MAKALAH
Oleh :
YUSUF BAROKAH
PASCASARJANA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina dalam
banyak halunik, sedang diantara para filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi juga
memperoleh penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah
satu - satunya filosof besarIslam yang telah berhasil membangun sistem filsafat
yang lengkap dan terperinci, suatusistem yang telah mendominasi tradisi filsafat
muslim beberapa abad.
Pengaruh ini terwujud bukan hanya karena ia memiliki sistem, tetapi
karena sistemyang ia miliki itu menampakkan keasliannya yang menunjukkan
jenis jiwa yang jenius dalammenemukan metode - metode dan alasan - alasan
yang diperlukan untuk merumuskankembali pemikiran rasional murni dan tradisi
intelektual Hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam sistem keagamaan
Islam.
Oleh karena itu, pada pembahasan selanjutnya penulis akan mencoba
membahas lebihlanjut tentang salah satu tokoh islam pada islam klasik yaitu Ibnu
Sina.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Metafisika Menurut Ibnu Sina?
2. Bagaimana Teori Tentang Wujud?
3. Bagaimana Teori Tentang Jiwa?
BAB II
PEMBAHASAN
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali al-Nusayn bin Abdullah bin
Hasan bin Ali bin Sina. Ia lahir sekitar tahun 370 H/980 M di Afshana, dekat
Bukhara di Persia dalam keluarga berhaluan Syiah. Lalu meninggal dunia dan
nama Avicenna. Nama ini berasal dari bahasa Ibrani Aven Sina, kemudian
Pemikiran Ibnu Sina tentang metafisika masih berkutat soal emanasi, sama
jiwa-jiwa alam planet yang mengalir dari Tuhan dalam keteraturan hierarkis.
bertumpu pada dua prinsip. Pertama adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak bisa
dipikirkan adanya yang lain selain Dia pada permulaan. Dari Dia yang Esa ini
hanya mungkin mengalir satu hal saja. Dalam ungkapan lain dikatakan bahwa
Allah itu yang awal terhadap alam semesta. Allah mengawali alam semesta dan
karena itu juga di luarnya dan segalanya datang dari dia melalui proses emanasi.
Kedua, karena yang pertama mengalir dari Allah maka mempunyai aspek yaitu
ada karena keperluan atau ada yang mungkin ada dan ada yang wajib ada. 1
Farabi.2 Maka dia itu esensi dan eksistensi. Sebab hanya diri Allah sendiri esensi
dan eksistensi menyatu, dalam semua ada yang lain esensi dan eksistensi.
1
J. W. M. Bakker, Sejarah Filsafat Islam (Yogyakarta: Kanisius, 1978), h. 46
2
Ibrohim Madkour, Aliran dari Teori Filsafat Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 123
Allah Yang Sempurna, Esa dan Abadi mengeluarkan satu hal saja yaitu
dimungkinkan dan dilempar dia ada karena perlu melalui ada pertama (pengada).
Intelek pertama mengenal dirinya sendiri dan demikian juga mengenal ada
pertama. Jadi, ia mempunyai dua eksistensi: perlu dan mungkin dan menjadi dan
pengetahuan akan ada pertama, pengetahuan akan esensinya sendiri sejauh dia ada
Dari intelek pertama ini mengalir tiga adaan: intelek kedua dan alam dunia
bintang (angkasa) yang tetap. Dari intelek kedua mengalir tigaadaan: intelek
kedua, jiwa pertama dan jiwanya. Jadi, dari ada pertama yang mana sih itu
berjalan sampai intelek terakhir atau yang kesepuluh dan itu adalah bulan dan
jiwa.4 Hal itu juga bisa diungkapkan demikian. Yang awal, yakni yang ada itu
memang Esa, maka yang datang dari yang Esa tak mungkin tidak hanya satu. Dari
yang ada datang satu pengertian Esa ini disebabkan maka pada hakikatnya
berganda Antara Ada dan pengertian. Masuklah yang ganda dalam dunia, satu
pengertian surgawi dan suatu badan Surgawi. demikian Langkah Demi Langkah
terjadi lapisan pengertian sampai kepada yang ke-10 yakni pengertian pengatur
yang mengatur langit dan bumi ini. 5 Yang ke-10 ini juga adalah intelek aktif
mendengarkan jiwa-jiwa manusia dan menguasai bumi serta seluruh isinya. Ini
intelek menguasai jagat raya boleh disimpulkan bahwa menurut Ibnu Sina Allah
tempat tinggalnya dan rindu utuk menyatu kepada ada pertama karena itu ya
3
M. Saeed Sheikh, Islamic Philosophy (London: The Octagon Press, 1982), h. 28
4
M. Saeed Sheikh, Islamic Philosophy (London: The Octagon Press, 1982), h. 28
5
Benetius Breevort, Filsafat dan Teologi Islam (Medan: STFT St. Yohanes, 2011), (Diklat).
selalu ingin mengembara kembali kepadanya dengan menembus berbagai tahap
alat intelek.6
yang agak berbeda dengan jalan yang ada adalam agama dan juga dengan dalil
para teolog (ahli mutakallimin) yang tertitik tolak pada konsep “ alam baharu” ia
sebenarnya hanya melanjutkan dalil ontologi yang berasal dari Aristoteles dan
jenis, yaitu wajib al-wujud dan mumkin al-wujud, sebagaimana yang telah
disinggung sebelumnya.
Wajib al-wujud adalah sesuatu yang ada (al-maujud) yang jika diandaikan
tidak ada, ia menjadi mustahil, dengan kata lain ia mesti adanya. Sedangkan yang
dimaksud dengan mumkin al-wujud dalah yang tidak diandaikan, tidak ada atau
ada, ia tidak menjadi mustahil, maksudnya ia boleh ada dan boleh tidak ada atau
sehingga mustahil jika diandaikan tidak ada, karena adanya tidak butuh
melainkan hasil penambahan dua dengan dua (Daudy: 9 dan Lihat Juga
Adapun yang mungkin itu daat dilihat dari sisi zatnya. Dalam hal ini, ia
6
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1976), h. 30
tidak mesti ada dan tidak ada, dan karena itu disebut mungkin mungkin bi zatihi.
Dan ketika ada sebab, maka ia menjadi wajib dan juga meliputi segala sesuatu
yang ada menjangkau aalam semesta, sehingga ia disebut dengan wajib al wujud
dengan zatnya, maka itu adalah Tuhan yang dari- Nya berasal segala yang ada
sebelumnya, namun ia telah berhasil memberikan uraian secara rinci dan lengkap
dengan gaya pemikirannya yang menarik. Karena itu tepat sekali ada penilaian
yang mengatakan bahwa di tangan Ibnu Sinalah filsafat di dunia Islam (dunia
Pemikiran Ibnu Sina yang terpenting adalah filsafat tentang jiwa. Kata jiwa
dalam Al- Qur‟an dan Al-Hadist di istilahkan dengan al-Nafs atau al-ruh sebagai
mana termaktub dalam Q.S. Shad: 71-72, Al-Isra: 58, dan al-Fajr: 27-30. Jiwa
manusia, sebagaimana jiwa-jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawa
Menurut Ibnu Sina manusia memang tersusun dari dua unsur, yaitu tubuh
dan jiwa. Antara keduanya tidak ada persamaan, unsur tubuh terbentuk dari
terbentuk dari satu unsur, yaitu dari Aql al-fa‟al dan jiwa ini pada dasarnya
Jiwa dan tubuh mempunyai hubungan yang sangat erat sekali, jika jiwa
tidak ada, maka tubuh tidak ada pula, karena jiwa adalah sumber kehidupannya.
Sebaliknya, jika tubuh tidak ada, jiwapun tidak ada, karena tubuh adalah syarat
untuk adanya jiwa. (Makdur, 1976:173).
Secara garis besar pembahasan Ibnu Sina tentang jiwa terbagi menjadi dua
bagian:
dan manusia.
1973: 35-36).
4tingkatan, yaitu:
berkata “ saya akan keluar atau aku akan tidur” maka ketika itu
penetapan tentang wujud dirinya berarti bukan hasil dari indra dan
kehancuran, maka jiwa ikut hancur. Untuk itu, merurut Ibnu Sina
Argumen:
Jiwa dapat mengetahui objek pikiran dan hal ini tidak dapat
accident, karena jiwa dan jasad adalah dua subtansi yang berdiri
sendiri. (Sirajuddin: 76). Ibnu Sina dalam hal ini, nampaknya lebih
(Madkur: 173). Jika tidak demikian, tentu akan terjadi adanya jiwa
tanpa jasad, atau adanya satu jasad yang ditempati beberapa jiwa.
g. Kekekalan jiwa.
dalil:
Dalil al-infishal, yaitu perpaduan antara jiwa dan jasad
hidup selalu)
(Sirajuddin: 77).
secara eksplisit,
menimbulkan kritikan tajam dari al- Ghazali, bahkan para filosof muslim
yang berpendapat seperti itu dihukum kafir oleh nya. Pendapat ini
roh semata, sedangkan jasad akan lenyap seperti jasad tumbuhan dan hewan.
Padahal manusia yang diberi beban agama adalah manusia yang tersusun dari roh
dan jasad. Sebenarnya terjadinya perbedaan dalam memahami ajaran dasar dalam
manusia pada peringkat yang paling tinggi. Ia disamping sebagai dasar berfikir,
juga mempunyai daya-daya yang terdapat pada jiwa tumbuhan dan hewan.
Penjelasan di atas juga menunjukkan bahwa menurut Ibnu Sina, jiwa manusia
tidak hancur dengan hancurnya jasad. Sedangkan jiwa tumbuhan dan hewan
yang ada dalam diri manusia akan hancur dengan matinya badan dan ia tidak
jasmani, maka pembalasan untuk kedua jiwa ini ditentukan di dunia ini juga.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemikiran Ibnu Sina tentang metafisika masih berkutat soal emanasi, sama
jiwa-jiwa alam planet yang mengalir dari Tuhan dalam keteraturan hierarkis.
bertumpu pada dua prinsip. Pertama adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak bisa
Wajib al-wujud adalah sesuatu yang ada (al-maujud) yang jika diandaikan
tidak ada, ia menjadi mustahil, dengan kata lain ia mesti adanya. Sedangkan yang
dimaksud dengan mumkin al-wujud dalah yang tidak diandaikan, tidak ada atau
ada, ia tidak menjadi mustahil, maksudnya ia boleh ada dan boleh tidak ada atau
Pemikiran Ibnu Sina yang terpenting adalah filsafat tentang jiwa. Kata jiwa
dalam Al- Qur‟an dan Al-Hadist di istilahkan dengan al-Nafs atau al-ruh sebagai
mana termaktub dalam Q.S. Shad: 71-72, Al-Isra: 58, dan al-Fajr: 27-30. Jiwa
manusia, sebagaimana jiwa-jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawa
Menurut Ibnu Sina manusia memang tersusun dari dua unsur, yaitu tubuh
dan jiwa. Antara keduanya tidak ada persamaan, unsur tubuh terbentuk dari
terbentuk dari satu unsur, yaitu dari Aql al-fa‟al dan jiwa ini pada dasarnya
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, J. W. M. Sejarah Filsafat Islam. Yogyakarta: Kanisius, 1978.
Breevort, Benetius. Filsafat dan Teologi Islam. Medan: STFT St. Yohanes, 2011. (Diklat).
Madkour, Ibrohim. Aliran dari Teori Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.