IBNU MISKAWAIH
IBNU MISKAWAIH
B. FILSAFATNYA
Ibnu Miskawaih menggunakan metode
eklektik dalam menyusun filsafatnya, yaitu dengan
memadukan berbagai pemikiran-pemikiran
2
sebelumnya dari Plato, Aristoteles, Plotinus, dan
doktrin Islam. Namun karena inilah mungkin yang
membuat filsafatnya kurang orisinal. Dalam
bidangbidang berikut ini tampak bahwa Ibnu
Miskawaih hanya mengambil dari pemikiran-
pemikiran yang sudah dikembangkan sebelumnya
oleh filsuf lain.
1. Metafisika
Menurut Ibnu Miskawaih Tuhan adalah zat yang
tidak berjisim, azali, dan pencipta. Tuhan esa
dalam segala aspek, tidak terbagi-bagi dan tidak
ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya. Tuhan
ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak tergantung
pada yang lain sedangkan yang lain
membutuhkannya. Tuhan dapat dikenal dengan
proposisi negatif karena memakai proposisi
positif berarti menyamakan-Nya dengan alam.
4
b. Penyebab bisa menggunakan berbagai sarana
untuk menghasilkan keanekaragaman efek.
5
Ibnu Miskawaih juga mengemukakan teori
evolusi makhluk hidup yang secara mendasar
sama dengan Ikhwan al-Shafa’. Teori itu terdiri
atas empat tahapan:
3. Jiwa
Jiwa menurut Ibnu Miskawaih adalah substansi
ruhani yang kekal, tidak hancur dengan kematian
jasad. Kebahagiaan dan kesengsaraan di akhirat
nanti hanya dialami oleh jiwa. Jiwa bersifat
immateri karena itu berbeda dengan jasad yang
bersifat materi. Mengenai perbedaan jiwa dengan
7
jasad Ibnu Miskawaih mengemukakan
argumenargumen sebagai berikut:
8
f. ada suatu kekuatan di dalam diri kita yang
mengatur organ-organ fisik, membetulkan
kesalahan-kesalahan inderawi, dan
menyatukan pengetahuan.
9
4. Moral/Etika
Dalam bidang inilah Ibnu Miskawaih banyak
disorot dikarenakan langkanya filsuf Islam yang
membahas bidang ini. Secara praktek etika
sebenarnya sudah berkembang di dunia Islam,
terutama karena Islam sendiri sarat berisi ajaran
tentang akhlak. Bahkan tujuan diutusnya Nabi
Muhammad Saw adalah untuk menyempurnakan
akhlak manusia. Ibnu Miskawaih mencoba
menaikkan taraf kajian etika dari praktis ke
teoritis-filosofis, namun dia tidak sepenuhnya
meninggalkan aspek praktis.
Moral, etika atau akhlak menurut Ibnu
Miskawaih adalah sikap mental yang
mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa
berpikir dan pertimbangan. Sikap mental terbagi
dua, yaitu yang berasal dari watak dan yang
berasal dari kebiasan dan latihan. Akhlak yang
berasal dari watak jarang menghasilkan akhlak
yang terpuji; kebanyakan akhlak yang jelek.
Sedangkan latihan dan pembiasaan lebih dapat
menghasilkan akhlak yang terpuji. Karena itu
Ibnu Miskawaih sangat menekankan pentingnya
10
pendidikan untuk membentuk akhlak yang baik.
Dia memberikan perhatian penting pada masa
kanak-kanak, yang menurutnya merupakan mata
rantai antara jiwa hewan dengan jiwa manusia.
13
5. Sejarah
Sejarah merupakan pencerminan struktur politik
dan ekonomi masyarakat pada masa tertentu, atau
dengan kata lain merupakan rekaman tentang
pasang-surut kebudayaan suatu bangsa. Sejarah
tidak hanya mengumpulkan kenyataan-kenyataan
yang telah lampau tetapi juga menentukan bentuk
yang akan datang.
15
Buwaih sebagai bendaharawan dan beberapa jabatan
lain.
16
the Development of Islamic World-view, Intellectual
Tradition and Polity, menjelaskan bahwa Ibnu
Miskawaih merupakan orang pertama yang memaparkan
secara jelas ide tentang evolusi.
17
berbagai bagian jiwa dapat dibawa bersama ke dalam
harmoni, sehingga mencapai kebahagiaan.
18
filsafat dengan klaim dari filsuf Yunani yang tidak
menayangkan fokus kesatuan dan keberadaan Allah.
19
dimaksud berhenti, maka berakhirlah kehidupan dunia
ini.
20
aspek jiwa (yakni, alasan manusia) yang merupakan inti
dari kemanusiaan dan membedakan dari bentuk
keberadaan rendah.
22
orang lain, rasa wajib taat, menghormati kedua orang
tua, serta sikap positif lainnya.
24
tanggal 9 Shafar tahun 412 H/16 Februari 1030 M,
Ibnu Miskawaih hidup pada masa pemerintahan
dinasti Buwaihiyyah (320-450 H/932-1062 M) yang
besar pemukanya bermazhab Syi’ah.
25
luput dari kepentingan pendidikan akhlak (tahzib
alAkhlak), diantara karyanya adalah:
a) al-Fauz al-Akbar
b) Al-Fauz al-Asghar
c) Tajarib al-Umam (sebuah sejarah tentang banjir
besar yang ditulis pada tahun 369 H/979 M)
26
(naskah di Istanbul, Raghib Majmu’ah no. 1463,
lembar 57a-59a)
27
alAkbar ditulis setelah al-Fauz al-Asghar dan Tahzib
alakhlak ditulis setelah Tartib al-Sa’adah.
28
• Daya berpikir (an-nafs an-nathiqat )
sebagai daya tertinggi.
b) konsep akhlak
Pemikiran Ibn Miskawaih dalam bidang
akhlak termasuk salah satu yang mendasari
konsepnya dalam bidang pendidikan. Konsep
akhlak yang ditawarkannya berdasar pada
doktrin jalan tengah.
30
tersebut antara lain dengan keseimbangan
atau posisi tengah antara dua ekstrim, akan
tetapi Ibn Miskawaih cenderung berpendapat
bahwa keutamaan akhlak secara umum
diartikan sebagai posisi tengah antara ekstrim
kelebihan dan ekstrim kekurangan masing-
masing jiwa manusia. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya bahwa jiwa manusia ada tiga
yaitu jiwa bernafsu (al-bahimmiyah), jiwa
berani (alGhadabiyyah) dan jiwa berpikir (an-
nathiqah)
31
dari ketiga posisi tengah tersebut adalah
keadilan atau keseimbangan.
32
Sebagai makhluk sosial, manusia selalu
dalam gerak dinamis mengikuti gerak zaman.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
pendidikan, ekonomi dan lainnya merupakan
pemicu bagi gerak zaman. Ukuran akhlak
tengah selalu mengalami perubahan menurut
perubahan ekstrim kekurangan dan ekstrim
kelebihan. Ukuran tingkat kesederhanaan di
bidang materi misalnya, pada masyarakat
desa dan kota tidak dapat disamakan.
33
B. Konsep Pendidikan
Ibnu Miskawaih membangun konsep pendidikan
yang bertumpu pada pendidikan akhlak. Karena
dasar pendidikan Ibn Miskawaih dalam bidang
akhlak, maka konsep pendidikan yang
dibangunnya pun adalah pendidikan akhlak.
Konsep pendidikan akhlak dari Ibn Miskawaih
dikemukakan sebagai berikut:
b) Fungsi Pendidikan
• Memanusiakan manusia
• Sosialisasi individu manusia
34
• Menanamkan rasa malu
c) Materi Pendidikan Ahlak
Pada materi pendidikan Ibn Miskawaih
ditujukan agar semua sisi kemanusiaan
mendapatkan materi didikan yang memberi
jalan bagi tercapainya tujuan pendidikan.
Materi-materi yang dimaksud diabdikan pula
sebagai bentuk pengabdian kepada Allah
SWT. Ibnu Miskawaih menyebutkan tiga hal
yang dapat dipahami sebagai materi
pendidikan akhlaknya yaitu:
35
pembahasan akidah yang benar, mengesakan
Allah dengan segala kebesaran-Nya serta
motivasi senang kepada ilmu dan materi yang
terkait dengan keperluan manusia dengan
manusia dicontohkan dengan materi ilmu
Muammalat, perkawinan, saling menasehati,
dan lain sebagainya.
• Matematika
• Logika dan
• Ilmu kealaman
36
diajarkan Ibn Miskawaih dalam kegiatan
pendidikan seharusnya tidak diajarkan
semata-mata karena ilmu itu sendiri atau
tujuan akademik tetapi kepada tujuan yang
lebih pokok yaitu akhlak yang mulia. Dengan
kata lain setiap ilmu membawa misi akhlak
yang mulia dan bukan semata-mata ilmu.
Semakin banyak dan tinggi ilmu seseorang
maka akan semakin tinggi pula akhlaknya.
e) Lingkungan pendidikan
Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa usaha
mencapai kebahagiaan (as-sa’adah) tidak
39
dapat dilakukan sendiri, tetapi harus berusaha
atas dasar saling menolong dan saling
melengkapi dan Ibnu Miskawaih juga
berpendapat bahwa sebagai makhluk sosial,
manusia kondisi yang baik dari luar dirinya.
Selanjutnya ia menyatakan bahwa sebaik-
baik manusia adalah orang yang berbuat baik
terhadap keluarga dan orang-orang yang
masih ada kaitannya dengannya mulai dari
saudara, anak, atau orang yang masih ada
hubungannya dengan saudara atau anak,
kerabat, keturunan, rekan, tetangga, kawan
atau kekasih.
40
yang benar dan kestabilan cinta kasih
sesamanya. Upaya untuk ini, antara lain
dengan melaksanakan kewajiban syari’at.
41
Lingkungan pendidikan selama ini dikenal
ada tiga lingkungan pendidikan yaitu
lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Ibn Miskawaih secara eksplisit
tidak membicarakan ketiga masalah
lingkungan tersebut. Ibnu Muskawaih
membicarakan lingkungan pendidikan
dengan cara bersifat umum, mulai dari
lingkungan sekolah yang menyangkut
hubungan guru dan murid, lingkungan
pemerintah sampai lingkungan rumah tangga
yang meliputi hubungan orang tua dengan
anak. Lingkungan ini secara akumulatif
berpengaruh terhadap terciptanya lingkungan
pendidikan.
f) Metodologi Pendidikan
Metodologi Ibn Miskawaih sasarannya adalah
perbaikan akhlak, metode ini berkaitan
dengan metode pendidikan akhlak. Ibn
Miskawaih berpendirian bahwa masalah
42
perbaikan akhlak bukanlah merupakan
bawaan atau warisan melainkan bahwa
akhlak seorang dapat diusahakan atau
menerima perubahan yang diusahakan. Maka
usaha-usaha untuk mengubahnya diperlukan
adanya cara-cara yang efektif yang
selanjutnya dikenal dengan istilah
metodologi.
43
Kedua, dengan menjadikan semua
pengetahuan dan pengalaman orang lain
sebagai cermin bagi dirinya. Adapun
pengetahuan dan pengalaman yang dimaksud
dengan pernyataan ini adalah pengetahuan
dan pengalaman berkenaan dengan hukum-
hukum akhlak yang berlaku bagi sebab
munculnya kebaikan dan keburukan bagi
manusia. Dengan cara ini seorang tidak akan
hanyut ke dalam perbuatan yang tidak baik
karena ia bercermin kepada perbuatan buruk
dan akibatnya yang dialami orang lain.
Manakala ia mengukur kejelekan atau
keburukan orang lain, ia kemudian
mencurigai dirinya bahwa dirinya juga sedikit
banyak memiliki kekurangan seperti orang
tersebut, lalu menyelidiki dirinya. Dengan
demikian, maka setiap malam dan siang ia
akan selalu meninjau kembali semua
perbuatannya sehingga tidak satupun
perbuatannya terhindar dari perhatiannya.
44
Kesimpulan
45
Pemikiran Ibn Miskawaih dalam bidang akhlak termasuk
salah satu yang mendasari konsepnya dalam bidang
pendidikan. Konsep akhlak yang ditawarkannya berdasar
pada doktrin jalan tengah.
Dasar pendidikan Ibn Miskawaih dalam bidang akhlak,
maka konsep pendidikan yang dibangunnya pun adalah
pendidikan akhlak. Konsep pendidikan ahklak dari Ibn
Miskawaih dikemukakan sebagai berikut:
Referensi:
46
Shubhi, Ahmad Mahmud, Dr., Filsafat Etika, Jakarta:
Serambi, 2001.
47
mudhorot/mafsadat untuk manusia di dunia dan
diakherat.Adapun filosof pengetahuannya sangat
terbatas, parsial, sebatas pengalaman hidupnya dan
pandangan hidupnya didasarkan atas capaian-capaian
akal dari hasil olah pikir dia di dalam menyikapi
pengalaman hidupnya… ia tidak tahu mana al-haq dan
mana al-bathil karena ini hanya Alloh yang tahu… yang
ia lakukan itu adalah sebatas megeneralisasi karena ia
tidak tahu seluruh yang nampak lebih-lebih yang
ghoib…ia mungkin hanya tahu apa yang bermanfaat di
dunia saja… lagi pula banyak perselisihan hebat diantara
para filosof itu sendiri… Jadi bagaimana bisa seorang
Nabi disamakan dengan seorang filosof?…seorang Nabi
bukan filosof karena dasar dari pandangan hidupnya
adalah wahyu Alloh, bukan buah pikirannya sendiri…
maka akan banyak membawa manfaat bagi manusia jika
ia berpedoman kepada wahyu
48
orang menjauhkan diri dari petunjuk Alloh, al-qur’an,
dan cenderung kepada filsafat dan kagum kepadanya
akan tersesat. Maka saya tinggalkan filsafat dan para
filosof siapapun dia muslim atau non muslim.
49