) maupun
logika. masa filsafat tentang logika bermula sejak zaman Mesir Kuno dan
Babilonia. Sedangkan, dikatakan "lebih dahulu" secara logika karena
semua kebenaran dari agama harus dipahami dan dinyatakan secara
rasional.
Ibnu Sina
Ibnu Sina bernama lengkap Abu Ali Husain Ibnu Abdullah Ikbn Hasan
Ibnu Ali Ibnu Sina. Di barat populer dengan sebutan Avicenna akibat dari
terjadinya metamorfosis Yahudi-Spanyol-Latin. Dengan lidah Spanyol
kata Ibnu diucapkan Aben atau Even. Terjadinya perubahan ini berawal
dari usaha penerjemahan naskah-naskah Arab ke dalam bahasa Latin pada
pertengahan abad keduabelas di Spanyol.12 Adapula yang berpandangan
bahwa nama tersebut diambil dari kata al-shin yang dalam bahasa Arab
berarti Cina. Selain itu adapula berpendapat yang mengatakan
dihubungkan dengan tempat kelahirannya yaitu Afshana.13
Ibnu Sina dilahirkan di Afshana Kabupaten Balkh wilayah Afganistan
Propinsi dekat Bukhara pada tahun 370H/980M dan meninggal pada tahun
1037 M dalam usia 58 Tahun. Jasadnya dikebumikan di Hamdzan. Ibunya
bernama Astarah dan ayahnya bernama Abdullah.14 Ibnu Sina lahir
ditengah masa yang sedang kacau, dimana kekuasaan Abbasiyah mulai
mundur dan negeri-negeri yang mula-mula berada dibawah kekuasaannya
kini mulai melepaskan diri untuk berdiri sendiri.
Ibnu Sina berpendapat, bahwa akal pertama mempunyai dua sifat, yaitu
sifat wajib wujud pancaran dari Tuhan dan sifat mungkin wuj
Filsafat Al-Wujud
Wajib al-wujud adalah sesuatu yang ada (al-maujud) yang jika diandaikan
tidak ada, ia menjadi mustahil, dengan kata lain ia mesti adanya.
Sedangkan yang dimaksud dengan mumkin al-wujud dalah yang tidak
diandaikan, tidak ada atau ada, ia tidak menjadi mustahil, maksudnya ia
boleh ada dan boleh tidak ada atau tidak ada dari sisi apapun.
Konsep ini semata-mata bersifat akali, namun Ibnu Sina menjabarkanya
dengan membagikan wajib al-wujud menjadi dua bagian, yaitu:
4
1. Wajib al-wujud bi zatihin, wujudnya ada karena zatnya semata,
sehingga mustahil jika diandaikan tidak ada, karena adanya tidak butuh
sebab yang lain di luar dirinya.
Filsafat Jiwa
Pemikiran Ibnu Sina yang terpenting adalah filsafat tentang jiwa. Kata
jiwa dalam Al- Qur‟an dan Al-Hadist di istilahkan dengan al-Nafs atau al-
ruh sebagai mana termaktub dalam Q.S. Shad: 71-72, Al-Isra: 58, dan al-
Fajr: 27-30. Jiwa manusia, sebagaimana jiwa-jiwa lain dan segala apa
yang terdapat di bawa rembulan, memancar dari akal kesepuluh. Menurut
Ibnu Sina manusia memang tersusun dari dua unsur, yaitu tubuh dan jiwa.
Antara keduanya tidak ada persamaan, unsur tubuh terbentuk dari berbagai
unsur yang memancar dari planet-planet. Sementara jiwa hanya terbentuk
dari satu unsur, yaitu dari Aql al-fa‟al dan jiwa ini pada dasarnya
merupakan abstransi tersendiri dalam struktur tubuh manusia, manun
selamanya bergantung pada tubuh. Jiwa dan tubuh mempunyai hubungan
yang sangat erat sekali, jika jiwa tidak ada, maka tubuh tidak ada pula,
karena jiwa adalah sumber kehidupannya. Sebaliknya, jika tubuh tidak
ada, jiwapun tidak ada, karena tubuh adalah syarat untuk adanya jiwa.
Pembahasan Ibnu Sina tentang jiwa terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Fisika
2. Metafisika
Filsafat emanasi Ibnu Sina tidak jauh berbeda dengan emanasi menurut al-
Farabi, bahwa dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama
memancar akal kedua, dan langit pertama: demikian seterusnya, sehingga
tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal kesepuluh memancar segala
apa yang terdapat di bumi yang berada di bawa bulan. Akal pertama
adalah malaikat tertinggi dan akal kesepuluh adalah malaikat Jibril.
Adapun proses pelimpahan tersebut menurut Ibnu Sina, adalah bahwa
Allah memikirkan tentang diri-nya, maka melimpahkan akal pertama yang
mengandung dalam diri-nya kejamaan potensial, yaitu antara mungkindan
wajib, ia mungkin dari segu zatnya dan wajib dari segi wujudnya yang
nyata, karena ia memikirkan asalnya (Allah), maka
5
melimpahkan dirinya akal kedua dan dari segiia memikirkan zat-Nya,
sebagai yang wajib adanya dengan sebab lain dari-nya, maka
melimpahkan jiwa falak tertinggi, dan dari segi ia memikirkan zat-Nya
sebagai sesuatu yang mungkin (ada dan tidak adanya), maka melimpahlah
Jisim Falak tersebut. Berlainan dengan al-Farabi yang berpendapat, bahwa
akal pertama itu memunyai satu sifat, yaitu wujud. Dan setiap wujud
hanya melahirkan dua macam, yaitu wujud berikutnya dan langit atau
planet. Ibnu Sina berpendapat, bahwa akal pertama mempunyai dua sifat,
yaitu sifat wajib wujud pancaran dari Tuhan dan sifat mungkin wujud, jika
ditinjau dari hakikat dari nya (Nasution:35). Dengan demikian ia
mempunayi tiga obyek pemikiran, yaitu Tuhan, dirinya sebagai wajib
wujudnya. Berasal dari pemikiran tentang Tuhan timbula akal-akal, dari
pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa-jiwa, dan
dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul langit-
langit.
Al-Ghazali
Al-Ghazali mempunyai nama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn
Muhammad Al-thusi yang bergelar hujjatul islam. Dilahirkan di Thusi
(sekarang dekat masheed) salah satu daerah khurasan (sekarang masuk
daerah Iran) tahun 450 H/1058 M. Ditemoat ini pula dia wafat darn
dikuburkan pada tahun 505 H/ 111 M. Dalam usia relatif belum terlalu tua
yaitu 55 tahun.
6
2. Akal diartikan sebagai ilmu yang dapat mengeluarkan seseorang
dari kondisi kanak-kanak menjadi kondisi hamper baligh (tamyiz)
sehingga mampu membedakan sesuatu yang mungkin terjadi dan
yang tidak mungkin terjadi.Misalnya dia mampu mengetamhui
bahwa angka dua lebuh banyak dari angka satu, satu orang tidak
mengkin berada didua tempat sekaligus.
7
DAFTAR PUSTAKA
8
9