Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

MIDRIATIK-MIOTIK
Dosen Pengampu Mata Kuliah :
Yardi, PhD, Apt.
Marvel, M.Farm., Apt.
Suci Ahda Novitri, M.Si., Apt.
Dimas Agung Waskito W, S.Farm., MM
Via Rifkia, M.Si.

Disusun Oleh :
Kelompok 2, Farmasi B 2017
Maghfira Deswita (11151020000078)
Rahmawati (11171020000026)
Alfiyah Az Zahra (11171020000032)
Putri Mulyansari (11171020000034)
Eki Sa’adah Apriliana (11171020000039)
Rifha Lutvika Ayuningtya (11171020000043)
Hanny Aldila Putri (11171020000045)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
MEI/2019

I
DAFTAR ISI

BAB I……………………………………………………………………………...1
PENDAHULUAN………………………………………………………………...1
BAB II…………………………………………………………………………….3
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………..3
BAB III…………………………………………………………………………..10
METODE KERJA……………………………………………………………….10
BAB IV…………………………………………………………………………..11
HASIL……………………………………………………………………………11
PEMBAHASAN……………………………...………………………………….13
BAB V……………………………………………………………………………16
KESIMPULAN………………………………………………………………..…16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………17
LAMPIRAN………………………………………………………………...……18

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk


dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah
penyakit pada manusia ataupun hewan. Salah satu kualitas obat yang paling
mengherankan adalah mempunyai beraneka ragam dan efek pada tubuh. Obat
yang digolongkan sebagai ekbolika atau oksitosika merangsang kegiatan otot
uterus, sedangkan bahan obat lain bekerja sebagai pelemas otot uterus. Beberapa
obat secara selektif merangsang otot jantung, otot polos atau otot rangka,
sedangkan obat lainnya mempunyai pengaruh yang berlawanan. Obat midriatika
melebarkan pupil mata, sedangkan miotika mengecilkan pupil mata. Obat tertentu
dapat membuat darah lebih mudah terkoagulasi atau sukar terkoagulasi, atau dapat
menaikkan kadar hemoglobin dari eritrosit atau memperbesar volume darah.

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan, yaitu sklera/kornea, koroid/badan siliaris/iris, dan retina. Struktur mata
manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua
komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas
berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya.
Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan
difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel
fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan
menjalarkannya ke otak. Obat tetes mata atau Guttae Opthalmicae adalah sediaan
steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata dengan cara meneteskan
obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata (FI III, hal
10).

Pada praktikum ini, kami melihat pengaruh pemberian obat tetes mata
terhadap perubahan kondisi pupil tikus yang dapat diamati dengan beberapa
parameter penting.

1
1.2 Tujuan Praktikum

1 Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai pemberian obat

2 Menyadari berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya

3 Dapat menyatakan beberapa konsekwensi praktis dari pengaruh rute


pemberian obat terhadap efeknya

4 Mengenal manifestasi berbagai obat yang diberikan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum

2.1.1 Obat Midriatikum

Obat midriatikum adalah obat yang digunakan untuk membesarkan pupil


mata, digunakan untuk siklopegia ( dengan melemahkan otot siliari) sehingga
memungkinkan mata untuk fokus pada objek yang dekat. Obat midriatikum
menggunakan tekanan pada efeknya dengan memblokade inversi dari pupil
spingter dan otot siliari. Obat untuk midriatikum bisa dari golongan obat
simpatomimetik dan antimuskarinik, sedangkan obat untuk siklopegia hanya obat
dari golongan antimuskarinik, contoh obatnya yaitu atropine, homatropine dan
tropicamide.

1. Atropin

Atropin adalah zat dari golongan antikolinergik yang digunakan untuk


berbagai fungsi, terutama sebagai obat untuk prosedur preoperatif (baik untuk
operasi bedah umum maupun untuk operasi mata katarak), sinus bradikardia,
dan antidot untuk keracunan organofosfat.

Efek terapi atropin adalah sebagai berikut:

 Mata : memberikan efek midriasis dan sikloplegik.

 Gastrointestinal: memberikan efek antispasmolitik.

 Respirasi : memberikan efek hambatan terhadap sekresi saliva dan traktus


respiratorius.

 Kardiovaskular: peningkatan denyut jantung akibat paralisis saraf vagal.

3
Farmakodinamik

Atropin menghalangi aksi muskarinik dari asetilkolin pada struktur jaringan,


yang diinervasi oleh persarafan kolinergik post ganglion, otot polos, yang
respon terhadap asetilkolin endogenus. Mekanisme kerja utama atropin adalah
sebagai zat antagonisme yang kompetitif, dimana dapat diatasi dengan cara
meningkatkan konsentrasi asetilkolin pada lokasi reseptor dari organ efektor.
Contohnya adalah dengan menggunakan zat antikolinesterase, yang
menginhibisi destruksi enzimatik dari asetilkolin. Reseptor-reseptor yang
diantagonisir oleh atropin, adalah struktur jaringan perifer, yang distimulasi,
atau diinhibisi oleh muskarin, seperti kelenjar eksokrin, otot polos, otot kardia.
Efek kerja atropin, pada jantung, intestinal, dan otot bronkial, adalah lebih
poten, dan durasinya lebih panjang, dibandingkan dengan efek kerja
skopolamin (suatu isomer atropin). Namun, aksi atropin, pada badan siliar, iris,
dan kelenjar sekretori tertentu, lebih lemah dari skopolamin.

Farmakokinetik
Berikut adalah farmakokinetik obat atropin, yaitu mengenai absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat.

 Absorpsi

Absorpsi atropin per oral terjadi di traktus gastrointestinal. Onset kerja atropin
oral dalam waktu satu jam, dan durasi kerja sekitar 4 jam. Bioavailabilitas obat
90%. Konsentrasi puncak obat dalam plasma darah adalah satu jam. Pada
pemberian secara injeksi intravena, atropin akan segera hilang dalam darah,
dengan efek kerja dalam waktu 3 menit. Sedangkan, konsentrasi puncak obat
atropin dalam darah, pada pemberian injeksi secara intramuskular terjadi
sekitar 30 menit.

 Distribusi

Distribusi atropin injeksi adalah ke seluruh jaringan tubuh. Ikatan protein


dengan atropin dalam plasma darah adalah sekitar 44%. Atropin dapat melewati

4
sawar plasenta, dan memasuki sirkulasi fetus, namun tidak ditemui dalam
cairan amnion.

 Metabolisme

Atropin terutama dimetabolisme di hepar. Metabolit utama yang dihasilkan


adalah noratropine, atropine-n-oxide, tropine, dan tropic acid. Metabolisme
atropin dapat diinhibisi oleh zat pestisida, seperti organofosfat. Sebagian besar
obat didestruksi oleh enzim hidrolitik.

 Eliminasi

Waktu paruh atropin, setelah diabsorpsi adalah sekitar 2‒3 jam dalam plasma
darah. Waktu paruh eliminasi atropin adalah lebih dari dua kali lipat pada anak
dibawah usia dua tahun, dan lanjut usia, usia >65 tahun, dibandingkan dengan
populasi usia lainnya.

Sekitar 13% hingga 50% obat yang masuk ke dalam tubuh, akan diekskresikan
ke dalam urine, dalam bentuk yang tidak diubah. Ekskresi obat juga terjadi ke
dalam air susu ibu

2.1.2 Obat Miotikum

Obat miotikum adalah obat yang menyebabkan miosis (konstriksi dari


pupilmata), bekerja dengan cara membuka sistem saluran didalam mata, dimana
sistem saluran tidak efektif karena konstraksi atau kejang pada otot didalam mata
yang dikenal dengan otot siliari. Biasanya digunakan untuk pengobatan glaukoma
yang bertujuan untuk mengurangi tekanan didalam mata dan mencegah kerusakan
lebih lanjut pada penglihatan. Contoh obatnya yaitu, betaxolol ( sebagai
penghambat beta adrenergik) dan pilokarpine (sebagai reseptor agonis
muskarinik).

2. Pilokarpin HCl
Pilokarpin adalah obat kolinergik, yaitu obat yang meniru efek dari
bahan kimia, asetilkolin yang diproduksi oleh sel-sel saraf. Asetilkolin

5
berfungsi sebagai utusan antara sel-sel saraf dan antara sel-sel saraf dan
organ-organ mereka kontrol. Misalnya, asetilkolin bertanggung
jawab untuk menyebabkan kelenjar ludah untuk membuat air liur dan lakrimal
kelenjar untuk membuat air mata untuk melumasi mata.
Selain dampaknya pada saliva dan kelenjar lakrimal, asetilkolin mengurangi
produksi cairan di dalam mata. Pilocarpine tetes mata telah digunakan selama
bertahun-tahun untuk mengobati glaukoma, suatu kondisi di mana tekanan di
dalam cairan dari mata adalah abnormal dan akhirnya merusak mata dan
impares visi (Goodman and A. Gilman. 1975).
Pilocarpine adalah senyawa amonium kuartener bermuatan positif.
Dalam dosis yang tepat, dapat meningkatkan sekresi kelenjar eksokrin.
Kelenjar keringat, ludah, lakrimal, lambung, pankreas, dan usus serta sel
mukosa saluran pernapasan dapat distimulasi. Bila dioleskan
secara topikal ke mata sebagai dosis tunggal, dapat menyebabkan miosis, dan
kenaikan tekanan intraokular sementara. Stimulasi otot polos
yang berhubungan dengan dosis dari saluran usus dapat
menyebabkan peningkatan motilitas, kejang, dan tenesmus. Bradycardia
dan takikardia keduanya telah dilaporkan dengan penggunaan
pilocarpine. Pilocarpine Base adalah alkaloid alami yang diekstraksi dari
tanaman genus Pilocarpus dengan aktivitas agonis kolinergik.
Sebagai agen parasimpathomimetic kolinergik, pilocarpine terutama
berikatan dengan reseptor muskarinik, sehingga mendorong sekresi kelenjar
eksokrin dan merangsang otot polos di bronkus, saluran kemih, saluran
empedu, dan saluran usus. Bila dioleskan secara topikal ke mata, agen ini
merangsang pupil untuk berkontraksi, menghasilkan miosis, merangsang
otot siliaris untuk berkontraksi, mengakibatkan kejangnya
akomodasi; Dan dapat menyebabkan kenaikan tekanan
intraokular .
Pilocarpine hydrochloride adalah agen parasympathomimetic
kolinergik langsung yang bekerja melalui stimulasi langsung reseptor
muskarinik dan otot polos seperti kelenjar iris dan sekretori. Pilocarpine
mengontraksikan otot siliaris, menyebabkan ketegangan meningkat pada

6
pemacu skleral dan pembukaan ruang jahitan trabekuler
untuk memfasilitasi perpindahan humor berair.Resistansi arus keluar
berkurang, menurunkan tekanan intraokular (IOP). Pilocarpine juga
menghasilkan miosis melalui kontraksi otot sfingter iris. Miosis mengurangi
penyempitan dan penutupan sudut akseptor, yang menurunkan IOP pada
beberapa jenis glaukoma sudut-penutupan. Aktivasi protein G oleh
menyebabkan terjadinya produksi second messenger, yaitu protein kinase.
Menyebabkan terbukanya kanal ion K,nsehingga ion K keluar dari
intraseluler ke ekstraseluler.

Farmakokinetik
Mula kerjanya cepat, efek puncak terjadi antara 30-60 menit dan
berlangsung selama 4-8 jam. Mekanisme Kerja Obat: Meningkatkan aliran
keluar akuos karena adanya kontraksi badan siliar. Hal itu mengakibatkan
penarikan tapis sklera dan penguatan clamp trabekula. Pada glaukoma sudut
tertutup, efek miotik dari obat melepaskan blok pupil dan juga menarik iris
menjauh dari sudut bilik mata depan. obat ini meningkatkan aliran keluar
melalui trabekula. Indikasi: Glaukoma sudut terbuka kronis (glaukoma simple
kronis), glaukoma sndut tertutup akut, glaukoma sudut tertutup sinekia kronis
(setelah dilakukan iri, dektomi perifer), glaukoma sekunder akibat blok pupil
dan setelah operasi
Kontraindikasi : Glaukoma inflamasi, glaukoma malignan dan riwayat alergi.
Etek Samping : Efek sampins okular bzruna keratitis pungtata superfisial.
spasme otot siliari yang menyebabkan miopia, miosis, kemungkinan retinal
detachment, progresifitas katarak dan toksisitas endotel kornea_
Efek samping sistemik termasuk berkeringat, aktivitas
gastrointestinal yang meningkat, salivasi, nausea tremor, nyeri
kepala, bradikardi dan hipotensi.
Dosis : Tersedia dalam bentuk larutan topikal, ocuserts dan gel. Pada sediaan
larutan mata tersedia dua macam bentuk garam pilokarpin yaitu Pilokarpin
hidrokloridadalam sediaan 0,25%, 0,50%, 1%, 2%, 3%, 4%, 6%, 8% dan 10%
tetes mata. 2. Pilokarpin nitrat dalam sediaan 1%, 2%, dan 4% tetes mata.

7
Diberikan 1-2 tetes, 3-4 kali sehari. Konsentrasi yang umumnya digunakan
adalah 0.5 - 4 %. Awitan efek miotik dimulai 10-30 menit dan lama kerja
adalah 6 jam. Obat ini biasanya diberikan setiap 6 jam sekali (Rova
Virgana . 2007).

Farmakodinamik
Penggunaan secara klinis di dalam klinik beberapa obat
parasimpatomimetik digunakan dalam terapi beberapa penyakit
dan gangguan kesehatan seperi glaukoma, gangguan motilitas
saluran cerna, myasthenia gravis, dan retensio urin fungsional, .
Pada narrow angel glaucoma obat parasimpatomimetik berefek
kontraksi otot siliare dan iris (pars sirkularis iridis) sehingga ruang
intertrabeculae yang membentuk kanal Schelmn melebar dan aliran humor
aqueous lebih lancar, tekanan intraokuler turun. Biasanya, diberikan metakolin
2%, karbakol 3% atau pilokarpin 4% tetes mata. Gangguan gerak saluran cerna
dan urin dapat diterapi dengan obat parasimpatomimetik jika gangguan itu
tidak disertai obstruksi dengan menaikkan tonus dan kontraksi otot polos
saluran itu. Untuk ganguan saluran cerna digunakan betanekol 10-15 mg 3-4
kali sehari peroral dan pada retensio urin neurogenik betanekol diberikan
secara suntikan subkutan 5 mg, kalau perlu dapat diulangi sesudah 30 menit.
Dapat juga diberikan neostigmine subkutan dosis 0,5-1 mg.
Pilokarpine adalah miotic yang digunakan untuk glaukoma terutup
atau sudut sempit. Melalui tindakan miotic, pilokarpin menekan blok papiler.
Efek samping lokal signifikan, mempengaruhi kualitas hidup
pasien. Karena itu, pilocarpine intens dipelajari dan beberapa bentuk
administrasinya dikembangkan, bertujuan untuk mencapai aksi
farmakologi dari zat aktif dengan konsentrasi minimum yang mungkin dan
berkepanjangan. ( Tătaru CP*, Purcărea VL. 2012 ).

Toksisitas
Keracunan obat direct acting parasympathomimetics (misalnya
pilokarpin, muskarin) timbul gejala mual, muntah, diare, hipersalivasi,

8
banyak berkeringat, sesak nafas dan gangguan penglihatan sebagai
akibat stimulasi r-M . Pada keracunan obat
parasimpatomimetik beraksi langsung seperti muskarin dan pilokarpin, timbul
gejala yang berkaitan dengan stimulasi r-M seperti hipersekresi
kelenjar eksokrin (hipersalivasi, lakrimasi, hipersekresi kelenjar
saluran nafas dan saluran cerna), bronkokonstriksi, hipermotilitas
saluran cerna dan kontraksi muskulus detrusor vesicae. Terapi keracunan ini
dengan obat antimuskarinik seperti atropin untuk memblok r-M pada organ itu.
Dari datasheets.scbt.com didapatkan data LD 50 pada tikus yang diberi
suntikan pilokarpin secara intraperitoneal adalah 203mg/kg,
230mg/kg untuk suntikan melalui subcutaneus (tikus), 200mg/kg oral
(mencit), 155 mg/kg intraperitoneal (mencit), 200 mg/kg subcutaneus (mencit)
dan 150 mg/kg intravena (mencit). Efek samping yang muncul berupa efek
parasimpatomimetik seperti; pusing, gangguan peng;ihatan,
lakrimasi, kesulitan bernafas, spasm gastrointestinal, mual,
muntah, diare, takikardi, bradikardi, hipotensi, hipertensi, shock,
aritmia jantung, dan tremor ( Tătaru CP*, Purcărea VL. 2012 ).

9
BAB III

METODE KERJA

3.1 Alat dan bahan


 Tikus
 Timbangan hewan
 Atropine sulfat
 Pilokarpin HCl
 Penggaris
 Senter

3.2 Prosedur kerja


1. Timbang tikus dan perhatikan pupil matanya
2. Ukur dengan penggaris diameter pupil terhadap cahaya gelap
3. Uji reflek pupil terhadap cahaya dan gambarkan perubahan diameter
pupilnya (sebagai control negatif, dilakukan sebanyak 3 kali, dan dicari
rata-ratanya)
4. Diberikan Atropin sulfat pada mata kanan dan Pilokarpin HCl pada mata
kiri
5. Amati perubahan ukuran pupil sampai 10 menit
6. Catat perubahan ukuran pupil tiap menitnya

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBASAHAN

4.1 Hasil
 Obat : Atropin Sulfat 1%
(Mata kanan = diberi obat dan diamati selama 15 menit)
 Obat : Pilokarpin HCl
(Mata kiri) = diberi obat dan diamati selama 15 menit)

Kelompok Perlakuan
Atropin Sulfat 1% Pilokarpin HCl
(Mata kanan) (Mata kiri)
Ukuran Pupil Ukuran Pupil
Menit Menit
(cm) (cm)
0 0,1 0 0,05
1 0,15 1 0,1
2 0,1 2 0,2
3 0,2 3 0,25
4 0,3 4 0,3
Kelompok 1 5 0,4 5 0,35
6 0,45 6 0,4
7 0,5 7 0,4
8 0,5 8 0,45
9 0,5 9 0,35
10 0,4 10 0,3
11 0,4 11 0,25
12 0,4 12 0,2
13 0,4 13 0,3
14 0,4 14 0,2
15 0,3 15 0,25

Kelompok Perlakuan

Normal (Sebelum Atropin Sulfat


Pilokarpin HCl
1%
diberi Perlakuan) (Mata kiri)
(Mata kanan)
Kelompok 2 Mata Mata Me Ukuran Me Ukuran
kanan kiri nit Pupil (cm) nit Pupil (cm)
0,2 0,3 1 0,4 1 0,3

11
2 0,4 2 0,25
3 0,4 3 0,25
4 0,45 4 0,25
0,3 0,3 5 0,45 5 0,25
6 0,45 6 0,23
7 0,47 7 0,23
0,4 0,3 8 0,47 8 0,22
9 0,48 9 0,22
Rata-rata Rata-rata
10 0,49 10 0,22
= 0,3 = 0,3

Kelompok Perlakuan
Normal (Sebelum diberi
Dengan Cahaya
Perlakuan)
Mata Kanan Mata Kiri Mata Kanan Mata Kiri
0,4 0,5 0,4 0,4
Kelompok 3
0,4 0,4 0,4 0,4
0,4 0,4 0,4 0,4
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
= 0,4 = 0,43 = 0,4 = 0,4

Perlakuan
Pilokarpin HCl Atropin Sulfat 1%
(Mata kanan) (Mata kiri)
Ukuran Pupil Ukuran Pupil
Menit Menit
(cm) (cm)
Kelompok 3 1 0,35 1 0,3
2 0,3 2 0,5
3 0,25 3 0,4
4 0,3 4 0,4
5 0,2 5 0,3
6 0,3 6 0,4

12
7 0,2 7 0,4
8 0,2 8 0,45
9 0,2 9 0,5
10 0,2 10 0,5

Kelompok Perlakuan
Atropin Sulfat
Pilokarpin HCl
Normal (Kontrol) 1%
(Mata kiri)
(Mata kanan)
Mata Mata Ukuran Ukuran
Menit Menit
Kanan Kiri Pupil (cm) Pupil (cm)
Kelompok 0,4 0,5 1 0,6 1 0,4
4 0,5 0,6 2 0,6 2 0,35
0,5 0,4 3 0,6 3 0,3
4 0,6 4 0,4
Rata-rata Rata-rata
5 0,5 5 0,5
= 0,467 = 0,5
6 0,5 6 0,5

4.2 Pembahasan
Mata adalah suatu rangka sferis yang mengembang, lapisan terluarnya
adalah sklera yang kuat dan mengandung banyak kolagen. Bagian lain dari mata
yaitu iris. Iris mempunyai otot sfingter yang menerima saraf parasimpatis, dan
otot dilator yang dipersarafi oleh serabut simpatis. Oleh karena itu, antagonis
muskarinik dan antagonis adrenoreseptor α akan mengontriksi pupil (miosis)
(Neal, M.J. 2006).

Pada percobaan, untuk dapat melihat antagonis obat, obat yang pertama
diberikan pada mata tikus adalah pilokarpin. Dalam suatu konsentrasi agonis
tertentu, peningkatan konsentrasi antagonis kompetitif secara progresif
menghambat respon dari agonis, sedangkan konsentrasi-konsentrasi antagonis
yang tinggi akan mencegah respons secara keseluruhan. Sebaliknya konsentrasi
agonis yang lebih tinggi, yang cukup, dapat mengatasi efek dari pemberian
konsentrasi antagonis secara keseluruhan, yaitu Emax untuk agonis tetap sama

13
pada setiap konsentrasi antagonis tertentu. Karena antagonisme bersifat kompetitif,
keberadaan antagonis meningkatkan konsentrasi agonis yang dibutuhkan untuk
pemberian suatu tingkatan respon tertentu, dan kemudian kurva konsentrasi-efek
agonis bergeser ke kanan. Menurut Katzung beberapa antagonis reseptor mengikat
reseptor dengan cara yang bersifat ireversibel, atau hampir ireversibel. Afinitas
antagonis reseptor dapat demikian tinggi sehingga untuk tujuan praktis, reseptor
tersebut tidak dapat lagi berikatan dengan agonis. Antagonis lain dalam kelompok
ini menghasilkan efek yang ireversibel karena setelah berikatan pada reseptor,
antagonis tersebut membentuk ikatan-ikatan kovalen dengannya. Setelah
kedudukan reseptor-reseptor pada proporsi yang besar oleh antagonis jenis ini,
jumlah reseptor yang tidak diduduki bisa sedemikian rendah sehingga agonis
dengan konsentrasi tinggi tidak dapat mengatasi antagonisme yang ada, dan
respons agonis yang maksimal tidak dapat dicapai.

Berdasarkan percobaan didapat hasil bahwa pemberian tetes mata


pilokarpin sebanyak 2 tetes menghasilkan efek miosis, yaitu mengecilnya
diameter pupil mata hewan percobaan (tikus). Hal ini sesuai dengan teori, karena
kerja pilokarpin sebagai obat golongan agonis muskarinik non-selektif dalam
system parasimpatis (agonis kolinergik yang sifatnya menyerupai asetilkolin),
yang dapat menurunkan kontraksi otot siliaris dan tekanan intraokuler bola mata.
Sesuai dengan pendapat Tan Hoan Tjay (2002), obat golongan kolinergik seperti
pilokarpin dapat menimbulkan penurunan kontraksi otot siliaris mata sehingga
menimbulkan efek miosis dengan cepat, serta merangsang sekresi kelenjar yang
terikat pada kelenjar keringat, mata dan saliva. Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan pengaruh rute pemberian (tetes mata) dan dosis obat yang diberikan.

Dosis pilocarpin yang umum digunakan untuk sediaan tetes mata adalah 1
– 4 %. Pilocarpin sering digunakan sebagai penangkal untuk skopolamin, atropin,
dan hiosamin. Efek samping penggunaan pilocarpin yaitu menyebabkan keringan
berlebihan, air liur berlebihan, bronkospasme, peningkatan bronkial lender
sekresi, bradikardia, dan vasodilatasi. Injeksi sistemik dalam pilocarpin bisa
menembus sawar darah otak yang memungkinkan pilocarpin untuk mendapatkan
akses ke otak (Ernanda, 2003).

14
Kemudian pada pemberian tetes mata dengan atropin dalam jumlah yang
sama pada tikus, segera terjadi efek yang berlawanan dengan pilokarpin, yaitu
terjadi efek midriasis (dilatasi pupil mata) sehingga diameter pupil mata tikus
membesar. Ini sesuai dengan pendapat Mary J. Mycek, dkk (1997) bahwa kerja
atropine adalah menyekat semua aktivitas kolinergik mata. Atropine bekerja
secara kompetitif antagonis dengan asetikolin untuk menempati kolinoseptor
(Staff Pengajar Dept. Farmakologi, 2008). Hambatan oleh atropine bersifat
reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolinesterase. Atropine
memblok asetilkolin endogen maupun eksogen., tetapi hambatannya lebih kuat
terhadap eksogen. Pemberian local pada mata menyebabkan perubahan yang
lebih cepat dan berlangsung lama. Hal ini disebabkan atropine sukar dieliminasi
dari cairan obat mata (Darmansjah, 2005).

Berdasarkan hasil pengamatan ketiga kelompok yaitu 2, 3, dan 4


menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori kecuali kelompok 1. Hasil pada
kelompok 1 menunjukkan ketidaksesuaian dengan teori karena pada mata yang
ditetesi pilocarpin terjadi pelebaran diameter pupil mata tikus (midriatik).
Seharusnya pilocarpin memberikan efek miosis yaitu mengecilkan pupil mata.
Kesalahan yang terjadi kemungkinan dapat disebabkan oleh dosis pilocarpin yang
diberikan, di mana dosis yang diberikan sedikit kurang sehingga tidak
memberikan efek pada pupil mata. Hal ini juga dapat disebabkan oleh cara
pemberian yang kurang baik, sehingga mengakibatkan tidak semua obat mengenai
bola mata. Kemungkinan yang lain adalah kesalahan pada pengukuran diameter
pupil mata tikus.

15
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

 Obat midriatikum adalah obat yang digunakan untuk membesarkan pupil


mata, digunakan untuk siklopegia ( dengan melemahkan otot siliari)
sehingga memungkinkan mata untuk fokus pada objek yang dekat.
 Obat tetes Atropine sulfat memiliki efek vasodilatasi dan midriatika yang
ditandai dengan pelebaran pupil pada mata tikus.
 Obat miotikum adalah obat yang menyebabkan miosis (konstriksi dari
pupilmata), bekerja dengan cara membuka sistem saluran didalam mata,
dimana sistem saluran tidak efektif karena konstraksi atau kejang pada
otot didalam mata yang dikenal dengan otot siliari.
 Obat tetes Pilocarpine HCl memiliki efek vasokontriksi dan miotika yang
ditandai dengan penyempitan pupil pada pupil mata tikus.

16
DAFTAR PUSTAKA

Darmansjah, I., Gan, S. 2005. Kolinergik. Di dalam: Farmakologi dan Terapi


Goodman, L.S., and A. Gilman. 1975.,The Pharmacological Basis of Therapeutics.
5th ed. New York: Macmillan Publishing Co., Inc., p. 472.
Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Rova Virgana . 2007 .OCULAR PHARMACOTHERAPY IN
GLAUCOMA.
http://repository.unpad.ac.id/8436/1/ocular_pharmacotherapy_in_glaucom
a.pdf . diakses pada 22 mei 2019.
Staff Pengajar Dept. Farmakologi FK UNSRI. 2008. Kumpulan Kuliah
Farmakologi. Jakarta: EGC
Tan Hoan Tjay, Kirana Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting : Khasiat Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT. Gramedia
Tătaru CP. Purcărea VL. 2012. Antiglaucoma pharmacotherapy. Bucharest.

17
LAMPIRAN

18

Anda mungkin juga menyukai