Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

Percobaan V
Efek Obat Sistem Saraf Otonom
PENGARUH OBAT KOLINERGIK DAN ANTIKOLINERGIK
TERHADAP KELENJAR SALIVA DAN MATA

Disusun Oleh :
Nama : Safira Nur Ardiani
NIM : 18330094

Nama Dosen Pembimbing Praktikum :

Teodhora Christy, M. Farm., Apt.

Laboratorium Farmasi
Program Studi S1 Farmasi Fakultas farmasi
Institut Sains Dan Teknologi Nasional
Jakarta
2020
BAB I
Pendahuluan

I. Judul Percobaan
Pengaruh Obat Kolinergik Dan Antikolinergik Terhadap Kelenjar Saliva Dan
Mata
II. Latar Belakang
Farmakologi sebagai kajian bahan-bahan yang berinteraksi dengan sistem
kehidupan melalui pada proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul
regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses-proses tubuh yang normal.
Pada karakter SSO adalah kemampuan yang dapat memengaruhi yang
sangat cepat. Sifat ini menjadikan SSO tepat untuk melakukan pengendalian
terhadap homeostasis mengingat gangguan terhadap homeostasis dapat
memengaruhi seluruh sistem tubuh manusia. Dengan demikian, SSO merupakan
komponen dari refleks visceral.
Sistem saraf otonom membawa impuls saraf dari susunan saraf pusat
keorgan efektor melalui jenis serat saraf pusat ke organ efektor melalui jenis syaraf-
syaraf eferen yaitu syaraf praganglion dan syaraf pascaganglion .
Sistem kita terdiri dari dua kelompok yakni susunan saraf pusat (SSP) yang
meliputi otak dan sumsum tulang belakang dan distem saraf perifer dengan saraf-
saraf yang secara langsung atau tidak langsung, ada hubungannya dengan sistem
saraf pusat.
Toksikologi adalah efek racun dari obat terhadap tubuh

III. Tujuan Percobaan


Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa dapat:
1. Menghayati secara lebih baik pengaruh berbegai obat system saraf
otonom dalam pengendalian fungsi vegetative tubuh.
2. Mengenal teknik untuk mengevaluasi aktivitas obat kolinergeik atau
antikolinergik pada neuroefektor parasimpatis.

IV. Prinsip Percobaan


Pemberian saat pemberian obat atau zat kolinergik pada hewan coba
menyebabkan salivasi dan hipersalivasi yang dapat di inhibisi oleh zat antikolinergik.
BAB II
Tinjauan Pustaka

V. Dasar Teori
Pada sistem saraf otonom adalah syaraf motorik yang mempengaruhi
organ-organ dalam seperti otot-otot polos, otot jantung, dan berbagai kelenjar.
fungsinya adalah dapat mempengaruhi sistem pada hipotalamus yang berada di
otak. Obat otonom adalah obat bekerja bagian susunan saraf otonom, saraf sampai
efektor.
macam-macam saraf otonom tersebut, digolongkan menjadi:
1. Obat yang dapat mempengaruhi sistem saraf simpatik:
a. adrenergik, yaitu perangsangan dari saraf simpatik (oleh noradrenalin).
Contohnya, efedrin, isoprenalin, dan lain-lain.
b. adrenolitik, yaitu efek bila parasimpatik ditekan
Contohnya alkaloida sekale, propanolol, dan lain-lain.
2. Obat yang dapat mempengaruhi sistem saraf parasimpatik:
a. kolinergik, yaitu obat perangsangan dari parasimpatik oleh asetilkolin.
Contohnya pilokarpin dan phisostigmin.
b. antikolinergik, yaitu obat bila saraf parasimpatik ditekan atau melawan
efek kolinergik.
Contohnya alkaloida belladonna.
Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah seperti syaraf
parasimpatik. Tugas yang utama pada syaraf parasimpatis adalah asimilasi. Bila
neuron saraf parasimpatis dirangsang, timbullah efek yang menyerupai dalam
keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergik faal yang terpenting seperti:
1. Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi
kelenjar ludah dan getah lambung (HCl).
2. Sekresi air mata.
3. Memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung,
vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah.
4. Memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi,
sedangkan sekresi dahak diperbesar.
5. Mengalami miosis dan peningkatan pada penurunnya tekanan intraokuler
akibat lancarnya pengeluaran air mata.
6. Kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran
urin.
7. Dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada
permulaan menstimulasinya, dan lain-lain.
Reseptor ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni:
1. Reseptor Muskarinik
Reseptor ini, ikatannya dengan asetilkolin dan mengikat pula muskarin,
yaitu suatu alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu.
2. Reseptor Nikotinik
Reseptor ini selain mengikat asetilkolin, bisa mengenal nikotin, tetapi
afinitas lemah terhadap muskarin. terdapat di sistem saraf pusat, medula adrenalis,
ganglia otonom, dan sambungan neuromuskular.
Pada alkaloid pilokarpin merupakan amin tersier dan stabil hidrolisis
oleh asetilkolenesterase. senyawa ini sangat lemah. digunakan untuk oftamologi.
Pada penggunaan topikal pada kornea dapat terjadi miosis dengan cepat dan
kontraksi otot siliaris.
Pilokarpin adalah obat terpilih dalam keadaan gawat darurat yang dapat
menurunkan tekanan bola mata baik glaukoma bersudut sempit maupun lebar.
Kerjanya pada obatnya dapat berlangsung sehari dan dapat bisa diulang
kembali. Pada yang menjadi penyekat kolinesterase, yaitu isoflurofat dan ekotiofat,
kerja pada obatnya agak sedikit lebih lama. efek sampingnya dapat menimbulkan
gangguan pada SSP serta dapat merangsang keringat dan salivasi yang berlebih .
Atropin memiliki afinitas kuat terhadap reseptor muskarinik secara
kompetitif sehingga mencegah asetilkolin terikat. Kerja sistem obat ini sekitar 4
jam, kecuali jika diteteskan ke dalam mata maka berhari-hari. Selain itu atropin
juga menghambat M. contrictor pupilae dan M. ciliaris lensa mata sehingga dapat
menyebabkan midriasis dan siklopegia (paralisis mekanisme akomodasi).
Midriasis mengakibatkan fotofobia sedangkan sklopegia menyebabkan
hilangnya daya melihat jarak dekat. pemberian 0,6 mg atropine pada rute
pemberian SC akan terlihat efek kepada kelenjar eksokin terutama hambatan saliva
serta bradikardi sebagai hasil rangsangan N. vagus. Midriasis dengan dosis lebih
tinggi (>1 mg) baru akan terlihat efeknya. pada timbulya ini tergantung pada dari
besarnya dosis dan hilangnya lebih lambat dibandingkan hilangnya efek terhadap
kelenjar air liur. Pemberian pada local pada mata menyebabkan pada perubahan
yang akan lebih cepat dan dapat berlangsung lama sekali (7-12 hari).
BAB III

Metodologi Percobaan

VI. Alat dan bahan


A. Alat
1. Spuit injeksi 1 ml,
2. Timbangan hewan,
3. Corong gelas,
4. Beaker glass,
5. Gelas ukur
6. Senter,
7. Loupe,
8. Penggaris
B. Bahan
1. Kelinci
2. Fenobarbital 100 mg/ 70 kgBB manusia secara IV
3. Pilokarpin HCl 5 mg/kg BB kelinci secara IM
4. Atropin SO4 0,25 mg/ kgBB kelinci secara IV
5. Tetes mata fisostigmin salisilat sebanyak 3 tetes
6. Tetes mata pilokarpin HCl sebanyak 3 tetes
7. Tetes mata atropin SO4 sebanyak 3 tetes
8. Larutan NaCl 0,9%

VII. Metode kerja


a. Kolinergik dan Antikolinergik Kelenjar Saliva
Prosedur
Siapkan kelinci

Hitung dosis dan volume pemberian obat

Sedasikan kelinci dengan fenobarbital 100 mg/ 70 kgBB manusia secara IV

Suntikkan kelinci dengan pilokarpin HCl 5 mg/kg BB kelinci secara IM


Catat waktu saat muncul efek salivasi akibat pilokarpin HCl dan tampung saliva
kelinci ke dalam beaker glass selama lima menit, Ukur volume saliva yang
ditampung

Setelah lima menit, suntikkan atropin SO4 0,25 mg/ kgBB kelinci secara IV

Catat waktu saat muncul efek salivasi akibat atropine SO4 dan tampung saliva
kelinci ke dalam beaker glass selama lima menit, Ukur volume saliva yang
ditampung.

b. Kolinergik dan Antikolinergik Mata


Prosedur
Siapkan kelinci, Gunting bulu mata kelinci

Sebelum pemberian obat; amati, ukur dan catat diameter pupil pada cahaya
suram dan pada penyinaran dengan senter.

Teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci:


Mata kanan ( Fisostigmin salisilat 3 tetes )
Mata kiri ( Pilokarpin HCl 3 tetes )

Tutup masing-masing kelopak mata kelinci selama satu menit

Amati, ukur dan catat diameter pupil setelah pemberian obat.

Uji respon refleks mata.

Setelah terjadi miosis kuat pada kedua mata, teteskan atropine SO4.

Amati, ukur dan catat diameter pupil setelah pemberian obat.


Catat dan tabelkan pengamatan

Setelah percobaan selesai, teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada kedua
mata kelinci.
BAB IV
Hasil dan Pembahasan

VIII. Perhitungan dan Hasil pengamatan


a) Tabel Konversi
Mencit Tikus Marmot Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
Hewan
20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2,0 kg 4,0kg 12,0 kg 70 kg

Mencit
1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
20 g

Tikus
0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
200 g

Marmot
0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
400 g

Kelinci
0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
1,5 kg

Kucing
0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
2,0 kg

Kera 4,0
0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
kg

Anjing
0,008 0,006 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
12,0 kg

Manusia
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
70 kg

b) Tabel batas maksimal volume


Batas Maksimal (ml) Untuk Tiap Rute Pemberian
Hewan Percobaan
IV IM IP SK PO
Mencit 20-30g 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0

Tikus 200g 1,0 0,1 2-5,0 2-5,0 5,0

Hamster 50g - 0,1 1-2,0 2,5 2,5

Marmot 250 g - 0,25 2-5,0 5,0 10,0


Merpati 300g 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0

Kelinci 1,5kg 5-10,0 0,5 10-20,0 5-10,0 20,0

Kucing 3kg 5-10,0 1,0 10-20,0 5-10,0 50,0

Anjing 5kg 10-20,0 5,0 20-50,0 10,0 100,0

c) Tabel percobaan
Obat Hewan Berat Badan Konsentrasi Dosis Volume
(gram) pemberian
Fenobarbital Kelinci 1,5 kg 1% 7 mg 0,07 ml
Pilokarpin Kelinci 1,5 kg 2% 5 mg 0,25 ml
HCl
Atropin SO4 Kelinci 1,5 kg 1% 0,25 mg 0,025 ml

d) Tabel hasil pengamatan


1) Kolinergik dan Antikolinergik Kelenjar Saliva
Percobaan Bahan Obat Efek Salivasi

Efek Obat Sistem Kelinci Pilokarpin HCl Volume saliva yang 1,2 ml
Saraf Otonom pada ditampung selama 5
Kelenjar Saliva menit
Atropin SO4 Volume saliva yang 0,3 ml
ditampung selama 5
menit

2) Kolinergik dan Antikolinergik Mata


Percobaan Bahan Efek Diameter Pupil Mata
Efek Obat Sistem Mata Kanan Cahaya Suram (cm) 1
Saraf Otonom pada Kelinci Cahaya Senter (cm) 0,9
Mata Setelah pemberian pilokarpin HCl (cm) 0,6
Respon refleks mata Berkedip
Setelah pemberian atropine SO4 (cm) 0,9
Mata Kiri Cahaya Suram (cm) 1
Kelinci Cahaya Senter (cm) 0,9
Setelah pemberian pilokarpin HCl (cm) 0,7
Respon refleks mata Berkedip
Setelah pemberian atropine SO4 (cm) 0,9

IX. Pembahasan
Kolinergik adalah Obat yang dapat secara langsung atau tidak langsung
dapat menimbulkan efek seperti pada obat asetil kolin, suatu zat senyawa yang
normal, bubuh yang disintetis pada jaringan saraf, sinapsis kolinergik dan dinding
usus. Ada dua macam pada tipe efek yang dihasilkan yaitu efek muskarinik dan efek
nikotinik.
Antikolinergik cara kerjanya dengan mengikat koffloseptor tetapi tidak
memicu pada efek intraselular yang diperantarai oleh reseptor seperti pada lazimnya
yang paling bermanfaat yaitu dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps
muskarinik pada saraf parasimpatis dengan secara selektif.
Pada pemilihan kelinci sebagai hewan uji karena, pada karakteristik
hewan ini adalah jarang bersuara, hanya dalam keadaan nyeri luar biasanya akan
bersuara dan pada umunya cenderung untuk berontak apabila merasa keamananya
terganggu.
Pemberian fenobarbital digunakan sebagai sedasi atau sebagai penenang,
Sedasi adalah substansi yang memiliki aktifitas yang memberikan efek menenangkan,
obat yang mengurangi gejala pada cemas, dengan sedikit atau tanpa efek terhadap
pada status mental atau motorik.
Pada pemberian secara intra vena keuntungan dari rute ini adalah Efek
terapeutik obat cepat memberikan efek segera tercapai karena penghantaran obat ke
tempat target berlangsung cepat. Pada pemberian secara intra muskular yaitu
memasukan obat ke dalam jaringan otot atau abdomen. Pada pemberian secara
intramuskular ini absorpsinya bekerja lebih cepat dari pada pemberian pada subcutan
karena pembuluh darah lebih banyak terdapat diotot.
Pada pemberian pilokarpin Hcl pada mata, menyebabkan mengecilnya
diameter pupil mata (miosis). Sedangkan pada pemberian di kelenjar saliva
pilokarpin menyebabkan banyaknya saliva yang dihasilkan.
Hal ini karena pilokarpin merupakan suatu amin tersier yang stabil dari
hidrolisis oleh asetilkolenesterase. dari golongan agonis muskarinik yaitu yang
menunjukan aktivitas muskarinik yang dapat menyebabkan miosis dengan cepat dan
kontriksi otot siliaris. Pada saat pemberian di bagian mata akan membuat aktivitas
pada otot mata secara terus menerus, dan pengelihatan akan terpaku pada jarak
tertentu saja, sehingga dalam memfokuskan pandangan pada suatu objek akan sulit.
Pilokarpin juga merupakan salah satu faktor pemicu pada sekresi kelenjar yang
terkuat yaitu pada kelenjar keringat, air mata, saliva. Pilokarpin juga merangsang
keringan dan salivasi yang berlebihan.
Lalu pada penjarakan pemberikan obat, kelinci memberikan respon
reflek berkedip, lalu diberikan obat Atropin SO 4 di mata seperti pilokarpin lalu
efeknya menyebabkan diameter pupil mata menjadi membesar (midriasis). Sedangkan
pada pemberian di kelenjar saliva Atropin menyebabkan sedikit pengeluaran saliva
yang dihasilkan.
Hal ini karena atropin merupakan agen preanastesi yang di golongan
sebagai antikolinergik atau parasimpatolitik. Atropin dalam digunakan sebagai
prototip di antimuskarinik ini mempunyai cara kerja yaitu dengan jalan menghambat
pada efek asetilkolin pada syaraf postganglionik kolinergik dan otot polos.
Hambatan ini bersifat reversibel dan menyebabkan dilatasi pada pupil
dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian
antikolinesterase.
Efek atropin pada mata menyebabkan midriasis dan siklopegia. Pada
sistem di saluran nafas, atropin dapat mengurangi sekresi pada hidung, mulut, dan
bronkus. Pada aktivitas sekresi mengurangi kemih dan produksi liur.
BAB V
Penutup
X. Kesimpulan
a. Kolinergik adalah Obat yang dapat secara langsung atau tidak langsung dapat
menimbulkan efek seperti pada obat asetil kolin
b. Antikolinergik yaitu dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps muskarinik
pada saraf parasimpatis dengan secara selektif.
c. Pemberian fenobarbital digunakan sebagai sedasi atau sebagai penenang.
XI. Saran
Lebih berhati-hati dalam menangani hewan coba dan dalam pembacaan
jumlah dalam pemberian obar agar dosis yang diberikan tepat dan efektif serta
tercapainya efek yang dikehendaki.
Lebih berhati-hati dalam pemberian obat menggunakan jarum suntik dan
apalagi dengan secara interperitonial agar tidak mengalami kerusakan pada abdomen
maupun tusukan pada organ-organ dalam yang vital.
Daftar Pustaka
Team penulis buku farmakologi, 2015, Farmakologi kelas x. Jakarta: CV. Karya Agung
Ganiswara. G. Sulistia. 2007, Farmakologi dan Terapi edisi 1:Jakarta, Balai penerbit FKUI
Sukandar, Erlin Mulinah. 2009. “Iso Farmakoterapi”. Jakarta : PT. ISFI
Tjay Hoan Tan, dkk. 2010.Obat-obat Penting. Jakarta : PT. Gramedia
Gibson Jhon, 2001. Sinopsis Farmakologi. Jakarta : Hipo Kores

Anda mungkin juga menyukai