Anda di halaman 1dari 4

BAB VI

Pembahasan

Dalam praktikum farmakologi kali ini mengenai obat sistem syaraf otonom atau obat
kolinergik, dimana dilakukan pengujian terhadap pengaruh aktivitas obat-obat sistem syaraf
otonom pada mencit. Syaraf otonom atau dapat disebut juga sebagai sistem saraf tak sadar
merupakan syaraf-syaraf yang bekerja tanpa disadari atau bekerja secara otomatis tanpa
diperintah oleh sistem saraf pusat dan terletak khusus pada sumsum tulang belakang. Sistem
saraf otonom ini terdiri dari neuron-neuron motorik yang mengatur kegiatan organ-organ dalam,
misalnya jantung, paru-paru, ginjal, kelenjar keringat, otot polos sistem pencernaan dan otot
polos pembuluh darah.

Percobaan kali ini bertujuan untuk menghayati secara lebih baik pengaruh berbagai obat
sistem syaraf otonom dalam pengendalian fungsi-fungsi vegetatif tubuh dan mengenal suatu
teknik untuk mengevaluasi aktivitas obat kolinergik dan antikolinergik pada neoroefektor
parasimpatikus. Sehingga digunakan obat kolinergik dan antikolinergik dengan berbagai cara
pemberian obat yang berbeda untuk melihat pengaruhnya terhadap sistem syaraf otonom.

Percobaan ini dimulai dengan mempersiapkan berbagai alat yang dibutuhkan. Kemudian
dilakukan pemilihan hewan percobaan yaitu mencit. Setiap kelompok praktikum masing-masing
memilih 4 mencit, dimana satu mencit sebagai kontrol, serta tiga mencit lainnya merupakan
mencit yang diberikan atropine dan pilokarpin dengan berbagai variasi dosis. Mencit yang telah
dipilih, lalu ditimbang. Penimbangan mencit ini dilakukan dengan meletakkan seekor mencit
yang akan digunakan, diatas neraca ohauss dan diamati angka yang menunjukkan berat badan
mencit. Penimbangan mencit ini bertujuan untuk mengetahui perhitungan dosis yang tepat pada
perlakuan percobaan, karena setiap individu yang memiliki berat badan yang berbeda akan
mendapatkan pemberian dosis yang berbeda, mengingat berat badan merupakan salah satu faktor
penting yang menentukan pemberian jumlah dosis. Setelah ditimbang setiap mencit diberikan
tanda pengenal yang berbeda. Hal ini bertujuan agar mempermudah mengenali mencit baik pada
saat pemberian perlakuan maupun saat dilakukan pengamatan terhadap percobaan. Mencit dibagi
menjadi 3 kelompok, yang nantinya akan diberikan perlakuan yang berbeda. Masing-masing
kelompok diberikan fenobarbital dengan dosis yang sesuai, secara intraperitonial menggunakan
jarum suntik. Fenobarbital yang diberikan dalam bentuk larutan. Pemberian dilakukan dengan
cara memegang atau menjepit tengkuk diantara jari telunjuk dan jari tengah, dengan membuat
posisi abdomen yang lebih tinggi dari kepala. Jarum disuntik dengan membentuk sudut 10⁰.
Penyuntikan harus sedikit menepi dari garis tengah, untuk menghindari terkenanya kandung
kemih. Jangan pula terlalu tinggi agar tidak mengenai hati. Tujuan pemberian fenobarbital adalah
untuk membuat mencit tertidur atau menurunkan aktivitasnya. Selain itu, pembiusan mencit
dilakukan karena dalam keadaan tertidur biasanya akan terjadi salivasi dimana salivasi ini akan
digunakan sebagai parameter dalam pengujian obat-obat sistem saraf otonom.

Sistem syaraf otonom terbagi menjadi 2 bagian, yaitu sistem syaraf simpatik dan sistem
syaraf parasimpatik. Kelenjar saliva yang merupakan salah satu kelenjar dalam sistem
pencernaan, akan meningkat aktivitasnya jika distimulasi oleh sistem saraf parasimpatik atau
oleh obat-obat parasimpatomimetik. Tetapi sebaliknya, jika diberikaan obat-obat yang
aktivitasnya berlawanan dengan sistem parasimpatik yaitu obat simpatomimetik, maka aktivitas
kelenjar saliva akan menurun.

Setelah masing-masing kelompok diberi fenobarbital, mencit pada kelompok 1 diberikan


pilokarpin secara intraperitoneal. Pilokarpin yang diberikan dalam bentuk larutan. Perlakuan
pada mencit dilakukan dengan menggunakan jarum suntik. Fenobarbital yang tersedia memiliki
dosis 80 mg/kgbb.

Setelah 15 menit dari pemberian fenobarbital, mencit pada kelompok 2 dilakukan


pemberian akuades diberikan secara intraperitoneal dengan menggunakan jarum suntik.
Digunakan sebagai control. Sedangkan mencit pada kelompok 3 diberikan pilokarpin dan atropin
diberikan secara intraperitoneal dan intramuscular.

Atropin merupakan obat antikolinergik (obat simpatomimetik) yang akan diuji dengan
diberikan pada mencit untuk dilakukan pengamatan terhadap pengaruhnya pada sistem saraf
otonom. Atropin merupakan obat yang digolongkan sebagai antikolinergik atau simpatomimetik.
Atropin termasuk dalam alkaloid beladona, yang bekerja memblokade asetilkolin endogen
maupun eksogen. Atropin bekerja sebagai antidotum dari pilokarpin. Efek atropin pada saluran
cerna yaitu mengurangi sekresi liur, sehingga pemberian atropin ini dilakukan agar produksi
saliva menurun karena mukosa mulut mencit menjadi kering (serostomia). Atropin, seperti agen
antimuskarinik lainnya, yang secara kompetitif dapat menghambat asetilkolin atau stimulan
kolinergik lain pada neuroefektor parasimpatik post ganglionik, kelenjar sekresi dan sistem
syaraf pusat, meningkatkan output jantung, mengeringkan sekresi, juga mengantagonis histamin
dan serotonin. Pada dosis rendah atropin dapat menghambat salivasi. Hal ini dikarenakan
kelenjar saliva yang sangat peka terhadap atropin.

Selain atropin juga digunakan fenobarbital. Fenobarbital adalah senyawa etil ester dari
asam karbaminik, menimbulkan efek anaestesi dengan durasi yang panjang seperti choralose.
Biasanya senyawa ini digunakan untuk percobaan fisiologi dan farmakologi. Fenobarbital
memiliki efek yang kecil pada respirasi dan tekanan darah arteri. Fenobarbital tidak digunakan
sebagai anaestesi dalam kedokteran hewan, tetapi dianjurkan dalam penggunaannya untuk tujuan
eksperimen (percobaan).

Pilokarpin merupakan obat kolinergik yang merangsang saraf parasimpatik yang dimana
efeknya akan menyebabkan percepatan denyut jantung dan mengaktifkan kelenjar-kelenjar pada
tubuh salah satunya kelenjar saliva. Obat kolinergik adalah sekelompok zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan
neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Efek kolinergis yang ditimbulkan juga
termasuk dalam merangsang atau menstimulasi sekresi kelenjar ludah, sehingga hal tersebut
dapat memicu terjadinya hipersalivasi sehingga air liur atau saliva yang dikeluarkan oleh mencit
menjadi lebih banyak karena pilokarpin merupakan salah satu pemacu sekresi kelenjar yang
terkuat pada kelenjar saliva.

Setelah semua obat diberikan kepada mencit, kemudian disiapkan kertas saring yang
telah dicampur dengan serbuk metilen blue yang sudah diletakkan diatas papan. Kemudian
letakkan tikus di atas kertas saring, dan ukur diameter saliva yang terdapat pada kertas saring.
Dari hasil percobaan menunjukan bahwa atropin cukup efektif bekerja sebagai antikolinergik dan
pilokarpin cukup efektif bekerja sebagai kolinergik
BAB VII

KESIMPULAN

1. Semakin besar bobot hewan percobaan, maka volume pemberian obat semakin besar.

2. Pilokarpin sebagai zat kolinergik yang dapat meningkatkan sekresi saliva.

3. Atropin sebagai zat antikolinergik mampu menginhibisi hipersaliva pada hewan percobaan.

4. Semakin tinggi dosis atropin yang diberikan terhadap hewan percobaan, semakin sedikit saliva
yang dikeluarkan oleh hewan percobaan tersebut

Anda mungkin juga menyukai