Anda di halaman 1dari 19

Syi’ar Vol. 18 No.

1 Januari-Juni 2018

Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi


Studi Agama Untuk Resolusi Konflik dan Peacebuilding

Wira Hadi Kusuma*

Abtract

This paper describes the epistemology of bayani, irfani and burhani in Al-Jabiri's thinking. Bayani is
a thinking methodology model based on text. Irfani is a methodology of thinking model based on an
approach and direct experience of religious spiritual reality. Whereas burhani is a methodology of
thinking that is not based on text or experience, but on the basis of logical chaos. At some stage, the
existence of sacred texts and spiritual experiences can only be accepted if they are in accordance with
logical rules. For al-Jabiri the burhani epistemology must be an epistemology worthy of being
applied in society to reduce the habit of romanticism that seeks knowledge through illuminative. In
the context of the Burhani conflict it is very relevant in resolving conflicts or peace bulding.

Keywords : epistemology of bayani, irfani and burhani, resolving conflicts

asasi berkaitan dengan aspek


A. Pendahuluan pemikiran dalam peradaban Islam,
Khasanah pemikiran Islam mulai dari ajaran doktrinal, syariat,
terus melakukan pengembangan, salah bahasa, sastra, seni, teologi, filsafat
satu adalah sumbangan al-Jabiri dan tasawuf.3 Dengan demikian,
tentang turats (tradisi). Istilah “tradisi starting point atau langkah awal untuk
dan modernitas” yang digunakan menghidupkan kembali turâts (ihyâ’ut
dalam dikursus pemikiran Arab turâts) dalam konteks masyarakat saat
kontemporer merujuk kepada tema ini adalah dengan menumbuhkan
idiomatik yang bervarian, terkadang kesadaran akan pentingnya nilai turâts
digunakan al-Turâts al-Hadatsah, al- dan kontribusinya dalam setiap
Turâts wa al-Tajdid, al-Ashlah wa al- kehidupan khususnya masyarakat
hadatsah, seluruh istilah tersebut Arab. Terutama semenjak kekelahan
berarti tradisi dan modernitas seluas- bangsa Arab dalam perang melawan
luas maknanya. Akan tetapi istilah Israel pada tahun 1967 M.4 Maka
turâts paling sering digunakan dan slogan ihyâ’ut turâts bergema
paling sering disebut.1 Bahkan istilah dibelahan dunia Arab dan sering
itu kini menjadi kata kunci buat dikaitkan dengan fenomena
memasuki diskursus pemikiran Arab “kebangkitan Islam”.
kontemporer. Secara literal turâts Fenomena inilah yang menjadi
berarti warisan atau peninggalan yaitu motivasi al-Jabiri untuk melakukan
berupa kekayaan ilmiah yang kritik terhadap “nalar Arab” bukan
ditinggalkan atau diwariskan oleh “nalar Islam”, satu sisi masyarakat
orang-orang terdahulu. Arab memiliki tujuan mulia dan wajar
Bagi al-Jabiri, turâts tidak untuk kembali kepada turats yang ada
hanya sekedar warisan budaya dan dan menjadi cirri khas bagi bangsa
peradaban yang terkubur dan berada Arab, tetapi di sisi lain dalam
dalam kerangkeng pemikir masa lalu.2 palaksaaannya masyarakat belum
Turâts baginya tetap masih diperlukan “kritis” melihat persoalan yang
spiritnya pada saat ini, terutama dalam muncul.
menghadapi kooptasi peradaban lain Hal ini telihat kondisi
atas dunia Islam. Menurut al-Jabiri, masyarakat Arab, khususnya Maroko
tradisi Islam adalah segala yang secara sebagai tanah kelahirannya, sangat

*Penulis adalah Dosen Jurusan Dakwah IAIN Bengkulu 1


Wira Hadikusuma
Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi Studi Agama Untuk Resolusi Konflik
dan Peacebuilding
,
kaku menerapkan sistem penetapan relevansinya bagi resolusi konflik dan
hokum (fiqh) terbatas pada ungkapan, peacebuilding?
“halal atau haram”, tanpa B.Profil Muhammad Abed al-Jabiri
menghiraukan atau Muhammad `Abed al-Jabiri
mempertimbangkan peranan hukum lahir tahun 1936 di Figuig, bagian
(baca: fiqih) lainnya, seperti sunnah, tenggara Maroko. Ia tumbuh dalam
mubah, dan makruh. Sehingga sebuah keluarga pendukung partai
dengan kondisi demikian membuat Istiqlal. 6 Mulanya Ia dikirim ke
masyarakat Arab tidak berkembang sekolah agama, lalu kesekolah swasta
dan tidak mampu menjawab berbagai nasionalis (madrasah hurrah
persoalan atau masalah yang ada wataniyah), yang dirikan oleh
dilingkungan Islam khususnya dan Gerakan kemerdekaan. Kemudia ia
masyarakat manusia lainnya. melenjutkan pendidikannya di sekolah
Al-Naqd al-`Aql Arabi (kritik lanjutan (setingkat SMA) di
nalar Arab) yang menjadi fokus Casablanca. setelah Maroko merdeka,
penelitian al-Jabiri bukan al-Naqd al- al-Jabiri mendapat gelar Diploma dari
`Aql Islami (kritik nalar Islami), sekolah Tinggi Arab dalam bidang
karena menurut al-Jabiri kata “Islam” ilmu pengetahuan (science). Pada
secara tidak langsung akan tahun 1964 al-Jabiri mengajar Filsafat
mengalihkan kepada agama Islam itu di tingkat sarjana muda dan aktif
sendiri, padahal al-Jabiri ingin melihat dalam bidang evaluasi serta
al-turats Arab “murni” yang perencanaan pendidikan. Al-Jabiri
berikutnya akan memberikan banyak menerbitkan berbagai artikel,
kontribusi terhadap pemikiran Islam. 5 yang terkait dengan isu serta problem
Dalam khazanah filsafat pendidikan, terutama artikel yang
Islam, dikenal ada tiga buah dapat dijumapai di Maroko.7
metodologi pemikiran, yakni bayani, Pada tahun 1970 al-Jabiri
irfani dan burhani. Bayani adalah menyelesaikan program doktornya di
sebuah model metodologi berpikir Universitas Muhammad V, rabat,
berdasarkan teks. Irfani adalah model Maroko. Dengan disertasi yang
metodologi berpikir yang didasarkan berjudul; Fikr Ibn Khaldun al-
atas pendekatan dan pengalaman Asabiyyah wa ad-Daulah: Mu`allim
langsung (direct experience) atas Nazariyyah Khalduniyyah fi at-Tarikh
realitas spiritual keagamaan.. Burhani al-Islami (Pemikiran ibnu Khaldun,
adalah model metodologi berpikir Asabiyyah dan Negara: Rambu-rambu
yang tidak didasarkan atas teks paradigmatik Pemikiran Ibnu Khaldun
maupun pengalaman, melainkan atas Dalam Sejarah Islam). Al-Jabiri
dasar keruntutan logika. Penelitian ini banyak membaca dan mempelajari
mencoba untuk mendeskripsikan, pemikiran Marx, bahkan ia mengaku
menganalisis dan menjelaskan ketiga sebagai pengagum ajaran Marx yang
epistomologi Islam tersebut yang pada saat itu sedang tumbuh subur di
dirumuskan oleh pemikir muslim dunia Arab.8
kontemporer Muhammad Abid al- Pada perkembangannya ia
Jabiriv dan relevansinya bagi resolusi meragukan efektivitas pendekatan
konflik dan peacebuilding. Sehingga Marxian dalam konteks pemikiran
muncul beberapa rumusan masalah Islam, apalagi setelah membaca buku
yaitu Bagaimana pemikiran Abed Al- karya Yves Lacoste yang
Jabiri tentang Epistimologi Bayani, membandingklan Karl Marx dengan
Irfani, dan burhani? Dan bagaimana Ibnu Khaldun, antara Barat dan
Islam. 9 Dari situ, ia kemudian balik

2
Syi’ar Vol. 18 No. 1 Januari-Juni 2018
mempertanyakan asumsi-asumsi para membongkar formasi awal pemikiran
peneliti orientalis yang mengkaji Arab-Islam dan mempelajari langkah
Islam yang dinilainya terlalu apa saja yang dapat diambil dari
memaksakan kehendak, sehingga pemikiran Islam klasik tersebut.
perlu membangun metodologi sendiri Untuk karya ini telah menerbitkan
atau khusus. Adapaun metodologi Takwim al-’Aql al-’Arabi, Bunyah al-
tersebut, yaitu: (1) strukturalis, bahwa ’Aql-’Arabi, al-A’ql al-Siyasi-’Arabi,
kajian harus berdasarkan teks al-’Aq al-Akhalqi al Arabiyyah,
sebagaimana adanya; (2) analisis Dirasah Taahliliyah Naqdiyyah li
sejarah, untuk melihat ruang lingkup, Nuzum al-Qiyam fi al-Thaqafah al-
politi dan sosiologisnya; (3) kritik Arabiyyah.
ideology, untuk mengungkap fungsi Karya terpentingnya yang
ideologis, termasuk fungsi sosial- termasuk al-Turasth wa al-
politik yang dikandung dalam sebuah Hadatshah, Durus fi al-falsafah,
teks atau pemikiran tertentu.10 Ishkaliyyah al Fikr al-’Arabi al-
Berdasarkan metode yang Mua’asir, Tahafual al-thafut intisaran
digagasnya, al-Jabiri mulai meneliti li ruh al-Ilmiyyah wa ta’sisan li
tentang kebudayaan dan pemikiran akhlaqiyat al-Hiwar, Qadaya al-Fikr
Islam. Namun al-Jabiri hanya al-‘Mu’asir Al’awlamah, Sira’ al-
membatasi pada Islam-Arab, pada Hadarat, al-Wahdah ila al-Ahklaq, al-
teks-teks yang ditulis dalam bahasa Tasamuh, al-Dimaqratiyyah. Tahun
Arab, tidak mencakup non-Arab. 1996, al-Mashru al-Nahdawi al-
Selain itu, ia membatasi pada ’Arabi Muraja’ah naqdiyayh, al-Din
persoalan epistimologi, yakni wa al-Dawlah wa Thabiq al-Shari’ah,
mekanisme berpikir yang Mas’alah al-Hawwiyah, al-
mendominasi pemikiran Arab dalam Muthaqqafun fi al-Hadarah al-
babak-babak tertentu. Oleh karena itu, ’Atabiyyah Mihnab ibn Hambal wa
kerya-karya al-Jabiri tidak akan Nukkhah Ibn Rusyd, al-Tahmiyyah al-
membahas persoalan-persoalan Basyaraiyyah di al-Watan al-‘Arabi.
seperti, ortodoksi, wahyu, mitos,
symbol atau yang lainya persoalan C. Epistemologi Bayani
teologis seperti yang didominasi Menurut al-Jabiri, corak
dalam karya-karya M. Arkoun. 11 epistimologi bayani secara historis
Al-Jabiri telah menghasilkan adalah sistem epistimologi paling
berpuluh karya tulis, baik yang berupa awal muncul dalam pemikiran Arab.12
artikel koran, majalah atau berbentuk Secara leksikal-etimologis, term
buku. Topik yang selalu dicovernya bayani atau bayan mengandung
juga bervariasi dari isu sosial dan beragam arti, yaitu, kesinambungan
politik hingga filsafat dan teologi. (al-washl), keterpilahan (al-fashl),
Karir intelektualnya seperti dimulai jelas dan terang (al-zhuhur wa al-
dengan penerbitan buku Nahwu wa al- wudhuh) dan kemampuan membuat
Turast-nya, disusul dua tahun terang dan jelas. 13 Epsitimologi
kemudian dengan al-Khitab al-’Arabi bayani muncul bukan sebagai entitas
al-Mua’sir Dirasah Naqdiyyah budaya yang a histories, melainkan
Tahliyyah, kedua buku tersebut seperti memiliki akar sejarah yang panjang
sengaja dipersiapkan sedemikian rupa dalam pelataran tradisi pemikiran
sebagai pengantar kepada grand Arab. Sebagaimana diketahui bangsa
proyek inteletualnya ‘Naqd al-’Aql al- Arab sangat mengagungkan
’Arabi (kritik akal Arab). Buku ini bahasanya, terlebih setelah diyakini
bertujuan sebagai upaya untuk sebagai identitas kultur dan bahasa

3
Wira Hadikusuma
Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi Studi Agama Untuk Resolusi Konflik
dan Peacebuilding
,
wahyu Tuhan. Sehingga wajar dan diterima antara lain, harus adil, takwa,
cukup beralasan jika Jabiri berakal sehat, kuat hafalannya dan
menyebutkan determinan histories lain-lain. 18
awal-mula peradaban Islam adalah Berdasarkan kenyataan
sinergi bahasa dan agama, yang bahwa bayani berkaitan dengan teks
memproduk intelektual ilmu dan hubungannya dengan “realitas”,
14
kebahasaan dan ilmu agama. persolan pokok yang ada di dalamnya
Bayani adalah metode berkaitan dengan lafaz-makna dan
pemikiran khas Arab yang `usul-furu`. Menurut al-Jabiri,
menekankan otoritas teks (nash), persoalan lafaz-makna19 muncul tiga
secara langsung atau tidak langsung, persolan, yaitu:
dan dijustifikasi oleh akal kebahasaan Pertama, makna suatu kata,
yang digali inferensi. secara langsung didasarkan atas konteksnya atau pada
artinya memahami teks sebagai makna aslinya (tauqifi). pemberian
pengetahuan jadi dan langsung makna atas sebuah makna, muncul
mengaplikasikannya tanpa perlu akibat adanya perdebatan antara
pemikiran: secara tidak langsung Mu`tazilah dan ahli Sunnah. Bagi
memahami teks secara mentah tanpa Mu`tazilah makna suatu kata harus
memerlukan tafsir dan penalaran. dimaknai sesuai dengan konteks dan
walaupun demikian, hal ini bukan istilahnya, sedangkan bagi Ahli
berarti akal atau rasio bebas Sunnah makna suatu kata harus sesuai
menentukan makna atau maksudnya, dengan makna kata asalnya. Oleh
tetapi harus tetap bersandar pada teks. karena itu, bagi Ahli Sunnah, kata
dalam bayani, rasio atau akal tidak perkata dalam sebuah teks harus
memiliki kemampuan memberikan dijaga seperti aslinya, sebab
pengetahuan tanpa disandarkan pada perubahan redaksi teks berarti
teks.15 Sasaran bidik metode bayani perubahan pada maknanya.20
ini adalah aspek eksoterik (syariat). Kedua, analogi bahasa, hal
Dengan demikian, sumber ini diperbolehkan, tetapi hanya pada
pengetahuan bayani adalah teks atau sisi logika bahasanya, bukan pada
nash (al-Quran dan Hadits).16 Oleh lafaz atau redaksinya. Sebab, masing-
karena itu, menurut al-Jabiri dalam masing bahasa mempunyai istilah
epistimologi bayani menaruh sendiri-sendiri dan mempunyai
perhatian besar terhadap transmisi kedalaman yang berbeda. Seperti kata
teks dari generasi ke generasi.17 nabiz (perasan gandum) dengan
Sebagai sumber pengetauan, benar khamar (perasan anggur).21 Ketiga,
tidaknya taransmisi teks menentukan pemaknaan atas asma` asy-syar`iyyah.
benar salahnya ketentuan hukum yang Dalam pemaknaanya harus dimaknai
diambil. Hal ini dapat dijumpai sesuai dengan kebudayaan Arab, tidak
khusunya pada masa tadwin hadis, bisa didekati dengan budaya dan
para ilmuan begitu ketat menyeleksi bahasa lain. Karena al-Quran
sebuah teks dapat diterima. Misalnya diturunkan dalam tradisi dan bahasa
Bukari, salah satu syarat yang Arab.
diterima bagi teks suatu hadits yaitu Adapun cara memperoleh
harus adanya informasi positif tentang pengetahuan dari teks, metode bayani
para perawi yang mnerangakn bahwa menempuh dengan dua jalan.
mereka salaing bertemu muka dan Pertama, berpegang pada lafaz
para murid belajar langsung pada (redaksi) teks, dengan menggunakan
gurunya. Juga dapat dijumpai kaidah bahasa Arab, seperti nahwu
beberapa kriteria rawi yang daapt dan sharf sebagai alat analisis. Kedua,

4
Syi’ar Vol. 18 No. 1 Januari-Juni 2018
berpegang pada makna teks dengan tidak ada hukumnya dalam nash,
menggunakan logika, penalaran atau sedang yang ada adalah larangan
rasio sebagai alat analisis. 22 Dalam berkata “Ah” (ashl). Perbuatan
kajian ushûl al-fiqh, qiyâs diartikan memukul lebih berat hukumnya
sebagai memberikan keputusan dibanding berkata “ah”.24
hukum suatu masalah berdasarkan Kedua, berkaitan dengan illat
masalah lain yang telah ada kepastian yang ada pada ashl dan far`. Bagian
hukumnya dalam teks, karena adanya ini meliputi dua hal: (1) qiyâs al-illat,
kesamaan illat. Ada beberapa hal yang yaitu menetapkan illat yang ada ashl
harus dipenuhi dalam melakukan kepada far`, (2) qiyâs al-dilâlah, yaitu
qiyas: (1) adanya al-ashl, yakni nas menetapkan petunjuk (dilâlah) yang
suci yang memberikan hukum dan ada pada ashl kepada far`, bukan
dipakai sebagai ukuran, (2) al-far`, illatnya. Ketiga, qiyas berkaitan
sesuatu yang tidak ada hukumnya dengan potensi atau kecenderungan
dalam nash, (3) hukm al-ashl, untuk menyatukan antara ashl dan far`
ketetapan hukum yang diberikan oleh yang oleh al-Ghazali dibagi dalam
ashl, (4) illat, keadaan tertentu yang empat tingkat: (1) adanya perubahan
dipakai sebagai dasar penetapan hukum baru, (2) keserasian, (3)
hukum ashl.23 keserupaan (syibh), (4) menjauhkan
Contoh qiyas adalah soal (thard).25
hukum meminum arak dari kurma. Adapun pada jalan kedua,
Arak dari perasan kurma disebut far` penggunaan logika, dapat dilakukan
(cabang) karena tidak ada ketentuan dengan beberapa cara antara lain:
hukumnya dalam nash, dan ia akan Pertama, berpegang pada tujuan
diqiyaskan pada khamer. Khamer pokok (al-maqasid ad-duryriyyah)
adalah ashl (pokok) sebab terdapat diturunkannya teks yang mencakup
dalam teks (nash) dan hukumnya darurat al-khamsah. yaitu bertujuan
haram, alasannya (illah) karena untuk menjaga keselamatan agama,
memabukkan. Hasilnya, arak adalah jiwa, akal, keturunan dan harta.
haram karena ada persamaan antara Disinilah tempat penalaran rasional. 26
arak dan khamer, yakni sama-sama Kedua, berpegang pada illat teks.
memabukkan. Untuk menentukan atau mengetahui
Menurut Jabiri, metode qiyas adanya illat teks dapat digunakan atau
sebagai cara mendapatkan memerluakn penalaran. yang disebut
pengetahuan dalam epistemologi dengan masalik al-illah. Biasanya
bayani tersebut digunakan dalam tiga yang populer terdapat tiga jalan illat
aspek. Pertama, qiyas dalam yaitu: (1) nash; (2) ijma`; (3) as-sibru
kaitannya dengan status dan derajat wa at-taqsim dengan cara merangkum
hukum yang ada pada ashl maupun sifat-sifat baik untuk dijadikan illat
furû`. Bagian ini mencakup tiga hal: pada asal (nash), kemudian illat
(1) qiyâs jalî, dimana far` mempunyai tersebut dikembalikan kepada sifat-
persoalan hukum yang kuat dibanding sifat tersebut.27
ashl, (2) qiyâs fî ma`na al-nash, Konsep dasar sistem bayani
dimana ashl dan far` mempunyai ini adalah menggabungkan metode
derajat hukum yang sama, (3) qiyâs fiqih yang dikembangkan oleh Syafi`i,
al-khafî, dimana illat ashl tidak dengan metode retorika al-Jahiz.28
diketahui secara jelas dan hanya Epistimologi bayani ini didukung oleh
menurut perkiraan mujtahid. Contoh pola pikir fiqh dan kalam.
qiyâs jalî adalah seperti hukum Epistemologi bayani bukan tidak
memukul orang tua (far`). Masalah ini memiliki kelemahan dalam

5
Wira Hadikusuma
Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi Studi Agama Untuk Resolusi Konflik
dan Peacebuilding
,
pengembangan Islamic studies, Ma`ruf al-Kharki (w. 815 M) dan
menurut Amin Abdullah hal ini akan Bayazid Busthami (w. 877 M).33
sangat terlihat kelemahannya apabila Kedua, irfani berasal dari
tradisi berpikir tekstual keagamaan ini sumber-sumber Kristen, seperti
harus berhadapan dengan teks-teks dikatakan Von Kramer, Ignaz
keagamaan yang dimiliki oleh Goldziher, Nicholson, Asin Palacios
komunitas, kultur, bangsa, dan dan O’lery. Alasannya, (1) adanya
masyarakat yang beragama lain. 29 interaksi antara orang-orang Arab dan
D. Epistemologi Irfani kaum Nasrani pada masa jahiliyah
Secara etimologi Irfani dari maupun zaman Islam. (2) adanya segi-
kata dasar bahasa Arab ‘arafa segi kesamaan antara kehidupan para
semakna dengan makrifat, berarti Sufis, dalam soal ajaran, tata cara
pengetahuan.30 Tetapi ia berbeda melatih jiwa (riyâdlah) dan
dengan ilmu (`ilm). Irfani atau mengasingkan diri (khalwât), dengan
makrifat berkaitan dengan kehidupan Yesus dan ajarannya, juga
pengetahuan yang diperoleh secara dengan para rahib dalam soal pakaian
langsung lewat pengalaman dan cara bersembahyang. 34
(experience), sedang ilmu menunjuk Ketiga, irfani ditimba dari
pada pengetahuan yang diperoleh India, seperti pendapat Horten dan
lewat transformasi (naql) atau Hartman. Alasannya, (1) kemunculan
rasionalitas (aql). dan penyebaran irfan (tasawuf)
Sedangkan secara pertama kali adalah di Khurasan, (2)
terminologis, irfani bisa diartikan kebanyakan dari para sufi angkatan
sebagai pengungkapan atas pertama bukan dari kalangan Arab,
pengetahuan yang diperoleh lewat seperti Ibrahim ibn Adham (w. 782
penyinaran hakekat oleh Tuhan M), Syaqiq al-Balkh (w. 810 M) dan
kepada hamba-Nya (kasyf) setelah Yahya ibn Muadz (w. 871 M). (3)
adanya olah ruhani (riyâdlah) yang Pada masa sebelum Islam, Turkistan
dilakukan atas dasar cinta (love).31 adalah pusat agama dan kebudayaan
Kebalikan dari epistemologi bayani, Timur serta Barat. Mereka memberi
sasaran bidik irfani adalah aspek warna mistisisme lama ketika
esoterik, apa yang ada dibalik teks. memeluk Islam. (4) Konsep dan
Dalam istilah Amin Abdullah, bahwa metode tasauf seperti keluasan hati
pada tradisi irfani kata “`arif” lebih dan pemakaian tasbih adalah praktek-
diutamakan dari pada “`alim”, Karena praktek dari India. 35
“`alim” lebih merujuk pada nalar Keempat, irfan berasal dari
bayani.32 sumber-sumber Yunani, khususnya
Para ahli berbeda pendapat neo-platonisme dan Hermes, seperti
tentang asal sumber irfani. Pertama, disampaikan O’leary dan Nicholson.
menganggap bahwa irfan Islam Alasannya, ‘Theologi Aristoteles’
berasal dari sumber Persia dan Majusi, yang merupakan paduan antara sistem
seperti yang disampaikan Dozy dan Porphiry dan Proclus telah dikenal
Thoulk. Alasannya, sejumlah besar baik dalam filsafat Islam.
orang-orang Majusi di Iran utara tetap Kenyataannya, Dzun al-Nun al-Misri
memeluk agama mereka setelah (796-861 M), seorang tokoh sufisme
penaklukan Islam dan banyak tokoh dikenal sebagai filosof dan pengikut
sufi yang berasal dari daerah sains hellenistik. al-Jabiri agaknya
Khurasan. Disamping itu, sebagian termasuk kelompok ini. Menurutnya,
pendiri aliran-aliran sufi berasal dari irfani diadopsi dari ajaran Hermes,
kelompok orang Majusi, seperti sedang pengambilan dari teks-teks al-

6
Syi’ar Vol. 18 No. 1 Januari-Juni 2018
Qur`an lebih dikarenakan tendensi mengabaikan sama sekali pengaruh
politik. kehidupan Rasul, para sahabat dan
Sebagai contoh, istilah tokoh pertama angkatan sufisme,
maqâmat yang secara lafzi dan seperti Hasan al-Basri (w. 728 M),
maknawi diambil dari al-Qur`an (QS. Malik ibn Dinar (w. 748 M), Rabiah
Al-Fusilat 164), identik dengan al-Adawiyah (w. 752 M) dan Ibrahim
konsep Hermes tentang mi`raj, yakni ibn Adham (782 M).37
kenaikan jiwa manusia setelah Pendapat kedua, irfani dari
berpisah dengan raga untuk menyatu Kristen. Memang diakui ada
dengan Tuhan. Memang ada kata kemiripan antara tasauf Islam dengan
maqâmat dalam al-Qur`an tetapi mistisisme Kristen, tetapi hal tidak
dimaksudkan sebagai ungkapan cukup dijadikan alasan bahwa irfan
tentang pelaksanaan hak-hak Tuhan berasal dari sumber Kristen. Begitu
dengan segenap usaha dan niat yang pula tidak diingkari ada pengaruh
benar, bukan dalam arti tingkatan atau ajaran Kristen pada sebagian tokoh
tahapan seperti dalam istilah al- sufis, seperti al-Hallaj (858-913 M)
Hujwiri (w. 1077 M).36 yang menggunakan terminologi
Persoalannya, benarkah irfani Kristen, seperti malakût, lahût dan
berasal dari sumber luar Islam? nasût. Tetapi, gejala seperti itu baru
Benarkah Islam sendiri tidak muncul pada masa akhir, setelah masa
mempunyai ajaran soal irfani? kedua dan ketiga sufisme cukup
Menurut Nicholson, irfani atau mapan dan berpotensi menyangga
sufisme adalah sesuatu yang rumit dan munculnya angkatan tasawuf
komplek, sehingga tidak bisa berikutnya. Ajaran al-Qur`an, Sunnah,
dikemukakan jawaban sederhana atau kehidupan Rasul dan para sahabat
berdasarkan satu aspek tentang asal- lebih menyakinkan kita bahwa irfani
usulnya. Berdasarkan landasan ini kita dan latihan ruhani diambil dari sumber
mencoba melihat asal dan sumber Islam sendiri. Nicholson sendiri, pada
irfani. kajian akhirnya, menyangkal dasar
Pendapat pertama, bahwa irfani dari luar Islam. Menurutnya,
irfani berasal dari sumber Persia dan Kristen memang mempunyai
Majusi, jelas tidak mempunyai dasar pengaruh pada pertumbuhan irfan
pijakan yang kokoh. (1) tetapi bukan sebagai sumbernya.
Perkembangan irfani dan sufisme Pendapat ketiga, irfani dari
tidak sekedar upaya Ma`ruf al-Kharki sumber India. Tidak berbeda dengan
dan Bayazid Busthami. Banyak tokoh pertama, pendapat ini bahkan lebih
Sufis Arab yang hidup di Mesir, Syiria tidak bisa diterima nalar. Tidak ada
dan Baghdad, seperti Dzun al-Nun al- bukti konkrit yang menunjukkan
Misri (w. 861 M), Abd al-Qadir bahwa kaum sufis mengetahui doktrin
Jailani (w. 1165 M), ibn Arabi (w. dan latihan ruhani kaum Hindu
1240 M), Umar ibn Faridl (w. 1234 kecuali pada Abd al-Haqq ibn Sab`in
M), dan Ibn Athaillah al-Ikandari (w. (w. 1270 M), yang menulis al-Risâlah
1309 M). Mereka bahkan tokoh yang al-Nuriyah. Disana ada bentuk pujian
memberi pengaruh besar bagi yang dikutip dari kalangan Hindu.
perkembangan irfan dikemudian hari. Tapi ini tidak ada artinya, karena
(2) Kemunculan Ma`ruf al-Kharki (w. sufisme dan irfani telah terpancang
815 M) dan Bayazid Busthami (w. kuat lebih dari 6 abad sebelumnya.
877 M) adalah setelah zaman Rasul, Kaum orientalis sendiri, seperti
para sahabat dan angkatan pertama Nicholson, O’leary dan EG. Browne
kaum sufisme. Ini berarti menolak pendapat tersebut.

7
Wira Hadikusuma
Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi Studi Agama Untuk Resolusi Konflik
dan Peacebuilding
,
Pendapat keempat, irfani dari perkembangannya kemudian
Yunani, Neo-platonis atau Hermes. dipengaruhi oleh faktor luar, Yunani,
Tidak diingkari adanya pengaruh Kristen, Hindu atau yang lain.
Yunani terhadap irfan. Pemikiran Beberapa tokoh orientalis seperti
illuminasi dan wujud tunggal Plotinus Nicholson, Louis Massignon, Spencer
(205-270 M) berpengaruh pada Trimingham, juga menyatakan hal
beberapa tokoh sufi, seperti yang sama tentang sumber asal irfani
Suhrawardi (1153-1191 M), Ibn Arabi atau sufisme Islam. 38
(1165-1240 M), ibn Faridl (w. 1234 Pengetahuan irfani adalah
M), Abd Karim al-Jilli (1365-1402 M) merupakan lanjutan dari bayani,
dan lainnya. Namun, menurut pengetahuan irfani tidak didasarkan
Taftazani, hal itu bukan berarti semua atas teks bayani, tetapi pada kasyf,
tasawuf atau irfani Islam mesti yaitu tersingkapnya rahasia-rahasia
bersumber dari Yunani. Sebab, sikap realitas oleh Tuhan. Karena itu,
angkatan pertama kaum sufi terhadap pengetahuan irfani tidak diperoleh
filsafat Yunani berbeda dengan kaum berdasarkan analisis teks tetapi
teolog dan filosof abad-abad dengan hati nurani, dimana dengan
berikutnya. Para sufi tidak membuka kesucian hati, diharapkan Tuhan akan
diri terhadap filsafat Yunani kecuali melimpahkan pengetahuan langsung
periode akhir, yakni ketika mereka kepada-Nya. Menurut Al-Jabiri,
dengan sengaja berusaha pengalaman kasyf tidak dihasilkan
mengkompromikan intuisinya dengan melalui proses penalaran intelektual
wawasan intelektualnya, setelah manusia yang mana manusia dituntut
masuk abad keenam hijriyah. aktif dan kritis, tetapi dihasilakn
Di samping itu, tasawuf atau melalui mujahadah dan riyadah
irfani berkaitan dengan kesadaran dan (penempaan diri secara moral-
perasaan. Perasaan dan jiwa manusia spritual).39 Dari situ kemudian
adalah satu dan sama, meski berbeda dikonsepsikan atau masuk dalam
ras dan bangsa. Apapun yang pikiran sebelum dikemukan kepada
berkaitan dengan jiwa manusia, lewat orang lain. Secara metodologis
latihan-latihan ruhani, bisa jadi sama, pengetahuan ruhani diperoleh melalui
meski tanpa ada kontak diantara tiga tahapan yaitu, persiapan,
keduanya, sehingga adanya kesamaan penerimaan, dan pengungkapan baik
antara irfan dengan gnostisme asing secara lukisan maupun tulisan. 40
bukan berarti menunjukkan adanya Tahap pertama, persiapan.
keterpengaruhan. Karena itulah, pada Untuk bisa menerima limpahan
aspek esoteris ini, Ibn Arabi pengetahuan (kasyf), seseorang yang
menelorkan ide wahdat al-adyân biasanya disebut sâlik (penempuh
(kesatuan agama). Begitu pula yang jalan spiritual) harus menyelesaikan
dilihat Huston Smith, bahwa hakekat jenjang-jenjang kehidupan spiritual.
seluruh agama ini adalah sama dan Para tokoh berbeda pendapat tentang
bertemu dalam aspek esoterik jumlah jenjang yang harus dilalui.
(hakekat) atau irfan, meski pada aspek Namun, setidaknya, ada tujuh tahapan
eksoterik berbeda. Inilah yang tidak yang harus dijalani, yang semua ini
dilihat oleh pengamat lain, termasuk berangkat dari tingkatan yang paling
Jabiri dari analisanya yang dasar menuju pada tingkatan puncak
menggunakan pendekatan antropologi. dimana saat itu qalbu (hati) telah
Dengan demikian, irfani menjadi netral dan jernih sehingga
sesungguhnya berasal dari sumber siap menerima limpahan pengetahuan.
Islam sendiri, tetapi dalam

8
Syi’ar Vol. 18 No. 1 Januari-Juni 2018
Antara lain, taubat, wara`, zuhud, beberapa hal yang perlu dimunculkan
faqir, sabar, tawakkal dan ridha. untuk memberikan penjelasan yang
Tahap kedua, Jika telah berkaitan dengan metode tersebut
mencapai tingkat tertentu dalam antara lain:
jenjang spiritual, seseorang akan a. Zahir dan Batin
mendapatkan limpahan pengetahuan Berdasarkan sasaran bidik
langsung dari Tuhan secara illuminatif irfani yang esoterik, isu sentral irfan
atau noetic. Dalam kajian filsafat adalah zahir dan batin, bukan sebagai
Mehdi Yazdi, pada tahap ini, konsep yang berlawanan tetapi
seseorang akan mendapatkan realitas sebagai pasangan. Aspek zahir teks
kesadaran diri yang demikian mutlak adalah bacaannya (tilâwah) sedang
(kasyf), sehingga dengan kesadaran itu aspek batinnya adalah takwilnya. Jika
ia mampu melihat realitas dirinya dianalogikan dengan bayani, konsep
sendiri (musyâhadah) sebagai objek zahir-batin ini tidak berbeda dengan
yang diketahui. lafat-makna. Bedanya, dalam
Namun, realitas kesadaran epistemologi bayani, seseorang
dan realitas yang disadari tersebut, berangkat dari lafat menuju makna;
karena bukan objek eksternal, sedang dalam irfani, seseorang justru
keduanya bukan sesuatu yang berbeda berangkat dari makna menuju lafat,
tetapi merupakan eksistensi yang dari batin menuju zahir, atau dalam
sama, sehingga objek yang diketahui bahasa al-Ghazali. 43 makna sebagai
tidak lain adalah kesadaran yang ashl, sedang lafat mengikuti makna
mengetahui itu sendiri. Sedemikian (sebagai furû`).
rupa, sehingga dalam perspektif Selanjutnya, yang menjadi
epistemologis, pengetahuan irfani ini persoalan adalah bagaimana makna
tidak diperoleh melalui representasi atau dimensi batin yang diperoleh dari
atau data-data indera apapun, bahkan kasyf tersebut diungkapkan? Menurut
objek eksternal sama sekali tidak Jabiri, makna batin ini, pertama,
berfungsi dalam pembentukan diungkapkan dengan cara apa yang
gagasan umum pengetahuan ini. disebut sebagai I`tibâr atau qiyas
Pengetahuan ini justru terbentuk irfani. Maksudnya adalah analogi
melalui univikasi eksistensial yang makna batin yang ditangkap dalam
disebut ‘ilmu huduri’.41 kasyf kepada makna zahir yang ada
Tahap ketiga, pengungkapan. dalam teks. Sebagai contoh, qiyas
Ini merupakan tahap terakhir dari yang dilakukan kaum Syiah yang
proses pencapaian pengetahuan irfani, menyakini keunggulan keluarga Imam
dimana pengalaman mistik Ali ra. atas QS. Al-Rahman, 19-22.
diinterpretasikan dan diungkapkan “Dia membiarkan dua lautan mengalir
kepada orang lain, lewat ucapan atau dan bertemu; diantara keduanya ada
tulisan. Namun demikian, karena batas yang tidak terlampaui dan dari
pengetahuan irfani bukan masuk keduanya keluar mutiara dan marjan”.
tatanan konsepsi dan representasi Dalam hal ini, Ali dan Fatimah
tetapi terkait dengan kesatuan dinisbatkan pada dua lautan,
simpleks kehadiran Tuhan dalam diri Muhammad saw dinisbatkan pada
dan kehadiran diri dalam Tuhan, batas (barzah), sedang Hasan dan
sehingga tidak bisa dikomunikasikan, Husein dinisbatkan pada mutiara dan
maka tidak semua pengalaman ini bisa marjan.44
diungkapkan. 42 Dengan demikian, qiyas
Dalam memahami metode irfani ini tidak sama dengan qiyas
irfani ini, setidaknya terdapat bayani. Qiyas irfani disini berusaha

9
Wira Hadikusuma
Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi Studi Agama Untuk Resolusi Konflik
dan Peacebuilding
,
menyesuaikan konsep yang telah ada umumnya atau universalitasnya
atau pengetahuan yang diperoleh melainkan justru pada makna
lewat kasyf dengan teks, qiyas al- temporal atau subjektifitasnya. Sebab,
ghaib `ala al-syahid. Oleh karena itu, takwil atau syathah tidak lain adalah
qiyas irfani atau I`tibâr tidak pemaknaan atau pemahaman atas
memerlukan persyaratan illat atau realitas yang ditangkap saat kasyf, dan
pertalian antara lafat dan makna itu pasti berbeda diantara masing-
(qarînah lafdziyah `an ma`nawiyah) masing orang, sesuai dengan kualitas
sebagaimana yang ada dalam qiyas jiwa dan pengalaman sosial budaya
bayani, tetapi hanya berpedoman pada yang menyertainya. 46 Al-Jabiri
isyarat (petunjuk batin). melihat bahwa sistem Epistimologi ini
Pengetahuan kasyf sangat produktif dalam bidang sastra
diungkapkan lewat apa yang disebut dan seni, tapi sebagai seorang
dengan syathahât. Namun, berbeda rasionalis, ia mengistilahkan sistem
dengan qiyas irfani yang dijelaskan irfani sebagai “nalar independen” (al-
secara sadar dan dikaitkan dengan aql al-mustaqil).47 Adapun validitas
teks, syathahât ini sama sekali tidak kebenaran epistemology irfani ini
mengikuti aturan-aturan tersebut. adalah hanya dapat dirasakan dan
Syathahât lebih merupakan ungkapan dihayati secara langsung. 48
lisan tentang perasaan (al-wijdân) b. Nubuwah dan Walayah
karena limpahan pengetahuan Sejalan dengan konsep zahir
langsung dari sumbernya dan dan batin, muncul konsep nubuwah
dibarengi dengan pengakuan, seperti dan walayah. Nubuwah adalah
ungkapan ‘Maha Besar Aku’ dari Abu padanan dari konsep zahir sedang
Yazid Bustami (w. 877 M), atau ‘Ana walayah pasangan dari batin.
al-Haqq’ (Aku adalah Tuhan) dari al- Keduanya berkaitan dengan otoritas
Hallaj (w. 913 M).45 religius yang diberikan Tuhan atas diri
Ungkapan-ungkapan seperti seseorang. Bedanya, kenabian ditandai
itu, keluar saat seseorang mengalami dengan wahyu dan mukjizat serta
suatu pengalaman intuitif yang sangat diperoleh dengan tanpa usaha, sedang
mendalam, sehingga sering tidak kewalian ditandai dengan karamah
sesuai dengan kaidah teologis maupun serta irfani, dan diperoleh lewat usaha
epistemologis tertentu; sehingga, (iktisâb).
karena itu pula, ia sering dihujat dan Menurut Ibn Arabi kedua
dinilai menyimpang dari ajaran Islam konsep tersebut ia sebut dengan
yang baku. Meski demikian, secara konsep ‘kenabian umum’ dan
umum, syathahât sebenarnya diterima ‘kenabian khusus’. Kenabian umum
dikalangan sufisme, meskipun adalah kewalian yang berhubungan
dikalangan sufisme sunni yang dengan ilham, makrifat atau irfan,
membatasi diri pada aturan syareat, sedang kenabian khusus adalah nabi
dengan syarat bahwa syathahât yang dibekali syariat dan ketentuan
tersebut harus di takwilkan, yakni hukum-hukum formal. 49 Kedua posisi
ungkapannya harus terlebih dahulu tersebut mempunyai derajat yang
dikembalikan pada makna zahir teks. berbeda. Kenabian lebih tinggi
Artinya, syathahat tidak boleh dibanding kewalian, dimana puncak
diungkapkan secara ‘liar’ dan kewalian adalah awal dari kenabian.
berseberangan dengan ketentuan Pengalaman mukâsyafat (kasyf) yang
syariat yang ada. bisa dialami pada permulaan kenabian
Adapun hakekat takwil dan adalah puncak perjalanan spiritual
syathah tidak terletak pada makna kewalian.

10
Syi’ar Vol. 18 No. 1 Januari-Juni 2018
Terlepas dari mana irfani sesuai dengan logika rasional.
berasal, menurut al-Jabiri metode Perbandingan ketiga epistemologi ini,
inilah yang menyebabkan umat Islam seperti dijelaskan al-Jabiri, bayani
“tertinggal” atau tidak bisa menjawab menghasilkan pengetahuan lewat
persoalan yang ada di lingkungan analogis non fisik atau furu’ kepada
masyarakat islam khususnya dan yang asal, irfani menghasilkan
masyarakat manusia lainnya. pengetahuan lewat proses penyatuan
Sehingga al-Jabiri mengusulakan ruhani kepada Tuhan dengan
hendaknya umat Islam (baca:Muslim) penyatuan universal, burhani
tdak larut pada metode ini, atau kalau menghasilkan pengetahuan melalui
boleh dengan kondisi masyarakat prinsip-prinsip logika atas
modern (al-hadatsah) sekarang ini, pengetahuan sebelumnya yang telah
metode ini dipinggirkan dalam diyakini kebenarannya.
mencapai kebenaran, sehingga Islam Dengan demikian, sumber
memang menjadi rahmatan lil pengetahuan burhani adalah rasio,
`alamiin dan mampu menjawab semua bukan teks atau intitusi. Rasio inilah
persoalan yang ada yang dengan dalil-dalil logika,
50
dilingkungannya. memberikan penilaian dan keputusan
E. Epistemologi Burhani terhadap informasi-informasi yang
Dalam Khasanah kosa kata masuk lewat panca indera, yang
Arab, Menurut Ibn Mansyur kata al- dikenal dengan istilah tasawwur dan
Burhan secara epistimologis berarti tasdiq. Tasawwur adalah proses
argumen yang jelas dan tegas.51 pembentukan konsep berdasarkan
Selanjutnya, kata ini disadur dalam data-data dari indera, sedang tasdiq
terminology ilmu mantiq untuk adalah proses pembuktian terhadap
menunjukkan arti proses penalaran kebenaran konsep tersebut.53
yang menetapkan benar tidaknya Selanjutnya, untuk
antarproposisi melalui cara deduksi, mendapatkan sebuah pengetahuan,
yaitu melalui cara pengaitan epistemologi burhani menggunakan
antarproposisi yang kebenarannya silogisme. Dalam bahasa Arab,
bersifat postulatif (kesimpulan yang silogisme diterjemahkan dengan qiyas
pasti). Bagi al-Jabiri Metode burhani atau al-Qiyas al-Jami’ yang mengacu
bertumpuh sepenuhnya pada kepada makna asal. Secara istilah,
seperangkat kemampuan intelektual silogisme adalah suatu bentuk
manusia, baik melalui panca indera, argumen dimana dua proposisi yang
pengalaman, maupun daya rasional, disebut premis, dirujukan bersama
dalam upaya memperoleh sedemikian rupa. Sehingga sebuah
pengetahuan tentang semesta, bahkan keputusan pasti menyertai. Namun
juga sampai menghasilkan kebenaran karena pengetahuan burhani tidak
yang bersifat pospulatif. 52 murni bersumber kepada rasio objek-
Epistemologi Burhani, objek eksternal, maka ia harus melalui
berbeda dengan epistemologi bayani tahapan-tahapan sebelum dilakukan
dan irfani, yang masih berkaitan silogisme 54 yaitu:
dengan teks suci, burhani sama sekali Pertama, tahap pengertian
tidak mendasarkan diri pada teks, juga (ma`qulat). Tahap ini adalah tahap
tidak pada pengalaman. Burhani proses abstraksi atas objek-objek
menyadarkan diri kepada kekuatan eksternal yang masuk ke dalam
rasio, akal, yang dilakukan lewat dalil- pikiran, dengan merujuk pada sepuluh
dalil logika. Bahkan dalil-dalil agama kategori yang diberikan Aristoteles.
hanya bisa diterima sepanjang ia Kedua, tahap pernyataan (ibarat).

11
Wira Hadikusuma
Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi Studi Agama Untuk Resolusi Konflik
dan Peacebuilding
,
Adalah tahap proses pembentukan analisis dan menguji terus menerus
kalimat atau proposisi atas pengertian- (heuristik) kesimpulan-kesimpulan
pengertian yang ada. Propossisi ini sementara dan teori yang dirumuskan
harus memuat subjek (maudu`) dan lewat premis-premis logika keilmuan.
predikat (mahmul) serta adanya relasi F. Analisis: Pemikiaran Jabiri terhada
keduanya. Untuk memperolah p ketiga epistemologi dan Relevansi
pengertian yang tidak diragukan , nya Bagi Studi Agama untuk
sebuah proposisi harus Resolusi Konflik dan Peacebulding
mempertimbangkan al-lafz al- Trilogi epitemologi yang
khamsah (lima kriteria), yakni spesies ditawarkan al-Jabiri, sebagaimana
(nau`), genus (jins), diferensia (al- telah dijelaskan di atas, telah
fashl), dan aksidentia (arad). mendapat respon di kalangan pemikir
Ketiga, tahap penalaran Muslim lainnya. Hal ini dapat terlihat
(tahlilat). Pada tahap ini proses respon beberapa pemikir Muslim
pengambilan keputusan berdasakan khususnya di Indonesia terhadap
hubungan di antara premis-premis pemikiran al-Jabiri, baik yang bersifat
yang ada, disinilah terjadi silogisme. positif dan juga terdapat yang bersifat
Menurut Al-Jabiri, dalam penarikan negatif. Walaupun demikian, pada
kesimpulan dengan silogisme harus dasarnya ketiga metode tersebut telah
memenuhi beberapa syarat: (1) ada dan sudah dilaksanakan serta
mengetahuai latar belakang dari dikembangkan oleh para ulama
penyusunan premis; (2) adanya terdahulu. Dengan kata lain, upaya al-
konsistensi logis antara alasan dan Jabiri tersebut merupakan usaha
kesimpulan; (3) kesimpulan yang mensistematisasi berbagai metodologi
diambil harus bersifat pasti dan pemikiran ilmu keislaman yang sudah
benar. 55 ada. Dengan kata lain, ketiga
Karena epistemologi burhani epistemologi, bayani, irfani dan
bersumber pada realitas atau al-waqi` burhani adalah metode yang
baik realitas alam, sosial humanitas digunakan dalam mencapai
maupun keagamaan, sehingga ilmu- pengetahuan (kebenaran) melalui cara
ilmu yang muncul dari tradisi ini dan metodenya sendiri-sendiri.
disebut sebagai al-Ilm al-Husuli, yaitu Walaupun demikian, al-Jabiri
ilmu yang dikonsep, disusun, dan menjelaskan bahwa dari ketiga
disistematiskan oleh lewat premis- epistemologi tersebut ternyata
premis logika atau mantiq.56 Premis- epistimologi irfani-lah yang
premis logika tersebut disusun lewat menyebabkan perkembangan
kerjasama antar proses abstraksi dan keilmuan Islam terhambat atau
pengamatan inderawi yang sahih atau menjadi stagnan, karena metode ini
dengan menggunakan alat-alat yang merasa semua perkembangan dan
dapat membantu dan menambah proses pencapaian pengetahuan
kekuatan indera seperti alat-alat berdasarkan pemberian Tuhan secara
laboratorium, dan lain sebagainya. langsung atau melalui illuminatif
Peran akal pikiran sangat menentukan, (cahaya), yang kemudian akan
karena fungsi akal selalu diarahakan berimplikasi atau paling tidak akan
untuk mencari sebab-akibat (idrak al- melahirkan berbagai konflik-konflik
sabab wa al-musabab).57 Fungsi dan baru. Hal ini terjadi karena proses
peran akal pada epistimologi ini tidak memperoleh pengetahuan irfani
untuk mengukuhkan kebenaran teks sangat tidak rasional, sehingga
seperti dalam nalar bayani, tetapi mengekang fungsi akal. Hal ini
lebih ditekankan untuk melakukan penting untuk diperhatikan oleh umat

12
Syi’ar Vol. 18 No. 1 Januari-Juni 2018
Muslim yang terlalu larut dalam harus dipahami secara ketat, karena
epistemologi irfani atau penggunaan teks, intuisi, atau rasio
romantismenya bersama “Tuhan”, hanya merupakan tendensi kuat, atau
sehingga Islam sebagai rahmatan lil proporsi terbanyak yang diberikan
`alamin hanya berupa slogan saja, dalam pengertian bahwa tidak ada satu
tidak dapat memberi kontribusi sekte atau aliran pun yang menafikan
terhadap masalah masyarakat yang otoritas teks keagamaan.
sangat kompleks. Semetara itu, posisi Sesungguhnya tidak ada satu
epistemologi Burhani ditempat pada sekte atau aliran pun, sadar atau tidak,
posisi paling utama atau paling tinggi yang tidak sama sekali menggunakan
setelah itu diikuti oleh epistemologi rasio dalam memahami nash, meski
bayani, karena menurut al-Jabiri dalam porsi yang berbeda-beda. Ini
metode burhani (baca: akal) akan ditunjukkan dengan adanya polarisasi
menguatkan metode bayani (baca: dalam Islam antara ahl al-hadist dan
teks). ahl ar-ra’yi. Oleh karena itu, dalam
Walaupun demikian, secara konteks diskusi tentang akal dan
mendasar penjelasan di atas, tampak wahyu, suatu isu terpenting dalam
bahwa tidak ada yang lebih unggul filsafat Islam, perkembangan tiga
atau lebih utama antara satu sama epistemologi ini, bisa menjelaskan
lainnya, dan masing-masing metode bagaimana masing-masing aliran
yang digunakan dari prosesnya memberikan porsi akal dalam
sehingga menghasilkan pengetahuan memahami wahyu. Umat Islam dapat
(kebenaran) adalah benar dalam dengan mudah melakukan
perspektif mereka masing-masing. pembaharuan pemikiran, dan
Maka, dalam upaya resolusi konflik melakukan pembaharuan itu sendiri
terhadap perbedaan pandangan yang berpedoman pada tiga epistemologi
ada, seharusnya disikapi secara arif, tersebut.
karena ternyata tidak ada kebenaran Tradisi kritik epistemologi
yang bersifat final dan mutlak akan membuka ruang “kritisisme”
dimiliki manusia. terhadap pengetahuan yang sudah
Pijakan epistemologi sebagai matang, termasuk pula pemahaman
metode berpikir akan menentukan mengenai agama. Kritik atas kritik
rincian produk berpikir seorang tokoh kebenaran harus terus berlangsung
atau suatu aliran. Pengetahuan tentang karena memang tidak ada kebenaran
ini akan bisa menjelaskan secara lebih yang absolute, termasuk kebenaran
memadai akar perbedaan, ketegangan mengenai pengetahuan dan agama.
dan konflik yang sering terjadi, Pemetaan ini juga bisa menjelaskan
semisal antara mutakallim dengan sufi sekaligus proses terbentuknya
atau mutakallim dengan filsuf Islam, disiplin-disiplin ilmu Islam dengan
yeng sering berakhir dengan metode dan cara kerjanya masing-
pengkafiran. Ketegangan tersebut bisa masing. Dengan landasan
dijelaskan secara epistemologis epistemologi ini, maka nash al-
sebagai ketegangan pola pikir bayani Qur’an menjadi salah satu sumber
dengan ‘irfani dan burhani, atau ilmu pengetahuan. Dengan demikian
ketegangan pola pikir dalam agama pada dasarnya tidak ada pemisahan
yang lebih banyak mengikatkan diri antara ilmu pengetahuan dengan
pada teks (nash) dengan pola pikir agama.
yang lebih banyak mengapresiasi Al-Jabiri mengusulkan
intuisi para sufi dan rasio para filsuf. bahawa epistemology irfani
Tentu saja, pola pikir tesebut tidak ditinggalkan atau paling tidak

13
Wira Hadikusuma
Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi Studi Agama Untuk Resolusi Konflik
dan Peacebuilding
,
dikurangi porsinya, karena irfani dan termasuk arbiter (baca: ADR)
sebagai penyebab kemunduran terhadap turats (tradisi). Karena
keilmuan Islam, maka masyarakat masing-masing orang menurut al-
Muslim hendakanya kembali Jabiri bangga dan sangat “fanatik”
memfungsikan epistemologi burhani dalam mempertahankan tradisinya,
secara optimal untuk memperkuat dan hal ini adalah wajar terjadi.59
epistemologi bayani, sehingga dengan Sebagai negosiator, mediator atau
demikian diharapkan kebangkitan Arbiter atau siapapun yang bercita-
Islam akan dicapai secara maksimal cita atau pendamba perdamaian harus
dan akan dapat menjawab persoalan - dalam bahasa Alim Roswantoro
yang ada adalah wajib untuk memahami turats
Adapun hubungan ketiga orang lain atau kelompok-kelompok
epistemologi tersebut (baca: bayani yang sedang bertikai (baca:
,irfani dan burhani) sangat bergantung berkonflik), karena tanpa pemahaman
pada bagaimana seseorang melihat terhadap turats dengan baik,
atau memposisikannya, apakah dalam peacebuilding yang didambakan
bentuk paralel, linier atau sirkular.58 hanya akan berupa slogan saja.
Dalam bentuk paralel, masing-masing Sebagai contoh sederhana
corak epistemologi akan berjalan yang pernah dialami oleh al-Jabiri
sendiri-sendiri tanpa adanya sentuhan yang berkaitan dengan keharusan
satu sama lain, pandangan perlu seseorang memahami turats kelompok
dihindari klaim kebenaran yang lain, bahasa misalnya. Menurut al-
merasa paling benar dan menyalahkan Jabiri Semua bahasa adalah sakral
corak yang lainnya. bagi pemiliknya, tidak ada suatu
Sedangkan dalam bentuk bangsa memandang kurang pada
linier, pada ujung-ujungnya akan bahasanya. 60 Kendati tidak
mengalami kebuntuan keilmuan. Pola menganggap sempurna tetapi nyaris
hubungan linier telah berasumsi sempurna. Sepanjang perjalanan Al-
bahwa salah satu dari ketiga corak Jabiri ke Jepang ia melihat orang
epistimologi tersebuat akan menjadi Jepang sangat berpegang pada bahasa
primadona. Pada bentuk ini juga mereka, hal ini terlihat ketika
renrtan memunculkan klaim symposium internasional di Jepang
kebenaran (truth claim) yang yang mayoritas orang menggunakan
menganggap satu-satunya bahasa Inggris sebagai bahasa resmi,
epistimologi yang paling ideal dan orang Jepang semuanya berpartisipasi
final. Bentuk Sirkular adalah model dengan bahasa Jepang dan dalam
memanfaatkan gerak putar antar menuliskan daftar hadir pun mereka
ketiga epistimologi itu. Dengan menggunakan bahasa Jepang. Mereka
begitu, ketidaktepatan, kekakuan, melakuakn hal itu dengan tanpa
kekeliruan, anomali-anomali dari merasakan kekurangan dan tanpa
masing epistemologi pemikiran Islam merasakan pengurangan hak para
dapat dikurangi dan diperbaiki, setelah tamu yang tidak mengetahui bahasa
mendapat masukan atau kritikan dari Jepang.
luar dirinya. Karena pada bentuk ini, Contoh lain juga pernah
tidak menuntut adanya finalitas. dialami al-Jabiri ketika ia berada di
Hal lain juga penting dalam Spanyol, dan al-Jabiri mendapatkan
rangka menciptakan peacebuilding saluran telpon dengan memulai
dan resolusi konflik adalah percakapan dengan bahasa Prancis,
pemahaman seseorang baik sebagai lalu dijawab oleh lawan bicara al-
negosiator, mediator (atau fasilitator), Jabiri dengan kalimat: “Anda

14
Syi’ar Vol. 18 No. 1 Januari-Juni 2018
sekarang berada di Spanyol dan Anda Skema perbandingan antara
harus berbicara dengan bahsa tradisi epitimologi bayani, irfani dan
Spanyol” lalu sambungannya putus.61 burhani62
Jadi, semua bahasa adalah sakral dan
penting bagi pemiliknya. Dalam Islam
pun juga demikian, betapa orang Arab
juga merasa bahasa mereka dalah
Epistemologi Bayani
1 Origin Nas/teks/wahyu
sakral.
(sumber) (otoritas teks), al-
Dari beberapa ilustrasi
ijma` (otoritas
sederhana di atas, adalah penting
salaf)
setiap pelaku, pecinta kedamaian atau
2 Metode Ijtihadiyyah dan
resolusi konflik untuk memahami
(proses atau Qiyas
turats orang lain atau kelompok lain,
prosedur)
dan juga harus proporsional dalam
3 Approach Lughawiyyah
menerapkan turats-nya kepada pihak
(epistimologi (Bahasa)
lain, sehingga tidak terkungkung pada
)
lingkaran truth claim dan akan
berimplikasi pada konflik baru.
4 Theoretical  al-Asl al-far`
G. Penutup
Famework  Istinbatiyya
(Kerangka h (pola piker
Bayani adalah sebuah model
teori) deduktif
metodologi berpikir berdasarkan teks.
Metode ini menurut Al-Jabiri lahir yang
sejak sebelum Islam datang. Teks berpangkal
sucilah yang mempunyai otoritas pada teks)
penuh untuk memberikan arah dan arti  qiyas illat
kebenaran, sedangkan rasio hanya (fiqh)
berfungsi sebagai pengawal bagi ter-  qiyas
amankannya otoritas teks tersebut. dalalah
Irfani adalah model metodologi (kalam)
berpikir yang didasarkan atas  al-Lafz al-
pendekatan dan pengalaman langsung ma`na
(direct experience) atas realitas  `am, khas,
spiritual keagamaan. haqiqat,
Burhani adalah model majaz, dll.
metodologi berpikir yang tidak 5 Fungsi dan  Akal sebagai
didasarkan atas teks maupun Peran akal pengekang
pengalaman, melainkan atas dasar /pengatur hawa
keruntutan logika. Pada tahap tertentu, nafsu
keberadaan teks suci dan pengalaman  justfikasi
spiritual bahkan hanya dapat diterima (pengukuhan
jika sesuai dengan aturan logis. Bagi kebenaran/otorit
al-Jabiri epistemologi burhani harus as teks)
menjadi epistemologi yang layak  al-aql al-Dini
diterapkan dalam masyarakat Arab, 6 Types of  Dialek
Maroko khususnya. Hal ini adalah Argument (jadaliyah),
wajar untuk mengurangi kebiasaan defensif,
romantisisme orang-orang Arab- polemic dan
Maroko mencari pengetahuan melalui dogmatic
illuminatif.  Pengaruh pola
logika Stoia

15
Wira Hadikusuma
Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi Studi Agama Untuk Resolusi Konflik
dan Peacebuilding
,
(bukan logika Validitas reciprocity
Aristotle) Keilmuan  empati
7 Tolak ukur Keserupaan atau  simpati
validitas kedekatan antara  Understanding
Keilmuan teks (nash) dan others.
realitas. 8 Perinsip-  al-ma`rifah
8 Perinsip-  al-infisal Perinsip  al-aittihad/al-
Perinsip (discontinue) = Dasar fana
Dasar atomistic  al-hulul
 Tajwiz 9 Kelompok  al-mutawwifah
(keserbabolehan Ilmu-Ilmu  ashab al-
) = tidak ada Pendukung irfan/ma`ri
hokum fah
kausalitas  `arifun.
 Muqarrabah: 10 Hubungan  Intersubjektif
qiyas Subjek dan  wihdatu al-
9 Kelompok  Fiqih Objek wujud; ittihad
Ilmu-Ilmu  Kalam al-`arif wa
Pendukung  Nahwu; ma`rifah (lintas
Balaghah ruang dan
1 Hubungan Subjektif waktu)
0 Subjek dan
Objek Epistemologi Burhani
1 Origin Realitas/ al-waqi`
Epistemologi Irfani (sumber) (alam,sosial,
1 Origin Experience: (al- humanitas) dan
(sumber) ra`yu al- al-ilm al-husuli
mubasyarah, al- 2 Metode Abstraksi (al-
ilm al-huduri) (proses atau maujudah al-
2 Metode Zauqiyyah (al- prosedur) bari`ah min al-
(proses atau tajribah al- madah) dan al-
prosedur) batiniyyah) dan muhakkamah al-
Riyadah; al- aqliyah
mujahadah, al- 3 Approach Filosofis-
kasyfiyyah; (epistimologi) Scientifik
penghayatan 4 Theoretical  al-tasawwurat
batain/tasawuf Famework - al-tasdiq; al-
3 Approach Psiko Gnosis; (Kerangka had – al-
(epistimologi) intuitif, zauq (al- teori) burhan
qalb)  premis-premis
4 Theoretical  Zahir-Batin logika
Famework  Nubuwah- (mantiq).
(Kerangka wilayah Silogisme (2
teori) premis +
5 Fungsi dan  Partispatif; bila konklusi)
Peran akal wasitah; bila A=B
hijab B+C
6 Types of  spirituality .A = C
Argument (Esoterik)  Kulli – Juz`I;
7 Tolak ukur  universal Jauhar - `Arad

16
Syi’ar Vol. 18 No. 1 Januari-Juni 2018

5 Fungsi dan  Heuristik –


analitik – kritis
2
Peran akal Muhammad Abed Al-Jabiri, Problem
Peradaban: Penelusuran Jejak Kebudayaan Arab,
 Idraku al- Islam dan Timur ,terj. Sunarwoto Dema dan
sabab wa al- Mosiri, (Yogyakarta: Belukar, Cet. I, 2004), hlm.
musabbab 91.
 al-aql al-kauni 3
Muhammad Abed Al-Jabiri, al-Turas wa
al-Hadatsa Diratsah wa al-Munnaqasah (Beirut:
6 Types of  Demonstratif
Markaz Tsaqafah al-Arabi, 1991), hlm. 8. Dalam
Argument (ekploratif, Edisi bahasa Indonesia, lihat Jabiri, Post-
verifikataif, Tradisionalisme Islam, terj. Ahmad Baso
dan (Yogyakarta: LKiS, 2000), hlm.16.
4
eksplanatif), Ahmad Baso (Pengantar Penerjemah),
dalam Muhammad Abed Al-Jabiri, Post-
pengaruh pola
Tradisionalisme Islam, (Yogyakarta: LKiS, cet. I,
piker logika 2000), hlm.xxi
Aristotle dan 5
Muhammad Abed Al-Jabiri, Problem
logika Peradaban: Penelusuran Jejak Kebudayaan Arab,
keilmuan Islam dan Timur ,terj. Sunarwoto Dema dan
Mosiri, (Yogyakarta: Belukar, Cet. I, 2004), hlm.
apada
261.
umumnya. 6
Istiqlal adalah suatu partai yang
7 Tolak ukur  Korespodensi memimpin perjuangan dan persatuan Maroko,
Validitas (hubungan ketika dijajah oleh Prancis dan spanyol.
7
Keilmuan antara akal dan Muhammad `Abed Al-Jabiri, Kritik
Kontemporer Atas Filsafat Arab-Islam, terj. M.
alam) Nur Ichwan, (Yogyakarta: Islamika, 2003), hlm.
 Koherensi xix.
(konsistensi 8
Al-Jabiri, al-Turats wa al-Hadatsah,
Logic) hlm.307. Penjelasan ini juga dijelaskan oleh
Ahmad Baso (Pengantar Penerjemah) dalam Post-
 Pragmatik Tradisionalisme Islam, hlm.xvii.
8 Perinsip-  Idraku al- 9
Ibid., hlm. 307-308.
Perinsip Dasar sabab; 10
Ahmad Baso (Pengantar Penerjemah)
perinsip dalam Post-Tradisionalisme Islam, hlm.19-21.
kausalitas
11
Ahmad Khudori Soleh, “M. `Abed Al-
Jabiri: Model Epistimologi Islam” dalam
 al-hatmiyyah; Pemikiran Islam Kontemporer, (Jogjakarta:
kepastian Jendela, 2003), hlm. 232.
12
Muhammad `Abed Al-Jabiri, Kritik
9 Kelompok  Falasifah Kontemporer Atas Filsafat Arab, hlm. xxvii.
13
Ilmu-Ilmu  Ilmuan (alam, Mahmud Arif, Pendidikan Islam
Transformatif, (Yogayakarta: LKiS Pelangi
Pendukung sosial,
Aksara, cet. I, 2008), hlm. 38.
humanitas) 14
Ibid.
10 Hubungan Objektif dan 15
Muhammad `Abed Al-Jabiri, Bunyah
Subjek dan objektif al`Aql al-Arabi (Beirut, al-Markaz al-Tsaqafi al-
Objek rasionalisme Arabi, 1991), hlm. 38.
16
Nash dalam ushul fiqih seperti yang
(terpisah antara dijelaskan oleh Abdul Wahab Khalaf bahwa nash
subjek dan objek) berarti al-Quran dan al-Hadits. Lihat Abd. Wahab
Khalaf, Ilm Ushul Fiqh, terj. Madar Helmi,
endnote (Bandung: Gema Risalah Press, 1996), hlm. 22.
17
Soleh, “M. `Abed Al-Jabiri: Model
1
Zulkarnain, “Pemikiran Islam Kontempe Epistimologi Islam”, hlm. 233.
18
rer: Muhammad Abed Al Jabiri”, lihat http//apisum Nuruddin, Ulum Al-Hadits I, terj.
a.com/2008/07/pemikiran-Islam-kemporer- Endang Sutari dan Mujiyo, (Bandung: Remaja
muhammad-abid-al-jabiri-tentang-turats-dan- Rosda Krya, cet.II, 1995). hlm. 64-67.
19
hubungan-arab-dan-barat//og. Diakses pada Al-Jabiri, Bunyah al`Aql al-Arabi,
tanggal 21 Mei 2014. hlm.56.

17
20
Ibid, hlm.42. nisbah, (4) adanya kesesuaian antara kata dan
21
Soleh, “M. `Abed Al-Jabiri: Model makna, (5) adanya kekuatan kalimat untuk
Epistimologi Islam”, hlm. 236. memaksa lawan mengakui kebenaran yang
22
Al-Jabiri, Bunyah al`Aql al-Arabi, disampaikan dan mengakui kelemahan serta
hlm.530. kesalahan konsepnya sendiri.
23 29
Abdul Wahab Khalaf bahwa nash berarti Amin Abdullah, Islamic Studies Di
al-Quran dan al-Hadits. Lihat Abd. Wahab Khalaf, Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-
Ilm Ushul Fiqh, terj. Madar Helmi, (Bandung: Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I,
Gema Risalah Press, 1996), hlm. 60. 2006), hlm. 203-204.
30
Al-Jabiri, Bunyah, hlm. 251.
24
Al-Jabiri, Bunyah, hlm. 146. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan
25
Ibid, hlm. 147-149. yang mulia yang terhujam kelubuk hati melalui
26
Soleh, “M. `Abed Al-Jabiri: Model cara kasyf (penyingkapan mata batin) atau ilham.
Epistimologi Islam”, hlm. 237. 31
Nirwan Syafrin, “Pemikiran M. Abed
27
ibid, hlm. 238. Al-Jabiri”, lihat http://istaviz.co.cc/?p=32. Diakses
28
Burhan (Pengantar Penerjemah), dalam pada tanggal 6 Juni 2009.
Muhammad Abed Al-Jabiri, Kritik Pemikiran 32
Amin Abdullah, Islamic Studies, hlm.
Islam: Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta: 212.
Fajar Pustaka, 2003), hlm. xix. Pada masa Syafii 33
Nicholson, Fî al-Tashawuf al-Islami wa
(767-820 M) yang dianggap sebagai peletak dasar al-Tarikhuh, disunting oleh Afifi, (Kairo, Lajnah
yurisprudensi Islam, bayani berarti nama yang al-Taklif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1974), iii.
mencakup makna-makna yang mengandung 34
Nicholson, Mistik dalam Islam, terj.
persoalan ushûl (pokok) dan yang berkembang Tim Bumi Aksara, (Jakarta, Bumi Aksara, 1998),
hingga ke cabang (furû`). Sedangkan dari segi 8-9.
metodologi, Syafi`i membagi bayan ini dalam lima
bagian dan tingkatan . Pertama, bayan yang tidak 35
Nicholson, Fî al-Tashawuf al-Islami,
butuh penjelasan lanjut, berkenaan dengan sesuatu hlm. viii
yang telah dijelaskan Tuhan dalam al-Qur`an 36
Al-Jabiri, Bunyah al-Aql al-Arabi, hlm.
sebagai ketentuan bagi makhluk-Nya. Kedua, 372-373.
bayan yang beberapa bagiannya masih global 37
Nicholson, Mistik dalam Islam, terj.
sehingga butuh penjelasan sunnah, Ketiga, bayan Tim Bumi Aksara, (Jakarta, Bumi Aksara, 1998),
yang keseluruhannya masih global sehingga butuh 8-9.
penjelasan sunnah. Keempat, bayan sunnah,
sebagai uraian atas sesuatu yang tidak terdapat 38
dalam al-Qur`an. Kelima, bayan ijtihad, yang Nicholson, Fî al-Tashawuf al-Islami,
dilakukan dengan qiyas atas sesuatu yang tidak hlm. xvi.
39
terdapat dalam al-Qur`an maupun sunnah. Dari Mahmud Arif, Pendidikan Islam
lima derajat bayan tersebut al-Syafii kemudian Transformatif, hlm. 61.
menyatakan bahwa yang pokok (ushûl) ada tiga,
40
Soleh, , “M. `Abed Al-Jabiri: Model
yakni al-Qur`an, sunnah dan qiyas, kemudian Epistimologi Islam”, hlm. 241.
41
ditambah ijma. Ibid, hlm. 243.
42
Sedangkan Al-Jahizh (w. 868 M) yang Ibid.
datang berikutnya mengkritik konsep bayan Syafii
43
Nirwan Syafrin, “Pemikiran M. Abed
diatas. Menurutnya, apa yang dilakukan Syafii baru Al-Jabiri”, lihat http://istaviz.co.cc/?p=32. Diakses
pada tahap bagaimana memahami teks, belum pada pada tanggal 6 Juni 2009.
tahap bagaimana memberikan pemahaman pada
44
Soleh, “M. `Abed Al-Jabiri: Model
pendengar atas pemahaman yang diperoleh. Epistimologi Islam”, hlm. 241
45
Padahal, menurutnya, inilah yang terpenting dari Ibid, hlm. 248.
46
proses bayani. Karena itu, sesuai dengan Al-Jabiri, Bunyah, hlm.281.
47
asumsinya bahwa bayan adalah syarat-syarat untuk Burhan (Pengantar Penerjemah), dalam
memproduksi wacana (syurût intâj al-khithâb) dan Muhammad Abed Al-Jabiri, Kritik Pemikiran
bukan sekedar aturan-aturan penafsiran wacana Islam: Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta:
(qawânin tafsîr al-khithâbi), Jahizh menetapkan Fajar Pustaka, 2003), hlm. xxii.
syarat bagi bayani .(1) syarat kefasihan ucapan,
48
Amin Abdullah, “Al-Ta`wil Al-`Ilmi:
(2)seleksi huruf dan lafat, sehingga apa yang Kearah Perubahan Paradigma Penafsiran Kitab
disampaikan bisa menjadi tepat guna, (3) adanya Suci”, dalam Al-Jami`ah, Vol. 39., No. 2, 2001,
keterbukaan makna, yakni bahwa makna harus bisa hlm. 372.
diungkap dengan salah satu dari lima bentuk
penjelas, yakni lafat, isyarat, tulisan, keyakinan dan

18
49
Ahmad Subqi, “Paradigma filsafat Isla
m”, lihat http://www.alumnimanawipari.com/news/
2008-11-01-37. Diakses pada tanggal 21 Mei 2009
50
Dikutif dari penjelasan Alim
Roswantoro pada perkuliahan mahasiswa PPS UIN
Sunan Kalijaga Konsentrasi Studi Agama dan
Resolusi Konflik (SARK), mata kuliah Filsafat
Ilmu dan topik-topik epistemologis, pada hari
Senin, tanggal 8 Juni 2009.
51
Dikutif Mahmud Arif, Pendidikan
Islam Transformatif, hlm. 66.
52
Ibid, hlm. 67.
53
Nirwan Syafrin, “Pemikiran Muhamm
ad Abed Al-Jabiri”, lihat http://istaviz.co.cc/?p=
32. Diakses pada tanggal 6 Juni 2009.
54
Soleh, “M. `Abed Al-Jabiri: Model
Epistimologi Islam”, hlm. 251
55
Ibid. hlm. 251.
56
Lihat Amin Abdullah, Islamic Studies
DiPerguruan Tinggi Pendekatan Integratif-
Interkonektif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2006),
hlm. 213.
57
Ibid.
58
Lihat Amin Abdullah, Islamic Studies
DiPerguruan Tinggi Pendekatan Integratif-
Interkonektif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2006),
hlm. 219-225.
59
Muhammad `Abed Al-Jabiri, Kritik
Kontemporer Atas Filsafat Arab-Islam, terj. M.
Nur Ichwan, (Yogyakarta: Islamika, 2003), hlm.
xix.
60
Muhammad `Abed Al-Jabiri, Kritik
Kontemporer Atas Filsafat Arab-Islam, terj. M.
Nur Ichwan, (Yogyakarta: Islamika, 2003), hlm.
287.
61
Ibid.
62
Lihat Amin Abdullah, Islamic Studies
Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-
Interkonektif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2006),
hlm. 215-218.

19

Anda mungkin juga menyukai