Beranda
About
Guestbook
Link Exchange
1. Pendahuluan
Filsafat itu membingungkan. Namun dari filsafat itulah kita dapat mengetahui esensi suatu hal.
Hingga kini, filsafat masih saja menjadi kajian wajib di berbagai ajang pendidikan. Dalam islam
juga ada filsafat Islam, filsafat yang mengupas tentang keberadaan Islam itu sendiri. Dan salah
satu pengembangnya adalah Ibnu Sina, seorang dokter, ulama’, psikolog, seniman, bahkan
politisi.
Namun menariknya Ibnu Sina juga seorang filosof muslim yang berani melawan kekangan
filsafat Yunani, bahkan buah pemikirannya ini pun juga dikonsumsi oleh para pelajar barat. Lalu
seperti apakah filsafatnya Ibnu Sina itu? Berikut kami mencoba menyajikan makalah yang
‘sedikit’ membahas mengenai filsafat Ibnu Sina. Selamat membaca.
1. Rumusan Masalah
2. Siapakah Ibnu Sina?
3. Bagaimana pemikiran filsafat Ibnu Sina?
4. Bagaimana filsafat ketuhanan Ibnu Sina?
1. Pembahasan
2. Biografi Ibnu Sina
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980
M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Ayahnya berasal dari Kota Balakh kemudian pindah
ke Bukhara pada masa Raja Nuh ibnu Manshur dan diangkat oleh raja sebagai penguasa di
Kharmaitsan, satu wilayah dari kota Bukhara. Di kota ini ayahnya menikah Sattarah dan
dikaruniai tiga orang anak; Ali, Husein (Ibnu Sina), dan Muhammad.
Ia mempunyai ingatan dan kecerdasan yang luar biasa sehingga dalam usia 10 tahun telah
mampu menghafal al-Qur’an, sebagian sastra Arab, dan ia juga hafal kitab metafisika karangan
aristoteles, setelah membacanya 40 kali. Ia juga mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin
Yahya, seorang Masehi. Dalam usianya yang belum melebihi enam belas tahun, kemahirannya
dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk
berguru kepadanya. Tidak hanya teori – teori kedokteran yang ia pelajari, tetapi juga melakukan
praktek dan mengobati orang – orang sakit. ketika berumur 17 tahun ia pernah mengobati
pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat
sambutan baik sekali dikalangan masyarakat.[1]
Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum
dan sesudahnya, dan dia pun dikenal sebagai penyair, sehingga Ilmu – ilmu pengetahuan seperti
ilmu jiwa, kedokteran dan kimia, ada yang ditulisnya dalam bentuk syair. Begitu pula didapati
buku – buku yang dikarangnya untuk ilmu logika dengan syair.
Ibnu Sina juga dikenal produktif dalam berkarya. Karya – karya Ibnu Sina yang ternama dalam
lapangan Filsafat adalah As-Shifa, An-Najat dan Al-Isyarat wat-Tanbihat. An-Najat adalah resum
dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat wat-Tanbihat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf.
Selain dari itu, karyanya yang paling masyhur adalah Al-Qanun (di barat terkenal dengan sebutan
Canon of Medicine) yang merupakan ikhtisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini.
Selain itu, masih banyak lagi karangan-karangan lain di bidang filsafat, etika, logika, dan
psikologi.[2]
Ibnu Sina sangat mengutamakan logika, justru fikiran adalah satu jalan pengetahuan yang
diberikan dengan satu aturan tertentu kepada suatu yang tidak diketahui.[3] Jalan fikirannya
bertolak dari konsepsi makhluk dan mengembangkan dengan argumentasi ontologia.
Menurut dia, ada tiga macam sesuatu yang ada. Pertama, pentingnya dalam diri sendiri, tidak
perlu kepada sebab lain untuk kejadiannya selain dirinya sendiri (yakni Tuhan). Kedua,
berkehendak kepada yang lain, yaitu makhluk yang butuh kepada yang menjadikannya. Ketiga,
makhluk mungkin, yaitu bisa ada dan bisa tidak ada, dan dia sendiri tidak butuh kepada
kejadiannya (benda-benda yang tak berakal seperti pohon-pohon, batu, dan sebagainya).[4]
Secara garis besar Ibnu Sina membagi menjadi dua segi yaitu[5]:
1. Segi fisika, yang membicarakan tentang macam – macam jiwa (jiwa tumbuhkan, jiwa
hewan dan jiwa manusia). Jiwa tumbuh-tumbuhan dengan daya – daya: Makan
(nutrition), Tumbuh (growth), Berkembang biak (reproduction).
Jiwa binatang dengan daya-daya: Gerak (locomotion), Menangkap (perception) dengan dua
bagian: Menagkap dari luar dengan panca indera dan Menangkap dari dalam dengan indera –
indera dalam:
Indera bersama, yang menerima segala apa yang ditangkap oleh panca indera.
Representasi, yang menyimpan segala apa yang diterima oleh indera bersama.
Imajinasi, yang dapat menyusun apa yang disimpan dalam representasi.
Estimasi, yang dapat menangkap hal – hal abstraks yang terlepas dari materi umpamanya
keharusan lari bagi kambing dari anjing serigala.
Rekoleksi yang menyimpan hal – hal abstrak yang diterima oleh estimasi.[6]
1. Akal materil, yang semata – mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih
sedikitpun.
2. Intelectual in habits, yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal – hal abstrak.
3. Akal actuil, yang telah dapat berfikir tentang hal – hal abstrak.
4. Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal – hal abstrak dengan tak
perlu pada daya upaya.[7]
5. Segi metafisika, yang membicarakan tentang wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwa
dengan badan dan keabadian jiwa.
Bagi Ibnu Sina sifat wujudlah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan diatas segala
sifat lain, walaupun essensi sendiri. Essensi, dalam faham Ibnu Sina terdapat dalam akal, sedang
wujud terdapat di luar akal. Wujudlah yang membuat tiap essensi yang dalam akal mempunyai
kenyataan diluar akal. Tanpa wujud, essensi tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih
penting dari essensi.
1. Essensi yang tak dapat mempunyai wujud, dan hal yang serupa ini disebut oleh Ibnu Sina
mumtani’ yaitu sesuatu yang mustahil berwujud. Sebagai contoh adanya kosmos lain disamping
kosmos yang ada.
2. Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai wujud. Yang serupa
ini disebut mumkin yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi mungkin pula tidak berwujud.
Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak ada kemudian ada dan akhirnya akan
hancur menjadi tidak ada.
3. Essensi yang mesti mempunyai wujud. Disini essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud.
Essensi dan wujud adalah sama dan satu. Di sini essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan
kemudian berwujud, tetapi essensi mesti dan wajib mempunyai wujud selama – lamanya. Yang
serupa ini disebut mesti berwujud yaitu Tuhan. Dan wajib al wujud inilah yang mewujudkan
mumkin al wujud.[8]
Kita bisa membayangkannya tanpa bias mengetahui ia ada atau tidak. Sebab, wujud merupakan
salah satu aksidensia bagi substansi bukan sebagai unsur pengadanya. Prinsip demikian berlaku
bagi Yang Maha Esa SWT, yang wujudnya tidak berpisah dari substansinya.
Berdasarkan jalan pikiran semacam ini, al Farabi dan Ibnu Sina menyimpulkan bahwa kita tidak
membutuhkan pembuktian yang panjang untuk menetapkan eksistensi Allah. Kita cukup
mengetahui zat-Nya sekaligus. Bukti ontologis ini lebih bersifat metafisis dibandingkan fisis.[9]
Hamzah Ya’kub menambahkan bahwa Ibnu Sina menganggap Tuhan adalah sebab yang efficient
dari alam. Dengan kata lain, Ibnu Sina memandang hubungan sebab akibat dan betapakah sebab
itu, datang pula Tuhan sebagai sebab. Tuhan bertindak dalam alam yang bergerak terus-menerus
dalam wujud yang ada, sebagai sebab dirinya sendiri atau dibutuhkan oleh yang lain.[10]
1. Kesimpulan
Ibnu Sina adalah ilmuan muslim yang mahir di banyak bidang seperti kedokteran, politik,
kesenian, dan filsafat. Ia juga seorang yang produktif menelurkan karya. Salah satu
karyanya adalah as-Syifa’ yang memuat tentang filsafat.
Jalan fikiran ibnu Sina bertolak dari konsepsi makhluk dan mengembangkan dengan
argumentasi ontologia. Secara garis besar, ia membagi sesuatu yang ada atas dua sisi.
Yaitu Fisika dan Metafisika.
Ibnu Sina menganggap Tuhan adalah sebab yang efficient dari alam. Tuhan bertindak
dalam alam yang bergerak terus-menerus dalam wujud yang ada, sebagai sebab dirinya
sendiri atau dibutuhkan oleh yang lain.
1. Penutup
Demikian makalah yang kami sajikan. Saran dan kritik diharapkan sebagai bahan evaluasi.
Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Madkour, Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Penj. Yudian Wahyudi Asmin, Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara, Cet. III, 2004
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Jakarta: Penerbit Gaya Media Pertama, 2002
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1985
Ya’kub, Hamzah, Filsafat Agama: Titik Temu Akal Dengan Wahyu, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1992
[1] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, hal: 115
[3] Hamzah Ya’kub, Filsafat Agama: Titik Temu akal dengan Wahyu, Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1992, hal: 41
[4] Ibid
[5] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1985, Cet.V, hal: 34-35
[6] Hasyimsyah, Filsafat Islam, Jakarta: Penerbit Gaya Media Pertama, Cet. VI, 2002, hal: 72-73
[7] Ibid
[9] Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Penj. Yudian Wahyudi Asmin, Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara, Cet. III, 2004, hal: 120-121
——-
*makalah ini disampaikan di kelas PKPA Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, klo mau
copas jangan lupa sertain link sumber ya…mkasih
Share this:
Berbagi
Memuat...
Terkait
Kuliah
makalah Filsafat Ibnu Sina
Navigasi tulisan
← Pengalamanku: Polisi dan Sumpah Palsunya
Pidato: Iman dan Amal Soleh* →
o sahalhumamy
Balas
2. zhaerza
Balas
o sahalhumamy
sama2 :)
Balas
3. Filsafat Ibnu Sina (Kumpulan Makalah)
Balas
Berikan Balasan
Cari:
Lencana Facebook
Sahal Humamy | Buat Lencana Anda
Awan Kategori
Article Cerita Games Internet Karya Kuliah Lagu Portofolio Puisi Techno
Mei 2011
S S R K J S M
« Apr Jun »
1
2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15
Mei 2011
S S R K J S M
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 31
Arsip
Desember 2014
Agustus 2014
Februari 2014
September 2013
Februari 2013
Januari 2013
Juni 2012
Juli 2011
Juni 2011
Mei 2011
April 2011
Maret 2011
Februari 2011
November 2010
Oktober 2010
September 2010
Kategori
Article
Cerita
Games
Internet
Karya
Kuliah
Lagu
Portofolio
Puisi
Techno
Blogroll
Documentation
Plugins
Suggest Ideas
Support Forum
Themes
WordPress Blog
WordPress Planet
Friend's blog
Aliran Sastra Gombal
banaspati kalimantan
Gomballers Sejati
Lentera Bem
Ning Biology
RhibazBlog
Sahaljepit
Syaiful Mustaqim
Ikuti “sahal@humamy”