MIDRIATIK-MIOTIK
Dosen Pengampu Mata Kuliah :
Yardi, PhD, Apt.
Marvel, M.Farm., Apt.
Suci Ahda Novitri, M.Si., Apt.
Dimas Agung Waskito W, S.Farm., MM
Via Rifkia, M.Si.
Disusun Oleh :
Kelompok 2, Farmasi B 2017
Maghfira Deswita (11151020000078)
Rahmawati (11171020000026)
Alfiyah Az Zahra (11171020000032)
Putri Mulyansari (11171020000034)
Eki Sa’adah Apriliana (11171020000039)
Rifha Lutvika Ayuningtya (11171020000043)
Hanny Aldila Putri (11171020000045)
I
DAFTAR ISI
BAB I……………………………………………………………………………...1
PENDAHULUAN………………………………………………………………...1
BAB II…………………………………………………………………………….3
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………..3
BAB III…………………………………………………………………………..10
METODE KERJA……………………………………………………………….10
BAB IV…………………………………………………………………………..11
HASIL……………………………………………………………………………11
PEMBAHASAN……………………………...………………………………….13
BAB V……………………………………………………………………………16
KESIMPULAN………………………………………………………………..…16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………17
LAMPIRAN………………………………………………………………...……18
II
BAB I
PENDAHULUAN
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan, yaitu sklera/kornea, koroid/badan siliaris/iris, dan retina. Struktur mata
manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua
komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas
berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya.
Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan
difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel
fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan
menjalarkannya ke otak. Obat tetes mata atau Guttae Opthalmicae adalah sediaan
steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata dengan cara meneteskan
obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata (FI III, hal
10).
Pada praktikum ini, kami melihat pengaruh pemberian obat tetes mata
terhadap perubahan kondisi pupil tikus yang dapat diamati dengan beberapa
parameter penting.
1
1.2 Tujuan Praktikum
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Atropin
3
Farmakodinamik
Farmakokinetik
Berikut adalah farmakokinetik obat atropin, yaitu mengenai absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat.
Absorpsi
Absorpsi atropin per oral terjadi di traktus gastrointestinal. Onset kerja atropin
oral dalam waktu satu jam, dan durasi kerja sekitar 4 jam. Bioavailabilitas obat
90%. Konsentrasi puncak obat dalam plasma darah adalah satu jam. Pada
pemberian secara injeksi intravena, atropin akan segera hilang dalam darah,
dengan efek kerja dalam waktu 3 menit. Sedangkan, konsentrasi puncak obat
atropin dalam darah, pada pemberian injeksi secara intramuskular terjadi
sekitar 30 menit.
Distribusi
4
sawar plasenta, dan memasuki sirkulasi fetus, namun tidak ditemui dalam
cairan amnion.
Metabolisme
Eliminasi
Waktu paruh atropin, setelah diabsorpsi adalah sekitar 2‒3 jam dalam plasma
darah. Waktu paruh eliminasi atropin adalah lebih dari dua kali lipat pada anak
dibawah usia dua tahun, dan lanjut usia, usia >65 tahun, dibandingkan dengan
populasi usia lainnya.
Sekitar 13% hingga 50% obat yang masuk ke dalam tubuh, akan diekskresikan
ke dalam urine, dalam bentuk yang tidak diubah. Ekskresi obat juga terjadi ke
dalam air susu ibu
2. Pilokarpin HCl
Pilokarpin adalah obat kolinergik, yaitu obat yang meniru efek dari
bahan kimia, asetilkolin yang diproduksi oleh sel-sel saraf. Asetilkolin
5
berfungsi sebagai utusan antara sel-sel saraf dan antara sel-sel saraf dan
organ-organ mereka kontrol. Misalnya, asetilkolin bertanggung
jawab untuk menyebabkan kelenjar ludah untuk membuat air liur dan lakrimal
kelenjar untuk membuat air mata untuk melumasi mata.
Selain dampaknya pada saliva dan kelenjar lakrimal, asetilkolin mengurangi
produksi cairan di dalam mata. Pilocarpine tetes mata telah digunakan selama
bertahun-tahun untuk mengobati glaukoma, suatu kondisi di mana tekanan di
dalam cairan dari mata adalah abnormal dan akhirnya merusak mata dan
impares visi (Goodman and A. Gilman. 1975).
Pilocarpine adalah senyawa amonium kuartener bermuatan positif.
Dalam dosis yang tepat, dapat meningkatkan sekresi kelenjar eksokrin.
Kelenjar keringat, ludah, lakrimal, lambung, pankreas, dan usus serta sel
mukosa saluran pernapasan dapat distimulasi. Bila dioleskan
secara topikal ke mata sebagai dosis tunggal, dapat menyebabkan miosis, dan
kenaikan tekanan intraokular sementara. Stimulasi otot polos
yang berhubungan dengan dosis dari saluran usus dapat
menyebabkan peningkatan motilitas, kejang, dan tenesmus. Bradycardia
dan takikardia keduanya telah dilaporkan dengan penggunaan
pilocarpine. Pilocarpine Base adalah alkaloid alami yang diekstraksi dari
tanaman genus Pilocarpus dengan aktivitas agonis kolinergik.
Sebagai agen parasimpathomimetic kolinergik, pilocarpine terutama
berikatan dengan reseptor muskarinik, sehingga mendorong sekresi kelenjar
eksokrin dan merangsang otot polos di bronkus, saluran kemih, saluran
empedu, dan saluran usus. Bila dioleskan secara topikal ke mata, agen ini
merangsang pupil untuk berkontraksi, menghasilkan miosis, merangsang
otot siliaris untuk berkontraksi, mengakibatkan kejangnya
akomodasi; Dan dapat menyebabkan kenaikan tekanan
intraokular .
Pilocarpine hydrochloride adalah agen parasympathomimetic
kolinergik langsung yang bekerja melalui stimulasi langsung reseptor
muskarinik dan otot polos seperti kelenjar iris dan sekretori. Pilocarpine
mengontraksikan otot siliaris, menyebabkan ketegangan meningkat pada
6
pemacu skleral dan pembukaan ruang jahitan trabekuler
untuk memfasilitasi perpindahan humor berair.Resistansi arus keluar
berkurang, menurunkan tekanan intraokular (IOP). Pilocarpine juga
menghasilkan miosis melalui kontraksi otot sfingter iris. Miosis mengurangi
penyempitan dan penutupan sudut akseptor, yang menurunkan IOP pada
beberapa jenis glaukoma sudut-penutupan. Aktivasi protein G oleh
menyebabkan terjadinya produksi second messenger, yaitu protein kinase.
Menyebabkan terbukanya kanal ion K,nsehingga ion K keluar dari
intraseluler ke ekstraseluler.
Farmakokinetik
Mula kerjanya cepat, efek puncak terjadi antara 30-60 menit dan
berlangsung selama 4-8 jam. Mekanisme Kerja Obat: Meningkatkan aliran
keluar akuos karena adanya kontraksi badan siliar. Hal itu mengakibatkan
penarikan tapis sklera dan penguatan clamp trabekula. Pada glaukoma sudut
tertutup, efek miotik dari obat melepaskan blok pupil dan juga menarik iris
menjauh dari sudut bilik mata depan. obat ini meningkatkan aliran keluar
melalui trabekula. Indikasi: Glaukoma sudut terbuka kronis (glaukoma simple
kronis), glaukoma sndut tertutup akut, glaukoma sudut tertutup sinekia kronis
(setelah dilakukan iri, dektomi perifer), glaukoma sekunder akibat blok pupil
dan setelah operasi
Kontraindikasi : Glaukoma inflamasi, glaukoma malignan dan riwayat alergi.
Etek Samping : Efek sampins okular bzruna keratitis pungtata superfisial.
spasme otot siliari yang menyebabkan miopia, miosis, kemungkinan retinal
detachment, progresifitas katarak dan toksisitas endotel kornea_
Efek samping sistemik termasuk berkeringat, aktivitas
gastrointestinal yang meningkat, salivasi, nausea tremor, nyeri
kepala, bradikardi dan hipotensi.
Dosis : Tersedia dalam bentuk larutan topikal, ocuserts dan gel. Pada sediaan
larutan mata tersedia dua macam bentuk garam pilokarpin yaitu Pilokarpin
hidrokloridadalam sediaan 0,25%, 0,50%, 1%, 2%, 3%, 4%, 6%, 8% dan 10%
tetes mata. 2. Pilokarpin nitrat dalam sediaan 1%, 2%, dan 4% tetes mata.
7
Diberikan 1-2 tetes, 3-4 kali sehari. Konsentrasi yang umumnya digunakan
adalah 0.5 - 4 %. Awitan efek miotik dimulai 10-30 menit dan lama kerja
adalah 6 jam. Obat ini biasanya diberikan setiap 6 jam sekali (Rova
Virgana . 2007).
Farmakodinamik
Penggunaan secara klinis di dalam klinik beberapa obat
parasimpatomimetik digunakan dalam terapi beberapa penyakit
dan gangguan kesehatan seperi glaukoma, gangguan motilitas
saluran cerna, myasthenia gravis, dan retensio urin fungsional, .
Pada narrow angel glaucoma obat parasimpatomimetik berefek
kontraksi otot siliare dan iris (pars sirkularis iridis) sehingga ruang
intertrabeculae yang membentuk kanal Schelmn melebar dan aliran humor
aqueous lebih lancar, tekanan intraokuler turun. Biasanya, diberikan metakolin
2%, karbakol 3% atau pilokarpin 4% tetes mata. Gangguan gerak saluran cerna
dan urin dapat diterapi dengan obat parasimpatomimetik jika gangguan itu
tidak disertai obstruksi dengan menaikkan tonus dan kontraksi otot polos
saluran itu. Untuk ganguan saluran cerna digunakan betanekol 10-15 mg 3-4
kali sehari peroral dan pada retensio urin neurogenik betanekol diberikan
secara suntikan subkutan 5 mg, kalau perlu dapat diulangi sesudah 30 menit.
Dapat juga diberikan neostigmine subkutan dosis 0,5-1 mg.
Pilokarpine adalah miotic yang digunakan untuk glaukoma terutup
atau sudut sempit. Melalui tindakan miotic, pilokarpin menekan blok papiler.
Efek samping lokal signifikan, mempengaruhi kualitas hidup
pasien. Karena itu, pilocarpine intens dipelajari dan beberapa bentuk
administrasinya dikembangkan, bertujuan untuk mencapai aksi
farmakologi dari zat aktif dengan konsentrasi minimum yang mungkin dan
berkepanjangan. ( Tătaru CP*, Purcărea VL. 2012 ).
Toksisitas
Keracunan obat direct acting parasympathomimetics (misalnya
pilokarpin, muskarin) timbul gejala mual, muntah, diare, hipersalivasi,
8
banyak berkeringat, sesak nafas dan gangguan penglihatan sebagai
akibat stimulasi r-M . Pada keracunan obat
parasimpatomimetik beraksi langsung seperti muskarin dan pilokarpin, timbul
gejala yang berkaitan dengan stimulasi r-M seperti hipersekresi
kelenjar eksokrin (hipersalivasi, lakrimasi, hipersekresi kelenjar
saluran nafas dan saluran cerna), bronkokonstriksi, hipermotilitas
saluran cerna dan kontraksi muskulus detrusor vesicae. Terapi keracunan ini
dengan obat antimuskarinik seperti atropin untuk memblok r-M pada organ itu.
Dari datasheets.scbt.com didapatkan data LD 50 pada tikus yang diberi
suntikan pilokarpin secara intraperitoneal adalah 203mg/kg,
230mg/kg untuk suntikan melalui subcutaneus (tikus), 200mg/kg oral
(mencit), 155 mg/kg intraperitoneal (mencit), 200 mg/kg subcutaneus (mencit)
dan 150 mg/kg intravena (mencit). Efek samping yang muncul berupa efek
parasimpatomimetik seperti; pusing, gangguan peng;ihatan,
lakrimasi, kesulitan bernafas, spasm gastrointestinal, mual,
muntah, diare, takikardi, bradikardi, hipotensi, hipertensi, shock,
aritmia jantung, dan tremor ( Tătaru CP*, Purcărea VL. 2012 ).
9
BAB III
METODE KERJA
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBASAHAN
4.1 Hasil
Obat : Atropin Sulfat 1%
(Mata kanan = diberi obat dan diamati selama 15 menit)
Obat : Pilokarpin HCl
(Mata kiri) = diberi obat dan diamati selama 15 menit)
Kelompok Perlakuan
Atropin Sulfat 1% Pilokarpin HCl
(Mata kanan) (Mata kiri)
Ukuran Pupil Ukuran Pupil
Menit Menit
(cm) (cm)
0 0,1 0 0,05
1 0,15 1 0,1
2 0,1 2 0,2
3 0,2 3 0,25
4 0,3 4 0,3
Kelompok 1 5 0,4 5 0,35
6 0,45 6 0,4
7 0,5 7 0,4
8 0,5 8 0,45
9 0,5 9 0,35
10 0,4 10 0,3
11 0,4 11 0,25
12 0,4 12 0,2
13 0,4 13 0,3
14 0,4 14 0,2
15 0,3 15 0,25
Kelompok Perlakuan
11
2 0,4 2 0,25
3 0,4 3 0,25
4 0,45 4 0,25
0,3 0,3 5 0,45 5 0,25
6 0,45 6 0,23
7 0,47 7 0,23
0,4 0,3 8 0,47 8 0,22
9 0,48 9 0,22
Rata-rata Rata-rata
10 0,49 10 0,22
= 0,3 = 0,3
Kelompok Perlakuan
Normal (Sebelum diberi
Dengan Cahaya
Perlakuan)
Mata Kanan Mata Kiri Mata Kanan Mata Kiri
0,4 0,5 0,4 0,4
Kelompok 3
0,4 0,4 0,4 0,4
0,4 0,4 0,4 0,4
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
= 0,4 = 0,43 = 0,4 = 0,4
Perlakuan
Pilokarpin HCl Atropin Sulfat 1%
(Mata kanan) (Mata kiri)
Ukuran Pupil Ukuran Pupil
Menit Menit
(cm) (cm)
Kelompok 3 1 0,35 1 0,3
2 0,3 2 0,5
3 0,25 3 0,4
4 0,3 4 0,4
5 0,2 5 0,3
6 0,3 6 0,4
12
7 0,2 7 0,4
8 0,2 8 0,45
9 0,2 9 0,5
10 0,2 10 0,5
Kelompok Perlakuan
Atropin Sulfat
Pilokarpin HCl
Normal (Kontrol) 1%
(Mata kiri)
(Mata kanan)
Mata Mata Ukuran Ukuran
Menit Menit
Kanan Kiri Pupil (cm) Pupil (cm)
Kelompok 0,4 0,5 1 0,6 1 0,4
4 0,5 0,6 2 0,6 2 0,35
0,5 0,4 3 0,6 3 0,3
4 0,6 4 0,4
Rata-rata Rata-rata
5 0,5 5 0,5
= 0,467 = 0,5
6 0,5 6 0,5
4.2 Pembahasan
Mata adalah suatu rangka sferis yang mengembang, lapisan terluarnya
adalah sklera yang kuat dan mengandung banyak kolagen. Bagian lain dari mata
yaitu iris. Iris mempunyai otot sfingter yang menerima saraf parasimpatis, dan
otot dilator yang dipersarafi oleh serabut simpatis. Oleh karena itu, antagonis
muskarinik dan antagonis adrenoreseptor α akan mengontriksi pupil (miosis)
(Neal, M.J. 2006).
Pada percobaan, untuk dapat melihat antagonis obat, obat yang pertama
diberikan pada mata tikus adalah pilokarpin. Dalam suatu konsentrasi agonis
tertentu, peningkatan konsentrasi antagonis kompetitif secara progresif
menghambat respon dari agonis, sedangkan konsentrasi-konsentrasi antagonis
yang tinggi akan mencegah respons secara keseluruhan. Sebaliknya konsentrasi
agonis yang lebih tinggi, yang cukup, dapat mengatasi efek dari pemberian
konsentrasi antagonis secara keseluruhan, yaitu Emax untuk agonis tetap sama
13
pada setiap konsentrasi antagonis tertentu. Karena antagonisme bersifat kompetitif,
keberadaan antagonis meningkatkan konsentrasi agonis yang dibutuhkan untuk
pemberian suatu tingkatan respon tertentu, dan kemudian kurva konsentrasi-efek
agonis bergeser ke kanan. Menurut Katzung beberapa antagonis reseptor mengikat
reseptor dengan cara yang bersifat ireversibel, atau hampir ireversibel. Afinitas
antagonis reseptor dapat demikian tinggi sehingga untuk tujuan praktis, reseptor
tersebut tidak dapat lagi berikatan dengan agonis. Antagonis lain dalam kelompok
ini menghasilkan efek yang ireversibel karena setelah berikatan pada reseptor,
antagonis tersebut membentuk ikatan-ikatan kovalen dengannya. Setelah
kedudukan reseptor-reseptor pada proporsi yang besar oleh antagonis jenis ini,
jumlah reseptor yang tidak diduduki bisa sedemikian rendah sehingga agonis
dengan konsentrasi tinggi tidak dapat mengatasi antagonisme yang ada, dan
respons agonis yang maksimal tidak dapat dicapai.
Dosis pilocarpin yang umum digunakan untuk sediaan tetes mata adalah 1
– 4 %. Pilocarpin sering digunakan sebagai penangkal untuk skopolamin, atropin,
dan hiosamin. Efek samping penggunaan pilocarpin yaitu menyebabkan keringan
berlebihan, air liur berlebihan, bronkospasme, peningkatan bronkial lender
sekresi, bradikardia, dan vasodilatasi. Injeksi sistemik dalam pilocarpin bisa
menembus sawar darah otak yang memungkinkan pilocarpin untuk mendapatkan
akses ke otak (Ernanda, 2003).
14
Kemudian pada pemberian tetes mata dengan atropin dalam jumlah yang
sama pada tikus, segera terjadi efek yang berlawanan dengan pilokarpin, yaitu
terjadi efek midriasis (dilatasi pupil mata) sehingga diameter pupil mata tikus
membesar. Ini sesuai dengan pendapat Mary J. Mycek, dkk (1997) bahwa kerja
atropine adalah menyekat semua aktivitas kolinergik mata. Atropine bekerja
secara kompetitif antagonis dengan asetikolin untuk menempati kolinoseptor
(Staff Pengajar Dept. Farmakologi, 2008). Hambatan oleh atropine bersifat
reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolinesterase. Atropine
memblok asetilkolin endogen maupun eksogen., tetapi hambatannya lebih kuat
terhadap eksogen. Pemberian local pada mata menyebabkan perubahan yang
lebih cepat dan berlangsung lama. Hal ini disebabkan atropine sukar dieliminasi
dari cairan obat mata (Darmansjah, 2005).
15
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
18